OPTIMALISASI KESADARAN BELA NEGARA mahasisw

OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN KESADARAN BELA NEGARA GUNA
MENCEGAH DISINTEGRASI BANGSA
DALAM RANGKA TERWUJUDNYA HANNEG

BAB I
PENDAHULUAN

1.

Umum.
a.

Sejarah mencatat bahwa NKRI yang diproklamirkan pada tanggal 17

Agustus 19451 Bangsa Indonesia sejak berabad-abad dengan gigih telah
berjuang untuk menghapuskan penjajahan dari Bumi Pertiwi, dalam perjalanan
selanjutnya ternyata telah mengalami berbagai ancaman, gangguan, hambatan
dan tantangan berat yang bersumber dari dalam maupun luar negeri atau
gabungan dari kedua-duanya yang dapat menghancurkan identitas, integritas dan
eksistensi bangsa. Hakekat pertahanan negara merupakan segala upaya
pertahanan yang bersifat semesta dimana penyelenggaraannya didasarkan pada

kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan akan
kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara
Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Sistem Pertahanan Negara yang
dinyatakan dalam UUD Negara RI tahun 1945 pasal 30 dan UU RI No 3 tahun
2002 tentang pertahanan negara, pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa adalah
sistem pertahanan yang bersifat semesta, yang melibatkan seluruh warga
negara, wilayah dan seluruh sumber daya nasional lainnya serta dipersiapkan
secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu dan
berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara dan menjaga keselamatan
segenap bangsa dari segala ancaman.
b.

Ancaman disintegrasi bangsa sekarang ini sudah berkembang sedemikian

kuat. Hal ini ditandai dengan berbagai konflik yang muncul di beberapa daerah
seperti Poso, Maluku, Papua dan konflik-konflik sosial lainnya yang awalnya
karena faktor psikologis ketidakadilan ekonomi dibungkus menjadi disharmoni
SARA.

Demikian


juga

dengan

diberlakukannya

otonomi

daerah

dan

perkembangan demokratisasi yang belum matang cenderung menumbuhkan
1 Sejarah Perjuangan Bangsa

2
sikap fanatisme kedaerahan sempit dan mengarah pada sikap kolektif yang tidak
produktif untuk memenuhi kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan tertentu
yang pada akhirnya menimbulkan konflik sosial bernuansa SARA. Di samping itu

tuntutan

pemekaran

wilayah

menjadi

trend

baru

di

daerah

tanpa

mempertimbangkan kemampuan daerah tersebut sehingga muncul konflik vertikal
antara daerah dan pusat. Kondisi nyata ini tentunya menjadi ancaman yang

kompleks bagi terciptanya integrasi bangsa ditambah lagi dengan pengaruh
lingkungan global dan regional yang mampu mengubah dan menggeser tata nilai
dan tata laku sosial budaya masyarakat Indonesia. dari berbagai macam konflik di
atas, hal tersebut dipengaruhi juga oleh menurunnya rasa nasionalisme yang ada
di dalam masyarakat sehingga semakin memperberat usaha-usaha pemerintah
dalam rangka menumbuhkan kesadaran bela negara. Belum terwujudnya peranti
lunak, peraturan dan perundang-undangan yang mengatur pemberdayaan
potensi nasional untuk kepentingan komponen cadangan dan komponen
pendukung pertahanan negara, belum optimalnya sistem penyelenggaraan yang
mengatur organisasi, pengawakan (SDM), pola pembinaan, sarana dan
prasarana

dalam

pembinaan

dan

pelatihan


bela

negara

serta

belum

terdukungnya anggaran yang diperlukan untuk pembinaan bela negara
menyebabkan penyelenggaraan kesadaran bela negara terhambat.
c.

Guna mencegah timbulnya disintegrasi bangsa yang dapat menghambat

terwujudnya pertahanan negara yang kokoh maka diperlukan suatu upaya
peningkatan

penyelenggaraan

kesadaran


bela

negara

yang

terintegrasi,

terorganisir, terencana secara sistematis dan terukur guna mencegah disintegrasi
bangsa sehingga terwujudnya pertahanan negara.

2.

Maksud dan Tujuan.
a.

Maksud.

Penulisan naskah ini dimaksudkan untuk memberikan


gambaran tentang optimalisasi penyelenggaraan kesadaran bela negara guna
mencegah disintegrasi bangsa dalam rangka terwujudnya Hanneg.
b.

Tujuan.

Penulisan naskah ini bertujuan untuk memberikan masukan

dan sumbangan pemikiran kepada pimpinan dalam mengambil kebijakan tentang
optimalisasi

penyelenggaraan

kesadaran

bela

negara


disintegrasi bangsa dalam rangka terwujudnya Hanneg.

guna

mencegah

3
3.

Ruang Lingkup dan Sistematika.
a.

Ruang Lingkup.

Ruang lingkup pembahasan naskah ini dibatasi pada

penyelenggaraan bela negara guna mencegah disintegrasi bangsa dalam rangka
terwujudnya Hanneg.
b.


Sistematika.

Sistematika penyusunan naskah ini adalah sebagai

berikut :
1)

Bab I Pendahuluan.

2)

Bab II Landasan Pemikiran.

3)

Bab III Kondisi Penyelenggaraan Kesadaran Bela Negara Saat Ini,

Implikasi Penyelenggaraan Kesadaran Bela Negara Terhadap Disintegrasi
Bangsa Dan Implikasi Disintegrasi Bangsa Terhadap Terwujudnya Hanneg
Serta Permasalahannya.

4)

Bab IV Pengaruh Perkembangan Lingkungan Strategis.

