makalah dan K G D

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
TRAUMA ABDOMEN

DISUSUN OLEH:
Okta Verida Andriani

(04121003031)

Muflihatun Hasanah

(04121003036)

Rini Diana Sari

(04121003032)

Ahid Robbi Safitra

(04121003037)

Hafiza Khoradiyah


(04121003033)

Arum Kusuma Nirmala

(04121003038)

Indah Prahitaningtyas

(04121003034)

Malsiana

(04121003039)

Dwi Purnama Sari

(04121003035)

Yunita Indriani


(04121003040)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang senantiasa berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Trauma Abdomen”.
Dalam menyelesaikan makalah ini kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang
maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan, pengetahuan, pengalaman dan kemampuan
yang kami miliki, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Terselesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dosen Bagian Keperawatan Gawat Darurat selaku Dosen pembimbing dan pengajar
yang telah memberi pengetahuan.
2. Literatur yang ada di internet (jurnal) dan perpustakaan umum yang menambah

wawasan.
Selanjutnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak – pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Apabila banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan dan keterbatasan materi kami mohon maaf sebesar- besarnya. Semoga makalah ini
bermanfaat dan berguna bagi yang membacanya.

Indralaya, September 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam era Modernisasi kemajuan dibidang

tekhnologi trasnportasi dan semakin

berkembangnya mobilitas manusia berkendaraan di jalan raya, menyebabkan kecelakaan yang
terjadi semakin meningkat serta angka kematian semakin tinggi.
Salah satu kematian akibat kecelakaan adalah diakibatkan trauma abdomen. Kecelakaan

laulintas merupakan penyebab kematian 75 % trauma tumpul abdomen, sedangkan penyebab
lainnya adalah penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari tempat ketinggian,
sedangkan akibat dari penganiayaan ini disebabkan oleh karena senjata tajam dan peluru. Oleh
karena hal tersebut diatas akan mengakibatkan kerusakan dan menimbulkan robekan dari organ –
organ dalam rongga abdomen atau mengakibatkan penumpukan darah dalam rongga abdomen
yang berakibat kematian. Di Rumah Sakit data kejadian trauma abdomen masih cukup tinggi.
Dalam kasus ini “ Waktu adalah nyawa ” dimana dibutuhkan suatu penanganan yang
professional yaitu cepat, tepat, cermat dan akurat, baik di tempat kejadian ( pre hospital ),
transportasi sampai tindakan definitif di rumah sakit.Tindakan

definitif dengan jalan

pembedahan sangatlah penting dilakukan, oleh karena itu dibutuhkan kerja sama antara pasien,
keluarga pihak dokter maupun perawat sebagai mitra kerja ataupun merupakan Team Work
dalam melaksanakan tindakan pembedahan sekaligus memberikan Asuhan Keperawatan.
Perawat merupakan ujung tombak dan berperan aktif dalam memberikan pelayanan
membantu klien mengatasi permasalahan yang dirasakan baik dari aspek psikologis maupun

aspek fisiologi secara komprehensif. Mengingat kurangnya pengetahuan dan pengertian klien
maupun keluarga tentang penyakit atau sebab dan akibat dari trauma dan alasan tindakan

therapy pembedahan yang dilakukan, oleh karena itu sangatlah diperlukan informasi yang
adequat.
Dengan demikian klien dan ke Istilah trauma

abdomen atau gawat abdomen

menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul
mendadak dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan
segera yang sering beru tindakan beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan,
infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Evaluasi awal
sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area
lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam.
Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan
kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan
organ multipel.
Dan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena injury
yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin hanya mengenal luka
robek atau luka sayatan saja namun ternyata di luar itu masih banyak lagi luka/trauma yang dapat
terjadi pada daerah abdomen.

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi
pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah
banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih

merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara
optimal.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan tanda yang
ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi
untuk dapat menetapkan diagnosis.
B. RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana Anatomi dan Fisiologi abdomen?
2) Pengertian Trauma Abdomen?
3) Apa saja Etiologi dari trauma abdomen?
4) Bagaimana Patofisiologi dari trauma abdomen?
5) Apa saja Manifestasi Klinik dari trauma abdomen?
6) Apa saja Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang trauma abdomen?
7) Bagaimana Pemeriksaan Laboratorium pada trauma abdomen?
8) Apa saja Komplikasi trauma abdomen?
9) Bagaimana Penatalaksanaan Kegawatdaruratan dan Terapi Pengobatan?
10) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen?

