MODUL PERKULIAHAN Sosiologi Apa itu Sosi

MODUL PERKULIAHAN

Sosiologi
Apa itu Sosiologi

Fakultas

Program Studi

Psikologi

Psikologi

E-Learning

01

Kode MK

Disusun Oleh


61004

Zulfikar S.Sos.M.Si

Abstract

Kompetensi

Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan dan pengaruh
timbal balik antara aneka macam
gejala-gejala sosial, hubungan timbal
balik antara gejala sosial dengan non
sosial serta ciri-ciri umum semua jenis
gejala sosial. Sebagai ilmu sosiologi
termasuk dalam rumpun ilmu sosial
(social sciense). Sosiologi lahir dari
perenungan kritis pemikir sosial
sebagai akibat krisis multidimensi
eropa barat pada pertengahan abad

ke-19.

Mahasiswa memahami, mengenal apa
itu sosiologi, sejarah lahirnya ilmu
sosiologi dan kaitannya dengan
psikologi

Sejarah Singkat Sosiologi
Pengertian Sosiologi
Sosiologi berasal dari dua kata yaitu socious dan Logos, socious berarti berteman dan logos
berarti ilmu. Jadi dapat ditegaskan bahwa sosiologi adalah ilmu tentang kehidupan bersama
dalam arti luas. Banyak ahli yang mendefinisikan tentang sosiologi sebagai ilmu, P.J
Bouman misalnya, memberikan definisi sosiologi Adalah ilmu tentang kehidupan manusia
dalam kelompok, Franklin Henry Giddings menyatakan bahwa sosiologi merupakan Ilmu
yang menguraikan tentang gejala social dan Pitirim Sorikin mendefinisikan sebagai Ilmu
yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala
sosial, hubungan timbal balik antara gejala sosial dengan non sosial serta ciri-ciri umum
semua jenis gejala sosial.
Dari pengertian dan batasan-batasan diatas dapat ditarik pemahaman bahwa inti dari ilmu
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan orang perorangan dalam kelompok,

hubungan kelompok dengan kelompok dan dinamika perubahan yang terdapat dalam
struktur sosial.

Sebab munculnya Sosiologi
Sosiologi sebagai ilmu berkembang semenjak pertengahan abad ke-19 terutama di Eropa
Barat. Perubahan sosial dalam jangka panjang yang berdampak kekacauan telah menjadi
ancaman terhadap tatanan sosial yang mengguncang mayarakat Eropa Barat. Tatanan
sosial yang mapan telah mengalami perubahan, sehingga membangunkan para pemikir
sosial untuk melihat dan belajar memahami tentang perubahan yang tengah terjadi di
masyarakat. Hal ini terjadi hampir bersamaan di Eropa Barat terutama Inggris, Jerman dan
Perancis.
Menurut Peter L Berger, Pemikiran sosiologi berkembang manakala masyarakat
menghadapi ancaman terhadap hal yang selama ini dianggap sebagai hal yang memang
sudah seharusnya demikian, benar, nyata. Manakala hal yang selama ini menjadi pegangan
manusia mengalami krisis, maka mulailah orang melakukan renungan kritis.
Peristiwa apa saja yang oleh pemikir Eropa di akhir abad ke-18 dianggap sebagai ancaman
terhadap hal yang oleh masyarakat telah diterima sebagai kenyataan ataupun kebenaran?

201
4


2

Sosiologi Modul 1
Zulfikar S.Sos, M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Menurut Perer L Berger ialah disintegrasi kesatuan masyarakat abad pertengahan,
khususnya disintegrasi dalam agama kristen (Kamanto,2000).
Pada akhir abad ke-18 dan pertengahan abad ke-19 kehidupan masyarakat Eropa Barat
sedang mengalami berbagai krisis, baik krisis sosial, krisis politik, krisis ekonomi dan krisis
lainnya disebabkan oleh ;
a. Kekacauan akibat timbulnya revolusi industri
b. Kekacauan akibat meletusnya revolusi Perancis
c. Munculnya realitas kekuasaan baru di tangan orang beradab dan berilmu
Pendapat senada juga disampaikan oleh L Laeyendecker. Menurut Laeyendecker, kelahiran
sosiologi terkait dengan serangkain perubahan dalam jangka panjang yang melanda Eropa
Barat pada abad Pertengahan. Masyarakat Eropa Barat di abad pertengahan mengalami

