Sejarah dan Pendidikan dan Islam

MASA KEMERDEKAAN SAMPAI SAAT INI
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam
Dosen pengampu: Bapak Faisal Kamal, M. Pd. I

Disusun oleh :
1. Iin Kurniati
2. Tri Mulyani
3. Ana Hofiyanida
4. Nuzula Akhlaqun Nisa

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN(UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena nikmat dan
ridhoNya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW.
Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
menyusun makalah ini, baik teman-teman maupun dosen.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui sejarah pendidikan islam
pada zaman kemerdekaan sampai zaman berikutnya, kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber buku.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca. Terima kasih.
Wonosobo, 2 Desember 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................

i

KATA PENGANTAR.............................................................................................

ii


DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................

1

B. Rumusan Masalah ..........................................................................

1

C. Tujuan.............................................................................................

2

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Islam Pada Masa Kemerdekaan...................................

3

B. Keadaan Pendidikan Islam Zaman Orde Lama .............................

7

C. Keadaan Pendidikan Islam Zaman Orde Baru................................

9

D. Keadaan Pendidikan Islam Zaman Reformasi................................ 12
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 17


iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah dapat memberikan landasan atau titik tolak terjadinya berbagai
peristiwa. Dengan mengetahui arti dan kaedah-kaedah peristiwa yang telah
terjadi pada masa yang silam, maka manusia diharapkan mampu menempatkan
diri serta menata lingkungannya dalam usaha menciptakan kehidupan yang lebih
baik, baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka. Kemerdekaan
tidak sepenuhnya menyelesaikan berbagai persoalan negara. Kemerdekaan politik
sesudah

masa

penjajahan

oleh


pemerintah Jepang

dan

Belanda

itu

lebih mudah dicapai dibandingkan dengan rekontruksi kultural masyarakat dan
renovasi sistem pendidikan kita khususnya pendidikan Islam.
Seiring dengan perkembangan zaman, persoalan yang dihadapipun
semakin bertambah seperti sistem pendidikan yang sesuai dengan tujuan, visi dan
misi negara itu. Masuknya pemikiran – pemikiran Islam dan berbagai kritis yang
melanda negeri menjadi bagian dari polimik dunia pendidikan khususnya
pendidikan Islam saat ini.
Oleh karena itu, keberhasilan dalam memajukan pendidikan di negeri
ini terdapat beberapa faktor yang tidak dapat dipisahkan dan semuanya saling
berkait. Kestabilan ekonomi negara meliputi politik dan ekonomi turut andil
dalam memberikan kontribusi terhadap perkembangan Islam itu sendiri.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pendidikan Islam pada zaman Kemerdekaan?
2. Bagaimana keadaan pendidikan Islam pada zaman Orde Lama?
3. Bagaimana keadaan pendidikan Islam pada zaman Orde Baru?
4. Bagaimana keadaan pendidikan Islam pada zaman Reformasi?

C. Tujuan
1. Mengetahui pendidikan Islam pada zaman Kemerdekaan.
2. Mengetahui keadaan pendidikan Islam pada zaman Orde Lama.
3. Mengetahui keadaan pendidikan Islam pada zaman Orde Baru.
4. Mengetahui keadaan pendidikan Islam pada zaman Reformasi.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Islam Pada Masa Kemerdekaan
Setelah merdeka, pendidikan Islam mendapat kedudukan yang sangat
penting dalam sistem pendidikan nasional. Di Sumatra, Mahmud Yunus
sebagai pemeriksa agama pada kantor pengajaran mengusulkan kepada
kepala pengajaran agar pendidikan agama di sekolah-sekolah pemerintah
ditetapkan dengan resmi dan guru-gurunya digaji seperti guru umum dan
usul pun diterima1. Selain itu pendidikan agama di sekolah juga mendapat

tempat yang teratur, seksama, dan penuh perhatian. Untuk itu dibentuk
Departemen Agama pada tanggal 13 Desember 1946 yang bertugas
mengurusi penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah umum dan
madrasah serta pesantren-pesantren.
Pendidikan Islam setahap demi setahap diajukan. Istilah pesantren
yang dulu hanya mengajar agama di surau dan menolak modernitas pada
zaman kolonial, sudah mulai ikut mendirikan madrasah dan sekolah
umum, sehingga pemuda Islam diberi banyak pilihan. Upaya ini
merupakan usaha untuk menata diri ditengah-tengah realitas sosial modern
dan kompleks. Pesantren juga telah lebih berkembang dengan berdirinya
perguruan tinggi Islam.
Sekolah agama, termasuk madrasah, ditetapkan sebagai model dan
sumber pendidikan Nasional yang berdasarkan Undang-undang 1945.
ekstensi pendidikan agama sebagai komponen pendidikan nasional
dituangkan dalam Undang-undang pokok pendidikan dan Pengajaran
Nomor 4 Tahun 1950, bahwa belajar disekolah-sekolah agama yang telah
mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi
kewajiban belajar2.
1