5)

Bab V Kondisi Penyelenggaraan Kesadaran Bela Negara Yang

Diharapkan Dan Dapat Mencegah Disintegrasi Bangsa Dan Terwujudnya
Hanneg
6)

Bab VI Optimalisasi Penyelenggaraan Kesadaran Bela Negara Yang

Mampu Mencegah Disintegrasi Bangsa dan Terwujudnya Hanneg.
7)

4.

Bab VII Penutup.


Pendekatan dan Metode.
a.

Metode.

Penulisan

naskah

ini

menggunakan

metode

deskriptif

analisis yaitu suatu metode penelitian yang menggambarkan semua data atau
keadaan subjek atau objek penelitian kemudian dianalisa berdasarkan kenyataan
yang sedang berlangsung saat ini dan selanjutnya mencoba untuk memberikan
pemecahan masalahnya.
b.

Pendekatan.

Penulisan

naskah

ini

menggunakan

pendekatan

kualitatif dengan analisis yang meliputi pengumpulan, verifikasi, dan penyajian
data serta penarikan kesimpulan.

4
5.

Pengertian-Pengertian.2
a.

Pertahanan Negara.

Adalah segala upaya dan kegiatan yang

dilakukan oleh setiap warga Negara untuk membela, menjaga, melindungi dan
mempertahankan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah dan segenap bangsa
(bukan hanya tanggung jawab komponen utama atau TNI).
b.

Sistem Pertahanan Negara.

Adalah keseluruhan upaya pertahanan

yang bersifat semesta dengan melibatkan seluruh warga Negara, wilayah dan
sumber daya Nasional lainnya dan disiapkan secara dini oleh Pemerintah dan
diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan berlanjut untuk menegakkan
kedaulatan Negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari
segala ancaman.
c.

Komponen Utama.

Adalah Komponen Kekuatan Utama pertahanan

negara terdiri dari TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara
termasuk seluruh peralatannya sebagai bala kekuatan nyata yang siap digunakan
untuk menghadapi ancaman bersenjata.
d.

Komponen Cadangan.

disiapkan

untuk

dikerahkan

Adalah sumber daya nasional yang telah
melalui

mobilisasi

guna

memperbesar

dan

memperkuat kekuatan serta kemampuan komponen utama.
e.

Komponen Pendukung. Adalah sumber daya nasional yang dapat

digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama
serta komponen cadangan.
f.

Bela Negara.

Adalah tekad dan tindakan warga negara yang teratur,

menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi kecintaan kepada tanah air,
kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia serta keyakinan akan Pancasila
sebagai ideologi negara dan kerelaan berkorban guna meniadakan setiap
ancaman, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang membahayakan
kedaulatan Negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
keselamatan segenap bangsa.
g.

Disintegrasi.

Adalah sebuah kondisi berupa terpecahnya

sebuah negara menjadi beberapa wilayah, di mana masing-masing wilayah
membentuk kedaulatan sendiri-sendiri yang satu sama lain saling terpisah.

2 http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=pertahanan negara.

5

6
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN

6.

Umum.

Terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah

pemberian atau hadiah dari para penguasa sebelumnya, namun melalui sejarah
perjuangan yang panjang dalam memperjuangkan, membela dan mempertahankan
suatu negara, bangsa yang merdeka dan berdaulat. Perjuangan bangsa Indonesia
membuktikan bahwa bangsa Indonesia dalam membela dan memperjuangkan
kemerdekaan didasarkan pada semangat perjuangan seluruh rakyat yang tertindas oleh
ulah penjajah, dan didorong oleh rasa senasib sepenanggungan sehingga melahirkan
keberanian untuk rela mengorbankan apa yang dimiliki untuk sebuah kemerdekaan.
Melihat kenyataan tersebut maka keterpaduan dan kebersamaan seluruh rakyat dalam
penyelenggaraan pertahanan negara merupakan sebuah kekuatan yang ampuh dan
dapat diandalkan, telah teruji keberhasilannya dalam mendirikan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Berkaitan dengan kewajiban bela negara telah terjadi perubahan
pemahaman dan bahkan prilaku masyarakat yang tercermin dalam wujud prilaku yang
cenderung senang melakukan kerusuhan dan kekerasan yang dapat mengancam
kredibilitas negara, serta dapat meruntuhkan kekuatan pertahanan negara. Kurangnya
tanggung jawab dan partisipasi masyarakat terhadap keamanan maupun pertahanan
negara adalah indikasi menurunnya partisipasi masyarakat dalam hal bela negara. Guna
mencegah timbulnya disintegrasi bangsa yang dapat menghambat terwujudnya
pertahanan negara yang kokoh akibat menurunnya semangat bela negara, dalam
pembahasan tulisan ini diperlukan landasan pemikiran antara lain, landasan historis,
landasan filosofis dan landasan teori.

7.

Landasan Historis.

Perjalanan

panjang

sejarah

perjuangan

bangsa

Indonesia telah melahirkan nilai-nilai perjuangan sejalan dengan citranya sebagai
bangsa pejuang, dimana sejarah nasional tidak lain merupakan pencerminan sejarah
perjuangan para pendahulu pada masa lalu. Semangat kejuangan yang merupakan
cerminan kesadaran bela negara sesuai dinamika perjalanan kehidupan bangsa
Indonesia. Pada masa kemerdekaan sebagai perubahan mendasar telah

muncul,

dimana situasi dan kondisi serta tantangan yang dihadapi mencakup keseluruhan
bidang kehidupan nasional sebagai akibat perjuangan untuk mengisi kemerdekaan. Hal

7
ini merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen bangsa demi tercapainya
cita-cita bangsa Indonesia yang dilandasi dengan kesadaran bela Negara dalam rangka
mempertahankan keutuhan wilayah NKRI.
a.

Sumpah Pemuda 1928.