perubahan akibat revolusi industri dan revolusi Perancis. Perubahan itu ia identifikasi dalam
6 bentuk yaitu;
a. Tumbuhnya kapitalisme di akhir abad ke-15
b. Perubahan di bidang sosial dan politik
c. Perubahan terkait reformasi Martin Luther
d. Meningkatnya individualisme
e. Lahirnya Ilmu pengetahuan modern
f.

Menguatnya kepercayaan kepada diri sendiri

Perintis Ilmu Sosiologi
Sebagai sebuah ilmu, sosiologi tentu memiliki akar pemikiran yang terkait dengan filsafat.
Sebuah ilmu dapat dipisahkan dari filsafat ketika ilmu tersebut telah memiliki gagasan
pemikiran sendiri berupa metodologi, pendekatan empiris dan obyek studi yang jelas.
Mereka yang pada awalnya memikirkan dan merumuskan hal ini biasanya disebut sebagai
bapak ilmu tersebut atau dalam bahasa lainnya disebut sebagai perintis. Dalam sejarah
lahirnya sosiologi, terdapat bebrapa tokoh yang terlibat dalam perdebatan konseptual
perumusan paradigma sosiologi. Dalam modul ini kita hanya menyebutkan lima orang tokoh
yang terkenal dan kontribusinya terhadap perkembangan ilmu sosiologi.

1. Auguste Comte ( 1797-1857).
Auguste Comte adalah seorang ahli filsafat Perancis, namun ia sering disebutkan
sebagai Bapak ilmu sosiologi. Pendapat ini wajar diberikan karena comte karena adalah
orang pertama yang menyebutkan perlu sebuah ilmu baru yang sebut dengan sosiologi.
Ia yang pertama kali menyebutkan istilah sosiologi.yang berasal dari kata socios dan
201
4

3

Sosiologi Modul 1
Zulfikar S.Sos, M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

logos. Walaupun pada awalnya comte menyebut fisika sosial (social fhysics), tetapi
kemudian ia lebih memilih menggunakan istilah sosiologi (Sociology).
Dalam


hal sumbangan teoritik, Comte dianggap sebagai perintis positivisme yang

mengemukakan tentang hukum kemajuan manusia. Ciri metode positif adalah bahwa
obyek yang dikaji harus berupa fakta dan kajian harus bermanfaat serta mengarah
kepada kepastian dan kecermatan (Leyendecker dalam kamanto). Comte menjelaskan
bahwa masyarakat berubah menuju keadaan yang ia sebut dengan positif dan
perubahan tersebut terjadi dengan melewati tiga tahap perubahan masyarakat, yaitu;
a. Tahap teologi
Dalam tahap ini masyarakat percaya dengan kekuatan supranatural dan agama diatas
segala-galanya.