Muhammad Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta : Hidakarya, 1985. 125.

2

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: 1995, 236.

Pada tahun 1958 pemerintah terdorong untuk mendirikan Madrasah
Negeri dengan ketentuan kurikulum 30% pelajaran agama dan 70%
pelajaran umum. Sistem penyelenggaraannya sama dengan sekolah-sekolah
umum dengan perjenjangan sebagai berikut :
1. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) setingkat SD lama belajar enam
tahun.
2. Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) setingkat SMP lama belajar
tiga tahun.
3. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) setingkat SMA lama belajar tiga
tahun.3
Pada masa awal kemerdekaan, pemerintah dan bangsa Indonesia
mewarisi sistem pendidikan dan pengajaran yang dualisti, yaitu :
1) Sistem pendidikan dan pengajaran pada sekolah-sekolah umum yang
sekuler, tak mengenal ajaran agama, yang merupakan warisan dari

pemerintah Belanda.
2) Sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang tumbuh dan
berkembang di kalangan masyarakat sendiri, baik yang bercorak
isolatif-tradisional maupun yang bercorak sintesis dengan berbagai
variasi pola pendidikannya sebagaimana uraian tersebut diatas.
Kedua

sistem

pendidikan

tersebut

sering

dianggap

saling

bertentangan serta tumbuh dan berkembang secara terpisah satu sama lain.

Sistem pendidikan dan pengajaran yang pertama pada mulanya hanya
menjangkau dan dinikmati oleh sebagian masyarakat, terutama kalangan
atas saja. Sedangkan yang kedua (sistem pendidikan dan pengajaran islam)
tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat dan berurat berakar dalam
masyarakat4. Hal ini diakui oleh badan komite nasional Indonesia pusat
(BP-KNIP) dalam usul rekomendasinya yang disampaikan kepada
3

Prof. Dr. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. RajaGrafindo

Persada. 2005.128-129.
4

Sugarda Purbakawaca, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta: Gunung Agung, 1970.
39.

pemerintah, tentang pokok-pokok pendidikan dan pengajaran baru, pada
tanggal 29 Desember 1945.
Merdekanya bangsa Indonesia diharapkan bisa menggali segala
potensi yang ada, sehingga dapat digunakan dan dikembangkan untuk

tercapainya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Harapan
ini walaupun sudah lama dicanangkan, namun belum juga terwujud sampai
sekarang. Keadaan lebih parah lagi dengan timbulnya gejala-gejala salah
urus (miss management) akibatnya pada bidang pendidikan fasilitasnya
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan. Lagi pula politik dan usahausaha pendidikan tidak berhasil menjadikan sektor pendidikan sebagai
faktor penunjang bagi suatu pendidikan. Perkembangan selanjutnya
pendidikan hanya mengakibatkan benih-benih pengangguran. Lahirnya
Orde Baru (ORBA) memungkinkan pendobrakan salah urus itu dalam
segala bidang juga dalam pendidikan perkembangan masyarakat dunia pada
umumnya dan masyarakat pada khususnya sudah memasuki masyarakat
informasi yang merupakan kelanjutan dari masyarakat modern dengan ciricirinya yang bersifat rasional,berorientasi kemasa depan, terbuka,
menghargai waktu, kreatif, mandiri dan inovatif.
Sedangkan masyarakat informasi ditinjau oleh penguasaan terhadap
teknologi informasi, mampu bersaing, serba ingin tahu, imajinatif, mampu
mengubah tantangan menjadi peluang dan menguasai berbagai metode
dalam memecahkan masalah.
Pada masyarakat informasi peranan media elektronika sangat
memegang peranan penting dan bahkan menentukan corak kehidupan.
Penggunaan teknologi elekronika seperti komputer, faximile, internet, dan
lain-lain telah mengubah lingkungan informasi dari lingkungan yang
bercorak lokal dan nasional kepada lingkungan yang bersifat internasional,
mendunia dan global. Pada era informasi lewat komunikasi satelit dan
komputer orang tidak hanya memasuki lingkunagan informasi dunia, tetapi
juga sanggup megelolahnya dan mengemukakannya secara lisan, tulisan
dan visual. Peranan media elektronika yang demikian besar akan menggeser