B.

TUJUAN
1) Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi abdomen

2) Untuk mengetahui definisi Trauma Abdomen
3) Untuk mengetahui Etiologi dari trauma abdomen
4) Untuk mengetahui Patofisiologi dari trauma abdomen
5) Untuk mengetahui Manifestasi Klinik dari trauma abdomen
6) Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang trauma abdomen
7) Untuk mengetahui Pemeriksaan Laboratorium pada trauma abdomen
8) Untuk mengetahui Komplikasi trauma abdomen
9) Untuk mengetahui Penatalaksanaan Kegawatdaruratan dan Terapi Pengobatan
10) Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Organ mayor dan Struktur dari system pencernaan adalah esophagus, lambung, usus, hati,
pancreas, kandung empedu dan peritoneum. Esophagus memiliki panjang 25 cm dengan

diameter 3 cm dimulai dari pharync sampai dengan lambung. Dinding esophagus sendiri
menghasilkan mucus untuk lubrikasi makanan sehingga memudahkan makanan untuk masuk
ke dalam lambung. Terdapat spincter cardiac yang mencegah terjadinya regurgitasi makanan
dari lambung ke esophagus.
Lambung memiliki bagian yang disebut fundus, body dan antrum. Fungsi lambung
adalah mencampur makanan dengan cairan lambung seperti pepsin, asam lambung mucus,
dan intrinsic factor yang semuadnya disekresi oleh kelencaj di sumbukosa. Asam lambung
sendiri mempunyai pH 1. Sphincter pyloric mengkontrol makanan bergerak masuk dari
lambung ke duodenum.
Usus halus dimulari dari sphincter pyloric sampai dengan proximal usus besar. Sekresi
dari pancreas dan hati membuat chime menjadi tekstur yang semiliquid. Disini terjadi poses
absorbsi nutrient dan produk-produk lain. Segemen dari usus halus sendiri terdiri dari
duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum memiliki panjang 25 cm dan diameter 5 cm.
Usus besar memiliki panjang 1.5 m dengan bagian-bagian cecum, colon, rectum dan anal
canal (anus). Sedangkan colon terdiri dari segmen colon ascenden, transversal, descenden
dan sigmoid. Fungsi primer dari usus besar adalah absorpsi air dan elektrolit.

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen. Hati diperdarahi kurang lebih 1450 ml
permenit atau 29% dari cardiac output. Memiliki banyak fungsi yaitu pertama metabolisme,
karbohidrat (glycogensis glucosa menjadi glycogen), (glycogenolysis glycogen menjadi

glucosa), ( gluconeogenesis

pembentukan glukosa dari asam amino dan asam lemak),

metabloisme protein (sintesis asam-asam amino nonesential, sintesis protein plasma, sintesis
faktor pembekuan, pembentukan urea dari NH3 dimana NH3 merupakan hasil akhir dari
asam amino dan aksi dari bakteria terhadap protein di kolon), detoxifikasi, metabolisme
steroid ( ekskresi dan conjugasi dari kelenjar gonad dan adrenal steroid). Fungsi ke dua
adalah sintesis bilirubin, fungsi ketiga adalah sistem pagosit mononuklear oleh sel kupffer
dimana terjadi pemecahan sel darah merah, sel darah putih, bakteri dan partikel lain,
memecah hemoglobin dari sel darah merah menjadi bilirubin dan biliverdin.
Pankreas memiliki fungsi endokrin dan eksokrin. Fungsi endokrin sel beta pankreas
mensekresi pankreas dan mempunyai fungsi regulasi level glukosa darah. Fungsi eksokrin
dimana kelenjar acini menghasilkan getah pancreas dimana enzym pancreas itu lipase dan
amylase yang dikeluarkan ke usus halus.
Empedu menghasilkan getah-getah empedu sebanyak 30-60 ml dimana komposisi nya
80% air, 10% bilirubin, 4-5% phospholipid dan 1% kolesterol.
Peritoneum merupakan pelindung dari hati, spleen, lambung, dan usus. Memiliki
membran semipermeabel, memiliki reseptor nyeri dan memiliki kemampuan proliferatif
celuluar proteksi. Peritoneum permeabel terhadap cairan, elektrolit, urea dan toksin.