Dunia

fisik

maupun

sosial

dipandang


sebagai

produk Tuhan

(Maliki,2003). Dalam kontek ini manusia manusia hanya ditetapkan sebagai bahagian
saja. Dalam istilah lain disebut ‘mental partisipasi’ dimana manusia hanya hidup menjadi
bahagian dan dikendalikan oleh doktrik-doktrin keagamaan tanpa ada pilihan yang lain.
b. Metafisika
Pada tahap ini personifikasi Tuhan tidak lagi menjadi sumber kekuatan fisik maupun
sosial. Manusia mencoba menggali dan membaca fenomena alam dan mencoba
melakukan abstraksi dengan menggunakan akal budinya dan diperoleh pengertianpengertian metafisis. Sehingga pada tahap ini manusia meyakini kekuatan abstrak
sebagai nilai yang dipegangnya. Namun dalam tahap ini manusia gagal menemukan
bukti dan data empiris dan tidak bisa menjadi sumber ilmu. Maka menurut Comte, tahap
metafisika ini masih mirip dengan pendekatan teologi. Karena itu Comte menyarankan
untuk keluar dari dua pendekatan ini.
c. Positif
Menurut Comte, akhirnya perkembangan masyarakat akan masuk ke tahap positivistik.
Dimana masyarakat mempercayai pengetahuan ilmiah dan manusia berkonsentrasi pada
kegiatan observasi untuk menemukan keteraturan dunia fisik dan sosial. Pada tahap ini,

perhatian manusia terhadap alam yang selalu dicoba manusia untuk dijelaskan dengan
akal budinya menemukan hukum-hukum yang dapat di kaji, ditinjau, diuji dan dibuktikan
dengan metode empirik. Dengan pendekatan ini manusia menemukan ilmu pengetahuan
baru. Dengan begitu manusiapun meninggalkan tahap teologi dan metafisika menjadi
tahap positif dimana kepercayaan manusia didasarkan pada pemikiran positivistik,
empirik, naturalistik dan meninggalkan otoritas teologis dan pengetahuan metafisis.
Comte membuka keyakinan baru bahwa dengan pemikiran empirik, rasional, dan positif

201
4

4

Sosiologi Modul 1
Zulfikar S.Sos, M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

manusia akan mampu menjelaskan realitas kehidupan, tidak secara spekulatif, melainkan

konkrit, pasti dan bahkan mutlak. (Veeger dalam maliki, 2003).
2. Karl Marx (1818-1883)
Marx berasal dari keluarga rohaniawan Yahudi. Ayahnya seorang pendeta Yahudi (rabbi),
namun kemudian ayahnya beralih menjadi penganut ajaran Protestant Martin Luther, ia
melakukannya karena alasan bisnis. Marx adalah doktor filsafat yang banyak dipengaruhi
oleh pemikiran Hegel. Pada perjalananannya, Marx lebih di kenal sebagai seorang
ideolog, dimana pemikirannya banyak menginspirasi perkembangan paham sosialisme
dan komunisme.
Teorinya yang terkenal adalah teori kelas dimana terjadi konflik antara kaum borjuis
dengan proletar. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan
sejarah perjuangan kelas. Pembagian kerja dalam masyarakat kapitalis menumbuhkan
dua kelas yang berbeda, yaitu kelas orang yang menguasai alat produksi yang disebut
dengan bourgeoisie (borjuis) yang mengeksploitasi kelas yang tidak menguasai produksi
yang ia sebut dengan kaum proletariat. Marx melihat terjadinya kemelaratan dan
keserakahan di tengah masyarakat. Ia melihat fenomena yang berbeda antara buruh
yang sengsara dan dan pemilik alat-alat produksi yang menukmati surplus akibat keringat
dan tenaga kaum buruh.
Dalam masyarakat industri, Marx melihat terjadinya tekanan struktural yang kuat
terhadap individu, memperburuk hubungan sosial dalam industri yang menyebabkan
manusia kemudian teralienasi. Tidak hanya alienasi individual tetapi juga alienasi massal

sejalan dengan sebaran mode of production yang dikendalikan oleh industri. Kaum buruh
yang ia sebut sebagai kaum proletar oleh Marx akan menyadari kondisi mereka dan
merumuskan kepentingan-kepentingan mereka, maka mereka akan bersatu dan
memberontak. Pemberontakan mereka melahirkan konflik yang disebut Marx dengan
konflik kelas. Menurut Ramalan marx, konflik itu akan dimenangkan oleh kaum proletar
yang kemudian akan mendirikan masyarakat tanpa kelas. Sistem kapitalis itu akan
dirubah dengan sistem sosialis dan pada gilirannya akan membentuk masyarakat
komunis.
Walaupun ramalan Marx tidak pernah terwujud dalam kenyataan, tetapi pemikiran marx
tentang konflik dan kelas tetap memiliki pengaruh yang besar terhadap sejumlah besar
ahli sosiologi zaman klasik maupun modern. Pemikiran Marx tentang stratifikasi sosial
dan konflik telah diarahkan pada perubahan sosial besar yang melanda eropa Barat
sebagai dampak perkembangan pembagian kerja, khususnya yang terkait dengan
kapitalisme.
201
4

