Hubungan Internasional dan Organisasi In

SMAN 1 BABELAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

MAKALAH

HUBUNGAN INTERNASIONAL DAN ORGANISASI
INTERNASIONAL

Nama
NPM
Kelas
Pembimbing

:
:
:
:

Wisnu Dwi Pamungkas
131410034
XI IPA 2

Dra. Hj. Nurhayati, MA

Jl. Kebalen Indah
Tahun Ajaran
2014/2015

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan

penulisan

makalah

ini

dengan

judul


“HUBUNGAN

INTERNASIONAL DAN ORGANISASI INTERNASIONAL” dengan baik.
Penulisan ini merupakan salah satu syarat untuk melengkapi dan memperoleh
nilai pada mata pelajaran PKN.
Mengingat dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, penulis
mengharapkan bimbingan, saran dan kritik yang membangun kepada penulis,
sehingga dikemudian hari penulis dapat menciptakan karya tulis yang lebih baik
lagi. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
banyak membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini kepada :
1. Ibu Dra. Hj. Nurhayati, MA., selaku Guru PKN SMAN 1 BABELAN.
Telah sampailah penulis dalam menyelesaikan penulisan ini yang sematamata, karena berkat rahmat Allah S.W.T yang telah memberikan kemudahan
dalam setiap langkah kepada penulis menuju cita-cita yang penulis impikan.
Disamping itu masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, untuk itu
penulis menyampaikan maaf dan sebagai perubahan yang berarti dalam
perkembangan yang positif baik dalam penulisan makalah ini maupun karya tulis
lain yang akan penulis ciptakan dikemudian hari, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun.
Akhir kata penulis berharap semoga penulisan makalah ini bermanfaat bagi

penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Bekasi, 27 Juni 2013
Penulis

(Wisnu Dwi Pamungkas)

i

DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar.....................................................................................

i

Daftar Isi..............................................................................................

ii

Daftar Gambar .....................................................................................


v

BAB I

PENDAHULUAN ...............................................................

1

1.1. Latar Belakang .............................................................

1

1.2. Tujuan Penulisan ..........................................................

2

1.3. Manfaat Penulisan ........................................................

2


LANDASAN TEORI ..........................................................

3

2.1. Hubungan Internasional ................................................

3

2.1.1. Definisi Hubungan Internasional .......................

3

2.1.2. Sejarah Hubungan Internasional ........................

4

2.1.3. Studi Hubungan Internasional ...........................

6


2.1.4. Teori Hubungan Internasional ...........................

7

BAB II

2.1.4.1. Epistemoogi dan Teori HI……………….

7

2.1.4.2. Teori Positivis……………………………. 8
2.1.4.2.1. Realisme………………………. 8
2.1.4.2.2. Liberalisme……………………. 9
2.1.4.2.3. Neoliberalisme………………… 9
2.1.4.2.4. Teori Rezim…………………… 10
2.1.4.3. Teori Pascapositivis/Reflektivis…………..

11


2.1.4.3.1. Teori Masyarakat Internasional.. 11
2.1.4.3.2. Konstruktivisme Sosial……....... 11
2.1.4.3.3. Teori Kritis……………………. 12
2.1.4.3.4. Marximes………………………. 12
2.1.5. Pola Hubungan Internasional…………………….

13

2.1.5.1. Pola Hubungan Penjajahan……………….. 13
2.1.5.2. Pola Hubungan Ketergantungan………….. 13
2.1.5.3. Pola Hubungan Sama Derajat…………….. 13

ii

2.1.6. Asas Hubungan Internasional…………………..

14

2.1.6.1. Asas Teritorial…………………………..


14

2.1.6.2. Asas Kebangsaan………………………..

14

2.1.6.3. Asas Kepentingan Umum……………….

14

2.1.7. Bentuk Hubungan Internasional…………………

14

2.1.7.1. Diplomasi………………………………… 14
2.1.7.2. Negosiasi…………………………………. 15
2.1.7.3. Lobi……………………………………….. 15
2.2. Perjanjian Internasional ................................................

15


2.2.1. Definisi Menurut Para Ahli ..............................

15

2.2.2. Tahap – Tahapan Pembuatan PI ........................

15

2.2.2.1. Perundingan (Negotiation)……………..

15

2.2.2.2. Penandatanganan (Signature)…………..

16

2.2.2.3. Persetujuan Parlemen…………………..

16


2.2.2.4. Pengesahan (Ratification)………………

16

2.2.3. Berlakunya Perjanjian internasional ..................

16

2.2.4. Berakhirnya Perjanjian Internasional .................

17

2.3. Perwakilan Diplomatik dan Konsuler ............................

17

2.3.1. Definisi Hubungan Diplomatik………………….

17


2.3.2. Sejarah Perkembangan…………………………..

17

2.3.3. Tingkat Kepala Perwakilan Diplomatik…………

18

2.3.3.1. Perangkat Perwakilan Diplomatik………

19

2.3.4. Prosedur Pengiriman dan Penerimaan DuBes…..

20

2.3.4.1. Alur pengangkatan perwakilan…………

20

2.3.5. Tugas dan Fungsi Perwakilan Diplomatik………

20

2.3.6. Fungsi Perwakilan Diplomatik…………………..

21

2.4. Organisasi Internasional................................................

22

2.4.1. Definisi Organisasi Internasional .......................

22

2.4.2. Definisi Menurut Tokoh Hukum .......................

22

2.4.3. Klasifikasi Organisasi Internasional ..................

23

iii

BAB III PENUTUP .........................................................................

24

1.1. Kesimpulan...................................................................

24

1.2. Saran ............................................................................

24

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................

25

iv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Potret resmi Raja Perancis, Spanyol, dan Polandia ...........

4

Gambar 2.2. Bendera Anggota PBB .....................................................