Rongga peritoneum ini pada bagian atas dibatasi oleh diafragma, bagian bawah oleh
pelvis, bagian depan oleh dinding depan abdomen, bagian lateral oleh dinding lateral
abdomen dan bagian belakang oleh dinding belakang abdomen serta tulang belakang.
Ketika bernafas khususnya pada saat ekspirasi maksimal otot diafragma naik ke atas
setinggi kira-kira interkostal ke 4 min klavikula (setinggi papila mamae pada pria) sehingga
adanya trauma thoraks perlu dicurigai adanya trauma abdomen pada sisi kiri hepar, dan sisi
kanan pada lien.
Organ-organ di intra abdomen dibagi menjadi organ intra peritoneal dan organ ekstra
peritoneal. Organ intra peritoneal terdiri dari hepar, lien, gaster, usus halus, sebagian besar
kolon. Organ ekstra peritoneal terdiri dari ginjal, ureter, pankreas, duodenum, rektum, vesika
urinaria, dan uterus (walaupun cenderung aman karena terlindung oleh pelvis). Sedangkan
dari jenisnya organ-organ di rongga abdomen ini dipilah menjadi organ solid (hepar dan lien)
dan organ berlumen (gaster, usus halus, dan kolon).
2.2 Trauma Abdomen
Kasus-kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan bisa disebabkan karena trauma
dan non trauma. Untuk kasus kegawatdaruratan system cerna ini biasa disebut dengan akut
abdomen. Trauma adalah cedera fisik dan psikis , kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat,1997).
Definisi dari akut abdomen sendiri adalah suatu keadaan klinik akibat kegawatan di

rongga abdomen biasanya timbul secara mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama yang
memerlukan penanganan segera. (Emaliyawati : 2009). Trauma abdomen adalah cedera pada
abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak

disengaja (Smeltzer, 2001 : 2476 ). Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada
organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen yang meliputi daerah
retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.Trauma perut juga merupakan luka pada isi
rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan
laparatomi (FKUI, 1995). Trauma abdomen adalah terjadinya cedera atau kerusakan pada
organ abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.Trauma adalah cedera
atau ruda paksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002 : 2111 ).
2.3 Etiologi
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Trauma tumpul
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil yang melesak
ke dalam karena tabrakan
Kecelakaan kendaraan bermotor
Jatuh dan trauma secara mendadak
b. Trauma tajam
Tusukan, tikaman atau tembakan senapan (American College of Surgeon Committee of Trauma,
2004 : 145).

Trauma pada abdomen dapat dibagi menjadi dua jenis.

1. Trauma penetrasi

a. Trauma tembok
b. Trauma tumpul
2. Trauma non-penetrasi

a. Kompresi
b. Hancur akibat kecelakaan
c. Sabuk pengaman
d. Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen. Kemungkinan terjadi
eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di
eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997 ) atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma abdomen pada isi abdomen , menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari :
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin disertai oleh bukti adanya cedera pada dinding
abdomen.

2. Luka tusuk ( trauma penetrasi) pada abdomen. Luka tusuk pada abdomen dapat menguji
kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
2.4 Patofisiologi
Trauma abdomen terjadi karena trauma ,infeksi ,iritasi dan obstruksi. Kemungkinan bila
terjadi perdarahan intra abdomen yang serius pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi
yang disertai penurunan hitung sel darah merah dan akhirnya gambaran klasik syok
hemoragik.

Bila

suatu

organ viseral

mengalami

perforasi, maka

tanda

–tanda

perforasi ,tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen
tersebut meliputi nyeri tekan , nyeri spontan ,nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising
usus bila telah terjadi peritonitis umum.
Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami tatikardi dan peningkatan suhu tubuh , juga
terdapat leukositosis. Biasanya tanda –tanda peritonitis belum tampak .Pada fase awal
perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul .
Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk kerongga abdomen , maka operasi harus dilakukan
(Sjamsuhidajat ,1997).
2.5 Manifestasi Klinik
1. Laserasi, memar,ekimosis
2. Hipotensi
3. Penurunan bising usus
4. Hemoperitoneum
5. Mual dan muntah