5

Sosiologi Modul 1
Zulfikar S.Sos, M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

3. Emile Durkheim (1858-1917)
Durkheim

berasal dari Perancis, ia keturunan pendeta Yahudi. Ketika anak-anak ia

belajar untuk menjadi ‘Rabbi’ (pendeta yahudi), tetapi sejak usia 10 tahun ia
menolaknya. Ia orang yang kecewa dengan pendidikan agama dan kemudian beralih
mendalami logika ilmiah dan prinsip moral yang diperlukan untuk kehidupan sosial.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah ‘The Division of Labour in Society’ merupakan
upaya Durkheim untuk mengkaji suatu gejala yang sedang melanda masyarakat:
Pembagian kerja. Menurut Durkheim di bidang perekonomian seperti bidang industri
modern terjadi penggunaan mesin serta konsentrasi modal dan tenaga kerja yang
mengakibatkan pembagian kerja dalam bentuk spesialisasi dan pemisahan okupasi
yang semakin rinci. Gejala pembagian kerja tersebut dijumpai juga di bidang perniagaan
dan pertanian, bahkan tidak hanya bidang ekonomi tetapi melanda juga bidang-bidang
kehidupan lain ; hukum, politik, kesenian dan bahkan juga keluarga. Tujuan kajian
Durkheim tersebut untuk memahami pembagian kerja serta mengetahui faktor
penyebabnya. (Durkheim dalam Kamanto,2000)
Ia menjelaskan tentang pembagian kerja dalam masyarakat. Menurutnya masyarakat
memerlukan solidaritas. Ada dua tipe solidaritas dalam masyarakat yaitu solidaritas
mekanik dan solidaritas organik. Pembagian kerja pada masyarakat sedang berubah
dari masyarakat dengan solidaritas mekanik menjadi masyarakat dengan

solidaritas

organik. Menurut Durkheim, solidaritas mekanik dijumpai pada masyarakat yang masih
sederhana, masyarakat yang ia namakan ‘segmental’. Pada masyarakat seperti ini
belum terdapat pembagian kerja yang berarti; apa yang dapat dilakukan oleh
masyarakat biasa, dapat juga dilakukan oleh masyarakat yang lain. Dengan demikian,
tidak terdapat kesalingtergantungan antara kelompok yang berbeda. Masing-masing
kelompok dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan terpisah antara satu kelompok
dengan kelompok yang lain. Kesetiakawan dalam kelompok ini diikat dengan nurani
kolektif (consience collective).
Masyarakat secara perlahan berubah dari masyarakat dengan solidaritas mekanik ke
solidaritas organik. Dimana pembagian kerja dalam masyarakat mengalami differensiasi
dan spesialisasi. Masyarakat pun berubah menjadi masyarakat dengan solidaritas
organik, yaitu masyarakat yang pembagian kerjanya semakin rinci. Pada masyarakat ini
masing-masing anggota tidak lagi mampu memenuhi semua kebutuhan sendiri, ia
membutuhkan kelompok lain sehingga terjadilah kesalingtergantungan. Solidaritas
organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri antara bagian-bagian yang saling
tergantung laksana bagian organisme biologi.

