HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI, ASUPAN LEMAK DAN NATRIUM DENGAN STATUS GIZI DI POSYANDU LANSIA, GONILAN, Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi, Asupan Lemak Dan Natrium Dengan Status Gizi Di Posyandu Lansia, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI, ASUPAN LEMAK
DAN NATRIUM DENGAN STATUS GIZI DI POSYANDU LANSIA, GONILAN,
KARTASURA, SUKOHARJO

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh :
HEMA NUR ALIFAH SEPTIANA
J 300 120 019

PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI, ASUPAN LEMAK DAN
NATRIUM DENGAN STATUS GIZI DI POSYANDU LANSIA, GONILAN,
KARTASURA, SUKOHARJO
Oleh:
Hema Nur Alifah Septiana *, Mutalazimah **, Luluk Ria Rakhma ***
*Mahasiswa DIII Prodi Ilmu Gizi FIK UMS, **Dosen Prodi Ilmu Gizi FIK UMS,

***Dosen Prodi Ilmu Gizi FIK UMS
*Email: hemanur51@gmail.com

ABSTRACT

RELATED KNOWLEDGE OF HYPERTENSION, FAT AND SODIUM
INTAKE WITH NUTRITIONAL STATUS IN ELDERLY INTEGRATED
SERVICE POST, GONILAN, KARTOSURO
Introduction: The elderly is very important and needs serious attention. If at this
age the nutritional status of the elderly are not considered properly, then the
future may lead to a disruption of nutritional status. Factors that affect the
nutritional status there are two factors of indirect and direct factors. Indirect
factors including poverty, education, and knowledge which affect the availability
of food and health services. Direct factors include infection and food intake.
Objective: To determine the relationship of knowledge about hypertension, fat
and sodium intake and nutritional status in elderly integrated service post,
gonilan, Kartosuro.
Method: The study was descriptive observational cross-sectional method.
Hypertension knowledge of the data obtained from interviews using
questionnaires. Weight data obtained by measuring the weight using scales

stampede to the nearest 0.1 kg. Height data obtained directly by measuring the
height using microtoise to the nearest 0.1 cm. Data intake levels of fat and
sodium intake obtained directly via the form recall 24 hours ago. Data obtained
through the formula nutritional status body mass index (BMI). To examine the
relationship between variables used Spearman Rank test and Pearson Product
Moment, the hypothesis was accepted if p 0.05).
Statistical test Pearson product moment correlation between fat intake and
nutritional status showed ap value of 0755 (p> 0.05). Rank Spearman statistical
test of the relationship between sodium intake and nutritional status showed ap
value of 0.399 (p> 0.05).
Conclusion: There is no correlation between knowledge of hypertension, fat and
sodium intake and nutritional status of elderly village diposyandu Gonilan,
Kartosuro
Keywords: Knowledge of hypertension, fat intake, sodium intake,
nutritional status.
Bibliography: 1997-2010.

PENDAHULUAN
Lansia
adalah

proses
menjadi lebih tua dengan umur
mencapai 55 tahun keatas. Pada
lansia akan mengalami kemunduran
fisik, mental, dan sosial. Salah satu
contoh kemunduran fisik pada lansia
adalah rentannya lansia terhadap
penyakit,
khususnya
penyakit
degeneratif. Penyakit degeneratif
yang umumnya di derita lansia salah
satunya adalah hipertensi (Nugroho,
2008).
Hipertensi
atau
tekanan
darah tinggi, kadang-kadang disebut
juga dengan hipertensi arteri, adalah
kondisi

medis
kronis
dengan
tekanan darah di arteri meningkat.
Peningkatan
ini
menyebabkan
jantung harus bekerja lebih keras
dari biasanya untuk mengedarkan
darah melalui pembuluh darah.
Tekanan darah melibatkan dua
pengukuran, sistolik dan diastolic,
tergantung apakah otot jantung
berkontraksi
(systole)
atau
berelaksasi
di
antara
denyut

(diastole). Tekanan darah normal
pada saat istirahat adalah kisaran
sistolik 100-140 mmHg dan diastolik
60-90 mmHg. Tekanan darah tinggi
terjadi bila terus-menerus berada
pada 140/90 mmHg atau lebih
(Bustan, 2000).
Tekanan
darah
tinggi
dianggap sebagai faktor resiko
utama bagi berkembangnya penyakit
Jantung dan berbagai penyakit
vaskuler pada orang yang telah
lanjut usia, hal ini disebabkan
ketegangan yang lebih tinggi dalam
arteri
sehingga
menyebabkan
hipertensi.

Faktor penyebab terjadinya
hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu
hipertensi esensial/primer: hipertensi
yang tidak diketahui penyebabnya
dan ada kemungkinan karena faktor
keturunan
atau
genetik
dan

hipertensi sekunder: hipertensi yang
merupakan akibat dari adanya
penyakit lain (Adib, 2009).
Berdasarkan
prevalensi
kasus hipertensi di Provinsi Jawa
Tengah mengalami penurunan pada
tahun 2011 dari 6,3 % menjadi 5,4 %
pada
tahun

2012.
Prevalensi
tertinggi adalah di Kabupaten
Sukoharjo sebesar 15%. Sedangkan
kasus hipertensi lain di Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012 sebesar
0,70%, mengalami penurunan bila
dibandingkan prevalensi tahun 2011
sebesar 0,80% (Dinkes, 2012).
Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Sukoharjo
pada tahun 2012, kasus hipertensi di
seluruh
Kabupaten
Sukoharjo
ditemukan
sebanyak
17.920
penderita, dan pada tahun 2013 data
Dinas

Kesehatan
Sukoharjo
,menunjukkan 19.920 penderita
hipertensi di seluruh Kabupaten
Sukoharjo, kemudian berdasarkan
data
dari
Dinas
Kesehatan
Sukoharjo bahwa angka hipertensi di
Puskesmas Kartasura pada tahun
2013 menduduki peringkat ke-2 dari
12
Puskesmas
se-Kabupaten
Sukoharjo yaitu sebesar 6619 kasus
setelah
Puskesmas
Sukoharjo
sebanyak 6771 kasus (Dinkes