agen-agen sosialisasi manusia yang berlangsung secara tradisional seperti
yang dilakukan oleh orang tua, guru, pemerintah, dan sebagainya. komputer
dapat dijadikan teman bermain, orang tua yang akrab, guru yang memberi
nasehat juga sewaktu-waktu dapat memberikan jawaban sesegara mungkin
atas petanyaan eksistensisal yang mendasar.
Kemajuan dalam bidang informasi tersebut pada akhirnya akan
berpengaruh pada kejiwaan dan keperibadian masyarakat. Pada era
informasi yang sanggup bertahan hanyalah mereka yang berorientasi ke
masa depan, yang mampu mengubah pengetahuan menjadi kebijakan dan
mereka yang memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dimiliki masyarakat
modern tersebut diatas. Dari keadaan ini, keberadaan masyarakat suatu
bangsa dengan bangsa lain menjadi satu baik dalam bidang sosial, budaya,
ekonomi dan lain sebagainya. Itulah gambaran masa depan yang akan
terjadi, dan umat manuisia pasti menghadapinya. Masa depan itu
selanjutnya akan mpengaruhi dunia pendidikan baik dalam dunia
kelembagaan materi pendidikan guru metode sarana prasarana dan lain
sebagainya. hal ini pada gunanya menjadi tantangan yang harus dijawab
oleh dunia pendidikan.
Memasuki abad 21 atau melenium ketiga ini dunia pendidikan
dihadapkan kepada berbagai masalah yang sangat urgen yang apabila tidak
diatasi secara tepat, tidak mutahil dunia pendidikan akan ditinggal oleh
zaman. Kesadaran akan tampilnya dunia pendidikan dalam memecahkan
dan merespon berbagai tantangan baru yang timbul pada setiap zaman
adalah suatu hal yang logis bahkan suatu keharusan. Hal demikian dapat
dimengerti mengingat dunia pendidikan merupakan salah satu pranata yang
terlibat langsung dalam mempersiapkan masa depan umat manuisia.
Kegagalan dunia pendidikan dalam menyiapkan masa depan umat manusia
adalah merupakan kegagalan bagi kelangsungan kehidupan bangsa.

B. Keadaan pendidikan Islam Zaman Orde Lama
Dalam masa ini pendidikan Islam belum mendapat perhatian dari
pemerintah tapi dengan adanya elite muslim yang berpandangan progresif,
modern dan nasionalis misalnya tokoh dan intelektual muslim yang
mendapat pendidikan dari negara maju mampu melakukan komunikasi yang
baik dengan pemerintah. Dengan adanya dukungan dari elite muslim yang
sejalan dengan visi dan misi serta tujuan pemerintah maka adanya usaha
yang dilakukan pemerintah terhadap kepentingan pendidikan Islam dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Dengan mendirikan departemen agama, pembinaan pendidikan agama
setelah kemerdekaan Indonesia dilakukan secara formal institusional.

1

urusan keagamaan dan pendidikan agama sebelum merdeka ditangani
kantor agama pada masa penjajahan Belanda di kantor resmi yaitu Voor
Inlandshe Zaken dan pada masa penjajahan Jepang bernama “Shumuka”
tetapi setelah Indonesia merdeka berubah menjadi Kementerian Agama
dan resmi pada 3 januari 1946. Namun disamping itu pemerintah juga
mendirikan kementerian pendidikan dan kebudayaan yang menimbulkan
pengelolaan yang dikotomus yang berdampak buruk pada pendidikan
agama, sumber daya manusia dan sarana prasarana. Untuk mengatasi
masalah ini, pemerintah orde lama mengeluarkan peraturan bersama
antara kedua kementerian untuk mengelola pendidikan agama dan umum,
baik negeri maupun swasta. Namun kebijakan ini baru menyelesaikan
eksistensi muatan pendidikan agama dan belum menyentuh aspek-aspek
pendidikan agama lainnya.
2. Dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan berupa peraturan dan
perundang-undangan yang ada hubungannya dengan pendidikan agama,
maka pemerintah orde lama mengeluarkan UU No 12 tahun 1950 yang
mengatur pendidikan agama di sekolah negeri baik yang ada di
kementerian agama maupun kementerian pendidikan dan kebudayaan.5
Pada Bab XII Pasal 20 Undang-undang dinyatakan bahwa dalam sekolah
5