6. Adanya tanda “Bruit”
7. Nyeri
8. Pendarahan
9. Penurunan kesadaran
10. Sesak
11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfa.
Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
12. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
13. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan
14. . Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur
pelvis
15. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas
ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe. (Scheets, 2002 : 277-278).
Pada hakikatnya gejala dan tanda yang ditimbulkan dapat karena 2 hal:
A. Pecahnya organ solid
Hepar atau lien yang pecah akan menyebabkan perdarahan yang dapat bervariasi dari
ringan sampai berat, bahkan kematian.
Gejala dan tandanya adalah :
1. Gejala Perdarahan secara umum
Penderita tampak anemis (pucat). Bila perdarahan berat akan timbul gejala dan
tanda syok hemoragik.
2. Gejala adanya darah intra-peritonial

a. Penderita akan merasa nyeri abdomen, bervariasi dari ringan sampai nyeri
hebat
b. Pada auskultasi biasanya bising usus menurun
c. Pada pemeriksaan abdomen nyeri tekan, ada nyeri lepas dan defans
muscular (kekakuan otot) seperti pada peritonitis
d. Pada

perkusi

akan

dapat

ditemukan

pekak

isi

yang

meninggi.

B. Pecahnya organ berlumen
Pecahnya gaster, usus halus atau kolon akan menimbulkan peritonitis yang dapat timbul
cepat sekali atau lebih lambat.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
A. Pemeriksaan Diagnostik Trauma Tumpul
1. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive untuk perdarahan intraretroperitoneal. Harus
dilaksanakan oleh team bedah untuk pasien dengan trauma tumpul multiple
dengan hemodinamik yang abnormal, terutama bila dijumpai :
a. Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan obatobatan.
b. Perubahan sensasi trauma spinal
c. Cedera

organ

berdekatan-iga

bawah,

pelvis,

vertebra

lumbalis.

Salah satu kontraindikasi untuk DPL adalah adanya indikasi yang jelas
untuk laparatomi. Kontraindikasi relative antara lain adanya operasi
abdomen sebelumnya, morbid obesity, shirrosis yang lanjut, dan adanya

koagulopati sebelumnya.(American College of Surgeon Committee of
Trauma, 2004 : 150).
2. Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami
kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan mendiagnosa trauma retroperineal
maupun (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151)
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul. Rontgen untuk screening
adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis AP dilakukan pada pasien
trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang,
setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas
dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang kalau
ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya
bayangan psoas menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal.
B. Pemeriksaan Diagnostik Trauma Tajam
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan struktur
abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorax foto berulang,
thoracoskopi,

laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan. Untuk pasien yang

asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain pemeriksaan fisik serial, CT dengan double
atau triple contrast, maupun DPL.

Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien yang mula-mula asimptomatik

kemudian menjadi simtomatik, terutama deteksi cedera retroperinel maupun intraperineal
untuk luka dibelakang linea axillaries anterior. (American College of Surgeon Committee
of Trauma, 2004 : 151).
Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam. Rontgen foto thorax tegak
bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun untuk
dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal.
C. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus
a. Urethrografi
Urethrografi dilakukan sebelum pemasangan kateter urine bila curigai adanya ruptur
urethra.
b. Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan dengan
pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan sistografi.
c. CT Scan/IVP
CT Scan untuk semua pasien dengan hematuria dan hemodinamik stabil yang
dicurigai mengalami sistem urinari.Alternatif lain adalah pemeriksaan IVP.
2.7 Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
2. Penurunan hematokrit/hemoglobin
3. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
4. Koagulasi : PT,PTT
5. MRI
6. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik

7. CT Scan
8. Radiograf

dada

mengindikasikan

peningkatan

diafragma,kemungkinan

pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X
9. Scan limfa
10. Ultrasonogram
11. Peningkatan serum atau amylase urine
12. Peningkatan glucose serum
13. Peningkatan lipase serum
14. DPL (+) untuk amylase
15. Penigkatan WBC
16. Peningkatan amylase serum
17. Elektrolit serum
18. AGD. (ENA,2000:49-55)
2.8 Komplikasi
1. Trombosis Vena
2. Emboli Pulmonar
3. Stress Ulserasi dan perdarahan
4. Pneumonia
5. Tekanan ulserasi
6. Atelektasis
7. Sepsis (Paul, direvisi tanggal 28 Juli 2008)
8. Pankreas : Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal, dan perdarahan.

