sistem dan kekerabatan dan patrilineal

Page 1 of 14

PERANAN DAN STRUKTUR LAKI-LAKI
DALAM SISTEM KEKERABATAN PATRILINEAL

I.

PENDAHULUAN
Wilayah Indonesia sangat luas, juga mempunyai puluhan bahkan ratusan adat

budaya. Begitu juga dengan system kekerabatan yang dianut, berbeda sukunya maka
berbeda pula sistem kekerabatannya. Kehidupan bermasyarakat diatur dan diorganisasi
oleh adat istiadat beserta aturan-aturan mengenai bermacam-macam kesatuan dalam
lingkungan hidup dan bergaul. Kesatuan sosial yang paling dekat adalah kekerabatan
dan kesatuan-kesatuan di luar Kekerabatan, tetapi masih dalam lingkungan komunitas.
Kekerabatan merupakan salah satu aspek penting yang menjadi bidang kajian
ilmu sosiologi dan antropologi. Ia merupakan institusi yang terdapat dalam semua
lapisan adat 2 dan atau masyarakat di dunia ini. Kekerabatan lahir dari institusi
perkawinan yang membenarkan hubungan seks antara laki-laki dan perempuan
sehingga anak yang lahir dari perkawinan tersebut diterima oleh masyarakat, tidak
anggap anak zina atau anak haram. Justru itu, dalam menafsirkan kekerabatan

(persanakan), pelbagai pendapat telah dikemukakan.
Menurut Burges, Locke dan Thomes, konsep kekerabatan itu ialah satu
kelompok manusia yang mempunyai ikatan perkawinan, ikatan darah atau mempunyai
hubungan angkat; menganggotai sesebuah isi rumah; berhubung antara satu sama lain

Page 2 of 14

berdasarkan peranan sosial masing-masing sebagai suami dan isteri, ibu dan bapak,
anak lelaki dan anak perempuan, kakak dan adik; dan mewujudkan serta mengekalkan
sesuatu budaya yang sama. Sistem kekeluargaan di dalam hukum adat ada tiga yaitu
Patrilineal, Matrilineal dan Bilateral.
Patrilineal yang merupakan sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan
dari keturunan pihak laki-laki yang jika terjadi sesuatu pihak ayah yang akan
bertanggungjawab. Matrilineal, sistem garis keturunan yang menarik garis keturunan
dari garis keturunan ibu yang juga jika tejadi sesuatu pihak ibu yang bertanggung
jawab. Sedangkan Bilateral sendiri tidak ada dominasi antara pihak laki-laki dan
perempuan. Sistem ini dipakai oleh masyarakat suku jawa.
Pada masyarakat tradisional, sistem kekerabatan berpengaruh besar dan sangat
mengikat di antara mereka. Seiring dengan perkembangan zaman, fungsi kesatuan
kekerabatan biasanya mulai berkurang dan agak longgar. Walaupun demikian, masih

banyak suku-suku bangsa di dunia yang masih memegangnya, seperti di daerah-daerah
yang berkebudayaan agraris seperti Afrika, Asia, Oseanis, dan Amerika Latin.

Page 3 of 14

II.

ISI

A. Sistem Kekerabatan Patrilineal
Konsep kekerabatan menurut ilmu sosiologi dan antropologi kekerabatan ialah
kesatuan sosial yang orang-orangnya mempunyai hubungan keturunan atau hubungan
darah. Secara singkat dapat juga dikatakan bahwa kekerabatan merupakan seperangkat
hubungan yang didasarkan atas perkawinan dan keturunan (D.Sinaga, W.Siagian,
K.Nadeak, 1988). Tiap individu yang hidup dalam suatu masyarakat, secara biologis
dapat menyebut kerabat semua orang sesamanya yang mempunyai hubungan “darah”
(genes) melalui ibu atau ayahnya (Koentjaraningrat, 1992). Keluarga inti merupakan
suatu kesatuan manusia yang disebut kinggroup, atau kelompok kekerabatan. Kecuali
keluarga inti masih banyak bentuk kelompok kekerabatan lain. Menurut G.P.Murdock
seorang sarjana antropologi, ada tiga katagori kelompok kekerabatan, yang sebenarnya