Karel A. Stemberink, pesantren, madrasah, sekolah, (Jakarta: LP3ES, 1994), cet. II, hlm. 62

negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah
anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau tidak.6
Selain itu tata cara menyelenggarakan pengajaran agama disekolah
negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh menteri pendidikan,
pengajaran dan kebudayaan bersama dengan menteri agama. Khusus
untuk mengelola pendidikan agama diberikan disekolah umum tersebut,
maka pada bulan Desember 1946 dikeluarkan surat keputusan bersama
(SKB) antara menteri pendidikan, pengajaran dan kebudayaan (PP&K)
dengan menteri agama, antara lain mengatur pelaksanaan pendidikan
agama disekolah umum (baik swasta maupun negeri) yang berada
dibawah kementerian pengajaran dan kebudayaan.
Sedangkan dalam bidang kurikulum pendidikan agama diusahakan
penyempurnaan. Untuk itu dibentuk kepanitiaan yang dipimpin oleh K.H.
Imam Zarkasyi dari pondok pesantren Gontor Ponorogo yang disahkan
oleh menteri agam tahun 1952. Dan pada pemerintah orde lama terhadap
pendidikan agama juga terdapat keputusan sidang MPRS (Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara) pada Desember 1960. Selanjutnya
pada pasal 3 dari keputusan MPRS, dinyatakan bahwa agama menjadi
mata pelajaran disekolah umum, mulai dari sekolah dasar hingga
perguruan tinggi, dengan ketentuan, bahwa murid berhak ikut serta dalam
pendidikan agama jika wali murid atau murid dewasa menyatakan tidak
keberatan.7
3. Memberikan perhatian terhadap pertumbuhan dan perkembangan
lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah dan pesantren. Dalam
rangka merumuskan kebijakan pendidikan yang dibentuk pada akhir
tahun 1945, dalam laporannya mengenai bentuk pendidikan islam yang
lama dan baru, dinyatakan bahwa madrasah dan pesantren yang pada
hakikatnya adalah satu alat sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat
6

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali pers, 1995), cet I, hlm. 223232; Abuddin Nata, Kapita Selekta pendidikan Islam (Bandung: Angkasa, 2003), cet. I, hlm. 31
7

Ibid., hlm. 34-35

jelata yang sudah berakar dalam masyarakat Indonesia. Madrasah dan
pesantren

diserahkan

pembinaan

dan

pengembangannya

kepada

departemen agama. Berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab ini,
maka departemen agama menetapkan beberapa kebijakan sebagai
berikut:
a. Memberi pelajaran agama disekolah negeri dan partikulir.
b. Memberi pengetahuan umum di madrasah.
c. Mendirikan sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA), Pendidikan
Hakim Islam Negeri (PHIN), Madrasah Wajib Belajar (MWB) dan
sebagainya.
Kesempatan ini digunakan oleh masyarakat muslim Indonesia
untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam, sehingga pada
tahun 1945 madrasah berkembang menjadi 849 buah dengan murid
sebanyak 2017.8
4. Memberikan bantuan fasilitas dan sumbangan material kepada lembagalembaga pendidikan Islam seperti mengangkat guru agama, membantu
biaya pembangunan madrasah, bantuan buku-buku pelajaran, mennegeri-kan madrasah, dan bantuan lainnya, walaupun jumlahnya masih
sangat terbatas sesuai dengan kemampuan ekonomi waktu itu.
C. Keadaan Pendidikan Islam Zaman Orde Baru.
Pada dasarnya seluruh kebijakan yang lahir pada zaman Orde Baru
termasuk dalam bidang pendidikan yang diarahkan untuk menopang
pembangunan dalam bidang ekonomi dengan pendekatan sentralistik
monoloyalitas dan monopli.
Pertama, masuknya pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan
nasional. Dimulai dengan lahirnya surat keputusan bersama tiga menteri
(SKB 3 Menteri). Yaitu menteri pendidikan nasional, menteri agama, dan
8