Sukoharjo, 2013).
Faktor-faktor
yang
merupakan risiko hipertensi adalah
umur semakin tua, riwayat keluarga
dengan
hipertensi,
kebiasaan
mengkonsumsi makanan asin, tidak
biasa olahraga, obesitas, jenis
kelamin,
kebiasaan
merokok,
kebiasaan
minum
minuman
beralkohol dan stress kejiwaan
(Elsanti, 2009).
Lansia
sering

terkena
hipertensi
disebabkan
oleh
kekakuan pada arteri sehingga
tekanan
darah
cenderung
meningkat. Selain itu kebanyakan

lansia dalam pola makannya masih
salah karena masih banyak lansia
yang suka mengkonsumsi makanan
yang asin terutama makanan yang
mengandung lemak jenuh serta
garam kadar tinggi. Kandungan
natrium
dalam
garam
yang

berlebihan dapat menahan air
retensi
sehingga
meningkatnya
jumlah volume darah yang dapat
menyebabkan hipertensi (Yekti,
2011).
TINJAUAN PUSTAKA
Pengetahuan adalah hasil
dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu.
Penginderaan
terjadi
melalui
pancaindra manusia, yakni indera
penglihatan,
pendengaran,
penciuman,
rasa
dan
raba
(Notoatmodjo, 2010).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pengetahuan
Menurut Mubarak (2007),
ada
tujuh
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan
seseorang, yaitu:
a. Pendidikan
Pendidikan
berarti
bimbingan
yang
diberikan
seseorang kepada orang lain
terhadap suatu hal agar mereka
dapat memahami. Semakin
tinggi pendidikan seseorang
semakin mudah pula mereka
menerima informasi, dan pada
akhirnya makin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya.
Sebaliknya,
jika
seseorang
tingkat pendidikannya rendah,
akan
menghambat
perkembangan sikap seseorang
terhadap penerimaan informasi
dan
nilai-nilai
baru
diperkenalkan.

b.

c.

d.

e.

Pekerjaan
Lingkungan
pekerjaan
dapat menjadikan seseorang
memperoleh pengalaman dan
pengetahuan
baik
secara
langsung
maupun
tidak
langsung.
Umur
Dengan bertambahnya
umur seseorang akan terjadi
perubahan pada aspek psikis
dan
psikologis
(mental).
Pertumbuhan fisik secara garis
beras ada empat kategori
perubahan, yaitu perubahan
ukuran, perubahan proporsi,
hilangnya ciri-ciri lama dan
timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi
akibat
pematangan
fungsi
organ. Pada aspek psikologis
dan
mental
taraf
berfikir
seseorang semakin matang dan
dewasa.
Minat
Sebagai
suatu
kecenderungan atau keinginan
yang tinggi terhadap sesuatu.
Minat menjadi seseorang untuk
mencoba dan menekuni suatu
hal dan pada akhirnya diperoleh
pengetahuan yang lebih dalam.
Pengalaman
Pengalaman merupakan
suatu kejadian yang pernah
dialami
seseorang
dalam
berinteraksi
dengan
lingkungannya.
Ada
kecenderungan
pengalaman
yang baik seseorang akan
berusaha untuk melupakan,
namun
jika
pengalaman
terhadap
objek
tersebut
menyenangkan maka secara
psikologis akan timbul kesan
yang
membekas
emosi

sehingga menimbulkan sikap
positif.
f. Kebudayaan
Kebudayaan lingkungan
sekitar, apabila dalam suatu
wilayah mempunyai budaya
untuk
menjaga
kebersihan
lingkungan
maka
sangat
mungkin masyarakat sekitarnya
mempunyai sikap untuk selalu
menjaga kebersihan lingkungan.
g. Informasi
Kemudahan
memperoleh informasi dapat
membantu
mempercepat
seseorang untuk memperoleh
pengetahuan yang baru.
Hipertensi
Hipertensi merupakan salah
satu penyakit degenerative yang
banyak terjadi dan yang mempunyai
tingkat mortalitas yang cukup tinggi
serta mempengaruhi kualitas hidup
dan produktifitas seseorang.
Hipertensi sering diberi gelar the
silent killer karena penyakit ini
merupakan pembunuh tersembunyi.
Tekanan darah sistolik (TDS) > 140
mmHg dan tekanan darah diastolik
(TDD) > 90 mmHg (Kuswardani,
2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
hipertensi pada lanjut usia
Faktor yang mempengaruhi
hipertensi pada usia lanjut menurut
Darmojo (2006), adalah :
a. Penurunannya kadar rennin
karena menurunnya jumlah
nefron akibat proses menua. Hal
ini menyebabkan suatu sirkulus
vitiosus: hipertensi glomerelosklerosis-hipertensi
yang
berlangsung terus-menerus.
b. Peningkatan
sensitivitas
terhadap
asupan
natrium.

c.

d.

Dengan bertambahnya usia
semakin sensitive terhadap
peningkatan atau penurunan
kadar natrium.
Penurunan elastisitas pembuluh
darah perifer akibat proses
menua
akan
meningkatkan
resistensi
pembuluh
darah
perifer yang mengakibatkan
hipertensi sistolik.
Perubahan ateromatous akibat
proses menua menyebabkan
disfungsi endotel yang berlanjut
pada pembentukan berbagai
sitokin dan subtansi kimiawi lain
yang kemudian menyebabkan
resorbi natrium di tubulus ginjal,
meningkatkan proses sklerosis
pembuluh darah perifer dan
keadaan
lain
berhubungan
dengan
kenaikan
tekanan
darah.

Menurut Elsanti (2009),
faktor resiko yang mempengaruhi
hipertensi yang dapat atau tidak
dapat dikontrol, antara lain:
a. Faktor resiko yang tidak dapat
dikontrol:
1) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya
hipertensi pada pria dan
wanita
sama.
Namun
wanita
terlindungi
dari
penyakit
kardiovaskuler
sebelum
menopause.
Hipertensi lebih banyak
terjadi pada pria bila terjadi
pada usia dewasa muda.
Tetapi lebih banyak terjadi
pada wanita setelah umur
55 tahun, sekitar 60%
penderita hipertensi adalah
wanita. Hal ini sering
dikaitkan
dengan
perubahan hormon setelah
menopause
(Marliani,
2007).
2) Umur

b.

Semakin tinggi umur
seseorang semakin tinggi
tekanan
darahnya,
jadi
orang yang umurnya lebih
tua
kemungkinan
mempunyai resiko tekanan
darah tinggi daripada orang
yang berusia lebih muda.
Hal ini disebabkan karena
pada usia tersebut ginjal
dan hati mulai menurun.,
karena itu dosis obat yang
diberikan
harus
benarbenar tepat.
3) Keturunan (Genetik)
Faktor genetik dapat
menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita
hipertensi.
Hal
ini
berhubungan
dengan
peningkatan kadar sodium
intraseluler dan rendahnya
rasio
antara
potasium
terhadap sodium individu
dengan
orang
tua.
Seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar
untuk
mendapatkan
hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi
(Marliani, 2007).
Faktor resiko yang dapat
dikontrol
1) Obesitas
Obesitas
dapat
memperburuk
kondisi
lansia. Kelompok lansia
dapat memicu timbulnya
berbagai penyakit seperti
arthritis,
jantung
dan
pembuluh
darah,
dan
hipertensi (Rohendi, 2008).
Indeks masa tubuh
(IMT) berkorelasi langsung
dengan tekanan darah,
terutama tekanan darah
sistolik. Penderita obesitas
memiliki
resiko
lebih
terkena
hipertensi
dibandingkan
dengan

2)

3)