menyangkut fungsi-fungsi sosial dari kelompok - kelompok kekerabatan itu, ialah:
1. Kelompok kekerabatan berkorporasi (corporate kinggroups), yang berarti
kelompok kekerabatan yang mempunyai hak bersama terhadap sejumlah harta.
Yang termasuk dalam katagori ini adalah keluarga inti.
2. Kelompok kekerabatan kadangkala (occasional kinggroup). Sifatnya biasanya
besar, dengan banyak anggota, sehingga pergaulan secara terus menerus dan
intensif juga tidak mungkin lagi. Kelompok semacam ini hanya bergaul secara
kadang-kala.
3. Kelompok kekerabatan menurut adat (cirrcumscriptive kinggroup). Kelompok
ini sedemikian besarnya sehingga para warganya tidak lagi kenal –mengenal,

Page 4 of 14

para anggota sering hanya bisa tahu – menahu menurut tanda –tanda yang
ditentukan oleh adat.

Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal
dari pihak ayah. Dimana jika terjadi masalah maka yang bertanggungjawab adalah
pihak laki-laki. Sistem kekeluargaan ini dianut oleh bangsa Arab, Eropa, dan
suku Batak yang hidup di daerah Sumatera Utara.

Kata Patrilineal seringkali disamakan dengan patriarkhat atau patriarkhi,
meskipun pada dasarnya artinya berbeda. Patrilineal berasal dari dua kata,
yaitu pater (bahasa Latin) yang berarti “ayah”, dan linea (bahasa Latin) yang berarti
“garis”. Jadi, “patrilineal” berarti mengikuti “garis keturunan yang ditarik dari pihak
ayah”. Sementara itu patriarkhat berasal dari dua kata yang lain, yaitu pater yang berarti
“ayah” dan archein (bahasa Yunani) yang berarti “memerintah”. Jadi, “patriarkhi”
berarti “kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki“. Dari pengertian tersebut
jelas terlihat perbedaan makna dari kedua kata tersebut. Patrilineal mengarah ke garis
keturunan dan patriarkhat lebih menjurus kearah kekuasaan. Meski kedua hal tersebut
sama-sama memiliki kaitan dengan pihak laki-laki.
Sistem patrilineal dianggap sebagai kasus yang lebih umum dan sistem
matrilineal dipandang sebagai lebih khusus. Ada alasan kuat mengenai hal tersebut.
Pertama, adalah persoalan prioritas menurut evolusi. Walaupun minat terhadap
berbagai pola mitos mulai bangkit lagi belakangan ini, di mana garis keturunan
ditrlusuri melalui garis keturunan wanita pada masa silam, tidak ada secuil petunjuk
yang mengisyaratkan bahwa sistem matrilineal tua. Sistem matrilineal yang kita

Page 5 of 14

ketahui dari masa silam masyarakat hampir semuanya merupakan adaptasi khusus

kepada pertanian menetap, dank arena itu belum begitu lama. Beberapa bentuk
organisasi yang berdasarkan pada patrilineal hampir bisa dipastikan lebih tua. Mungkin
pada suatu

waktu

pada masa silam

hominid

awal,

hubungan ibu-anak

dikonseptualisasikan dengan cara tertentu yang tidak melibatkan mitra yang terikat
sebagai pasangan, tetapi tentang hal ini kita tidak akan pernah tabu dan yang pasti hal
ini tidak sama dengan keturunan matrilineal.

Kedua, bentuk organisasi sosial patrilineal lebih banyak dijumpai dan lebih
umum – secara kasar tiga kali lipat lebih umum – dibandingkan dengan bentuk

matrilineal. Ketiga, sistem matrilineal bisa dipengaruhi oleh berbagai hambatan
struktual yang kuat, sehingga lingkup kemungkinan organisatornya jauh lebih sempit.