Mahmud Yunus, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1992),
cet. II, hlm. 394

menteri dalam negeri. Di dalam SKB 3 Menteri dinyatakan bahwa lulusan
madrasah dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan umum dan sebaliknya
berhak mendapatkan bantuan sarana prasarana, baiya, dan diakui ijazahnya.
Kedua, pembaharuan madrasah9 dan pesantren baik pada aspek fisik
maupun non fisik10. Pada aspek fisik melakukan pembaharuan dilakukan
pada peningkatan dan perlengkapan infrastruktur, sarana prasaran dan
fasilitas. Adapun aspek non fisik meliputi pembaruan bidang kelembagaan,
manajemen pengelolaan, kurikulum, mutu SDM, KBM, jaringan IT, dan
lain sebagainya. Hal ini dianggap penting agar lulusan madrasah dan
pesantren dapat memliki berbagai peluang untuk memasuki lapangan kerja
yang lebih luas, dengan demikian umat Islam tidak hanya menjadi objek
atau penonton pembangunan, melainkan dapat berperan sebagai pelaku atau
agen pembaharuan dan pembangunan dalam segala bidang, dengan ini umat
islam dapat meningkatkan kesejahteraannya dalam bidang ekonomi dan
sebagainya.
Melalui usaha pembaharuan pendidikan madrasah dan pesantren maka
pada Orde Baru telah lahir kelonpok elite muslim terpelajar yang memiliki
akses dunia kerja di pemerintahan dan berbagai lembaga pemerintah dan
swasta yang bergengsi. Pembaharuan pendidikan madrasah dan pesantren 11
tersebut dibantu oleh pemerintah melalui dana baik yang berasal dari APBN
maupun dana yang berasal dari pinjaman luar negeri.
Ketiga, pemberdayaan pendidikan Islam non formal tersebut antara
lain dalam bentuk majelis taklim baik untuk kalangan masyarakat Islam
kelompok, masyarakat biasa, maupun bagi masyarakat menengah ke atas.
Pada Orde Baru ini telah muncul ribuan majelis taklim kaum ibu yang
selanjutnya tergabung dalam Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) mulai
dari tingkat pusat sampai dengan kabupaten, kota, dan kecamatan. Melalui
9

Fuad Jabali dan Jamhari, IAIN & Modernisasi Islam di Indonesia, (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2003), hal. 69-71
10

Abuddin Nata,. Opcit., hlm. 117

11

Fuad Jabali dan Jamhari,. Opcit., hlm. 71

Lembaga Pendidikan Islam non formal ini Islam semakin pesat ke dalam
kehidupan masyarakat, dan mendorong lahirnya masyarakat kota yang
semakin religius. Sejalan dengan itu maka muncul sebutan santri kota yaitu
masyarakat

kota

yang

semakin

cinta

pada

Islam

dan

berusaha

mengamalkannya dengan baik. Dengan ini kegiatan ceramah agama
semakin semarak, dan buku atau bahan bacaan yang berkaitan dengan
pembinaan mental spiritual semakin diminati.
Keempat, peningkatan atmosfer dan suasana praktik sosial keagamaan
pada pemerintah Orde Baru telah mendukung lahirnya berbagai pranata
ekonomi, sosial budaya, dan kesenian islam. Lahirnya ikatan cendekiawan
muslim se-Indonesia (ICMI), Bank Muamalat Indonesia, Undang-Undang
Peradilan Agama, Festival Isqlal, Bayt Al Qur’an lahir pada zaman Orde
Baru. Semua ini merupakan keberhasilan pendidikan islam sebagaimana
mestinya.12
Faktor-faktor pendukung kemajuan pendidikan islam yaitu terjadinya
berbagai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di zaman Orde
Baru disebabkan berbagai faktor sebagai berikut.
Pertama, semakin membaiknya hubungan dan kerja sama antara umat
Islam dan pemerintah. Pemerintah di bawah pimpinan Soeharto berkuasa
kurang lebih 32 tahun. Selama 16 tahun pertama hubungan antara umat
Islam dan pemerintah dalam keadaan tidak harmonis, tegang, saling curiga,
bahkan terkadang diwarnai konflik dan peristiwa berdarah sebagaimana
kasus Tanjung Priuk, pembajakan pesawat yang diduga dilakukan oleh
kelompok Islam garis keras yang bersebrangan dengan pemerintah. 16 tahun
kedua hubungan politik atara umat islam dan pemerintah mulai mencair.
Terjadinya keadaan tersebut disebabkan karena terjadi perubahan semula
yang bersifat ideologis politis, menjadi bersifat cultural, substantif, dan
inklusif.