7

v

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Hubungan kerja sama antar bangsa biasanya diresmikan ke dalam satu atau
beberapa perjanjian internasional. Perjanjian internasional merupakan salah satu
instrumen paling penting dalam hubungan antarbangsa. Sampai saat ini para ahli
masih mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda terhadap makna perjanjian
internasional sehingga makna istilah tersebut masih beraneka ragam.Dari
pendapat-pendapat para ahli tersebut kemudian dapat disimpulkan makna
perjanjian internasional. Perjanjian internasional adalah kesepakatan antara dua
atau lebih subjek hukum internasional (misalnya negara, lembaga
internasional) yang menurut hukum internasional menimbulkan hak dan
kewajiban bagi para pihak yang membuat kesepakatan. Perjanjian yang dilakukan
oleh subjek- subjek hukum internasional tersebut mempunyai tujuan untuk
melahirkan akibat-akibat hukum tertentu. Selain itu, tujuan perjanjian
internasional di antaranya yaitu untuk menyelesaikan sengketa antarbangsa,
memelihara perdamaian, ketertiban serta kesejahteraan manusia.
Menurut pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional, dinyatakan
bahwa perjanjian internasional baik yang bersifat umum maupun khusus,
mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negaranegara yang bersangkutan.
Berkenaan dengan pasal tersebut, maka setiap negara yang mengadakan
suatu perjanjian harus menjunjung tinggi dan menaati ketentuan-ketentuan yang
terdapat di dalamnya. Hal ini disebabkan oleh salah satu asas yang dipakai dalam
perjanjian internasional, yaitu asas pacta sunt servanda yang menyatakan bahwa
setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh masing-masing pihak yang
bersangkutan.
Mengingat pentingnya suatu perjanjian internasional, baik bagi suatu negara
maupun sebagai salah satu sumber hukum internasional, proses pembuatanperjanjian internasional tidaklah semudah seperti perjanjian lainnya. Untuk itu,
terdapat beberapa tahap dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap negara
yang akan membuat perjanjian internasional. Adapun tahap dan proses yang perlu
dan biasa dilakukan antara lain Perundingan (Negoitation), Penandatanganan
(Signature), Pengesahan (Ratification), dan Pengumuman (Publication).

1

1.2. Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan penulisan ilmiah ini penulis bertujuan untuk mengetahui
tentang Hubungan Internasional dan Perjanjian Internasioal berserta dengan
contoh peristiwa yang berhubungan dengan HI dan PI.

1.3. Manfaat Penulisan
Penulisan ini diharapkan memiliki dua manfaat yaitu :
1. Manfaat Praktis
Membantu memberikan pandangan mengenai hubungan internasional dan
perjanjian internasional yang sedang terjadi.

2. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat
bagi perkembangan ilmu politik dan berbagai bidang ilmu seperti
ekonomi, sejarah, hukum internasional, filsafat, geografi, kerja sosial,
sosiologi, antropologi, kriminologi, psikologi, studi gender, dan ilmu
budaya/kulturologi.

2

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.

Hubungan Internasinal

2.1.1.

Definisi Hubungan Internasional
Hubungan Internasional (HI; sering disebut Studi Internasional (SI),

meski keduanya tidak sama) adalah ilmu yang mempelajari hubungan
antarnegara, termasuk peran sejumlah negara, organisasi antarpemerintah (IGO),
organisasi nonpemerintah internasional (INGO), organisasi non-pemerintah
(NGO), dan perusahaan multinasional (MNC). HI merupakan sebuah bidang
akademik dan kebijakan publik dan dapat bersifat positif atau normatif, karena
keduanya berusaha menganalisis serta merumuskan kebijakan luar negeri
negara-negara tertentu. HI sering dianggap sebagai cabang ilmu politik
(khususnya setelah tata nama UNESCO tahun 1988), namun pihak akademia
lebih suka menganggapnya sebagai suatu bidang studi interdisipliner. Aspekaspek hubungan internasional telah dipelajari selama ribuan tahun sejak masa
Thucydides, namun HI sendiri menjadi disiplin yang terpisah dan tetap pada awal
abad ke-20.
Berbeda dengan ilmu politik, HI menggunakan berbagai bidang ilmu
seperti ekonomi, sejarah, hukum internasional, filsafat, geografi, kerja sosial,
sosiologi,

antropologi,

kriminologi,

psikologi,

studi

gender,

dan

ilmu

budaya/kulturologi. HI mencakup rentang isu yang luas, termasuk globalisasi,
kedaulatan negara, keamanan internasional, kelestarian lingkungan, proliferasi
nuklir, nasionalisme, pembangunan ekonomi, keuangan global, terorisme,
kejahatan terorganisasi, keamanan manusia, intervensionisme asing, dan hak asasi
manusia.

3

4

2.1.2.

Sejarah Hubungan Internasional

Gambar 2.1. Potret resmi Raja Perancis, Spanyol, dan Polandia yang
merefleksikan kerumitan politik Persemakmuran Polandia-Lituania selama
Perang Tiga Puluh Tahun

Sejarah hubungan internasional dapat ditelusuri hingga ribuan tahun yang
lalu; Barry Buzan dan Richard Little, misalnya, menganggap interaksi antara
beberapa negara-kota kuno di Sumeria, yang berawal pada tahun 3.500 SM,
sebagai sistem internasional paling dewasa pertama di dunia.
Sejarah hubungan internasional berdasarkan negara berdaulat dapat
ditelusuri hingga Perdamaian Westfalen tahun 1648, sebuah batu loncatan dalam
perkembangan sistem negara modern. Sebelumnya, organisasi otoritas politik
Eropa abad pertengahan masih didasarkan pada ordo keagamaan hierarkis yang
tidak jelas. Berlawanan dengan kepercayaan masyarakat, Westfalen masih
menerapkan sistem kedaulatan berlapis, khususnya di dalam Kekaisaran Romawi
Suci. Selain Perdamaian Westfalen, Traktat Utrecht tahun 1713 dianggap
mencerminkan suatu norma baru bahwa negara berdaulat tidak punya kesamaan
internal di dalam wilayah tetapnya dan tidak ada penguasa luar yang dapat
menjadi penguasa mutlak di dalam perbatasan sebuah wilayah berdaulat.
Tahun - tahun antara 1500 hingga 1789 menjadi masa kebangkitan negaranegara berdaulat yang merdeka, institusionalisasi diplomasi dan angkatan
bersenjata. Revolusi Perancis turut menambahkan ide baru bahwa yang dapat
ditetapkan sebagai berdaulat bukanlah pangeran atau oligarki, tetapi warga negara
yang didefinisikan sebagai bangsa. Suatu negara yang bangsanya berdaulat dapat
disebut sebuah negara-bangsa (berbeda dengan monarki atau negara keagamaan).
Istilah republik mulai menjadi sinonimnya. Sebuah model alternatif negarabangsa dikembangkan sebagai tanggapan atas konsep republik Perancis oleh
bangsa Jerman dan lainnya, yang bukannya memberikan kedaulatan kepada warga

5

negara, malah mempertahankan pangeran dan kerajaan, tetapi menetapkan
kenegarabangsaan dalam hal etnolinguistik, sehingga menetapkan ide yang jarang
terwujud bahwa semua orang yang mempertuturkan satu bahasa dimiliki oleh satu
negara saja. Klaim yang sama terhadap kedaulatan dibuat untuk kedua bentuk
negara-bangsa. Perlu diketahui bahwa di Eropa saat ini, beberapa negara
mengikuti kedua definisi negara-bangsa: banyak yang melanjutkan sistem
kerajaan berdaulat, dan sedikit sekali negara yang homogen etnisnya.
Sistem Eropa yang mengusung kesetaraan kedaulatan negara-negara dibawa
ke Amerika, Afrika, dan Asia melalui kolonialisme dan "standar peradaban"
mereka.