Page 6 of 14

Secara strategis akan lebih bermanfaaat bila kita mengenali berbagai hambatan tadi
berdasarkan lingkup keragaman yang lebih luas dalam sistem matrilineal.
Bentuk Perkawinan Patrilineal
Bentuk perkawinan pada masyarakat patrilineal dibedakan menjadi:


Perkawinan Jujur

Suatu bentuk perkawinan yang dilakukan dengan memberikan jujur. Oleh pihak
laki- laki kepada pihak perempuan, sebagai lambang diputuskannya kekeluargaan sang
istri dengan orang tua, kerabat, dan persekutuannya. Perkawinan yang dilakukan
dengan pembayaran “jujur” dari pihak pria kepada pihak wanita. Dengan diterimanya
uang atau barang jujur, maka berarti setelah perkawinan si wanita akan mengalihkan
kedudukannya menjadi keanggotaan kerabat suami. Wanita tersebut mengikatkan diri
pada perjanjian untuk ikut di pihak suami, baik pribadi maupun harta benda yang

dibawa akan tunduk pada hukum adat suami, kecuali ada ketentuan lain. Setelah isteri
ada di tangan suami, maka isteri dalam segala perbuatan hukumnya harus berdasarkan
persetujuan suami atau atas nama suami atau atas persetujuan kerabat suami. Isteri
tidak boleh bertindak sendiri oleh karena ia adalah pembantu suami dalam mengatur
kehidupan rumah tangga, baik dalam hubungan kekerabatan maupun dalam hubungan
kemasyarakatan.

Page 7 of 14



Perkawinan Mengabdi

Yaitu perkawinan yang disebabkan karena pihak pria tidak dapat memenuhi
syarat- syarat dari pihak wanita. Maka perkawinan dilaksanakan dengan pembayaran
perkawinan dihutang atau ditunda. Dengan perkawinan mengabdi maka pihak pria
tidak usah melunasi uang jujur. Pria mengabdi pada kerabat mertuanya sampai
utangnya lunas.



Perkawinan Mengganti/ Levirat

Yaitu perkawinan antara seorang janda engan saudara laki-laki almarhum
suaminya.
Bentuk perkawinan ini adalah sebagai akibat adanya anggapan bahwa seorang istri
telah dibeli oleh pihak suami dengan telah membayar uang jujur. Perkawinan
mengganti di Batak disebut “paraekhon”, di Palembang dan Bengkulu disebut dengan
“ganti tikar” dan di Jawa dikenal dengan “medun ranjang”.
dari clan yang bersistem patrilineal dengan kemenakan laki-laki yang dijadikan anak
angkat, agar menantu laki-laki yang dijadikan anak angkat laki-laki itu, dapat
menerima warisan yang kelak diteruskan kepada cucunya.

B. Sistem Kekerabatan Suku Batak
Budaya Batak adalah salah satu budaya unik yang dimiliki oleh Indonesia
karena budaya yang menekankan pada sistem keluarga patrilineal. Patrilineal memiliki
arti bahwa garis keturunan berasal dari laki-laki yang melakukan pernikahan dalam

Page 8 of 14

bentuk pernikahan jujur (sinamot) dan pihak istri akan masuk kedalam keluarga lakilaki sehingga anak-anak juga berada di bawah kekuasaan suami atau ayah. Hal tersebut

membuat kedudukan laki-laki menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.
Semua orang Batak membubuhkan nama marga bapanya di belakang nama
kecilnya. Marga adalah kelompok kekerabatan yang meliputi orang-orang yang
mempunyai kakek bersama, atau yang percaya bahwa mereka adalah keturunan dari
seorang kakek bersama menurut perhitungan garis patrilineal (kebapaan). Anggota dari
satu marga dilarang kawin: marga adalah kelompok yang eksogam. Jadi semua orang
yang semarga adalah orang yang berkerabat, kerena mungkin saja dia mempunyai
hubungan kekerabatan dengan bibi, paman, atau saudara lain, melalui perkawinan.
Orang luar atau bukan kerabat, yang mula-mula dipersepsikan sebagai suatu
golongan besar yang tidak dibeda-bedakan, sehubung dengan pengalaman-pengalaman
pergaulan sosial, hubungan pekerjaan dan hal-hal lain yang dapat dianggap sebagai
salah satu indikator dari derajat kemodernan – lambat laun mengalami penghalusan.
Dan satuan besar yang tadinya kabur itu disadari oleh orang Batak sebagai golongangolongan yang berbeda-beda.
Karena perkawinan bersifat eksogam, maka tiap-tiap marga berfungsi memberi
gadis kepada marga lain dan menerima gadis dan marga lainnya pula untuk jodoh bagi
warga laki-laki dalam marganya. Sistem perkawinan seperti ini disebut Connubium
asimetris (Connubium sepihak).