4)

seorang yang
berat
badannya
normal.
Penderita hipertensi yang
memiliki berat badan lebih
sekitar 20-30%.
Kurang olahraga
Kurangnya
aktivitas
fisik dapat menaikan resiko
tekanan darah tinggi karena
bertambahnya resiko untuk
menjadi gemuk. Orang
yang kurang melakukan
aktivitas
cenderung
mempunyai detak jantung
lebih cepat dan otot jantung
harus bekerja lebih keras
pada
setiap
kontraksi,
semakin keras dan sering
jantung harus memompa
semakin
besar
pila
kelakuan yang mendesak
arteri (Rohaendi, 2008).
Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan
peninggian tekanan darah.
Dalam penelitian kohort
prospektif oleh dr. Thomas
S Bowman dari Brigmans
and Women’s Hospital,
Massachussetts terhadap
28.236
subyek
yang
awalnya tidak ada riwayat
hipertensi, 51% subyek
tidak
merokok,
36%
merupakan
perokok
pemula,
5%
subyek
merokok 1-14 batang rokok
perhari dan 8% subyek
yang merokok lebih dari 15
batang perhari. Subyek
terus teliti dan dalam
median waktu 9,8 tahun
(Rahyani, 2007).
Mengkonsumsi
garam
berlebih
Badan kesehatan dunia
yaitu
World
Health
Organization
(WHO)
merekomendasikan
pola
konsumsi
garam
yang

5)

6)

7)

dapat mengurangi risiko
terjadinya hipertensi. Kadar
sodium
yang
direkomendasiakn adalah
tidak lebih dari 100 mmol
(sekitar 2,4 gram sodium
atau 6 gram garam) perhari.
Konsumsi natrium yang
berlebih dapat memberikan
pengaruh buruk pada tubuh
yaitu dapat menyebabkan
konsentrasi
natrium
di
dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler
tersebut
dapat
menyebabkan
meningkatnya
volume
darah,
sehingga
dapat
berdampak
kepada
timbulnya
penyakit
hipertensi (Hans Petter,
2008).
Minum alkohol
Alkohol dapat merusak
jantung dan organ-organ
lain, termasuk pembuluh
darah.
Seeorang
yang
mempunyai
kebiasaan
minum alkohol berlebih
merupakan
salah
satu
faktor
resiko
penyakit
hipertensi (Marliani, 2007).
Minum kopi
Seorang
yang
mempunyai
kebiasaan
minum
kopi
yang
didapatkan dari satu cangkir
kopi mengandung 75 – 200
mg kafein, dimana dalam
satu cangkir kopi tersebut
berpotensi
dapat
meningkatkan
tekanan
darah 5-10 mmHg.
Stress
Menurut
Anggraini
(2009) mengatakan stress
akan
meningkatkan
resistensi pembuluh darah
perifer dan curah jantung

sehingga akan mensimulasi
aktivitas saraf simpatis.
Hubungan stress dengan
hipertensi yaitu melalui
aktivitas
saraf
simpatis
peningkatan saraf dapat
menaikan tekanan darah
secara intermiten (tidak
menentu).
Lemak
Lemak merupakan simpanan
energi bagi manusia. Lemak dalam
bahan makanan berfungsi sebagai
sumber energi, menghambat protein
dan thiamin, membuat rasa kenyang
lebih
lama
(karena
proses
pencernaan lemak lebih lama),
pemberi cita rasa dan keharuman
yang lebih baik. Fungsi lemak dalam
tubuh asam lemak esensial, pelarut
vitamin A, D, E, K, sebagai prekusor
dari prostaglandin yang berperan
mengatur tekanan darah, denut
jantung dan lipofisis (Yuniastuti,
2007).
Konsumsi tinggi lemak dapat
menyebabkan
tekanan
darah
meningkat. Konsumsi lemak yang
berlebihan akan meningkatkan kadar
kolesterol dalam darah terutama
kolesterol LDL dan akan tertimbun
dalam tubuh. Timbunan lemak yang
disebabkan oleh kolesterol akan
menempel pada pembuluh darah
yang lama-kelamaan akan terbentuk
plaque. Terbentuknya plaque dapat
menyebabkan
penyumbatan
pembuluh darah atau aterosklerosis.
Pembuluh darah yang terkena
aterosklerosis
akan
berkurang
elastisitasnya dan aliran darah ke
seluruh tubuh akan terganggu serta
dapat memicu meningkatnya volume
darah
dan
tekanan
darah.
Meningkatnya
tekanan
darah
tersebut
dapat
mengakibatkan
terjadinya hipertensi (Jansen, 2006).

Natrium
Natrium adalah kation utama
dalam cairan ekstraseluler tubuh
yang mempunyai fungsi menjaga
keseimbangan cairan dan asam
basa tubuh, serta berperan dalam
transmisi syaraf dan kontraksi otot
(Almatsier, 2004).
Pengaruh
asupan
garam
(natrium)
terdapat
timbulnya
hipertensi
terjadi
melalui
peningkatan volume plasma, curah
jantung,
dan
tekanan
darah.
Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam
cairan
ekstraseluler
meningkat. Untuk menormalkannya,
cairan intraseluler ditarik keluar,
sehingga
volume
cairan
ekstraseluler
meningkat.
Meningkatnya
volume
cairan
ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah. Di
samping itu, konsumsi garam dalam
jumlah
yang
tinggi
dapat
mengecilkan
diameter
arteri,
sehingga jantung harus memompa
lebih keras untuk mendorong volume
darah yang meningkat melalui ruang
yang semakin sempit dan akibatnya
adalah hipertensi (Anggraini, 2008).
Status Gizi
Pengertian
status
gizi
menurut (Almatsier, 2009) adalah
keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi, yang dibedakan antara
status gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih.
Menurut (Proverawati, 2010)
Pengukuran status gizi seseorang
dapat dilakukan dengan cara
pemeriksaan langsung antara lain:
a. Antropometri : secara umum
antropometri
artinya
ukuran
tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka
antropometri gizi berhubungan

dengan
berbagai
macam
pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri digunakan untuk
melihat
ketidakseimbangan
asupan protein dan energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat
pada pola pertumbuhan fisik dan
jaringan tubuh seperti lemak,
otot, dan jumlah air dalam tubuh.
b. Klinis : pemeriksaan klinis adalah
metode yang sangat penting
untuk
menilaistatus
gizi
masyarakat.
Metode
ini
didasarkan atas perubahanperubahan yang terjadi yang
dihubungkan
dengan
ketidakcukupan gizi. Hal ini
dapat dilihat pada jaringan epitel
seperti kulit, mata, rambut dan
mukosaoral atau pada organorgan yang dekat dengan
permukaan
tubuh
seperti
kelenjar
tiroid.
Survei
ini
dirancang untuk mendeteksi
secara cepat tanda-tanda klinis
umum dari kekurangan salahsatu
atau lebih zat gizi. Disamping itu,
digunakan untuk mengetahui
tingkat gizi seseorang dengan
melakukan pemeriksaan fisik
yaitu tanda (sign) dan gejala
(symptom) atau riwayat penyakit.
c. Biokimia : penilaian status gizi
dengan
biokimia
adalah
pemeriksaan spesimen yang diuji
secara
laboratoris
yang
dilakukan pada berbagai macam
jaringan tubuh. Jaringan tubuh
yang digunakan antara lain
darah, urine, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti
hati dan otot.
d. Biofisik : penentuan status gizi
secara biofisik adalah metode
penentuan status gizi dengan
melihat
kemampuan
fungsi
(khususnya
jaringan)
dan
melihat perubahan struktur.