Sistem

internasional

kontemporer

akhirnya

ditetapkan

melalui

dekolonisasi selama Perang Dingin. Tetapi, hal ini malah terlalu disederhanakan.
Meski sistem negara-bangsa dianggap "modern", banyak negara belum
memberlakukan sistem ini dan dianggap "pra-modern".
Lebih jauh lagi, beberapa negara telah bergerak keluar dari penuntutan
kedaulatan penuh, dan dapat dianggap "pascamodern". Kemampuan kuliah HI
kontemporer untuk menjelaskan hubungan antara jenis-jenis negara ini masih
diragukan. "Tingkat analisis" adalah cara memandang sistem internasional, yang
mencakup tingkat individual, kondisi domestik sebagai satu kesatuan, tingkat
internasional berupa persoalan transnasional dan antarpemerintah, dan tingkat
global.
Hal yang secara eksplisit diakui sebagai teori Hubungan Internasional belum
dikembangkan hingga akhir Perang Dunia I. Meski begitu, teori HI sudah lama
bergantung pada karya ilmu sosial lain. Pemakaian huruf kapital "H" dan "I"
dalam Hubungan Internasional bertujuan untuk membedakan disiplin akademik
Hubungan Internasional dari fenomena hubungan internasional. Banyak orang
merujuk The Art of War karya Sun Tzu (abad ke-6 SM), History of the
Peloponnesian War karya Thucydides (abad ke-5 SM), Arthashastra karya
Chanakya (abad ke-4 SM) sebagai inspirasi bagi teori realis, dengan penjelasan
yang lebih dalam oleh Leviathan karya Hobbes dan The Prince karya Machiavelli.
Demikian pula, liberalisme bergantung pada karya Kant dan Rousseau,
dengan karya Kant yang sering dirujuk sebagai penjelasan pertama mengenai teori
perdamaian demokratis. Meski hak asasi manusia kontemporer dianggap berbeda

6

daripada tipe hak asasi yang tergambar dalam hukum alam, Francisco de Vitoria,
Hugo Grotius dan John Locke memberikan penejlasan langsung mengenai
penetapan universal terhadap hak-hak tertentu atas dasar kemanusiaan umum.
Pada abad ke-20, selain teori kontemporer internasionalisme liberal, Marxisme
telah menjadi dasar hubungan internasional.

2.1.3.

Studi HI
Awalnya, hubungan internasional sebagai bidang studi yang terpisah hampir

sepenuhnya Britania-sentris. HI baru muncul sebagai 'disiplin' akademik formal
pada tahun 1918 melalui pendirian 'ketua' (keprofesoran) pertama dalam bidang
HI - Woodrow Wilson Chair di Aberystwyth, Universitas Wales (sekarang
Universitas Aberystwyth[4]) atas sumbangan David Davies, dan menjadi jabatan
akademik pertama dalam bidang HI. Hal ini dengan cepat diikuti oleh pembukaan
studi HI di berbagai universitas Amerika Serikat dan Jenewa, Swiss. Pada awal
1920-an, departemen Hubungan Internasional London School of Economics
didirikan atas sumbangan pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Philip NoelBaker, dan merupakan institut pertama yang memiliki berbagai macam gelar
dalam bidang ini. Selain itu, departemen Sejarah Internasional di LSE terus
berfokus pada sejarah HI pada periode modern awal, kolonial, dan Perang Dingin.

Universitas pertama yang didirikan khusus studi HI adalah Graduate
Institute of International Studies (sekarang Graduate Institute of International and
Development Studies), yang didirikan tahun 1927 untuk menghasilkan para
diplomat yang berhubungan dengan Liga Bangsa-Bangsa, yang didirikan di
Jenewa beberapa tahun sebelumnya. Graduate Institute of International Studies
memberikan gelar Ph.D. pertama dalam bidang hubungan internasional. Edmund
A. Walsh School of Foreign Service di Universitas Georgetown adalah fakultas
hubungan internasional tertua di Amerika Serikat; didirikan tahun 1919.
Committee on International Relations di Universitas Chicago adalah institusi
pertama yang memberi gelar sarjana dalam bidang ini pada tahun 1928.

7

Gambar 2.2. Bendera Anggota PBB

2.1.4.

Teori Hubungan Internasional
2.1.4.1. Epistemoogi dan Teori HI
Teori HI dapat dibagi menjadi dua kelompok epistemologis: "positivis" dan

"pascapositivis". Teori positivis bertujuan untuk mereplikasi metode -metode ilmu
alam dengan menganalisis dampak kekuatan material. Teori tersebut biasanya
berfokus pada fitur hubungan internasional seperti interaksi negara, ukuran
pasukan militer, keseimbangan kekuasaan, dll. Epistemologi pascapositivis
menolak ide bahwa dunia sosial dapat dipelajari dengan cara yang objektif dan
bebas nilai. Teori ini menolak ide-ide sentral berupa neo-realisme/liberalisme,
seperti teori pilihan rasional, atas dasar bahwa metode ilmiah tidak dapat
diaplikasikan ke dunia sosial dan bahwa 'ilmu pengetahuan' HI mustahil ada.
Perbedaan utama antara kedua posisi tersebut adalah bahwa meski teori
positivis, seperti neo-realisme, memberikan penjelasan yang bersifat sebab
(seperti mengapa dan bagaimana kekuasaan dijalankan), teori pascapositivis
berfokus pada pertanyaan yang konstitutif, misalnya apa yang dimaksud dengan
'kekuasaan'; hal apa saja yang menciptakannya, bagaimana kekuasaan dialami dan
bagaimana kekuasaan direproduksi. Teori pascapositivis secara eksplisit sering
mempromosikan pendekatan normatif terhadap HI dengan mempertimbangkan
etika. Ini adalah sesuatu yang sering diabaikan oleh HI 'tradisional', karena teori
positivis membuat perbedaan antara 'fakta' dan penilaian normatif, atau 'nilai'.
Pada akhir 1980-an dan 1990-an, perdebatan antara kaum positivis dan
pascapositivis menjadi perdebatan yang dominan dan telah disebut sebagai
"Perdebatan Besar" Ketiga (Lapid 1989).