Page 9 of 14


Perhatikan gambar di bawah ini :

Sistem perkawinan suku Batak
Keterangan:
Marga A memberi gadis kepada marga B
Marga B memberi gadis kepada marga C
Marga C memberi gadis kepada marga D
Marga D memberi gadis kepada marga A

Marga pemberi gadis disebut Hula-hula dan marga yang menerima gadis
disebut Boru. Kedudukan Hula-hula ternyata lebih tinggi daripada Boru. Maka Boru
harus selalu menghormati marga Hula-hula. Jika Boru tidak menghormati Hula-hula,
maka warga dari marga Boru itu bisa mengalami bermacam-macam kesulitan dan
bencana. Sebab Hula-hula dianggap sebagai sumber magis bagi marga Boru.

Page 10 of 14

Laki-laki Dalam Sistem Kekerabatan Patrilineal Suku Batak
Sistem keluarga Batak yang patrilineal menjadi hal penting bagi masyarakat
Batak. Hal ini karena didalamnya memiliki turunan-turunan, marga dan kelompokkelompok suku. Semua hal tersebut diambil dari garis keturunan laki-laki. Oleh karena

itu keluarga dapat dikatakan punah jika tidak dapat melahirkan anak laki-laki. Lakilaki yang nantinya akan membentuk kelompok kekerabatan dan perempuan
membentuk kelompok besan. Hal ini karena perempuan harus menikah dengan lakilaki yang berasal dari kelompok patrilineal yang lain.
Selain itu ada pandangan bahwa keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki
dalam keluarganya seperti pohon yang tanpa akar, karena laki-laki juga berkewajiban
untuk mengurus dan meneruskan kelangsungan hidup keluarganya. Penelitian yang
dilakukan oleh Nurelide (2007) diungkapkan bahwa bagi masyarakat Batak Toba yang
masih menganut sistem kekeluargaan patrilineal menganggap bahwa anak laki-laki
memiliki arti yang penting dalam keluarga karena nantinya ia yang akan meneruskan
kelangsungan hidup keluarganya.
Di lingkungan masyarkat adat patrilineal anak tidak hanya hormat kepada ayah
maupun ibunya, tetapi anak juga hormat kepada garis keturunan ayah. Jadi hubungan
anak dengan kerabat ayahnya jauh lebih erat dan lebih penting dibandingkan dengan
kerabat dari ibu. Dalam persekutuan patrilineal dimana kerabat ayah tingkat derajat dan
lebih tinggi dibandingkan kerabat ibu, tetapi sam sekali tidak melupakan kerabat dari
ibu. Pada suku Batak di Tapanuli, sistem kekerabatannya patrilineal keluarga pihak ibu
khususnya bagi pemuda, pertama-tama diakui sebagai satu keluarga dari lingkungan