Para

pelajar

dan

mahasiswa

dari

beberapa organisasi mulai bergabung dalam satu wadah bersama, yaitu
Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang didirikan pada tahun 1926,
anggotanya terbanyak berasal dari mahasiswa fakultas hukum, teknik, dan
kedokteran di Bandung dan Jakarta. Untuk merealisasikan semangat persatuan
dalam wadah nasionalisme itu, mereka menyelenggarakan Kongres Pemuda I
pada Mei tahun 1926.

tujuan kongres adalah membentuk badan sentral,

memajukan paham persatuan kebangsaan, dan mempererat hubungan diantara
semua perkumpulan pemuda kebangsaan. Pada 28 Oktober 1928 dilaksanakan
Kongres Pemuda II. Dalam rapat ini disetujui usul resolusi yang yang dirancang
oleh M. Yamin, yakni Sumpah Pemuda yang berisi satu bangsa, satu nusa dan
satu bahasa Indonesia.

Kongres berhasil menetapkan ikrar atau sumpah

pemuda yang selanjutnya menjadi landasan

perjuangan untuk mencapai

Indonesia merdeka. Dan pada malam penutupan Kongres, untuk pertama kali
diperdengarkan lagu Indonesia Raya oleh penggubahnya W.R. Supratman.
b.

Proklamasi Kemerdekaan.

Kewajiban setiap warga negara yang

dituntut oleh akibat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
telah dibuktikan oleh rakyat dan terutama oleh pemuda-pemuda yang dengan
serentak tergugah kembali jiwa keprajuritannya secara berbondong-bondong
menggabungkan diri dalam barisan-barisan perjuangan bersenjata.

Hal ini

menunjukan bahwa kesadaran rakyat Indonesia sudah tinggi dan sekaligus
menjadi bukti bahwa rakyat selalu siap dan rela berjuang demi cita-cita dan
kemerdekaan kehidupan bangsa.

8.

Landasan Filosofis.
a.

Landasan Idiil.

Pancasila sebagai landasan Idiil dan sebagai dasar

falsafah negara, memiliki isi dan pengertian yang umum abstrak atau umum
universal. Bangsa Indonesia dengan kemajemukanya telah memilih Pancasila
yang mengandung kristalisasi nilai-nilai bangsa, juga menjadi pedoman hidup dan
penuntun cita-cita bangsa Indonesia ke arah masyarakat yang adil dan makmur.
Sebagai bangsa Indonesia yang mencintai tanah airnya dalam mewujudkan

8
keutuhan wilayah NKRI, maka diperlukan jiwa nasionalisme dan semangat cinta
tanah air dari seluruh komponen bangsa. TNI sebagai penyelenggara pembinaan
dan pelatihan bela negara harus mampu menampilkan diri sebagai insan yang
Pancasilais terutama dalam sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia sehingga
persatuan dan kesatuan bangsa dapat terwujud di seluruh wilayah Indonesia.
Kekuatan bangsa terletak pada keyakinan akan kebenaran Pancasila yang selalu
dipertahankan dan telah pula teruji akan kesaktiannya, sedangkan kelemahan
bangsa justru terletak pada belum dihayatinya serta belum diamalkannya
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, guna mengoptimalisasikan penyelenggaraan kesadaran bela negara,
harus senantiasa berpedoman kepada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam
Pancasila.
b.

Landasan Konstitusional.

UUD

1945

sebagai

landasan

konstitusional bangsa Indonesia, dimana dalam Pembukaan UUD 1945 alinea
kedua tertuang cita-cita, yaitu terwujudnya negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Sedangkan tujuan nasional yang tertuang
dalam alinea yang keempat menyebutkan bahwa negara melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum
serta ikut melaksanakan ketertiban dunia 3. Dari cita-cita dan tujuan nasional
bangsa Indonesia tersebut untuk mewujudkan rakyat yang bersatu, diperlukan
jiwa nasionalisme yang tinggi dan semangat cinta tanah air serta adanya
kesadaran berbangsa dan bernegara. Untuk memegang teguh berlakunya UUD
1945, hal ini tercermin dalam pasal 30 UUD 1945 tentang bela negara, dimana
setiap warga negara bertanggung jawab atas kedaulatan dan keselamatan
negara, sehingga pertahanan negara bukan hanya tugas TNI melainkan
kewajiban seluruh lapisan masyarakat sebagai bagian dari komponen cadangan
dan komponen pendukung. Oleh karena itu, guna mengoptimalisasikan
penyelenggaraan kesadaran bela negara, harus senantiasa berpedoman kepada
kaidah-kaidah yang tertuang dalam UUD 1945.
c.

Landasan Konseptional.
1)

Wawasan Nusantara.

Wawasan Nusantara sebagai landasan

visional merupakan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan
lingkungannya dalam wujud yang berwawasan nusantara dan dalam
3 Buku Himpunan Perundang-undangan yang terkait Hanneg, Biro Hukum, 2004, hal 1.

9
pemikirannya untuk mencapai tujuan nasional berdasarkan falsafah
Pancasila dan UUD 19454. Sehingga dalam penyelenggaraan bela negara
harus senantiasa mengutamakan persatuan dan kesatuan dalam setiap
aspek kehidupan. Sebagai negara kepulauan dengan kebhinekaan
masyarakatnya, senantiasa menempatkan wawasan nusantara sebagai
wawasan

nasional.