9. Limfa : perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, diaphoresis, dan
syok.
10. . Usus : obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.
11. Ginjal : Gagal ginjal akut (GGA) (Catherino, 2003 : 251-253)
2.9 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan dan Terapi Pengobatan
Pengelolaan primary survery yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan
akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC –nya trauma dan berusaha untuk
mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan
berikut:
A : Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervikal spine control)
B : Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi control (ventilation control)
C : Circulation dengan control perdarahan (bleeding control)
D : Disability : status neurologis (tingkat kesadaran/GCS, Respon Pupil)
E : Exposure/environmental control: buka baju penderita tetapi cegah hipotermia
Tindakan keperawatan yang dilakukan tentu mengacu pada ABCDE.
1. Yakinkan airway dan breathing clear.
2. Kaji circulation dan control perdarahan dimana nadi biasanya lemah, kecil, dan cepat
3. Tekanan darah sistolik dan diastole menunjukkan adanya tanda syok hipovolemik,
hitung MAP, CRT lebih dari 3 detik maka perlu segera pasang intra venous line
berikan cairan kristaloid Ringer Laktat untuk dewasa pemberian awal 2 liter, dan

pada anak 20cc/kgg, bila pada anak sulit pemasangan intra venous line bisa
dilakukan pemberian cairan melalui akses intra oseus tetapi ini dilakukan pada anak
yang umurnya kurang dari 6 tahun.
4. Setelah pemberian cairan pertama lihat tanda-tanda vital. Bila sudah pasti ada
perdarahan maka kehilangan 1 cc darah harus diganti dengan 9cairan kristaloid 3 cc
atau bila kehilangan darah 1 cc maka diganti dengan darah 1 cc (sejumlah
perdarahan).
5. Setelah itu kaji disability dengan menilai tingkat kesadaran klien baik dengan
menilai menggunakan skala AVPU: Alert (klien sadar), Verbal (klien berespon
dengan dipanggil namanya), Pain (klien baru berespon dengan menggunakan
rangsang nyeri) dan Unrespon (klien tidak berespon baik dengan verbal ataupun
dengan rangsang nyeri).
6. Eksposure dan environment control buka pakaian klien lihat adanya jejas,
perdarahan dan bila ada perdarahan perlu segera ditangani bisa dengan balut tekan
atau segera untuk masuk ke kamar operasi untuk dilakukan laparotomy eksplorasi.
7. Secondary survey dari kasus ini dilakukan kembali pengkajian secara head totoe,
dan observasi hemodinamik klien setiap 15 – 30 menit sekali meliputi tanda-tanda
vital (TD,Nadi, Respirasi), selanjutnya bila stabil dan membaik bisa dilanjutkan
dengan observasi setiap 1 jam sekali.
8. Pasang cateter untuk menilai output cairan, terapi cairan yang diberikan dan tentu
saja hal penting lainnya adalah untuk melihat adanya perdarahan pada urine.

9. Pasien dipuasakan dan dipasang NGT (Nasogastrik tube) untuk membersihkan
perdarahan saluran cerna, meminimalkan resiko mual dan aspirasi, serta bila tidak
ada kontra indikasi dapat dilakukan lavage.
10. Observasi status mental, vomitus, nausea, rigid/kaku/, bising usus, urin output setiap
15 – 30 menit sekali. Catat dan laporkan segera bila terjadi perubahan secra cepat
seperti tanda-tanda peritonitis dan perdarahan.
11. Jelaskan keadaan penyakit dan prosedur perawatan pada pasien bila memungkinkan
atau kepada penanggung jawab pasien hal ini dimungkinkan untuk meminimalkan
tingkat kecemasan klien dan keluarga.
12. Kolaborasi pemasangan Central Venous Pressure (CVP) untuk melihat status hidrasi
klien, pemberian antibiotika, analgesic dan tindakan pemeriksaan yang diperlukan
untuk mendukung pada diagnosis seperti laboratorium (AGD, hematology,
PT,APTT, hitung jenis leukosit dll), pemeriksaan radiology dan bila perlu
kolaborasikan setelah pasti untuk tindakan operasi laparatomi eksplorasi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. M DENGAN TRAUMA TUMPUL ABDOMEN
DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT HARAPAN BUNDA
JAKARTA TIMUR
A. Pengkajian
1.

Identitas Klien
a. Nama

: Tn. M

b. Umur

: 50 tahun

c. Jenis Kelamin

: laki-laki

d. No. RM

: 098834-1023456

e. Pendidikan

: SMA

f. Pekerjaan

: Karyawan swasta

g. Agama

: Islam

h. Alamat

: Jl. Raya Bogor. Gg.Suci RT 09/02 No.2

Tanggal masuk

: 17 November 2013

Jam Masuk

: pukul 20.00 WIB

Tanggal&Jam Pengkajian

: 17 November 2013 jam 21.00 WIB

2.

: datang sendiri, tidak memakai ambulance. Diantar anak

Type rujukan

klien.

3.

Jenis kasus

: kecelakaan. Tidak perlu visum.