Faktor-faktor
yang
mempengaruhi status gizi dibagi
menjadi 2 yaitu faktor langsung dan
faktor tidak langsung:
1. Faktor langsung
a. Infeksi
Infeksi dapat menimbulkan
gizi
kurang
melalui
berbagai mekanismenya,
yang paling penting adalah
efek langsung dari infeksi
sistemik pada katabolisme
jaringan. Infeksi ringanpun
bisa
menimbulkan
hilangnya
nitrogen
(Suhardjo, 2003).
b. Asupan makan
Asupan makan merupakan
jenis dan jumlah pangan
yang
dikonsumsi
oleh
seseorang. Asupan makan
bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan
individu
(Khomson, 2004).
2. Faktor tidak langsung
a. Tingkat pendidikan
Pandangan
dan
kepercayaan
seseorang,
termasuk
juga
pengetahuan tentang gizi
harus
dipertimbangkan
sebagai
bagian
dari
berbagai penyebab yang
berpengaruh
terhadap
konsumsi.
Dengan
pendidikan
dapat
ditingkatkan
konsumsi
pangan dan keadaan gizi
(Suhardjo, 2003).
b. Pengetahuan gizi
Pengetahuan tentang
gizi atau kemampuan untuk
menerapkan
informasi
dalam kehidupan seharihari merupakan salah satu
penyebab masalah kurang
gizi (Suhardjo, 2003).
e. Pendapatan Keluarga
Pendapatan
keluarga
sangat

berpengaruh
dalam
menentukan
hidangan
yang
disajikan
untuk
keluarga sehari-hari, baik
kualitas maupun jumlah
makanan (Moehyi, 2002).
f. Sosial budaya
Unsur budaya mampu
menciptakan
suatu
kebiasaan
makan
penduduknya
yang
kadang-kadang
bertentangan
dengan
prinsip ilmu gizi (Suhardjo,
2003).
Pengetahuan Tentang Hipertensi,
Asupan Lemak dan Natrium
terhadap Status Gizi
Status gizi dapat diketahui
melalui beberbagai faktor yaitu:
1. Metabolisme tubuh
2. Asupan makanan
3. Tingkat
pendidikan/pengetahuan
4. Pendapatan keluarga
5. Sosial budaya (Suhardjo, 2003).
Hipotesis 
1. Ada
hubungan
antara
pengetahuan
tentang
Hipertensi, asupan lemak dan
natrium dengan status gizi.
2. Tidak ada hubungan antara
pengetahuan
tentang
Hipertensi, asupan lemak dan
natrium dengan status gizi
METODE PENELETIAN
Penelitian ini menggunakan
penelitian observasional pendekatan
cross sectional, dalam penelitian ini
dilakukan
survei
terhadap
pengetahuan tentang hipertensi,
asupan lemak dan natrium yang
dikonsumsi pada lansia, dimana
pengambilan datanya di lakukan
dalam satu lokasi dan waktu yang
sama.

Tempat
penelitian
dilakukan di Posyandu Lansia,
Gonilan,

Kartasura,

Sukoharjo

karena banyak dikalangan lansia
yang menderita hipertensi.
Populasi dalam penelitian ini
adalah lansia yang ada di Posyandu
Lansia, Gonilan, Kartasura yang
berjumlah 60 orang.
Dalam penelitian ini untuk
mengetahui sampel yang akan
digunakan menggunakan rumus
menurut
Notoatmodjo
(2002),
sebagai berikut:
Keterangan:
n : besar sampel
d : Tingkat kepercayaan atau
ketepatan yang digunakan yaitu 10%
N : Jumlah populasi lansia
Sehingga didapatkan
jumlah sampel sebagai berikut:
6

6
6
6

,

,

6
,6
= 37,5 dibulatkan
menjadi 38
ditambahkan 10%
= 38 + (10% x 38)
= 38 + 3,8
= 38 + 4
= 42
Pengambilan sampel pada
penelitian ini dengan menggunakan
tehnik simple random sampling atau
pengambilan sampel secara acak.
Dikatakan simple atau sederhana
dikarenakan pengambilan sampel
anggota populasi dilakukan secara
acak tanpa memperhatikan strata
yang ada pada populasi tersebut.
Pengumpulan Data
a. Data primer
1) Data pengetahuan lansia
tentang Hipertensi yang
diperoleh langsung dengan
cara
wawancara
menggunakan kuesioner.

2) Data berat badan yang
diperoleh langsung dengan
cara mengukur berat badan
menggunakan
timbangan
injak dengan ketelitian 0,1
kg.
3) Data tinggi badan yang
diperoleh langsung dengan
cara megukur tinggi badan
lansia
menggunakan
microtoise dengan ketelitian
0,1 cm.
4) Data tingkat asupan lemak
dan
asupan
natrium
diperoleh langsung melalui
form recall 24 jam yang lalu.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data
identitas lansia yang meliputi
nama lansia, alamat, umur, jenis
kelamin, tanggal lahir.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Gonilan Kecamatan
Kartasura
terdapat
7
(tujuh)
Posyandu lansia. Jumlah lansia dari
7 posyandu lansia yang berada di
Desa Gonilan terdapat 397 orang.
Lokasi posyandu lansia terdapat di
beberapa daerah di desa Gonilan
dan letak posyandu itu sudah
mewakili sebagai suatu sarana
pelayanan
kesehatan
terhadap
lansia ditingkat desa atau kelurahan,
yang bertujuan dapat meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan lansia.
Letak posyandu lansia yang tidak
jauh itu membuat lansia yang tidak
mengalami kendala dalam letak
geografis. Sarana dan prasarana
yang terdapat pada posyandu lansia
di Desa Gonilan cukup lengkap ,
seperti alat pengukuran tekanan
darah, halaman yang cukup luas,
serta adanya petugas kesehatan
yang membantu pelaksaan kegiatan
posyandu lansia dapat mendukung
diadakannya posyandu lansia di
daerah Gonilan. Keberadaan sarana
dan prasarana tersebut menjadi
daya tarik bagi lansia untuk

menghadiri
kegiatan
posyandu
1. Distribusi Subjek Berdasarkan Umur

No

Kategori Umur

1
2

50-64
>65

lansia.

Tabel 4
Distribusi Umur Lansia
Frekuensi
(n)
35
7

Jumlah

Berdasarkan tabel 4 diatas,
usia
lansia
terbanyak
dalam
penelitian ini yaitu kategori usia
pralansia (middle age) sebesar
83,3%.