Wawasan

ini

dimaksudkan

untuk

menjamin

kelangsungan hidup, keutuhan wilayah dan jati diri bangsa sehingga
terhindar dari disintegrasi bangsa. Demikian pula dengan pembangunan
bidang pertahanan dan keamanan negara, juga harus ditujukan guna
mewujudkan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan Hankam, dalam
arti bahwa ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara, serta tiap-tiap
warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka
pembelaan negara dan bangsa. Oleh karena itu penyelenggaraan
kesadaran bela negara merupakan salah satu implementasi wawasan
nusantara dalam rangka mewujudkan satu kesatuan yang bulat dan utuh
demi tetap terjaganya keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia
2)

Ketahanan Nasional.

Ketahanan Nasional sebagai landasan

konsepsional adalah Kondisi dinamis suatu bangsa berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional didalam menghadapi setiap ancaman, baik yang datang dari luar
maupun yang datang dari dalam negeri terhadap kelangsungan hidup
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia 5.

Dengan demikian

bahwa ketahanan nasional mengandung arti kemampuan, ketangguhan,
keuletan, ketabahan, kesadaran dan ketangguhan dalam menghadapi,
menahan serta menanggulangi segala bentuk ancaman baik yang datang
dari luar maupun dari dalam negeri.

Kemampuan dan ketahanan serta

keuletan tersebut harus tumbuh dari kesadaran seluruh warga negara
sebagai

mana

yang

disebutkan

dalam

pasal

30

UUD

1945.

Penyelenggaraan ketahanan nasional menggunakan asas kesejahteraan
dan keamanan yang senantiasa terdapat pada setiap aspek dalam
kehidupan nasional dengan berorientasi pada lingkungan serta mawas
kedalam berdasarkan sikap mental percaya pada diri sendiri.
4 Peraturan Menhan No:Per/23/M/XII/2007 tentang Doktrin Pertahanan Negara, hal 13.
5 Pendidikan Kewarganegaraan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hal 106.

10
d.

Landasan Operasional.
1)

UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pasal 1 ayat (2)

disebutkan bahwa sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan
yang bersifat semesta dengan melibatkan seluruh warga negara, wilayah
dan sumber daya nasional lainnya serta dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan
berlanjut, untuk menegakkan kedaulatan negara keutuhan wilayah dan
keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman 6. Selanjutnya dalam
Pasal 9 ayat (1) disebutkan “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan
pertahanan negara”.
2)

UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Pasal 1 ayat 6 menjelaskan

bahwa sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat
semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumberdaya
nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan
diselenggarakan secara total, terpadu terarah, berkesinambungan dan
berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara mempertahankan
keutuhan wilayah NKRI dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari
setiap ancaman, pasal 7 menyatakan tugas TNI melaksanakan operasi
militer untuk perang dan operasi militer selain perang diantaranya adalah
memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara
dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta.

9.

Landasan Teori.
a.

Teori Kesisteman.

Shrode dan Voich Jr (Winardi, 2005); Emile

Durkheim (Johnson, 1986) menjelaskan bahwa dalam melihat sesuatu haruslah
dipandang sebagai satu kesatuan dan saling hubungan satu dengan

bagian

lainnya.
b.

Teori Perubahan Sosial Budaya. Alvin Toefler ( Anshori, 2000); Eisentandt

( Faisal dan Yasik, 1985) menjelaskan bahwa manusia dikuasai oleh perubahan
dan gelombang perubahan tersebut dikuasai oleh tingkat teknologi yang
menghadirkan konsekwensi sosial budaya masing-masing.
6 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002.

11
c.

Teori Integralistik oleh Spinoza, Adam Muller (abad 18 dan 19)

Menjelaskan negara adalah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau
golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai
persatuan.

10.

Tinjauan Pustaka.
a.

Chester W. Harris dalam

Encyclopedia of Educational Research

menyatakan “In one sense citizenship education is concerned with the rights and
duties of the good citizen in a democratic society. This narrow definition of
citizenship emphasizes the political connotations of citizenship. In a larger sense,
citizenship education is concerned with the moral, ethical, social and economic
aspects of life as well as the political. The trend in definition has been toward this
larger meaning of citizenship”. (1960 : 207). Dari uraian tersebut di atas jelaslah
bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dalam arti sempit sama dengan Civics,
yaitu berkaitan dengan masalah politik, sedangkan dalam arti luas, meliputi
masalah moral, etika, serta aspek sosial ekonomi sebagaimana juga politik.
b.

Donald W. Robinson dalam bukunya Promising Practices in Civic

Education mengatakan : “ Civic Education is a process comprising all the positive
influnces which are intended to shape a citizen ‘s view of his in society. Civic
Education is, therefore, far more than a course of study. It comes partly from
formal schooling, partly from parental influence, and partly from learning outside
the classroom and the home. Through civic education our youth are helped to
gain an understanding of our national ideals, the common good and the process “.
More than ever before, civic education today seeks to create citizens who are
informed, analytic, commited to democratic values, and actively involved in
society. Because civic education is a living process rather than a set of immutable
beliefs to be transmitted to youth, it accomplishes its objectives by responding
creatively to changing conditions.

( 1967 : 10-12). Dari uraian tersebut

jelaslah bahwa ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan sangat luas, karena
mencakup berbagai pengaruh positif yang berasal dari pendidikan formal di
sekolah, pendidikan orang tua di rumah serta pendidikan yang diperoleh melalui
belajar di luar kelas maupun di luar rumah (masyarakat). Di samping itu,
pendidikan kewarganegaraan berupaya mengembangkan warga negara yang

12
analitis, menghargai akan nilai-nilai demokratis serta aktif dalam kegiatan di
masyarakat.
c.