8

2.1.4.2. Teori Positivis
2.1.4.2.1. Realisme
Realisme berfokus pada keamanan dan kekuasaan negara di atas
segalanya. Para penganut pertama seperti E.H. Carr dan Hans
Morgenthau berpendapat bahwa negara adalah aktor rasional yang
egois dan mengejar kekuasaan, yang berusaha memaksimalkan
keamanan dan kemungkinan keselamatan mereka. Kerja sama
antarnegara adalah cara memaksimalkan keselamatan masing-masing
negara (berbeda dengan alasan yang lebih idealis). Sama halnya,
tindakan perang apapun harus didasarkan pada kepentingan pribadi,
alih-alih idealisme. Banyak realis memandang Perang Dunia II sebagai
pendukung teori mereka.
Perlu

diketahui

bahwa

penulis

klasik

seperti

Thucydides,

Machiavelli, Hobbes dan Theodore Roosevelt, sering disebut sebagai
"bapak pendiri" realisme oleh para realis kontemporer.[butuh rujukan]
Meski begitu, sementara karya mereka bisa mendukung doktrin realis,
kecil kemungkinannya bahwa mereka telah mengelompokkan diri
sebagai realis (dalam artian ini). Para realis biasanya terpisah menjadi
dua kelompok: Klasik atau Realis Sifat Alami Manusia (seperti yang
dijelaskan di sini) dan Struktural atau Neorealis (di bawah).
Realisme politik yakin bahwa politik, seperti masyarakat pada
umumnya, dipimpin oleh hukum objektif yang berasal dari sifat alami
manusia. Untuk memperbaiki masyarakat, pertama mereka perlu
memahami

hukum

yang

menjadi

acuan

hidup

masyarakat.

Pelaksanaan hukum-hukum tersebut tidak berubah dengan pilihan kita,
masyarakat akan menantangnya jika muncul risiko kegagalan.
Realisme, yang juga percaya terhadap objektivitas hukum politik,
juga harus percaya terhadap kemungkinan mengembankan sebuah
teori rasional yang merfleksikan hukum-hukum objektif ini sekalipun
tidak sempurna dan memihak. Realisme juga percaya pada
kemungkinan pemisahan dalam politik antara fakta dan pendapatantara apa yang benar secara objektif dan rasional, diperkuat oleh

9

bukti dan dicerahkan oleh alasan, dan apa yang berupa penilaian
subjektif,

dipisahkan

dari

fakta

sebagaimana

adanya

dan

diinformasikan oleh pemikiran yang buruk sangka dan penuh harapan.

Penempatan realisme di bawah positivisme jauh dari keadaan tanpa
masalah. What is History karya E.H. Carr merupakan kritik pribadi
terhadap positivisme, dan tujuan Hans Morgenthau dalam Scientific
Man vs Power Politics, sebagaimana judulnya, adalah menghapus
semua pendapat bahwa politik internasional/politik kekuasaan dapat
dipelajari secara ilmiah.
2.1.4.2.2. Liberalisme/idealisme/Internasionalisme liberal
Teori hubungan internasional liberal muncul setelah Perang Dunia I
sebagai

respon

atas

ketidakmampuan

negara-negara

untuk

mengendalikan dan membatasi perang dalam hubungan internasional
mereka. Para penganut pertamanya meliputi Woodrow Wilson dan
Norman Angell, yang berpendapat keras bahwa negara dapat makmur
melalui kerja sama dan bahwa perang bersifat sangat destruktif serta
sia-sia.

Liberalisme belum diakui sebagai sebuah teori yang koheren sampai
akhirnya secara kolektif dan mengejek disebut idealisme oleh E. H.
Carr. Sebuah versi baru "idealisme" yang berfokus pada hak asasi
manusia sebagai dasar legitimasi hukum internasional dikemukakan
oleh Hans Köchler.

2.1.4.2.3. Neoliberalisme
Neoliberalisme

mencoba

memperbarui

liberalisme

dengan

menerima anggapan neorealis bahwa negara adalah aktor utama dalam
hubungan internasional, namun masih mengakui pentingnya aktor
non-negara dan organisasi antarpemerintah (IGO). Pendukung seperti
Maria Chattha berpendapat bahwa negara-negara akan saling bekerja
sama tanpa memandang hasil relatifnya, dan lebih melihat hasil

10

absolutnya. Ini juga berarti bahwa bangsa-bangsa, pada dasarnya,
bebas membuat pilihan mereka sendiri tentang bagaimana mereka
menjalankan kebijakan tanpa adanya organisasi internasional yang
menghalang-halangi hak sebuah bangsa untuk berdaulat.
Neoliberalisme juga memiliki teori ekonomi yang didasarkan pada
pemanfaatan pasar terbuka dan bebas dengan sedikit intervensi
pemerintah, jika ada, untuk mencegah munculnya monopoli dan
konglomerat lain. Saling ketergantungan yang muncul sepanjang dan
setelah Perang Dingin melalui institusi internasional mendorong
penetapan neo-liberalisme sebagai institusionalisme; bagian baru dari
teori ini didukung oleh Robert Keohane dan Joseph Nye.
2.1.4.2.4. Teori Rezim
Teori rezim berasal dari tradisi liberal yang berpendapat bahwa
institusi atau rezim internasional mempengaruhi kelakuan negaranegara (atau aktor internasional lainnya). Teori ini berasumsi bahwa
kerja sama dapat dilaksanakan pada sistem negara yang anarkis.
Memang, dilihat dari definisinya, rezim merupakan contoh kerja sama
internasional.
Sementara realisme memperkirakan bahwa konflik harus menjadi
norma dalam hubungan internasional, teoriwan rezim mengatakan
bahwa terjadi kerja sama meski bersifat anarki. Mereka sering merujuk
pada kerja sama perdagangan, hak asasi manusia dan keamanan
kolektif. Contoh kerja sama ini adalah rezim. Definisi rezim yang
sering dikutip berasal dari Stephen Krasner. Krasner mendefinisikan
rezim sebagai "institusi yang memiliki norma, aturan keputusan, dan
prosedur yang memfasilitasi konvergensi harapan."[kutipan ini butuh
rujukan].
Tidak semua pendekatan terhadap teori rezim bersifat liberal atau
neoliberal; sejumlah sarjana realis seperti Joseph Greico telah
mengembangan teori hibrid yang mengambil pendekatan berbasis
realis terhadap teori ini yang pada dasarnya liberal. Para realis tidak

11

berkata kerja sama tidak pernah terjadi, namun karena itu bukanlah
normanya; kerja sama adalah perbedaan derajat).