4.

Identitas Penanggung Jawab
a. Nama

: Tn. E

b. Umur

: 25 tahun

c. Alamat

: Jl.Raya Bogor. Gg.Suci RT 09/02 No.2

d. Hubungan dengan klien

: anak

5.

Diagnosa Medis

: ruptur limfa e.c trauma tembus abdomen

6.

Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan sakit pada perut sebelah kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk Rumah Sakit ± 1,5 jam yang lalu (± pukul 20.00 WIB).
Kronologis klien: ketika sedang mengendarai sepeda motor, klien mengalami
kecelakaan. Sepeda motor klien ditabrak mobil angkot yang ada di
belakangnya saat pulang kerja dan melaju di Jalan Raya Pondok Gede. Klien
terjatuh membentur aspal, tertancap paku ±10 cm dan sempat pingsan. Klien
langsung dibawa ke rumah sakit dengan dijemput anaknya. Klien merasa perut
sebelah kiri sakit, mual.
c. Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang
menderita penyakit serupa.

7.

Pemeriksaan Fisik:
a. Umum:
- TD

: 140/80 mmHg

-N

: 82 x/ menit

-S

: 37o C

- RR

: 24 x/ menit

- Keadaan umum

: baik, kesadaran: Compos mentis.

- Perdarahan

: minimal di abdomen kiri atas.

b. Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala
dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva
anemis. Hidung simetris tidak ada secret.
c. Leher
Tidak ada kaku kuduk.
d. Paru
1)

Inspeksi

: bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama

2)

Palpasi

: fremitus vokal kanan dan kiri sama

3)

Perkusi

: sonor

4)

Auskultasi

: vesikule

e. Abdomen
1)

Inspeksi

: terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan

2)

Auskultasi

: peristaltik usus 5x/menit

3)

Palpasi

: ada pembesaran hati

4)

Perkusi

: pekak

f. Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik. Kekuatan
otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal.

8.

Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laboratorium tanggal 17-11-2013 pukul 09.30 WIB:
1) Hemoglobin

: 10,5 g/dl

(n : 14-17,5 g/dl)

2) Eritrosit

: 5,00 105/ul

(n : 4,5-5,9 106/ul)

3) Leukosit

: 12,5 104/ul

(n : 4,0-11,3 103/ul)

4) Hematokrit

: 41,8%

(n : 40-52%)

5) Trombosit

: 208

6) Gol darah

:A

7) HBSAG

: - (negatif)

b. Hasil USG Abdomen tanggal 17-11-2013 pukul 09.45 WIB:
Gambaran: ruptur dan perdarahan pada limfa anterior. terdapat luka
tembus namun tidak mengenai organ dalam abdomen.
9.

Primary Survay

a.

Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret.

b.

Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 4 liter/ menit
Frekuensi napas: 24 x/ menit, pernafasan reguler.

c.

Circulasi
TD : 140/ 80 mmHg
N : 82 x/ menit
Capillary reffil: < 3 detik

d.

Disability
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E= 4, M= 5, V= 6

e.

Exposure
Terdapat luka tembus disertai sedikit perdarahan, jejas dan hematoma
pada

10.

abdomen sebelah kiri atas.

Secondary Survay

1)

AMPLE
a) Alergi :Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik
makanan ataupun obat-obatan.
b) Medicasi :Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit mengkonsumsi obat
sakit kepala.
c) Pastillnes : Klien pernah di rawat di Rumah Sakit Harapan Bunda.
d) Lastmeal : Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas
teh.
e) Environment :Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya dan perkotaan
yang penuh kesibukan (Jakarta Timur).

B.

Analisis Data

No
1

DATA

MASALAH

ETIOLOGI

Data Subjektif :
a.

Klien mengatakan perut sebelah

kanan sakit
b.

P : bila bergerak dan bernafas

c.

Q : seperti tertusuk-tusuk

d.

R : perut sebelah kanan

e.

S :7

f.

T : hilang timbul

Nyeri akut

Adanya trauma

Data Objektif :

abdomen atau luka

a.

tembus abdomen

Klien tampak mengerang-erang

menahan sakit.
b.

Terdapat luka lecet dan jejas pada

abdomen sebelah kanan
c.

Trauma abdomen

d. Nyeri akut
Data Subjektif : Data Objektif :
a.

Terdapat luka lecet pada perut
Kontaminasi bakteri,

kanan
b.

Terdapat jejas dan hematoma pada

abdomen sebelah kanan
c.