Pandangan John J. Cogan berikut : “There is one point which needs

clarification before we proceed further. The question is often raised regarding the
difference, if any, between “civic” and “citizenship” education. In the United States
these terms are generally used by educators interchangeably. However, I believe
that there is a distinction to be made although both elements are equally
important in one’s overall civic learning experience and preparation for life in a
democracy”.
( 1999 : 4).
Selanjutnya Cogan menyatakan :“ Citizenship education, or ‘education for
citizenship’ as I prefer to say, is the more inclusive term and encompasses both
these in-school experiences as well as out-of-school or ‘non-formal/informal’
learning which takes place in the family, the religious organization, community
organizations, the media, etc. which help to shape the totality of the citizen. It
focuses upon what the American educator, John Dewey, called an ‘associationist’
concept of education” (1999 : 4)
Pandangan tersebut menjadi salah satu alasan membentuk organisasi
Pusat

Pendidikan Warganegara (Citizenship Education Center),

karena

menyangkut kepada kepentingan masyarakat. Berbeda dengan ‘Civic Education’
yang dikembangkan di tingkat persekolahan, maka Citizenship Education atau
“Education for Citizenship’ merupakan istilah yang lebih inklusif dan mencakup
kedua pengalaman di dalam sekolah maupun di luar sekolah atau belajar
formal/informal yang terjadi di lingkungan keluarga, organisasi keagamaan,
organisasi masyarakat, media dan lain-lain yang membantu membentuk totalitas
warga negara.
d.

Menurut Thomas Hobbes (1588-1679), manusia pada dasarnya bersikap

seperti srigala terhadap manusia lain : homo homini lupus. Keadaan alamiah ini
nicaya menimbulkan “bellum omnium contra omnes, perang semua lawan semua.
Kondisi alamiah ini mendorong individu-individu mengambil tindakan bersama
mendirikan negara. Dalam kehidupan nyata sikap srigala juga muncul dari
negara, terbukti terjadinya kolonialisme dan hegemoni suatu negara terhadap
negara lain, dan hal itu juga dialami oleh bangsa Indonesia yang dijajah kurang

13
lebih selama 350 tahun dan baru memperoleh kemerdekaannya pada tanggal 17
Agustus

1945.

Dalam perkembangan selanjutnya muncul pula adagium “si vis pacem
parabellum”, siaplah perang jika anda mau damai. Konsep ini pun mendorong
negara membangun angkatan perangnya dan membangun sistem pertahanan
total atau pertahanan semesta.
e.

Dalam

buku

Pemberdayaan

Sumberdaya

Manusia

untuk

Penyelenggaraan Bela Negara yang ditulis Sayidiman Suryohadiprojo (2002),
menyatakan

bahwa

usaha

penyelenggaraan

bela

negara

yang

bersifat

menyeluruh tersebut harus dilakukan bersama oleh seluruh bangsa, oleh
Pemerintah dan Swasta. Seluruh masyarakat harus menyadari pentingnya usaha
itu untuk kepentingan kita masing-masing secara individual maupun secara
bersama sebagai bangsa. Sebab kalau kita tidak berbuat ke arah itu tidak
mustahil kita akan lenyap sebagai bangsa atau hanya dalam nama saja ada
Republik Indonesia tetapi dalam kenyataan sudah kehilangan kemerdekaan dan
kemandiriannya karena tidak ada daya tahan dan daya saing yang memadai
terhadap bangsa-bangsa lain.
f.

Dalam buku Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan karangan

penulis Prof. Dr. Abdul Azis Wahab (2000) mengemukakan pilar demokrasi
Indonesia yang harus menjadi prinsip utama pengembangan Pendidikan
Kewarganegaraan antara lain konstitusionalisme, Keimanan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, kewarganegaraan yang cerdas dan kedaulatan rakyat.

BAB III

14
KONDISI PENYELENGGARAAN KESADARAN BELA NEGARA SAAT INI, IMPLIKASI
PENYELENGGARAAN KESADARAN BELA NEGARA TERHADAP DISINTEGRASI
BANGSA DAN IMPLIKASI DISINTEGRASI BANGSA TERHADAP TERWUJUDNYA
HANNEG SERTA PERMASALAHANNYA

11.

Umum.

Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun

dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi
setiap ancaman dengan melibatkan warga negara sebagai komponen cadangan dan
pendukung.7)

Keterlibatan warga negara sebagai komponen cadangan dipersiapkan

untuk memperkuat dan memperbesar komponen utama, dan sebagai komponen
pendukung secara langsung atau tidak langsung digunakan untuk meningkatkan
kekuatan dan kemampuan komponen utama dan cadangan. 8) Sebagai penerus
perjuangan bangsa masyarakat Indonesia dituntut untuk memiliki kesadaran bela negara
yang dicerminkan dalam bentuk kecintaan terhadap tanah air, kesadaran berbangsa dan
bernegara, semangat rela berkorban, memiliki keyakinan terhadap kebenaran ideologi
Pancasila

serta

pemahamannya

terhadap

bela

negara.

Pemerintah

sebagai

penyelenggara kesadaran bela negara tersebut dirasakan hingga saat ini belum
menampakkan hasil yang menggembirakan. Hal tersebut disebabkan oleh banyak
faktor, antara lain Belum Maksimalnya penyelenggaraan bela negara yang meliputi
pendidikan kewarganegaraan, pelatihan militer dasar secara wajib, belum terwujudnya
peranti lunak, peraturan dan perundang-undangan yang mengatur pemberdayaan
potensi nasional untuk kepentingan komponen cadangan dan komponen pendukung
pertahanan negara, belum optimalnya sistem penyelenggaraan yang mengatur
organisasi, pengawakan (SDM), pola pembinaan, sarana dan prasarana dalam
pembinaan dan pelatihan bela negara serta belum terdukungnya anggaran yang
diperlukan untuk pembinaan bela negara.

12.

Kondisi Penyelenggaraan Kesadaran Bela Negara Saat Ini.
a.

Bentuk Penyelenggaraan Bela Negara.