Page 11 of 14

mana mereka terutama harus mencari bakal istrinya. Dimana persekutuan keluarga
ibunya merupakan apa yang disebut “Hula-hula”, sedangkan keluarga bapak
merupakan “Borunya”. Jadi hubungan keluarga ibu di daerah ini adalah keluarga yang
bakal memberikan calon suami (Boru) dan keluarga yang bakal memberikan istri
(Hula-hula).
Dalam pembagian warisan, yang mendapatkan warisan adalah anak laki-laki
karena Batak berdasarkan kekerabatan patrilineal. Sedangkan anak perempuan
mendapatkan bagian dari orang tua suaminya, atau dengan kata lain pihak perempuan
mendapatkan warisan dengan cara hibah. Pembagian harta warisan untuk anak lakilaki juga tidak sembarangan karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu
anak laki-laki yang paling kecil atau dalam bahasa batak nya disebut Siapudan. Dan
dia mendapatkan warisan yang khusus.
Jika tidak memiliki anak laki-laki, maka hartanya jatuh ke tangan saudara
ayahnya. Sementara anak perempuannya tidak mendapatkan apapun dari harta orang
tua. Alasannya karena saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut, harus
menafkahi segala kebutuhan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka
berkeluarga. Melihat sistem pembagian hara warisan pada adat Batak, masih terkesan
Kuno. Peraturan adat istiadatnya lebih terkesan ketat dan tegas. Hal itu ditunjukkan
dalam pewarisan anak perempuan tidak mendapatkan apapun.
Adapaun pada Batak yang memiliki kepercaan Parmalim, pembagian harta
warisan tertuju pada pihak perempuan. Ini terjadi karena berkaitan dengan sistem
kekerabatan keluarga juga berdasarkan ikatan emosional kekeluargaan. Bukan

Page 12 of 14

berdasarkan perhitungan matematis dan proporsional. Biasanya dikarenakan orang tua
bersifat adil kepada anak-anak mereka dalam pembagian harta warisan.

Page 13 of 14

III.

KESIMPULAN
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang

memiliki hubungan darah atua hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri
atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan
seterusnya. Kekerabatan lahir dari institusi perkawinan yang membenarkan hubungan
seks antara laki-laki dan perempuan sehingga anak yang lahir dari perkawinan tersebut
diterima oleh masyarakat, tidak anggap anak zina atau anak haram.
Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal
dari pihak ayah. Dimana jika terjadi masalah maka yang bertanggungjawab adalah
pihak laki-laki. Sistem kekeluargaan ini dianut oleh bangsa Arab, Eropa, dan
suku Batak yang hidup di daerah Sumatera Utara. Patrilineal berasal dari dua kata,
yaitu pater (bahasa Latin) yang berarti “ayah”, dan linea (bahasa Latin) yang berarti
“garis”. Jadi, “patrilineal” berarti mengikuti “garis keturunan yang ditarik dari pihak
ayah”.
Pada suku Batak, patrilineal memiliki arti bahwa garis keturunan berasal dari
laki-laki yang melakukan pernikahan dalam bentuk pernikahan jujur (sinamot) dan
pihak istri akan masuk kedalam keluarga laki-laki sehingga anak-anak juga berada di
bawah kekuasaan suami atau ayah. Hal tersebut membuat kedudukan laki-laki menjadi
lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Semua orang Batak membubuhkan
nama marga bapanya di belakang nama kecilnya. Marga adalah kelompok kekerabatan
yang meliputi orang-orang yang mempunyai kakek bersama, atau yang percaya bahwa

Page 14 of 14

mereka adalah keturunan dari seorang kakek bersama menurut perhitungan garis
patrilineal (kebapaan).
Dalam suku Batak peranan laki-laki sangat penting. Oleh karena itu keluarga
dapat dikatakan punah jika tidak dapat melahirkan anak laki-laki. Karena laki-laki yang
nantinya akan membentuk kelompok kekerabatan. Selain itu ada pandangan bahwa
keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki dalam keluarganya seperti pohon yang
tanpa akar, karena laki-laki juga berkewajiban untuk mengurus dan meneruskan
kelangsungan hidup keluarganya.
Dalam pembagian warisan, yang mendapatkan warisan adalah anak laki-laki
karena berdasarkan kekerabatan patrilineal. Sedangkan anak perempuan mendapatkan
bagian dari orang tua suaminya, atau dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan
warisan dengan cara hibah. Pembagian harta warisan untuk anak laki-laki juga tidak
sembarangan karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki-laki
yang paling kecil. Jika tidak memiliki anak laki-laki, maka hartanya jatuh ke tangan
saudara ayahnya. Sementara anak perempuannya tidak mendapatkan apapun dari harta
orang tua. Alasannya karena saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut, harus
menafkahi segala kebutuhan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka
berkeluarga.