42

Persentase
(%)
83.3
16.7
100

Rata-rata umur pralansia pada
penelitian ini yaitu 57,98 tahun,
sedangkan umur minimal subyek
penelitian adalah 50 tahun dan umur
maksimal 73 tahun

2. Distribusi Jenis Kelamin

No
1
2

Tabel 5
Distribusi Jenis Kelamin Lansia
Frekuensi
Kategori Jenis Kelamin
(n)
Laki-Laki
10
Perempuan
32
Jumlah

Berdasarkan Tabel 5 diatas,
dari 42 responden sebagian besar
subjek berjenis kelamin perempuan
yaitu 32 responden sebesar 76,2%.
3. Distribusi Berat Badan

Variabel
Berat Badan (Kg)

23.8
76.2
42
100
Sedangkan sisanya berjenis
kelamin laki-laki yaitu 10 responden
sebesar 23,8%.

Tabel 6
Distribusi Berat Badan Lansia
Minimum
Maksimum
39
73

Data berat badan diperoleh
dengan cara mengukur berat badan
responden menggunakan timbangan
injak dengan ketelitian 0,1 kg. Cara
pengukuran berat badan responden
tidak boleh menggunakan atribut
lain,
alas
kaki
yang
dapat
mempengaruhi penimbangan.
4. Distribusi Tinggi Badan

Persentase
(%)

Rerata
55,6

Berdasarkan data pada tabel
6 diatas, berat badan minimal 39 Kg
dan berat badan maksimal 73 kg.
Sedangkan rata-rata berat badan
subyek penelitian adalah 55,6 kg

Tabel 7
Distribusi Tinggi Badan Lansia
Variabel
Minimum
Maksimum
Tinggi Badan (cm) 140
167

Rerata
158

menempel dinding. Lalu microtoic
Data berat badan diperoleh
ditarik sampai menyentuh kepala.
dengan cara mengukur tinggi badan
kemudian dibaca hasilnya.
responden menggunakan microtoic
Berdasarkan tabel 7 diatas,
dengan ketelitian 0,1 cm. Cara
tinggi badan minimal responden 140
pengukuran tinggi badan: microtoise
cm dan tinggi badan maksimal 167
ditempel
di
dinding
dengan
cm. Sedangkan rata – rata tinggi
ketinggian 2 meter dari permukaan
badan subyek penelitian adalah 158
tanah. Kemudian, responden berdiri
cm.
tepat di bawah microtoic dengan
posisi badan tegap dan tumit
5. Status Gizi Berdasarkan Indek Masa Tubuh (IMT)
Tabel 8
Distribusi Status Gizi Lansia
Frekuensi
No
Kategori Status Gizi
(n)
1 kurus dengan kekurangan berat
badan tingkat berat
2 kurus dengan kekurangan berat
badan tingkat berat
3 Normal
35
4 Gemuk dengan kelebihan berat
4
badan tingkat ringan
5 Gemuk dengan kelebihan berat
3
badan tingkat berat
Jumlah
42

Berdasarkan Tabel 8 diatas,
klasifikasi status gizi berdasarkan
IMT,
subyek
penelitian
yang
mengalami
kegemukan
dengan

Persentase
(%)
83
10
7
100

sebanyak 7%, kegemukan dengan
kelebihan berat badan tingkat ringan

sebanyak
10%,
sebanyak 83%.

dan

normal

kelebihan berat badan tingkat berat

6.

Disribusi Tingkat Asupan Lemak

No
1
2
3

Tabel 9
Distribusi Asupan Lemak Lansia
Frekuensi
Kategori Asupan Lemak
(n)
Defisit
4
Normal
16
Kelebihan
22
Jumlah

Berdasarkan Tabel 9 diatas,
asupan lemak subyek penelitian
sebanyak 9,5% defisit, 38,1%
normal, dan 52,4% kelebihan.

42

Persentase
(%)
9.5
38.1
52.4
100

Asupan lemak responden
tertinggi yaitu mengalami kelebihan
sebanyak 52,4%.

7. Distribusi Tingkat Asupan Natrium

No
1
2
3

Tabel 10
Distribusi Asupan Natrium Lansia
Frekuensi
Kategori Asupan Natrium
(n)
Defisit
42
Normal
0
Kelebihan
0
Jumlah

Persentase
(%)
100.0
0.0
0.0

42

Pada
distribusi
asupan
natrium lansia diperoleh frekuensi
bahwa kategori asupan natrium

100

mengalami defisit yaitu dengan
persentase 100% dengan jumlah
frekuensi 42.

8. Distribusi Pengetahuan tentang Hipertensi

No
1
2
3

Tabel 11
Distribusi Pengetahuan tentang Hipertensi
Frekuensi
Persentase
Kategori Asupan Natrium
(n)
(%)
Baik
10
23.8
Cukup
16
38.1
Kurang
16
38.1
Jumlah

42

Pada
distribusi
asupan
natrium lansia diperoleh frekuensi
bahwa kategori asupan natrium

100

mengalami defisit yaitu dengan
persentase 100% dengan jumlah
frekuensi 42.

9. Hubungan Pengetahuan tentang Hipertensi dengan Status Gizi
Tabel 12 
Hubungan Pengetahuan tentang Hipertensi dengan Status Gizi 
Kurang 
N  % 

Status Gizi 
Normal 
Obesitas 


N






Kurang 



0.0 



75.0 



25.0 



100 

Cukup 



0.0 

15 

83.3 



16.7 

18 

100 

Baik 



0.0 

14 

87.5 



12.5 

16 

100 

Kategori Tingkat 
Pengetahuan 

*)Uji Korelasi Rank Spearman 
Pada tabel 12, berdasarkan
hasil penelitian yang didapat dari 42
responden,
kategori
tingkat
pengetahuan tentang hipertensi

Jumlah 



0.259* 

kurang yang status gizinya normal
yaitu 6 responden (75,0%) dan
kategori
tingkat
pengetahuan
tentang hipertensi kurang yang

status gizinya obesitas yaitu 2
responden (25,0%). Responden
yang mempunyai pengetahuan gizi
cukup yang status gizinya normal
yaitu 15 responden (83,3%) dan
responden
yang
mempunyai
pengetahuan cukup yang status
gizinya obesitas yaitu 3 responden
(16,7%). Sedangkan responden
yang mempunyai pengetahuan gizi
baik yang status gizinya normal yaitu
14
responden
(87,5%)
dan
responden
yang
mempunyai
pengetahuan baik yang status
gizinya obesitas yaitu 2 responden
(12,5%). Hasil uji statistik Rank
Spearman diperoleh nilai p sebesar
0.259 (p>0.05), maka H0 diterima
dengan
demikian
tidak
ada
hubungan
antara
Pengetahuan
tentang Hipertensi dengan Status
Gizi.
Penyebab
tidak
adanya
hubungan
antara
pengetahuan
dengan status gizi adalah karena
pengetahuan tentang hipertensi
hanya memberi pengaruh secara
tidak langsung terhadap status gizi,
sedangkan pengetahuan gizi itulah
yang menjadi pokok masalah dari
permasalahan
gizi.
Di
antara
penyebab langsung dan pokok
masalah ada penyebab tidak
langsung yaitu persediaan makanan
di rumah, perawatan anak dan ibu
hamil dan pelayanan kesehatan.
Pokok
masalah
selain
dari
pengetahuan
juga
terdiri
dari
pendidikan,
kemiskinan
dan
keterampilan
dimana
akar
masalahnya adalah krisis ekonomi
langsung (Supariasa, 2012). Asupan
makanan mempunyai hubungan
langsung
dengan
status
gizi.
Hubungan asupan makanan dengan
status
gizi
didukung
oleh
Simatupang (2008), bahwa besarnya
asupan lemak, asupan energi dan
asupan
protein
berpengaruh
signifikan dengan kejadian obesitas.