Hb : 10,5 g/dl

Resiko tinggi infeksi

luka tembus abdomen

d.

Leukosit : 12,5 104/ul

e.

Luka non-penetrasi abdomen

Data Subjektif: Data Objektif:

Defisit volume cairan

Perdarahan intra

a.

dan elektrolit

abdomen

Hasil USG: Terdapat ruptur dan

perdarahan pada limfa anterior
b.

Konjungtiva anemis

c.

Kulit pucat

d.

Turgor kulit elastis

C.

Diagnosa Keperawatan

1.

Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan intra abdomen.

2.

Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka tembus abdomen.

3.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan luka tembus abdomen

D. Intervensi dan Rencana Keperawatan Rasional
No

Diagnosa

Tujuan dan

Intervensi

Rencana Keperawatan

Kriteria Hasil
1

Rasional

Defisit volume cairan dan

Tujuan :

1) Kaji tanda-

1)Untuk mengidentifikasi

elektrolit berhubungan

Setelah

tanda vital

defisit volume cairan

dengan perdarahan intra

dilakukan

abdomen

tindakan

2)

2)

keperawatan

infuse

Kaji tetesan

Awasi tetesan untuk

mengidentifikasi

selama 1x15

kebutuhan cairan.

menit, volume

3)

Kolaborasi :

cairan seimbang.

Berikan cairan

3) Mengidentifikasi

Kriteria hasil:

parenteral sesuai

keadaan perdarahan

a. Turgor elastis

indikasi.

b. Konjungtiva
Cara parenteral

4)

c. Hasil lab

cairan parenteral

membantu memenuhi

normal (HB)

dengan

kebutuhan cairan tubuh.

d. Tidak ada

elektrolit,

perdarahan

antibiotik dan

lanjutan

vitamin

5)

Pantau

4)

tidak anemis

Kolaborasi

Tranfusi darah

5)

Menggantikan darah

yang keluar dan
memperbaiki Hemostasis.

6)

2

Kolaborasi

6)

Memperbaiki kondisi

tindakan

hepar dan menghentikan
perdarahan

Nyeri berhubungan adanya

Tujuan: Setelah

pembedahan
1) Kaji

trauma abdomen atau luka

dilakukan

intensitas nyeri

intervensi yang tepat.

tembus abdomen

tindakan
keperawatan

2)

2)

1x10 menit,

penyebab nyeri

Jelaskan

1)

Untuk menentukan

Untuk menenangkan

klien dan keluarga.

nyeri teratasi
Kriteria Hasil :

3)

a.

nyaman

kenyamanan klien.

nyeri berkurang/

4)

4)

hilang

teknik relaksasi

Klien

Beri posisi

3)

Meningkatkan

mengatakan

b.

Ajarkan

Klien

Mengurangi

ketegangan otot sehingga
mengurangi nyeri.

tenang tidak

3

mengerang-

5)

erang kesakitan

pemberian

c.

analgetik

Skala nyeri

Kolaborasi

Resiko tinggi infeksi

1-3
Tujuan: Setelah

1)

berhubungan dengan

dilakukan

tanda-tanda

5)

Analgetik berfungsi

menghilangkan nyeri

Monitoring

1)

Mengetahui tanda

infeksi pada pasien

kontaminasi bakteri dan luka tindakan

infeksi

tembus abdomen

keperawatan 1 x

2)

20 menit, tidak

perawatan luka

karena port de entry

terjadi infeksi

dengan prinsip

kuman.

Kriteria Hasil :

aseptik

a.

3)

Tidak ada

Anjurkan

Monitor

tanda-tanda

hasil

infeksi

laboratorium

b.

terutama Hb,

Tidak ada

perdarahan

leukosit

2)

3)

Mencegah infeksi

Mengetahui

perkembangan klien

c.

Suhu tubuh

4)

Kolaborasi

normal : 36-

pemberian

37oC

antibiotik

d.

5)

Tidak

terjadi tetanus

Kolaborasi

4)

Mencegah infeksi

5)

Mencegah infeksi

pemberian

tetanus akibat luka

suntik anti

tembus.

tetanus (TT)

E.
N
o
1

Catatan Perawatan Dan Perkembangan
Diagnosa

Tanggal dan

Implementasi

Evaluasi

Defisit volume cairan

Jam
17 November

a.Kaji tanda-tanda

Subjektif: -

dan elektrolit

2013

vital

Objektif:

berhubungan dengan

Jam: 21.00

perdarahan intra

WIB

abdomen.

a.

turgor elastic

b.Pantau cairan

b.

konjungtiva

parenteral dengan

anemis

elektrolit, antibiotik

c.

dan vitamin

mmHg
d.