2.1.4.3. Teori Pascapositivis/Reflektivis
2.1.4.3.1. Teori Masyarakat Internasional (Aliran Inggris)
Teori masyarakat internasional, juga disebut Aliran Inggris, berfokus pada
norma dan nilai bersama negara-negara dan bagaimana mereka mengatur
hubungan internasional. Contoh-conton norma tersebut adalah diplomasi,
ketertiban, dan hukum internasional. Tidak seperti neo-realisme, teori ini
tidak positivis. Para teoriwan lebih memperhatikan intervensi kemanusiaan,
dan terbagi antara solidaris, yang lebih mendukung intervensi, dan pluralis,
yang mendukung ketertiban dan kedaulatan.

2.1.4.3.2. Konstruktivisme Sosial
Konstruktivisme sosial mencakup serangkaian teori yang bertujuan
menjawab pertanyaan-pertanyaan ontologi, seperti perdebatan struktur
dan lembaga, serta pertanyaan epistemologi, seperti perdebatan
"material/ideasional" yang memperhatikan peran relatif kekuatan
material versus ide. Konstruktivisme bukan merupakan teori HI dalam
artian neo-realisme, tetapi sebuah teori sosial yang lebih bagus dipakai
untuk menjelaskan tindakan-tindakan yang diambil oleh negara dan
aktor-aktor besar lain, serta identitas yang memandu negara dan aktoraktor ini.

Konstruktivisme dalam HI dapat dibagi menjadi sesuatu yang Hopf
(1998) sebut konstruktivisme 'konvensional' dan 'kritis'. Hal yang
umum terhadap segala jenis konstruktivisme adalah kepentingan
terhadap peran yang dimainkan kekuatan-kekuatan ideasional. Sarjana
konstruktivis ternama, Alexander Wendt, menulis dalam artikelnya
mengenai Organisasi Internasional tahun 1992 (yang diikuti oleh buku
Social Theory of International Politics (1999)) bahwa, "anarki adalah
sesuatu yang dihasilkan negara". Dengan ini, ia berusaha mengatakan
bahwa struktur anarkis yang diklaim para neo-realis mengatur

12

interaksi negara faktanya merupakan suatu fenomena yang dibangun
secara sosial dan direproduksi oleh negara.

Misalnya, jika sistem ini didominasi oleh negara-negara yang
melihat anarki sebagai situasi hidup atau mati (yang disebut Wendt
sebagai anarki "Hobbesian"), sistem tersebut akan ditandai dengan
peperangan. Di sisi lain, jika anarki dilihat sebagai sesuatu yang
membatasi (anarki "Lockean"), sistem yang lebih damai akan tercipta.
Anarki dalam pandangan ini dibentuk oleh interaksi negara, alih-alih
diterima sebagai fitur kehidupan internasional yang alami dan kekal
sebagaimana dikatakan para teoriwan HI neo-realis.

2.1.4.3.3. Teori Kritis
Teori hubungan internasional kritis adalah penerapan 'teori kritis'
terhadap hubungan internasional. Para pendukungnya seperti Andrew
Linklater, Robert W. Cox dan Ken Booth berfokus pada perlunya
emansipasi manusia dari negara. Karena itu, teori ini "kritis" terhadap
teori HI arus utama yang bersifat negara-sentris.

2.1.4.3.4. Marximes
Teori Marxis dan Neo-Marxis HI menolak pandangan realis/liberal
terhadap konflik atau kerja sama negara; mereka berfokus pada aspek
ekonomi dan material. Ini menciptakan asumsi bahwa ekonomi
mengalahkan masalah lainnya, sehingga memungkinkan peningkatan
kelas menjadi fokus studi. Para Marxis memandang sistem
internasional sebagai satu sistem kapitalis terpadu yang terus
menambah modal. Jadi, masa kolonialisme membawa sumber bahan
baku dan pasar terkurung untuk ekspor, sementara dekolonialisasi
membawa kesempatan baru dalam bentuk ketergantungan.
Teori yang terhubung dengan Marxis adalah teori ketergantungan
yang berpendapat bahwa negara-negara maju, dalam mencapai
kekuasaannya, menyusup ke negara-negara berkembang melalui

13

penasihat

politik,

misionaris,

para

ahli,

dan

MNC

untuk

mengintegrasikan mereka ke sistem kapitalis demi mendapatkan
sumber daya alam yang cukup dan mendorong ketergantungan.
Teoriwan Marxis kurang mendapat perhatian di Amerika Serikat,
karena negara tersebut tidak memiliki partai sosialis besar. Teori ini
lebih mencuat di sebagian wilayah Eropa dan merupakan salah satu
kontribusi teori terpenting di kalangan akademisi Amerika Latin,
misalnya melalui teologi pembebasan.

2.1.5.

Pola HI
2.1.5.1. Pola Hubungan Penjajahan
Dalam pola hubungan ini, satu negara yang kuat akan menghisap kekayaan

negara lain yang lemah. Negara penjajah biasanya akan membangun berbagai
sarana dan prasarana di daerah jajahan yang bertujuan untuk memperlancar tujuan
negara penjajah untuk mengeksploitasi sumber daya alam daerah jajahan. Pola
hubungan penjajahan ini juga biasa disebut dengan kolonialisme.
2.1.5.2. Pola Hubungan Ketergantungan
Pola hubungan ketergantungan terjadi antara negara-negara dunia ketiga
yang masih terbelakang dengan negara-negara maju. Sebagian negara-negara
dunia ketiga yang baru merdeka setelah Perang Dunia II umumnya masih
memiliki modal yang terbatas. Itulah sebabnya mengapa negara-negara dunia
ketiga ini banyak yang bergantung kepada pemodal asing dari negara-negara maju
untuk menjalankan roda perekonomian mereka. Pola hubungan ketergantungan ini
pulalah yang pada

akhirnya memunculkan apa

yang disebut sebagai

neokolonialisme.
2.1.5.3. Pola Hubungan Sama Derajat
Pola hubungan ini terjadi jika negara-negara yang melakukan hubungan
merasa sama sama untung dan dilakukan dengan tujuan untuk mencapai
kesejahteraan bersama.