Pada

saat

sebagian

kelompok

islam

masih

mengedepankan pendekatan ideeologis politis, Nurcholish
12

Sudirman Teba, Islam Orde Baru: Perubahan Politik dan Keagamaan, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1993), cer. I. Hlm. 249-315

Madjid misalnya mengeluarkan statement “Islam Yes, Partai
Islam No.”13
Kedua, semakin membaiknya ekonomi nasional pada zaman
pemerintah Orde Baru, usaha pembangunan ekonomi menjadi primadona
dan pilihan utama. Dalam hal ini SDA Indonesia berupa minyak, hasil
tambang, dan lainnya diberdayakan dengan maksimal. Melalui hasil
penjualan minyak, Indonesia menghimpun dana yang amat besar bagi
pembangunan nasional. Melalui dana tersebut pemerintah Orde Baru dapat
membantu program pembaharuan pendidikan Islam.
Ketiga, semakin stabil dan amannya pemerintahan Orde Baru
Indonesia dikenal sebagai negara aman dan stabil di kawasan Asia
Tenggara. Selanjutnya keadaan ini mengundang pada investor asing untuk
menanamkan modalnya di Indonesia, dan berbagai kegiatan pembangunan
dalam bidang pendidikan islam dapat berjalan dengan keadaan yang lebih
baik dari keadaan yang sebelumnya.
D. Keadaan Pendidikan Islam Zaman Reformasi.
Sejalan dengan berbagai kebijakan – kebijakan itu telah menimbulkan
keadaan pendidikan Islam yang secara umum keadaannya jauh lebih baik
dari keadaan pendidikan pada masa pemerintah Orde Baru. Keadaan
pendidikan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, kebijakan tentang pemantapan pendidikan Islam sebagai
bagian dari sistem pendidikan nasional. Upaya ini dilakukan melalui
penyempurnaan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang –
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jika
pada Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1989, hanya menyebutkan
madrasah saja yang masuk ke dalam sistem pendidikan nasional, maka pada
Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang masuk ke dalam sistem
pendidikan nasional termasuk pesantren, Ma’had Ali, Raudhatul Athfal
(Taman Kanak-kanak), dan majelis taklim. Dengan masuknya ke dalam
13

Yasmadi, Modernisasi Pesantren, (pisangan Ciputat Press: Quantum Teaching, 2005), cet, II, hlm.29

sistem pendidikan nasional ini, maka selain eksistensi dan fungsi
pendidikan Islam semakin diakui, juga semakin menghilangkan kesan
diskriminasi dan dikotomi. Sejalan dengan itu, maka berbagai perundangundangan dan peraturan yang merupakan turunannya, seperti Undang –
Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2005 tentang
Sertifikasi Guru dan Dosen.
Kedua, kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan Islam.
Kebijakan ini misalnya terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan
sebanyak 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
yang didalamnnya termasuk gaji guru dan dosen, biaya operasional
pendidikan, pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang kurang mampu,
pengadaan buku gratis, pengadaan infrastruktur, sarana prasarana, media
pembelajaran, peningkatan sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan
yang bernaung di bawah Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan
Nasional.
Ketiga, program wajib belajar sembilan tahun, yakni bahwa setiap
anak Indonesia wajib memiliki pendidikan minimal sampai dengan tamat
sekolah lanjutan pertama, yakni SMP atau Tsanawiyah. Program wajib
belajar ini bukan hanya berlaku bagi anak – anak yang belajar di lembaga
pendidikan yang berada di bawah naungan Kementrian Pendidikan
Nasional, melainkan juga bagi anak- anak yang belajar di Lembaga
pendidikan yang berada di bawah naungan Kementrian Agama.
Keempat, penyelenggaraan sekolah bertaraf nasional (SBN),
internasional

(SBI),

yaitu

pendidikan

yang

seluruh

komponen

pendidikannya menggunakan standar nasional dan internasional. Visi, misi,
tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, sarana prasarana, manajemen
pengelolaan, evaluasi, dan lainnya harus berstandar nasional dan
internasional.