201
4

6

Sosiologi Modul 1
Zulfikar S.Sos, M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

4. Max Weber (1864-1920)
Weber adalah Seorang ilmuan asal Jerman. Ia dosen ilmu hukum dari Universitas Berlin.
Diantara bukunya yang terkenal adalah The Protestant Ethic and the Spririt of
Capitalism. Ia menjelaskan hubungan etika protestan dengan semangat kapitalisme.
Dalam bukunya ini weber mengemukakan tesisnya yang terkenal mengenai keterkaitan
antara etika protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber,
muncul

dan

berkembangnya

kapitalisme

di

Eropa

Barat

bersamaan

dengan

berlangsungnya sekte kalvinisme dalam agama protestan. Argumen Weber menyatakan
bahwa ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya menjadikan dunia tempat yang
makmur, sesuatu yang hanya di dapat dengan kerja keras. Karena umat Kalvinis bekerja
keras maka ia memperoleh kemakmuran. Tetapi di sisi yang lain, menurut ajaran
kalvinisme mewajibkan hidup sederhana, seseorang dilarang untuk berfoya-foya dan
bermewah-mewah atau konsumsi yang berlebihan. Akibat ajaran kerja keras dan hidup
sederhana ini, kaum kalvinis menjadi makmur karena keuntungan yang diperoleh dari
hasil usaha tiodak mereka konsumsi, melainkan ditanamkan kembali dalam usaha
mereka. Cara inilah yang menurut Weber menjadikan kapitalisme berkembang.
(Kamanto,2000)
Salah satu sumbangan Weber terhadap konsep dasar sosiologi adalah dalam uraiannya
yang menyebutkan bahwa sosiologi

ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan

sosial. Menurut Weber sebuah tindakan sosial (verstehen) perlulah memiliki bukti yang
meliputi makna subyektif khusus para pelakunya, dan hal ini menuntut kemampuan
untuk menangkap seluruh kompleksitas makna yang dipakai pelaku untuk merumuskan
alasan-alasan untuk bertindak dengan cara yang ia lakukan. Pemahaman ini tidak bisa
dilakukan tanpa mengetahui simbol-simbol yang di pakai pelaku untuk menggambarkan
tingkah lakunya sendiri. Menurut Weber hal itu menjadi sebuah keharusan, karena
tindakan sosial yang dimaksud Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata
diarahkan kepada orang lain, juga dapat berupa tindakan yang bersifat ’membatin’ atau
bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu
(Zainuddin, 2003).
5. Ibnu Khaldun (1332 M)
Sebelum ilmuan sosial memperdebatkan tentang ilmu sosiologi pada pertengahan abad
ke-19, lima abad sebelumnnya Ibnu Khaldun sudah mulai mengkaji dan meneliti tentang
sosiologi. Namun Ia tidak pernah menyebut istilah sosiologi. Dalam pandangan Ibnu
Khaldun kajian tentang masyarakat masih menyatu dengan kajian filsafat. Oleh karena
itu Ibnu Khaldun lebih disebut sebagai ahli filsafat. Akan tetapi Ibnu Khaldun telah
membahas tentang pembahasan sosiologi dalam buku-bukunya.
201
4

7

Sosiologi Modul 1
Zulfikar S.Sos, M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Salah satu buku Ibnu Khaldun yang terkenal adalah buku ‘Mukaddimah’. Dalam buku ini,
Ibnu Khaldun banyak mengupas tentang Ilmu sejarah, politik dan sosiologi. Ia juga
menjelaskan tentang perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat luas. Dalam
konteks sosiologi, sumbangan Ibnu Khaldun adalah ia berhasil menghubungkan antara
sosiologi dengan sejarah. Begitu juga kajiannya terhadap masyarakat primitif dan
nomaden. (Ritzer, 2004)