14

2.1.6. Asas Hubungan Internasional
Dalam pelaksanaannya hubungan internasional memiliki asas-asa tertentu,
berikut asas hubungan internasional.
2.1.6.1. Asas Teritorial
Artinya bahwa suatu negara akan mempunyai kekuasaan secara penuh untuk
memberlakukan hukum atas semua orang dan barang yang berada di wilayahnya.
2.1.6.2. Asas Kebangsaan
Artinya bahwa dimanapun seseorang berada, selama seseorang masih
menjadi warga negara suatu negara, maka orang tersebut masih tetap berada
dibawah hukum negaranya tersebut.
2.1.6.3. Asas Kepentingan Umum
Artinya bahwa suatu negara dapat menyesuaikan diri terhadap semua
keadaan untuk membela kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat secara kaku
pada batas-batas wilayah nasional suatu negara.

2.1.7. Bentuk HI
Dalam menjalankan hubungan internasional antara suatu subjek hukum
internasional maupun negara-negara dalam taraf Internasional memiliki bentuk
hubungan yang berbeda. Berikut diantaranya :
2.1.7.1. Diplomasi
Diplomasi dapat diartikan sebagai proses komunikasi antar pelaku hubungan
internasional untuk mencapai tujuan bersama atau kesepakatan tertentu.
Diplomasi sendiri biasanya dilakukan oleh instrumen-instrumen hubungan
internasional yaitu kementerian luar negeri dan perwakilan diplomatik.
Kementerian luar negeri mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara pengirim,
sedangkan perwakilan diplomatik mempunyai pusat kegiatan di ibukota negara
penerima. Seorang wakil diplomatik (diplomat) yang dikirim ke luar negeri
mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai lambang negara pengirim, sebagai
wakil yuridis yang sah menurut hukum dan hubungan internasional, dan sebagai
wakil diplomatik di negara penerima.

15

2.1.7.2. Negosiasi
Negosiasi disebut juga dengan perundingan. Negosiasi (perundingan) dalam
hubungan internasional dapat diartikan sebagai proses interaksi antar pelaku
hubungan internasional untuk untuk berusaha menyelesaikan tujuan masingmasing yang berbeda dan saling bertentangan.
2.1.7.3. Lobi
Lobi adalah kegiatan politik internasional yang dilakukan untuk
mempengaruhi negara lain agar sesuai dengan kepentingan negara yang
melakukan loi.

2.2.

Perjanjian Internasional
2.2.1. Definisi Menurut Para Ahli
Setiap

orang

memiliki

pandangan

tentang

pengertian

hubungan

internasional, namun kami hanya bisa menemukan refrensi yang membahas
mengenai pengertian hubungan internasional yang dianggap ahli dibidang ini.
2.2.1.1. Prof Dr.Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL.M.
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antarbangsa yang
bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu.
2.2.1.2. Oppenheimer-Lauterpacht
Perjanjian Internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang
menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang mengadakannya.
2.2.1.3. G. Schwarzenberger.
Perjanjian Internasional adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek
hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat
dalam hukum internasional.
2.2.2. Tahap – Tahapan Pembuatan PI
2.2.2.1. Perundingan (Negotiation)
Perundingan sebagai tahap pertama untuk merundingkan apa yang akan
disepakati oleh negara yang terlibat. Perundingan dilakukan oleh wakil negara
yang terkait untuk mencapai sebuah kesepakatan.

16

2.2.2.2. Penandatanganan (Signature)
Penandatangan dilakukan oleh wakil-wakil negara yang bersangkutan
biasanya kepala negara atau kementerian luar negeri.
2.2.2.3. Persetujuan Parlemen
Setelah ditandatangani maka perjanjian tersebut harus dibahas di parlemen
sebelum disahkan untuk meninjau manfaat yang dapat diperoleh dari perjanjian
tersebut.
2.2.2.4. Pengesahan (Ratification)
Suatu negara mengikat diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah
disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya. Penandatanganan atas
perjanjian hanya bersifat sementara dan masih harus dikuatkan dengan
pengesahan atau penguatan.
2.2.3. Berlakunya Perjanjian internasional
1. Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang
disetujui oleh negara perunding.
2. Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai
berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh
semua negara perunding.
3. Bila pesetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul
setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi
negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian
menentukan lain.
4. Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan
teksnya, pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh
suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan,
fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timul
yang perlu sebelum berlaunya perjanjian itu, berlaku sejak
disetujuinya teks perjanjian.

17

2.2.4. Berakhirnya Perjanjian Internasional
1. Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
2. Masa berlaku perjanjian internasional itu sudah habis.
3. Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya
objek perjanjian itu.
4. Adanya persetujuan dari para peserta untuk mengakhiri perjanjian
itu.
5. Adanya

perjanjian

baru

antara

peserta

yang

kemudian

meniadakan perjanjian yang terdahulu.
6. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan
ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi.
7. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan
pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.
2.3.

Perwakilan Diplomatik dan Konsuler
2.3.1. Definisi Hubungan Diplomatik
Hubungan diplomatik adalah hubungan antarnegara dengan menggunakan

alat perlengkapan negara yang dikenal dengan perutusan/perwakilan negara/
diplomatik (diplomatik mission). Dalam hubungan yang demikian perutusan
diplomatik bertindak atas nama atau atas tanggung jawab negara.
2.3.2. Sejarah Perkembangan
Hingga Tahun 1815 ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan hubungan
diplomatik berasal dari hukum kebiasaan. Pada Tahun 1815 diadakan Kongres
Wina yang dihadiri oleh para raja. Pada kongres tersebut disepakati untuk
mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut menjadi hukum tertulis. Namun
kongres tersebut tidak menghasilkan hal-hal yang berkenaan dengan hubungan
diplomatik ini selain yang berkenaan dengan hiorarki atau tingkat-tingkat kepala
perwakilan diplomatik.
Pada Tahun 1927 di bawah naungan Liga Bangsa-Bangsa diupayakan
kodifikasi yang sesungguhnya. Akan tetapi hasil yang dicapai oleh Komisi Ahli
tidak disetujui oleh Dewan Liga Bangsa-Bangsa, terutama mengenai hal-hal yang
mengatur mengenai kekebalan diplomatik serta hak-hak istimewa diplomat.