Kelima, kebijakan sertifikasi guru dan dosen bagi semua guru dan
dosen baik negeri maupun swasta, baik guru umum maupun guru agama,
baik guru yang berada di bawah Kementrian Pendidikan Nasional maupun
guru yang berada di bawah Kementrian Agama. Program ini terkait erat
dengan program peningkatan mutu yang bertolak dari penigkatan mutu
tenaga guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Guna mendukung
pelaksanaan sertifikasi guru dan dosen pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2005 juga pengelolaan anggaran biaya.
Keenam, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Melalui kurikulum ini para peserta
didik tidak hanya dituntut menguasai materi pelajaran sebagaimana yang
ditekankan pada kurikulum 1999, melainkan juga dituntut memiliki
pengalaman proses mendapatkan pengetahuan tersebut, seperti membaca
buku, memahami, menyimpulkan, mengumpulkan data, mendiskusikan,
menjawab pertanyaan, melaksanakan tugas, memecahkan masalah, dan
menganalisis.
Ketujuh, pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya
berpusat pada guru melalui kegiatan teaching, melainkan juga berpusat pada
murid melalui kegiatan learning dan research dalam suasana yang
partisipatif, inovatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (paikem).
Kedelapan, penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian
pelayanan yang baik dan memuaskan kepada para pelanggan sebagaimana
yang terdapat pada konsep Total Quality Management. Penerapan
manajemen TQM tersebut didasarkan pada pandangan bahwa pendidikan
adalah sebuah komoditas yang diperdagangkan.
Kesembilan, kebijakan mengubah nomenklatur dan sifat madrasah
menjadi sekolah umum yang berciri khas keagamaan. Dengan ciri ini, maka
madrasah menjadi sekolah umum plus, karena di madrasah ini selain para
siswa memperoleh pelajaran umum sebagaimana terdapat pada sekolah
umum seperti SD, SMP, SMA. Namun demikian, harus diakui bahwa di

antara madrasah tersebut masih banyak yang memiliki berbagai kekurangan
dan kelemahan, sebagaimana hal ini juga terdapat dalam sekolah umum.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan Islam setahap demi setahap diajukan. Istilah pesantren yang
dulu hanya mengajar agama di surau dan menolak modernitas pada zaman
kolonial, sudah mulai ikut mendirikan madrasah dan sekolah umum, sehingga
pemuda Islam diberi banyak pilihan. Upaya ini merupakan usaha untuk menata
diri ditengah-tengah realitas sosial modern dan kompleks. Pesantren juga telah
lebih berkembang dengan berdirinya perguruan tinggi Islam.
Dalam masa Orde Lama pendidikan Islam belum mendapat perhatian dari
pemerintah tapi dengan adanya elite muslim yang berpandangan progresif,
modern dan nasionalis misalnya tokoh dan intelektual muslim yang mendapat
pendidikan dari negara maju mampu melakukan komunikasi yang baik dengan
pemerintah. Dengan adanya dukungan dari elite muslim yang sejalan dengan visi
dan misi serta tujuan pemerintah maka adanya usaha yang dilakukan pemerintah
terhadap kepentingan pendidikan Islam.
Pada dasarnya seluruh kebijakan yang lahir pada zaman Orde Baru
termasuk

dalam

pembangunan

bidang

dalam

pendidikan

bidang

yang

ekonomi

diarahkan

dengan

untuk

menopang

pendekatan

sentralistik

monoloyalitas dan monopoli.
Sejalan dengan berbagai kebijakan – kebijakan pada Masa Reformasi
menimbulkan keadaan pendidikan Islam yang secara umum keadaannya jauh
lebih baik dari keadaan pendidikan pada masa pemerintah Orde Baru.

DAFTAR PUSTAKA
Yunus Muhammad, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta : Hidakarya
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: 1995.
Sunanto Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada. 2005.
Purbakawaca Sugarda, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta: Gunung
Agung, 1970.
Karel A. Stemberink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, Jakarta: LP3ES, 1994.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 1995.
Nata Abuddin, Kapita Selekta pendidikan Islam, Bandung: Angkasa, 2003.
Yunus Mahmud, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Mutiara Sumber
Widya, 1992.
Jabali Fuad dkk, IAIN & Modernisasi Islam di Indonesia, Jakarta: UIN Jakarta Press,
2003)
Teba Sudirman, Islam Orde Baru: Perubahan Politik dan Keagamaan, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1993.
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Pisangan Ciputat Press: Quantum Teaching, 2005.