Paradigma Ilmu Sosial
Paradigma adalah gambaran fundamental mengenai subyek ilmu pengetahuan. Ia
memberikan batasan mengenai apa yang harus dikaji, pertanyaan yang harus di ajukan,
bagaimana harus dijawab dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam memahami jawaban
yang diperoleh, ia memilah masyarakat ilmu pengetahuan yang satu dengan masyarakat
ilmu pengetahuan yang lain (George Ritzer).
Menurut George Ritzer, ada Tiga paradigma ilmu sosial yang mendominasi Sosiologi. Tiga
paradiogma itu adalah fakta sosial, paradigma definisi sosialdan paradigma konflik. (george
Ritzer)
1. Paradigma Fakta Sosial
a. Gambaran masalah pokok, teoritisi fakta sosial memusatkan perhatian pada apa
yang disebut Durkheim sebagai fakta sosial atau struktur sosial dan institusi sosial
dalam skala luas. Mereka yang menganut paradigma ini tak hanya memusatkan
pada fenomena fakta sosial tetapi juga pada pengaruhnya terhadap pikiran dan
tindakan individu.
b. Eksemplar, Model yang digunakan adalah teori fakta sosial dalam karya Durkheim
Paradigma ini mencakup sejumlah perspektif teoritis struktural fungsional dan konflik.
c. Metode, Penganut paradigma ini lebih besar kemungkinannya menggunkan metode
interview-kuesioner

dan

metode perbandingan

sejarah

ketimbang

penganut

paradigma lain.
d. Teori. Para teoritisi struktural fungsional cenderung melihat fakta sosial sama
kerapian antar hubungan dan keteraturannya dengan yang dipertahankan oleh
konsensus umum. Para teoritisi konflik cenderung menekankan kekacauan antara
fakta sosial dan gagasan mengenai keteraturan dipertahankan melalui kekuatan
yang memaksa dalam masyarakat.
2. Paradigma definisi sosial.

201
4

8

Sosiologi Modul 1
Zulfikar S.Sos, M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

a. Gambaran masalah pokok, Karya weber membantu menimbulkan minat di kalangan
penganut paradigma ini dalam mempelajari cara aktor mendefinisikan situasi sosial
merekadan dalam mempelajari pengaruh definisi situasi sosial ini terhadap tindakan
dan integrasi berikutnya.
b. Eksemplar, model yang menyatukan penganut paradigma ini adalah karya Max
Weber tentang tindakan sosial.
c. Metode.Penganut paradigma ini sangat besar kemungkinan menggunakan metode
observasi, meskipun sangat memungkinkan menggunakan metode interviewkuesioner.
d. Teori, Ada sejumlah besar teori yang dapat dimasukkan ke dalam paradigma ini; teori
tindakan,

interaksionisme

simbolik,

fenomenologi,

etnometodologi

dan

eksistensialisme.
3. Paradigma Perilaku sosial
a. Gambaran masalah pokok, Menurut penganut paradigma ini masalah pokok
sosiologi adalah perilaku individu yang tak dipikirkan. Perhatian utamanya tertuju
pada reward (hadiah) yang menimbulkan perilaku yang diinginkan dan punishments
(hukuman) yang mencegah perilaku yang tidak diinginkan.
b. Eksemplar. Model bagi penganut paradigma ini adalah karya psikolog B.F Skinner.
c. Metode, metosde khusus paradigma ini adalah eksperimen
d. Teori. Ada pendekatan teoritis dalam sosiologi yang dapat dimasukkan ke dalam
judul “Behaviorisme Sosial”. Pertama adalah sosiologi behavioral yang berkaitan erat
dengan psikologi behaviorisme. Kedua yang lebih penting adalah teori pertukaran.

Kaitan sosiologi dengan ilmu lainnya.
Sosiologi masuk dalam rumpun ilmu Sosial

(social science), karena ia mempelajari

fenomena-fenomena sosial dari kehidupan manusia yang berwujud hubungan antar
manusia dalam golongan. Adapun ilmu-ilmu yang tergolong dalam ilmu sosial adalah politik,
ekonomi, psikologi, hukum, antropologi, sejarah, sosiologi dan lain-lain. Dalam membedakan
sosiologi sebagai suatu ilmu dengan ilmu-ilmu sosial lain dapat dijelas dengan melihat obyek
dan fokus kajian ilmu tersebut.
Ilmu politik menjadikan kekuasaan sebagai obyek sekaligus fokus kajiannya. Ini terkait
dengan bagaimana kekuasaan di dapat, sistem pengaturan kekuasaan, keseimbangan
kekuasaan, demokrasi, parlemen, pemilu dan sebagainya.