Selain dari faktor-faktor di
atas masih ada beberapa faktor
yang mempengaruhi status gizi.
Faktor-faktor tersebut antara lain
adalah aktivitas fisik, gaya hidup dan
status sosial ekonomi. Aktivitas fisik
merupakan
faktor
lain
mempengaruhi status gizi. Menurut
Simatupang (2008), bahwa aktivitas
fisik mempunyai pengaruh terhadap
kejadian obesitas. Semakin sedikit
penggunaan waktu lansia untuk
melakukan aktivitas sedang dan
berat, maka peluang terjadinya
obesitas semakin besar. Semakin
banyak aktivitas maka semakin
banyak kalori yang digunakan
sehingga tubuh menjadi ideal atau
justru lebih kurus, tetapi apabila
kurang beraktivitas tubuh akan
cenderung menyimpan kelebihan
kalori sehingga terjadi kelebihan
berat badan. Faktor lain yang
mempengaruhi status gizi adalah
gaya hidup. Menurut Polli (2003),
terdapat kecenderungan semakin
sering merokok dan semakin banyak
jumlah rokok yang dihisap maka
semakin buruk status gizinya.
Merokok dapat mengurangi selera
makan dan mereka merasa kenyang
dan puas setelah merokok. Hal ini
menyebabkan mereka lebih memilih
untuk membelanjakan uang sakunya
untuk rokok dari pada makanan.
Apabila kondisi ini berlangsung
dalam waktu yang lama maka dapat
berbahaya bagi kesehatan sendiri
dan bahaya terhadap kesehatan
dapat dilihat dari status gizi. Hal ini
diperkuat oleh Peltzer (2011),
terdapat hubungan yang signifikan
antara merokok dengan overweight .
Keterkaitan status sosial ekonomi
dengan status gizi didukung oleh
Ozguven (2010), bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara
status gizi dengan status sosial
ekonomi.
Pada
lansia
yang
mempunyai status sosial ekonomi

rendah lebih pendek dan lebih kurus
dari pada lansia yang mempunyai
status soaial ekonomi sedang dan
tinggi. Kelemahan penelitian ini ada
dua hal yaitu, yang pertama adalah
masih banyaknya faktor perancu
yang belum dikendalikan di dalam
penelitian ini. Yang kedua adalah
faktor penelitian yaitu selama
penelitian masih ada responden
yang dalam mengerjakan kuesioner
saling
contekan,
kemungkinan

terjadi human error saat melakukan
penimbangan dan masih sangat
kurangnya jumlah sampel yang
dilakukan dalam penelitian serta
pemilihan sampel yang kurang
merata. Sehingga dalam penelitian
ini didapatkan hasil bahwa tidak ada
hubungan
antara
pengetahuan
tentang gizi dengan status gizi di
Posyandu
Lansia,
Gonilan,
Kartasura, Sukoharjo.

10. Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi
Tabel 13 
Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi 
Kurang 
N


Status Gizi 
Normal 
Obesitas 


N  % 

Defisit 



0.0 

19 

86.4 

3  13.6  22 

100 

Normal 



0.0 

12 

75.0 

4  25.0  16 

100 

Kelebihan 



0.0 



100.0 



100 

Kategori Asupan 
Lemak 

*)Uji Korelasi Pearson's R 
Berdasarkan hasil penelitian
yang didapat dari 42 responden,
kategori asupan lemak defisit yang
status gizinya normal yaitu 19
responden (86,4%) dan kategori
asupan lemak defisit yang status
gizinya obesitas yaitu 3 responden
(13,6%).
Responden
yang
mempunyai asupan lemak normal
yang status gizinya normal yaitu 12
responden (75,0%) dan responden
yang mempunyai asupan lemak
normal yang status gizinya obesitas
yaitu
4
responden
(25,0%).
Sedangkan
responden
yang
mempunyai
asupan
lemak
berlebihan yang status gizinya
normal yaitu 4 responden (100%).
Hasil uji statistik Pearson Product
Moment diperoleh nilai p sebesar
0.775 (p>0.05), maka H0 diterima
dengan
demikian
tidak
ada

0.0 

Jumlah 








0.775* 

hubungan antara Asupan Lemak
dengan Status Gizi.
Tidak adanya hubungan
antara Asupan Lemak dengan
Status Gizi di Posyandu Lansia,
Gonilan,
Kartasura,
Sukoharjo
adalah
karena
aktivitas
fisik
masyarakat desa Gonilan terbilang
cukup aktif. Menurut Simatupang
(2008),
bahwa
aktivitas
fisik
mempunyai
pengaruh
terhadap
kejadian obesitas. Semakin sedikit
penggunaan waktu lansia untuk
melakukan aktivitas sedang dan
berat, maka peluang terjadinya
obesitas semakin besar. Semakin
banyak aktivitas maka semakin
banyak kalori yang digunakan
sehingga tubuh menjadi ideal atau
justru lebih kurus, tetapi apabila
kurang beraktivitas tubuh akan
cenderung menyimpan kelebihan

kalori sehingga terjadi kelebihan
berat badan.
Asupan lemak lebih banyak
hubungannya
dengan
kejadian
hipertensi. Konsumsi lemak yang
berlebihan akan meningkatkan kadar
kolesterol dalam darah terutama
kolesterol LDL dan akan tertimbun
dalam tubuh. Timbunan lemak yang
disebabkan oleh kolesterol akan
menempel pada pembuluh darah
yang lama-kelaman akan terbentuk

plaque. Terbentuknya plaque dapat
menyebabkan
penyumbatan
pembuluh darah atau aterosklerosis.
Pembuluh darah yang terkena
aterosklerosis
akan
berkurang
elastisitasnya dan aliran darah ke
seluruh tubuh akan terganggu serta
dapat memicu meningkatnya volume
darah
dan
tekanan
darah.
Meningkatnya
tekanan
darah
tersebut
dapat
mengakibatkan
terjadinya hipertensi (Jansen, 2006).