Sejak

reformasi

bergulir,

pendidikan bela negara berkurang porsinya, mulai dari pendidikan moral
Pancasila sampai pendidikan kewiraan, baik melalui pramuka maupun resimen
mahasiswa. Jalur ini ada yang dihapus dan ada pula yang hanya diganti nama.
7) Undang Undang Nomor : 3 Tentang Pertahanan Negara. Pasal 6.
8) Undang Undang Nomor : 3 Tentang Pertahanan Negara. Pasal 8 ayat (1) 2) 3)

15
Pada tahun 2008, para akademisi dan pakar pertahanan membicarakan tentang
pendidikan bela negara. Pada pelaksanaan pendidikan kesadaran bela negara
saat ini, sesuai yang tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 pasal 9 (2) terbagi
atas 4 macam yaitu :
1)

Pendidikan kewarganegaraan.

Salah satu materi/bahan kajian

yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah
serta pendidikan tinggi adalah Pendidikan Kewarganegaraan (Pasal 37
ayat (1) dan (2) UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional). Dalam penjelasan Pasal 37 ayat (1) undang-undang tersebut
dijelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan
dan cinta tanah air. Dari uraian di atas, jelas bahwa pembentukan rasa
kebangsaan dan cinta tanah air

peserta didik dapat dibina melalui

pendidikan kewarganegaraan. Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan
tersebut dirasakan masih belum terlaksana dengan baik. Karena hanya
dilaksanakan pada wujud materi saja sedangkan wujud pelaksanaan di
lapangan dengan tindakan nyata belum ada.
2)

Pelatihan militer dasar secara wajib.

Selain

TNI,

salah

satu

komponen warga negara yang mendapat pelatihan dasar militer adalah
unsur mahasiswa yang tersusun dalam organisasi Resimen Mahasiswa
(Menwa). Memasuki organisasi resimen mahasiswa merupakan hak bagi
setiap mahasiswa, namun setelah memasuki organisasi tersebut mereka
harus mengikuti latihan dasar kemiliteran. Anggota resimen mahasiswa
tersebut merupakan komponen bangsa yang telah memiliki pemahaman
dasar-dasar

kemiliteran

dan

bisa

didayagunakan

dalam

kegiatan

pembelaan terhadap negara. Namun saat ini, program pelatihan dasar
militer terhadap Menwa tidak ada lagi, di sisi lain penghayatan, materi
pelatihan, sarana prasarana kurang memadai bila dihadapkan dengan
tujuan yang ingin dicapai agar komponen cadangan dan komponen
pendukung dapat dimanfaatkan untuk mendukung komponen utama
melalui mobilisasi dengan pengorganisasian yang telah ada melalui
pengelompokan komponen cadangan dan komponen pendukung.
3)

Pengabdian sebagai prajurit TNI secara sukarela atau wajib. TNI

merupakan komponen utama dalam pertahanan negara. Pertahanan

16
negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan
segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa
dan negara (Pasal 1 ayat 1 UU nomor 3 tahun 2002). Pengabdian sebagai
prajurit TNI merupakan salah satu bentuk kesadaran bela negara
masyarakat Indonesia. Walaupun jumlah yang mendaftar menjadi anggota
TNI sangat banyak bahkan melebihi kebutuhan. Masyarakat yang
memenuhi syarat mengalami penurunan baik dari segi kesehatan, jasmani,
psikotes dan lain-lain. Hal tersebut banyak diakibatkan pergaulan remaja
yang cenderung bebas (merokok, narkoba dan sebagainya).
4)

Pengabdian sesuai profesi.

Yang

dimaksud

pengabdian

sesuai profesi adalah pengabdian warga negara yang mempunyai profesi
tertentu

untuk

kepentingan

pertahanan

negara

termasuk

dalam

menanggulangi dan/atau memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh
perang, bencana alam, atau bencana lainnya (penjelasan Undang-undang
nomor 3 tahun 2002). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diidentifikasi
beberapa profesi tersebut

terutama yang berkaitan dengan kegiatan

menanggulangi dan/atau memperkecil akibat perang, bencana alam atau
bencana lainnya yaitu antara lain petugas Palang Merah Indonesia, para
medis, tim SAR, Polri dan petugas bantuan sosial. Namun saat ini masih
memerlukan kekuatan potensial yang memerlukan pengelolaan lebih lanjut
sesuai dengan rencana pembangunan nasional maupun daerah.
b.

Sumber Daya Manusia.

Semangat Bela Negara Warga Negara Republik

Indonesia saat ini dilihat dari beberapa aspek, aspek hakekat Bela Negara antara
lain :
1)

Kecintaan terhadap tanah air.
a)

Kecenderungan berpola hidup konsumtif, individualistis,

bergaya hidup kebarat-baratan dan menurunnya kebanggaan dan
kepedulian terhadap bangsa, negara serta lingkungan.
b)

Pemahaman yang keliru tentang prinsip otonomi daerah

membuat perspektif otonomi daerah melebar menjadi semangat
kedaerahan

dalam

arti

sempit

keindonesiaan sebagai dasar pijakan.

dan

kehilangan

konteks

17
2)

Keyakinan terhadap Pancasila.
a)

Kecenderungan mempertanyakan kemampuan Pancasila

menjawab tantangan era globalisasi dengan segala perubahannya,
sehingga

muncul

gagasan

untuk

mengadakan

penyegaran

Pancasila. Hal ini perlu pemahaman secara benar agar tidak
membahayakan bagi Pancasila.
b)

Adanya tindakan-tindakan kriminal, yang disebabkan karena

para pelakunya kurang memahami ajaran agama serta tidak
menjalankannya dengan benar.
c)