Antropologi menjadikan

kebudayaan dan sejarah asal usul kebudayaan tersebut sebagai fokus kajian. Ilmu Ekonomi
menjadikan proses produksi, distribusi dan konsumsi sebagai obyek dan fokus kajiannya.
201
4

9

Sosiologi Modul 1
Zulfikar S.Sos, M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Hal ini terkait dengan bagaimana cara-cara manusia memproduksi barang dan jasa, usahausaha mendistribusikannya dan bagaimana konsumsi produk barang dan jasa tersebut.
Begitu juga dengan ilmu hukum yang fokus perhatian pada usaha-usaha penertiban,
penegakan hukum dan pemberian sanksi. Ilmu Psikologi sosial mengkaji tentang perilaku
masyarakat dan lain-lain.

Kaitan Sosiologi dengan Psikologi
Fokus perhatiannya Ilmu psikologi adalah pada individu, tingkah laku, kecerdasan dan
kesanggupan akal menangkap hal-hal yang bermanfaat untuk dirinya, motivasi, harapan,
ingatan dan reaksi gangguan pada jiwa dll. Sementara sosiologi juga memperhatikan
tentang individu, segala tingkah laku dalam hubungan kemasyarakatan. Manusia yang
dimaksud adalah manusia normal yang dapat menggerakan struktur sosial yang diterima
oleh masyarakat. Menimbulkan perubahan dalam masyarakat baik akibat konflik atau
kooperasi.
Antara psikologi dan sosiolog obyek kajiannya sama-sama manusia, tetapi ilmu sosiologi
perhatian diutamakan bentuk hidup bermasyarakat, struktur dan fungsi dari kelompok
terkecil hingga yang terbesar, interaksi antara orang perorang, orang dengan kelompok,
kelompok dengan kelompok dan perilaku sosial. Psikologi lebih mementingkan perilaku
manusia sebagai manifestasi hidup kejiwaan, yang didorong oleh motif tertentu, hingga
manusia itu berprilaku atau berbuat. Oleh karena itu kajian sosiologi lebih pada aspek
kejiwaan manusia.

Manfaat belajar Sosiologi dalam pembahasan Psikologi
Setiap ilmu memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Antara yang satu dengan
yang ,lain bisa membentuk hubungan kesaling-tergantungan. Oleh karena itu, tanpa
memahami ilmu dalam berbagai perspektif, maka pembahasan sebuah iilmu menjadi tidak
mendalam. Pembahasan sosiologi dalam pendalaman suatu ilmu, akan membuat kajian
terhadap ilmu tersebut akan semakin kaya perspektifnya. Nah, begitu juga dengan ilmu
psikologi, salah satu manfaatnya mempelajari sosiologi dalam rangka pembahasan dalam
ilmu psikologi adalah untuk menambah khazanah dan perspektif serta pemahaman yang
lebih luas terhadap komplesitas studi tentang manusia. Sehingga nantinya kajian psikologi
diharapkan lebih mendalam.

201
4

10

Sosiologi Modul 1
Zulfikar S.Sos, M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Daftar Pustaka
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi: Suatu Pengantar: Jakarta: Rajawali Pers
Maliki, Zainuddin, 2003, Narasi Agung; tiga teori hegemonik, Surabaya, Lembaga
Pengkajian agama dan Masyarakat (LPAM)
Sunarto, kamanto, 2000, Pengantar Sosiologi, Jakarta, fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Ritzer, George, Modern Sociological Theory, Jakarta, Prenada Media, Terjemahan
Alimandan.
Kartasapoetra, G, dan Widyaningsih, G,R, Teori sosiologi, Bandung, Armico

201
4

11

Sosiologi Modul 1
Zulfikar S.Sos, M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id