11. Hubungan Asupan Natrium dengan Status Gizi
Tabel 14 
Hubungan Asupan Natrium dengan Status Gizi 
Kurang 
N


Status Gizi 
Normal 
Obesitas 

%  N






Defisit 



0.0 

35 

83.3  7 

16.7 

42 

100 

Normal 



0.0 



0.0 



0.0 





Kelebihan 



0.0 



0.0 



0.0 





Kategori Asupan Lemak 

*)Uji Korelasi Rank Spearman 
Pada tabel 14, berdasarkan
hasil penelitian yang didapat dari 42
responden, kategori asupan natrium
defisit yang status gizinya normal
yaitu
35
responden
(83,3%),
sedangkan kategori asupan natrium
defisit yang status gizinya obesitas
yaitu 7 responden (16,7%). Hasil uji
statistik Rank Spearman diperoleh
nilai p sebesar 0,399 (p>0,05), maka
H0 diterima dengan demikian tidak
ada hubungan antara Asupan
Natrium dengan Status Gizi.
Tidak adanya hubungan
antara Asupan Natrium dengan
Status Gizi di Posyandu Lansia,
Gonilan,
Kartasura,
Sukoharjo,
mengingat bahwa asupan natrium
tidak begitu mempengaruhi atau
berhubungan dengan status gizi
karena
pokok
masalah
dari
permasalahan gizi itu sendiri adalah

Jumlah 



0.399* 

pengetahuan, gaya hidup, pola
makan dan pemenuhan gizi setiap
harinya, bukan mutlak disebabkan
oleh asupan natrium. Asupan
makanan mempunyai hubungan
langsung
dengan
status
gizi.
Hubungan asupan makanan dengan
status
gizi
didukung
oleh
Simatupang (2008).
Berdasarkan kuisioner data
recall diketahui pula bahwa sebagian
besar subjek ternyata memiliki
kebiasaan untuk mengkonsumsi
sayuran dan buah – buahan segar
yang merupakan sumber bahan
makanan tinggi kalium. Subjek yang
memiliki asupan kalium maka akan
memiliki asupan natrium yang
cukup. Kalium sebagai salah satu
mineral
yang
menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit
mempunyai efek natriuretik dan

diuretik
yang
meningkatkan
pengeluaran natrium dan cairan dari
dalam tubuh.
Asupan natrium lebih erat
hubungannya
dengan
kejadian
hipertensi yang banyak ditemukan
pada
masyarakat
yang
mengkonsumsi
natrium
dalam
jumlah besar. Tekanan darah tinggi
terjadi bukan hanya karena asupan
natrium yang tinggi pada saat ini
melainkan manifestasi dari asupan
natrium dalam jangka waktu yang
lama.
Hipertensi
pada
lansia
mungkin terjadi akibat kebiasaan
yang sudah lama dilakukan oleh
subjek
untuk
mengkonsumsi
makanan
tinggi
natrium
dan
didukung oleh faktor – faktor lain
yang dapat mempengaruhi tekanan
darah (Krummel, 2004).
Mekanisme yang mendasari
sensitivitas natrium pada penderita
hipertensi
mungkin
disebabkan
karena ketidakmampuan ginjal untuk
mengekskresikan
natrium,
pengaturan sirkulasi ginjal dan
sekresi aldosteron yang abnormal.
Konsumsi natrium akan mengatur
reaksi adrenal dan renal vascular
terhadap angiotensin II. Reaksi
adrenal
akan
mengalami
peningkatan dan reaksi renal
vascular akan mengalami penurunan
dengan
adanya
pembatasan
konsumsi natrium (Krummel, 2004).
Subjek yang memilki asupan natrium
yang tinggi mempunyai risiko lebih
besar
menderita
hipertensi
dibandingkan subjek yang memiliki
asupan natrium cukup. Pengaruh
asupan tinggi natrium terhadap
timbulnya hipertensi juga terjadi
melalui peningkatan volume plasma,
curah jantung, dan tekanan darah.
Kelebihan asupan natrium akan
meningkatkan cairan dari sel,
dimana air akan bergerak ke arah
larutan elektrolit yang mempunyai
konsentrasi lebih tinggi. Hal ini

mengakibatkan peningkatan volume
plasma
darah
dan
akan
meningkatkan
curah
jantung,
sehingga tekanan darah meningkat.
Selain itu asupan tinggi natrium
dapat mengecilkan diameter arteri,
sehingga jantung memompa lebih
keras untuk mendorong volume
darah yang meningkat melalui ruang
sempit (Wilson, 2005).

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pengetahuan subyek tentang
hipertensi sebanyak 23,8% baik,
38,1% normal, dan 38,1%
kurang.
2. Asupan lemak subyek penelitian
sebanyak 9,5% defisit, 38,1%
normal, dan 52,4% kelebihan.
3. Asupan natrium seluruh subyek
penelitian mengalami defisit
yaitu dengan persentase 100%
dengan jumlah frekuensi 42.
4. Klasifikasi
status
gizi
berdasarkan
IMT,
subyek
penelitian
yang
mengalami
kegemukan dengan kelebihan
berat badan tingkat berat
sebanyak
7%,
kegemukan
dengan kelebihan berat badan
tingkat ringan sebanyak 10%,
dan normal sebanyak 83%.
5. Hasil
uji
statistik
Rank
Spearman diperoleh nilai p
sebesar 0.259 (p>0.05), maka
H0 diterima dengan demikian
tidak ada hubungan antara
pengetahuan tentang Hipertensi
dengan status gizi. Hasil uji
statistik
Pearson
Product
Moment diperoleh nilai p
sebesar 0.775 (p>0.05), maka
H0 diterima dengan demikian
tidak ada hubungan antara
asupan lemak dengan status
gizi. Hasil uji statistik Rank
Spearman diperoleh nilai p

sebesar 0.399 (p>0.05), maka
H0 diterima dengan demikian
tidak ada hubungan antara
asupan natrium dengan status
gizi.
Saran
1. Perlu
diadakan
penelitian
lanjutan mengenai status gizi
dengan metode penelitian lain
seperti
case-control
untuk
memperoleh proporsi subjek
yang sama antara yang status
gizi baik dengan yang buruk dan
diharapkan ada penelitian lain
yang lebih komprehensif untuk
mendalami berbagai faktor yang
mempengaruhi
status
gizi
antara lain aktivitas fisik, gaya
hidup
dan
status
sosial
ekonomi. Selain itu, perlu
diadakan penyuluhan terhadap
masyarakat
khususnya
di
posyandu lansia desa Gonilan,
Kartasura, Sukoharjo mengenai
pentingnya pola makan yang
sehat dan aktifitas fisik secara
teratur terkait dengan status
gizi.
2. Sebaiknya dilakukan monitoring
status gizi yang telah ada
secara teratur.
3. Diharapkan adanya penelitian
lebih
lanjut
tentang
pengetahuan gizi dengan status
gizi
dengan
lebih
mempertimbangan faktor-faktor
perancu.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2004. Penuntun
Diet Edisi Baru. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier, Sunita. 2009. Penuntun
Gizi Diet Edisi Baru: PT.
Ikrar Mandiri Abadi.