18

Karena itu masalah ini disepakati untuk tidak dimasukkan dalam agenda
konferensi kodifikasi di Den Hag tahun 1930.
Pada tahun 1947 lewat Resolusi Majelis Umum PBB 174 II/1947
dibentuklah komisi Hukum Internasional. Pada tahun 1947 itu juga Komisi
Hukum Internasional menetapkan 14 topik pembahasan, yang salah satunya
mengenai hubungan diplomatik serta kekebalan-kekebalan diplomat. Akan tetapi
hal ini tidak mendapatkan prioritas pembahasan.
Pada tahun 1952 usul delegasi Yugoslavia, Majelis Umum PBB menerima
resolusi yang intinya meminta Komisi Hukum Internasional agar memberikan
prioritas untuk melakukan kodifikasi mengenai hubungan dan kekebalan
diplomatik ini.
Mulai tahun 1954 Komisi Hukum Internasional membahas masalah-masalah
yang berkenaan dengan hubungan diplomatik dan kekebalannya, dan lewat
Resolusi

Majelis

Umum

Nomor

1450

(XIV)

memutuskan

untuk

menyelenggarakan suatu konferensi internasional guna membahas masalah ini.
Konferensi yang diberi nama The United Nations Conference on Diplomatik
Intercourse and Immunities ini mengadakan sidangnya di Wina sari tanggal 2
Maret sampai 14 April 1961, dan menghasilkan sejumlah dokumen yaitu (1)
Vienna Convention on Diplomatik Relations (2) Optional Protocol Concerning
Acquasition of \nationality, dan (3) Optional Protocol Concerning the Compulsary
Settlement of Disputes. Yang terpenting dari ketiga dokumen tersebbut adalah
dokumen yang pertama, yaitu Konvensi Wina mengenai hubungan diplomatik.
Pada tanggal 18 April 1961 wakil dari 75 negara menandatangani konvensi
tersebut. Konvensi ini secara resmi mulai berlaku pada tanggal 24 April 1964.
Indonesia menjadi pihak di dalam konvensi ini setelah meratifikasinya pada
tanggal 25 Januari 1982 dengan Undang-Undang No 1 tahun 1982.
2.3.3. Tingkat – Tingkat Kepala Perwakilan Diplomatik
Berdasarkan keputusan kongres Wina 1815 disepakati adanya tiga tingkat
kepala perwakilan diplomatik, yaitu :
1. Duta Besar (Ambassador)
2. Duta Berkuasa Penuh (Miniater Plenipotentiary)
3. Kuasa Usaha (Charge d’affaires)

19

2.3.3.1. Perangkat Perwakilan Diplomatik
Berdasarkan Konggres Wina tahun 1815 dan Konggres Aux La Chapella
1818 (Konggres Achen), perangkat diplomatik adalah:
1. Duta besar berkuasa penuh (ambassador) adalah tingkat tertinggi dalam
perwakilan diplomatik yang mempunyai kekuasaan penuh dan luar biasa.
Ambassador biasanya mewakili pribadi kepala negara dan bangsa serta
rakyatnya.
2. Duta (gerzant) adalah wakil diplomatik yang pengangkatannya lebih rendah
dari ambassador. Seorang duta dalam menyelesaikan persoalan kedua negara
harus berkonsultasi dengan pemerintahannya.
3. Menteri residen, dianggap bukan wakil pribadi negara. Ia hanya mengurus
urusan negara. Ia pada dasarnya tidak berhak mengadakan pertemuan dengan
kepala negara tempatnya bertugas.
4. Kuasa usaha (charge de affair), kuasa usaha tidak diperbantukan kepada
kepala negara. Kuasa usaha dapat dibedakan menjadi: Kuasa usaha tetap yang
menjabat sebagai kepala dari suatu perwakilan. Kuasa usaha sementara yang
melaksanakan pekerjaan dari kepala perwakilan, yaitu ketika pejabat kepala
perwakilan belum atau tidak ada di tempat.
5. Atase adalah pejabat pembantu dari duta besar berkuasa penuh. Atase terdiri
dari dua bagian, yaitu :



Atase pertahanan, biasa dijabat oleh seorang perwira TNI yang
diperbantukan kepada Deplu dengan pangkat perwira menengah dan
ditempatkan di KBRI serta diberikan kedudukan sebagai diplomat.
Tugasnya adalah memberikan nasehat di bidang militer dan pertahanan
kepada duta besar berkuasa penuh.



Atase teknis, dijabat oleh PNS tertentu yang tidak berasal dari pejabat
Deplu dan ditempatkan di KBRI untuk membantu tugas duta besar. Atase
berkuasa penuh dalam pelaksanaan tugas-tugas teknis sesuai dengan tugas
pokok dari departemennya. Misalnya atase perdagangan, atase pendidikan
dan kebudayaan, serta atase perindustrian.

20

2.3.4. Prosedur pengiriman dan penerimaan duta besar
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembukaan atau pertukaran
perwakilan diplomatik dengan Negara lain adalah sebagai berikut :
1. Harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak (mutual conceat) yang
akan mengadakan pembukaan dan pertukaran diplomatik maupun konuler.
Kesepakatan tersebut berdasar Pasal 2 Konvensi Wina 1961, dituangkan
dalam bentuk persetujuan bersama (joint agreement), dan komunikasi
bersama (joint declaration).
2. Prinsip-prinsip hukum internasional yangberlaku, yaitu setiap Negara
dapat

melakukan hubungan atau pertukaran diplomatik berdasarkan

prinsip-prinsip hubungan yang berlaku dan prinsip timbale balik
(resiprositas).
2.3.4.1. Alur pengangkatan perwakilan diplomatic
1. Kedua belah pihak saling menukar informasi akan dibuatnya
perwakilan (oleh departemen luar negeri masing-masing negara)
2. Mendapat persetujuan (demende aggregration) dari negara yang
menerima.
3. Diplomat yang akan ditempatkan, menerima surat kepercayaan
(lettre de credence) yang ditandatangani oleh kepala negara
pengirim.
4. Surat kepercayaan diserahkan kepada kepala negara penerima (lettre
de roplle) dalam suatu upacara dimana seorang diplomat tersebut
berpidato.
2.3.5. Tugas dan Fungsi Perwakilan Diplomatik
Tugas umum seorang perwakilan diplomatik mencakup hal-hal sebagai
berikut:
1. Representasi, yaitu selain untuk mewakili pemerintah negaranya, ia juga
dapat melakukan protes, mengadakan penyelidikan pertanyaan dengan
pemerintah negara penerima, ia mewakili kebijaksanaan politik pemerintah
negaranya.
2. Negosiasi, yaitu untuk mengadakan perundingan atau pembicaraan baik
dengan negara dimana ia diakreditasi maupun di negara lain