TD: 120/70

Nadi: 72x/

c. Kaji tetesan

menit

infuse

d.

Hb : 9,5 g/dl

Analisa :
d. Kolaborasi :

Masalah teratasi

Paraf dan
Nama Jelas
Syukron

Berikan cairan

sebagian

parenteral sesuai

Perencanaan:

indikasi.

lanjutkan
intervensi di

e.Kolaborasi

bangsal

Tranfusi darah

f.
2

Kolaborasi

Nyeri berhubungan

17 November

pembedahan
a. Mengkaji

Subjektif:

adanya trauma abdomen

2013

tingkat nyeri

klien

atau luka tembus

Jam: 21.00

b.

Memberikan

mengatakan

abdomen.

WIB

injeksi ketorolak

nyeri sedikit

2ml

berkurang

c.

Mengajarkan

Objektif:

nafas dalam bila

klien masih

nyeri timbul

gelisah
klien masih
tampak merintih
kesakitan
Analisa:
masalah teratasi
sebagian
Perencanaan:

Syukron

lanjutkan
intervensi di
3

Memasang

bangsal
Subjektif: -

Resiko tinggi infeksi

17 November

a.

berhubungan dengan

2013

kateter

Objektif:

kontaminasi bakteri dan

Jam: 21.00

b.

a.

luka tembus abdomen

WIB

NGT

tidak ada

c.

perdarahan.

Memasang

Mengambil

sample darah
d.

b.

urine jernih

Volume

Memasang trail urine 200cc

tempat tidur

c.

e.

NGT cairan

Memonitor

Keluaran

NGT

bersih

f.

d.

Memberikan

Hb : 9,5 g/dl

injeksi cefotaxim

Analisa :

1g

Masalah teratasi
sebagian
Perencanaan:
lanjutkan
intervensi di
bangsal

Syukron

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Trauma abdomen merupakan salah satudari sekian banyak kasus kegawatdaruratan.Trauma
abdomen dapat berupatrauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja, bahkan luka pada isi rongga dengan atau tanpa tembusnya dinding perut. Dan
menyebabkan perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi,
bahkan gangguan faal berbagai organ lainnya. Sehingga, penatalaksanaannya lebih bersifat
kedaruratan.

Bila terjadi perdarahan intra abdomen yang serius pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan sel darah merah dan akhirnya didapat gambaran klasik syok
hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi ,tandatanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi
nyeri tekan , nyeri spontan ,nyeri lepas, dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi
peritonitis umum.
Bila syok berlanjut,

pasien akan mengalami takikardi, peningkatan suhu tubuh,

danleukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis belum tampak.Pada fase awal perforasi kecil
hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk kerongga
abdomen, maka operasi harus dilakukan (Sjamsuhidajat ,1997).
Penatalaksaan yang dapat dilakukan adalah pengelolaan primary survery yang cepat dan
kemudian resusitasi,secondary surve, dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC nya trauma dan berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu,
dengan berpatokan pada urutan berikut:
A : Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervikal spine control)
B : Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi control (ventilation control)
C :Circulation dengan control perdarahan (bleeding control)
D : Disability : status neurologis (tingkat kesadaran/GCS, Respon Pupil)
E : Exposure/environmental control: buka baju penderita tetapi cegah hipotermia
Tindakan keperawatan dengan kolaborasi dalam pemasangan Central Venous Pressure
(CVP) untuk melihat status hidrasi klien. Pemberian antibiotika, analgesic, dan tindakan
pemeriksaan yang diperlukan untuk mendukung diagnosis, seperti : laboratorium

(AGD,

hematology, PT, APTT, hitung jenis leukosit, dll), pemeriksaan radiologi, dan bila perlu
kolaborasikan setelah pasti untuk tindakan operasi laparatomi eksplorasi.

DAFTAR PUSTAKA
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC
Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6.
Jakarta: EGC
Doenges.

2000.Rencana

Asuhan

Keperawatan:

Pedoman

untuk

perencanaan

dan

Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Hudak & Gallo. 2001.
Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Mansjoer,

Arif.

2001.

Kapita

Selekta

Kedokteran

Jilid

1.FKUI

:

Media

AesculapiusSjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. :
Jakarta : EGC.
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC