Gender dan Media Massa docx

Tema: Gender dan Media Massa

IMAJINASI LELAKI TERHADAP TUBUH PEREMPUAN
DALAM IKLAN
Alfisyahr Izzati
3401412012
Dunia yang kini dihadapkan pada era globalisasi, telah melahirkan berbagai macam
konsekuensi, salah satu yang terkait dengan media massa adalah dengan menjamurnya stasiun
televisi swasta di Indonesia. Era globalisasi ini diharapkan dapat membuka kesempatan bagi
bangsa Indonesia untuk mengikuti arus perubahan dunia secara lebih cepat. Kehadiran stasiunstasiun televisi telah mempermudah terjadinya penyebaran informasi secara lebih merata yang
pada gilirannya nanti diharapkan akan mempercepat arus perubahan sosial sebagaimana
diinginkan.
Perkembangan media massa di era globalisasi ini berdampak pula bagi peran gender
dalam fakta sosialnya. Konsep gender dalam hal ini merupakan semua hal yang dapat
dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta
berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang
lainnya.
Menurut Astuti (2011) gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum perempuan
dan laki-laki yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Perbedaan gender sesungguhnya
tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Pada kenyataannya
perbedaan gender tersebut telah melahirkan berbagai persoalan menyangkut ketidakadilan baik

bagi kaum laki-laki dan terutama terhadap kaum perempuan (seringkali perempuan yang
dirugikan).

Lelaki Berimajinasi, Perempuan Berekspresi
Kondisi sosial masyarakat kini di belahan dunia manapun mulai menapaki babak baru
dimana semua orang berhak untuk menunjukan dirinya sendiri, setiap orang berhak untuk
mengaktualisasikan dirinya, tanpa adanya halangan apapun baik kondisi tubuh, jenis kelamin

ataupun kelas sosial jika mereka dirasa mampu maka mereka boleh berperan serta dalam semua
bidang. Dalam dunia periklanan memang ada kalanya seorang perempuan dijadikan objek iklan
yang memang terkait dengan materi iklan, tetapi banyak pula yang menjadikan perempuan hanya
sebagai "objek tempelan" semata. Artinya, tanpa objek seorang perempuan pun sebenarnya iklan
tersebut telah "berbicara" atau sudah dapat menyampaikan tujuannya dan dapat dimengerti
khalayak. Maka dari itu, dalam kasus-kasus seperti itu, perempuan dalam iklan tersebut terkesan
hanya dieksploitasi demi "keindahan" iklan semata. Seringkali kaum perempuan hanya dijadikan
sebagai “objek penarik hasrat”.

Gambar 1: Iklan parfum Gucci
Naomi Wolf, seorang feminis mengatakan bahwa mitos kecantikan merupakan
penjajahan nyata bagi perempuan. Dicitrakan sebagaimana imaji laki-laki, perempuan kemudian

mengikuti gambaran ideal sosok perempuan bentukan laki-laki. Dalam bukunya, “Mitos
Kecantikan, Kala Kecantikan Menindas Perempuan”, Wolf mengatakan bahwa, mitos kecantikan
telah mengepung perempuan, di semua lini kehidupan perempuan. Sebagai seorang feminis
barat. Naomi Wolf mempersepsi feminisme sebagai slogan ‘perang’ atas kekaisaran maskulin
dan budaya patriarki. Mitos kecantikan, menurut Wolf, telah menciptakan ketegori, kualifikasi
tentang ‘cantik’, harus diterima secara terberi atau given, oleh perempuan. Wolf juga mencoba
menggugah kesadaran perempuan mengenai konsep cantik. Menurutnya, perempuan akan selalu

cantik dengan atau tidak dengan mitos kecantikan. Perempuan harus mampu membedakan antara
mitos, dan apa yang benar-benar berada di luarnya.
Gambaran ideal seorang perempuan itu ditransformasikan ke dalam kehidupan seharihari, terutama bagaimana perempuan harus berpenampilan. Kemudian citra ideal itu berupa
tubuh perempuan, wajah, rambut hingga warna kulit. Ada stratifikasi di dalamnya hingga
membuat perempuan merasa perlu mengikuti dan tercipta kelas-kelas tertentu di antara mereka.
Misalnya, perempuan akan dianggap cantik jika memiliki warna kulit yang putih, bentuk tubuh
yang langsing, dan tinggi. Kriteria tersebut tidaklah cukup, perempuan juga perlu mementingkan
penampilannya dan senantiasa mengikuti mode pakaian terkini, parfum dengan aroma teranyar
dan mengikuti trend warna yang sedang hits.
Dalam iklan Parfum Gucci di atas, sosok perempuan ditampilkan tanpa busana, bertubuh
seksi, berparas wajah yang menunjukkan karakter yang kuat, keras dan seksi, menggairahkan.
Perempuan menatap ke arah siapa saja yang melihat iklan tersebut dengan tajam sehingga

menimbulkan kesan menantang penonton untuk mencoba parfum tersebut. Sementara lelaki
didepannya menunjukkan ekspresi sedang berimajinasi menyelami aroma tubuh perempuannya.
Kesan yang ditampilkan dari iklan parfum ini ialah sensualitas pasangan. Kaum adam akan
semakin lengket kepada perempuan jika mereka memakai parfum ini.
Lelaki mengimajinasikan sosok perempuan yang harum dan rupawan, maka perempuan
mewujudkannya dengan mengekspresikan diri seperti yang ditampilkan oleh iklan. Perempuan
memakai parfum belum tentu karena dirinya sendiri menikmati aroma parfum tersebut
melainkan demi membangun kesan atas dirinya dihadapan orang lain. Iklan membangun
kedudukan di atas rasa ketidakpercayaan diri seseorang pada dirinya sendiri. Iklan suatu produk
menawarkan solusi atas rasa minder seseorang karena adanya mitos kecantikan yang
berkembang di masyarakat. Contohnya saja, sebagian besar masyrakat terhegemoni bahwa sosok
perempuan cantik itu berkulit putih, maka iklan pemutih membombabrdir layar kaca dengan
penawaran-penawaran keinstanan hasil produknya, yakni membuat kulit tampak putih dalam
seminggu.

Sumber:

Astuti, Tri Marhaeni P. 2011. Semarang: Unnes Press
http://genderdanmedia.blogspot.com/ senin 15 juni 2015 2.38