21

3. Observasi, yaitu untuk menelaah dengan teliti setiap kejadian atau peristiwa
di negara penerima yang mungkin dapat memengaruhi kepentingan
negaranya.
4. Proteksi, yaitu untuk melindungi pribadi, harta benda, dan kepentingankepentingan warga negara yang berada di luar negeri.
5. Persahabatan, yatu untuk meningkatkan hubungan persahabatan antara negara
pengirim dengan negara penerima, baik di bidang ekonomi, kebudayaan
maupun ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bagi Indonesia, sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 51 tahun
1976, tugas pokok perwakilan diplomatik adalah mewakili Negara Republik
Indonesia dalam melaksanakan hubungan diplomatik dengan negara penerima
atau organisasi internasional serta melindungi kepentingan negara dan warga
negara RI di negara penerima, sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah yang
ditetapkan dengan berdasar perundang-undangan yang berlaku.
2.3.6. Fungsi Perwakilan Diplomatik
1. Mewakili Negara RI secara keseluruhan di Negara penerima atau pada
organisasi internasional.
2. Melindungi kepentingan nasional Negara dan warganegara RI di Negara
penerima.
3. Melaksanakan usaha peningkatan hubungan persahabatan dan melaksanakan
perundingan antara Negara Republik Indonesia dengan Negara penerima dan
organisasi internasional serta memperkembangkan hubungan dibidang
ekonomi,kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
4. Melaksanakan pengamatan, penilaian dan pelaporan.
5. Menyelenggarakan bimbingan dan pengawasan terhadap warga Negara
Republik Indonesia yang berada di wilayah kerjanya.
6. Menyelenggarakan urusan pengamanan, penerangan, konsuler, protocol,
komunikasi dan persandian.
7. Melaksanakan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan
urusan rumah tangga perwakilan diplomatic.

22

2.4.

Oraganisasi Internasional
2.4.1. Definisi Organisasi Internasional
Istilah organisasi internasional mempunyai pengertian ganda. Pertama istilah

Organisasi Internasional dapat digunakan dalam arti luas, sedangkan yang kedua
digunakan dalam arti sempit. Dalam arti luas dapat digunakan untun menunjukkan
setiap organisasi yang luas lingkupnya dan cakupannya melintasi batas-batas
negara. Di sini mencakup organisasi internasional yang bersifat publik maupun
organisasi yang bersifat privat. Organisasi internasional dalam arti sempit
menunjuk pada organisasi yang bersifat publik saja.
Di dalam membicarakan organisasi internasional ini, terutama ditekankan
pada organisasi internasional publik. Namun tidak berarti bahwa organisasi
internasional privat tidak dibicarakan. Untuk organisasi internasional privat
sekurang-kurangnya akan dibicarakan pada saat membahas organ-organ pokok
PBB, dalam hal ini Dewan Ekonomi dan Sosial.
2.4.2. Definisi Menurut Tokoh Hukum
Ada banyak tokoh hukum yang memberikan pendapat tentang pengertian
organisasi internasional. Beberapa di antaranya sebagai berikut :
1. D.W. Bowett berpendapat bahwa organisasi internasional adalah organisasi
permanen (misalnya di bidang postel atau administrasi kereta api) yang
didirikan atas dasar suatu traktat yang lebih bersifat multilateral daripada
yang bersifat bilateral dan dengan kriteria tujuan tertentu.
2. N.A. Maryam Green berpendapat bahwa organisasi internasional adalah
organisasi yang dibentuk berdasarkan suatu perjanjian ketika tiga atau lebih
negara menjadi peserta.
3. Boer Mauna berpendapat bahwa organisasi internasional adalah suatu
perhimpunan negara-negara yang merdeka dan berdaulat yang bertujuan
untuk mencapai kepentingan bersama melalui organ-organ dari perhimpunan
itu sendiri.
4. J. Pariere Mandalangi berpendapat bahwa organisasi internasional adalah
organisasi yang dibentuk berdasarkan suatu perjanjian tertulis yang dilakukan
oleh sekurang-kurangnya tiga negara atau pemerintah maupun organisasiorganisasi internasional yang telah ada. Itulah beberapa pendapat tentang

23

pengertian organisasi internasional. Berdasarkan pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa organisasi internasional pada umumnya lahir berdasarkan
perjanjian internasional yang bersifat multilateral.
Organisasi internasional dapat meningkatkan hubungan internasional
antarnegara. Di dunia ini ada banyak organisasi internasional, seperti PBB
(Perserikatan Bangsa-bangsa), ASEAN, AA dll. Negara Indonesia juga menjadi
anggota PBB dan ASEAN.
indonesia

sebagai

salah

suatu

negara

juga

melakukan

hubungan

internasional, melakukan kerjasama bilateral maupun multilateral dan juga
menjadi anggota beberapa organisasi internasional seperti PBB dan ASEAN.

2.4.3. Klasifikasi Organisasi Internasional

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, penulis
mencoba untuk menarik kesimpulan mengenai Hubungan Internasional dan
Organisasi Internasional, yaitu sebagai berikut:
1) Organisasi internasional dapat meningkatkan hubungan internasional
antarnegara. Di dunia ini ada banyak organisasi internasional, seperti PBB
(Perserikatan Bangsa-bangsa), ASEAN, AA dll. Negara Indonesia juga
menjadi anggota PBB dan ASEAN.
2) indonesia sebagai salah suatu negara juga melakukan hubungan internasional,
melakukan kerjasama bilateral maupun multilateral dan juga menjadi anggota
beberapa organisasi internasional seperti PBB dan ASEAN.
3) Melakukan Hubungan Internasional dapat meningkat kerja sama antar Negara
yang satu dengan yang lainnya.
3.2. Saran
Saran-saran yang dapat diberikan oleh penulis dalam hal yang berkaitan
dengan perancangan wireless bridging point to point dengan Router TP-Link
MR3220, yaitu sebagai berikut:
1) Dalam melakukan suatu Hubungan kita harus mengetahui tentang asas – asas
yang tentang Hubungan Internasional.
2) Dalam melakukan suatu Perjanjian kita harus mengetahui tahap – tahap
Perjanjian Internasional serta berlaku, berakhir & batalnya Perjanjian
Internasional.

24

DAFTAR PUSTAKA
Aim Abdulkarim. 2012. Advanced Learning Civic Education 2 for grade
Senior High School. Bandung: Grafindo
Bambang Suteng. 2007. Pendidikan Keawganegaraan untuk SMA Kelas XI.
Jakarta: Erlangga
Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 2015. Hubungan Internasional.
http://www.wikipedia.org/wiki/Hubungan_internasional.htm
E – Learning PKN UNY. 2015. Organisasi Internasional.
http://pknh.unycommunity.com/Organisasi_internasional.htm
E – Learning PKN UNY. 2015. Perwakilan Diplomatik.
http://pknh.unycommunity.com/Perwakilan_diplomatik.htm

25