Arifin,

Augusta. 2005. Obesitas
Visceral
dan
Sindroma
Metabolik. Dalam Prosiding
Pertemuan Ilmiah Nasional
Dietetik II. ASDI, Bandung.

Arisman, 2004. Gizi Dalam Daur
Hidup. Edisi II. Jakarta:
EGC.
Depkes RI, 2000. Pedoman Praktis
Pemantauan Status Gizi
Orang Dewasa. Jakarta.
Depkes RI. 2003. Pedoman Tata
Laksana Gizi Usia Lanjut
Untuk Tenaga Kesehatan.
Direktorat Gizi Masyarakat
Direktorat Bina Kesehatan
Masyarakat: Jakarta.
Fatimah-Muis S, Puruhati N.Gizi
Pada
Lansia.
Dalam:
Matono H, Pranaka K. Buku
ajar
Boedhi-Damojo:
geriatric (ilmu kesehatan
usia lanjut). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI: 2010.
Fatmah.

Gizi usia lanjut. 2010.
Penerbit Erlangga: Jakarta

Hasan, Mimunah. 2001. Al Qur‘an
dan Ilmu Gizi. Madani
Pustaka. Yogyakarta.
Hardinsyah, Briawan, Retnaningsih
dan
Herawati.
2004.
Analisis
Kebutuhan
Konsumsi Pangan. Pusat
Studi Kebijakan Pangan
dan
Gizi.
Lembaga
Penelitian
dan
Pemberdayaan Masyarakat.
IPB.
Khan R, Buse J, Ferrannini E, Stern
M. 2005. The Metabolic
Syndrome. Time for Critical
Appraisal: Join statement

from the American Diabetes
Association
and
The
European for the Study
Diabetes. Diabetes care
2005.
Khomsan A. 2004. Pangan dan Gizi
Untuk Kesehatan. PT. Raja
Grafinda. Jakarta.
Lamarche B, Tchernof A, Mauriege
P, Cantin B, Dagenais GR,
Lupien PJ, et al. Fasting
insulin and apolipoprotein B
levels
and
low-density
lipoprotein particle size at
risk factors for ischemic
heart
disease.
JAMA
1998;279:1955-61.
Martono H. Gangguan kesadaran
dan kognitif pada usia lanjut
(konfusio
akut
dan
dementia). Dalam: Martono
H, Pranaka K. Buku ajar
Boedhi-Darmojo
geriatri
(ilmu kesehatan usia lanjut).
Jakarta:
Balai
Penerbit
FKUI: 2010.
Moehyi,

S. 2002. Pengaturan
Makanan dan Diet Untuk
Penyembuhan
Penyakit.
Gramedia. Jakarta.

National Institute of Health: Third
Report of the National
Cholesterol
Education
Program
Expert
on
Detection, Evaluation, and
Treatmen of High Blood
Cholesterol in Adults (Adult
Treatment
Panel
III).
Executive
Summary.
Bethesda, Md.: National
Institutes of Health, National
Heart Lung and Blood
Institute,
2001
(NIH
publication no. 01-3670).
Accessed only May 20,

2006,
at:
http://www.nhlbi.nih.gov/gui
delines/cholesterol/index.ht
m.
Notoatmodjo, 1997, Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Rineka Cipta.
Jakarta
Notoatmodjo,
S.
Metodologi
Penelitian
Kesehatan.
Rineka Cipta. Jakarta.
Nugroho HW. Keperawatan Gerontik
dan
Geriatrik.
Jakarta:
EGC: 2012.
Suhardjo, 2003. Berbagai cara
pendidikan
gizi.
Bumi
Aksara. Jakarta.
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002.
Penilaian
Status
Gizi.
Jakarta:
Penerbit
Kedokteran EGC.
Vega GL. Obesity, The Metabolic
Syndrome,
and
Cardiovascular
Disease.
Am Heart J 2001: 142:
1108-6.
Wilkes M.G. 2000. Gizi Pada Kanker
dan Infeksi HIV. EGC.
Jakarta.
Wilson LM. Keseimbangan cairan
dan
elektrolit
serta
peniliannya. Dalam : Pendit
BU, Hartanto H, Susi N,
Wulansari P, Mahanani DA,
editor bahasa Indonesia.
Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses
Penyakit.
Edisi 6. Jakarta : EGC.
2005; p. 308-18
Yuniastuti, A. 2007. Gizi dan
Kesehatan.
Semarang:
Graha
Ilmu.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, KARBOHIDRAT DAN LEMAK DENGAN STATUS OBESITAS PADA LANSIA DI Hubungan Asupan Energi, Karbohidrat dan Lemak dengan Status Obesitas pada Lansia di Posyandu Lansia Wedra Utama Purwosari.

0 3 16

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, KARBOHIDRAT DAN LEMAK DENGAN STATUS OBESITAS PADA LANSIA Hubungan Asupan Energi, Karbohidrat dan Lemak dengan Status Obesitas pada Lansia di Posyandu Lansia Wedra Utama Purwosari.

0 3 17

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN MAGNESIUM, ASUPAN LEMAK DAN STATUS GIZI DENGAN TEKANAN DARAH PADA WANITA Hubungan Antara Asupan Magnesium, Asupan Lemak Dan Status Gizi Dengan Tekanan Darah Pada Wanita Menopause Hipertensi Di RSUD Sukoharjo.

0 2 15

HUBUNGAN ASUPAN LEMAK, ASUPAN NATRIUM DAN STATUS GIZI DENGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA WANITA PRALANSIA Hubungan Asupan Lemak, Asupan Natrium Dan Status Gizi Dengan Tekanan Darah Sistolik Pada Wanita Pralansia Di Pos Kesehatan Lansia Kelurahan Bojongba

1 5 16

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH POSYANDU GONILAN Hubungan Asupan Mikronutrien dan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di Wilayah Posyandu Gonilan.

0 4 17

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP ASUPAN NATRIUM PENDERITA HIPERTENSI Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi Dan Dukungan Keluarga Terhadap Asupan Natrium Penderita Hipertensi Rawat Jalan Di Rsud Sukoharjo.

0 2 14

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI, ASUPAN LEMAK Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi, Asupan Lemak Dan Natrium Dengan Status Gizi Di Posyandu Lansia, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

0 2 16

PENDAHULUAN Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi, Asupan Lemak Dan Natrium Dengan Status Gizi Di Posyandu Lansia, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

0 2 4

HUBUNGAN ASUPAN NATRIUM, KALIUM, MAGNESIUM DAN STATUS GIZI DENGAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI Hubungan Asupan Natrium, Kalium, Magnesium Dan Status Gizi Dengan Tekanan Darah Pada Lansia Di Kalurahan Makamhaji Kecamatan Kartasura.

0 1 18

HUBUNGAN ASUPAN NATRIUM, KALIUM, MAGNESIUM DAN STATUS GIZI DENGAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI Hubungan Asupan Natrium, Kalium, Magnesium Dan Status Gizi Dengan Tekanan Darah Pada Lansia Di Kalurahan Makamhaji Kecamatan Kartasura.

0 1 13