Kurangnya kesadaran diri sebagai unsur atau bagian dari

kebersamaan. Sebab dalam kehidupan bermasyarakat peran salah
satu unsur tidak pernah dapat dilepaskan dari keterkaitannya
dengan unsur yang lain.
d)

Kurang menyadari bahwa bangsa kita adalah bangsa yang

majemuk dari segi suku dan agama, sehingga kadang-kadang
masih ada sifat kedaerahan yang sempit dan kurangnya toleransi
antar umat beragama.
e)

Budaya bangsa yang beraneka ragam merupakan kekayaan

yang tidak ternilai harganya, akan tetapi generasi muda saat ini
lebih menyukai budaya yang datang dari luar daripada mempelajari
dan melestarikan budaya bangsa sendiri.
3)

Kesadaran berbangsa dan bernegara.
a)

Kepedulian masyarakat kota terhadap sesama sudah mulai

berkurang,

maraknya

pelanggaran

hukum

oleh

sebagian

masyarakat, elit politik maupun aparat pemerintah menyebabkan
sulitnya penegakkan hukum.
b)

Rasa hormat-menghormati antar sesama warga masyarakat

sedah sangat kurang. Dengan melakukan tindakan anarkhis seperti
tindakan kekerasan terhadap orang lain, pengerusakan bangunan
dan fasilitas milik orang lain yang dapat menimbulkan kerugian
materi dan jiwa orang lain.

18
c)

Cenderung lebih mementingkan kepentingan diri pribadinya

dan golongannya daripada kepentingan bersama.
d)

Seiring dengan kemajuan jaman, tingkat kesejahteraan dan

kesibukan masing-masing terutama pada masyarakat yang ada di
perkotaan memicu sikap individualistik di kalangan masyarakat dan
tidak lagi menganggap bahwa gotong royong itu perlu.
4)

Kerelaan berkorban untuk negara.
a)

Belum dipahaminya bahwa pembelaan negara merupakan

kewajiban setiap warga negara.

Sebagai contoh dalam kasus

kejahatan dan kriminalitas, terorisme untuk menangkap para pelaku
sangat sulit karena masyarakat beranggapan bahwa hal ini tugas
TNI dan Polri.
b)

Partisipasi kalangan masyarakat Indonesia dalam mengatasi

korban bencana alam dinilai masih kurang, karena adanya
ketidakpahaman masyarakat dalam memberikan bantuan terhadap
para korban, mengakibatkan masyarakat yang menjadi korban
bencana

alam

sangat

bergantung

pada

upaya-upaya

yang

dilakukan pemerintah.
c)

Peran serta masyarakat dalam penanggulangan narkoba

dirasakan masih sangat kurang, mereka masih berpandangan
bahwa pemberantasan penyalahgunaan Narkoba adalah tugas dan
tanggung jawab pemerintah. Dengan demikian mereka kurang
peduli dan kurang berpartisipasi secara aktif dalam upaya pre-emtif,
preventif dan kuratif maupun rehabilitatif.
c.

Peranti Lunak.

Sistem

pertahanan

negara

dalam

menghadapi

ancaman militer dan nirmiliter telah diatur didalam UU No. 3 Tahun 2002 Tentang
Pertahanan Negara,9) UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI, 10) berkaitan dengan
tugas TNI pada pasal 7 ayat (2 b) angka 8 11, sedangkan UU yang mengatur
pemberdayaan potensi nasional untuk kepentingan komponen cadangan dan
komponen pendukung pertahanan negara belum disyahkan, dengan demikian
acuan untuk membuat

peraturan perundang-undangan, Juklak/Juknis tentang

9 ) UU No. 3 Tahun 2002, Tentang Hanneg, pasal 7,8,16.
10) UU No. 34 Tahun 2004, Tentang TNI, pasal 8,9,10.
11 Ibid, pasal 7 ayat (2 b).

19
pembinaan komponen cadangan dan komponen pendukung sesuai UU No. 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pasal 7 (2), belum dapat ditindak lanjuti
karena belum ada dasar hukum diatasnya. Dengan adanya revisi UU No 20
tentang ketentuan-ketentuan pokok Hankam maka perangkat lunak yang dapat
mengikat kepada penyelenggaraan pembinaan kewajiban bela negara sekaligus
menjadi payung hukum dari proses pelaksanaan perwujudan sistem pertahanan
negara, tidak dapat dijadikan pegangan dalam menegakkan pertahanan dan
keamanan negara maka sehingga terjadi berbagai fenomena sebagai berikut :
1)

Tindakan aparat yang ragu-ragu.

Situasi dan kondisi keamanan

saat ini sedang menghadapi ancaman multi dimensional, sehingga
mendorong timbulnya konflik di berbagai wilayah yang hingga saat ini
masih belum dapat terselesaikan dengan tuntas.

Disebabkan karena

kurang tegasnya aparat keamanan dalam mengantisipasi dan menangani
setiap permasalahan yang terjadi karena belum adanya

payung hukum

sehingga pelaksanaan dilapangan menjadi ragu - ragu.
2)

Kesadaran bela negara dari masyarakat/warga negara dalam

penanaman kesadaran kepada seluruh rakyat dilaksanakan melalui media
elektronik/cetak dan khususnya media pendidikan serta pelatihan. Untuk
itu diperlukan perangkat lunak yang dapat dipedomani.
3)

Kemhan sebagai bagian dari pemerintah memiliki tugas dan fungsi

dalam menata konsep perencanaan hingga pelaksanaan yang dituangkan
dalam bentuk piranti lunak yang dapat digunakan untuk melaksanakan
kerjasama dengan dalam pembinaan kesadaran bela negara. Namun
sampai saat ini pelaksanaan kerjasama masih sangat kurang sehingga
perlu dikembangkan kearah yang diinginkan hal ini terkesan berjalan
sendiri - sendiri.
d.

Anggaran.

Kebijakan untuk menetapkan anggaran pertahanan negara

adalah Kemhan berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan presiden, Kemhan
menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, pengelolaan
sumber daya manusia, serta pembinaan teknologi dan industri pertahanan yang
diperlukan oleh TNI komponen pertahanan lainnya. 12) Pedoman penyelenggaraan
perencanaan pembangunan pertahanan negara yang tetuang dalam UU No.25
Tahun 2004 tentang Sistem Pertencanaan Pembangunan Nasional, telah diatur
12) Ibid, pasal 16 (6).

20
sesuai dengan rangkaian yang berulang setiap dua puluh tahun (RPJP) dan
dijabarkan dalam lima tahunan, arah kebijakan dan strategi yang mencakup
segenap Komponen Pertahanan negara yaitu Komponen utama, Komponen
Cadangan

dan

Komponen

Pendukung

perkembangan lingkungan strategis.

dihadapkan

kepada

arah

dan

Pengalokasian anggaran dari pemerintah

didasarkan atas rasio kebutuhan pembangunan kemampuan serta kekuatan
pertahanan negara dengan perkiraan bahwa ancaman dalam kurun waktu 5
sampai dengan 10 tahun tidak ada ancaman dari luar, sehingga besarnya
anggaran untuk kepentingan pertahanan menjadi sangat kecil dihadapkan
dengan Otonomi Daerah. Dalam upaya penyelenggaraan kesadaran bela negara
dukungan

dana

terbatas.

Untuk

mengoptimalisasikan

penyelenggaraan

kesadaran bela negara dengan baik perlu dukungan anggaran yang cukup.
Selama anggaran yang dialokasikan tidak sesuai dengan yang diinginkan maka
sangat berpengaruh terhadap sasaran yang diinginkan.

13.

Implikasi Penyelenggaraan Kesadaran Bela Negara Terhadap Disintegrasi

Bangsa dan Implikasi Disintegrasi Bangsa Terhadap Terwujudnya Hanneg.
a.

Implikasi

Penyelenggaraan

Kesadaran

Bela

Negara

Terhadap

Disintegrasi Bangsa. Apabila kesadaran bela negara tidak terselenggara di
Indonesia maka berpengaruh terhadap disintegrasi bangsa. Karena Indonesia
yang memiliki keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras dan etnis
golongan, faktor yang sangat berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik.
Dengan semakin marak dan meluasnya konflik akhir-akhir ini, merupakan suatu
pertanda menurunnya rasa kesadaran bela negara di dalam masyarakat. Kondisi
seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik yang bernuansa SARA,
serta munculnya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI akibat
dari ketidakpuasan dan perbedaan kepentingan. Apabila kondisi ini tidak dikelola
dengan baik akhirnya akan berdampak pada munculnya disintegrasi bangsa.
b.

Implikasi Disintegrasi Bangsa Terhadap Terwujudnya Hanneg. Apabila

disintegrasi bangsa terjadi maka berpengaruh terhadap perwujudan pertahanan
negara yang kokoh. Masalah disintegrasi bangsa merupakan masalah yang
sangat mengkhawatirkan kelangsungan hidup bangsa ini dan dapat menghambat
upaya untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan

21
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan segenap bangsa
dari ancaman terhadap keutuhan bangsa dan negara.

14.

Permasalahan Yang Ditemukan.
a.

Belum

maksimalnya

penyelenggaraan

bela

negara

yang

meliputi

pendidikan kewarganegaraan, pelatihan militer dasar secara wajib, pengabdian
sebagai prajurit tni secara suka rela atau wajib dan pengabdian sesuai dengan
profesi.
b.

Belum optimalnya sistem penyelenggaraan yang mengatur organisasi,

pengawakan (SDM), pola pembinaan, sarana dan prasarana dalam pembinaan
dan pelatihan bela negara.
c.

Belum terwujudnya peranti lunak, peraturan dan perundang-undangan

yang mengatur pemberdayaan potensi nasional untuk kepentingan komponen
cadangan dan komponen pendukung pertahanan negara.
d.

Belum terdukungnya anggaran yang diperlukan untuk pembinaan bela

negara.

22
BAB IV
PENGARUH PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS

15.

Umum.

Perkembangan lingkungan strategis pada abad 21 begitu cepat

berubah dan cukup dinamis di berbagai kehidupan sejalan dengan global multiple crisis
yang terus melanda akibat krisis politik, ekonomi ataupun kelangkaan energi yang
berdampak terhadap perdamaian dan keamanan internasional, sehingga mengakibatkan
bergesernya berbagai struktur kehidupan yang tidak lagi selalu simetris. Perkembangan
lingkungan strategis tersebut mutlak memperoleh perhatian serta pengamatan secara
cermat dan terus menerus, karena pengaruh lingkungan strategis baik pada lingkup
Global, Regional dan Nasional secara langsung maupun tidak langsung merupakan
enviromental input yang akan mempengaruhi kepentingan nasional termasuk di
dalamnya terhadap upaya mengoptimalkan penyelenggaraan kesadaran bela negara
dan mencegah munculnya disintegrasi bangsa.

16.

Pengaruh Perkembangan Global.
a.

Terorisme. Saat ini, terorisme telah menjadi ancaman yang sangat

menakutkan negara-negara besar, khususnya Amerika Serikat sehingga harus
segera diberantas dengan cara meningkatkan kerjasama dengan seluruh negaranegara dunia. Isu global dalam wacana politik internasional saat ini, selain
masalah HAM, Demokratisasi, dan Lingkungan Hidup, adalah masalah terorisme
internasional. Isu yang terakhir ini, mengemuka setelah serangan teroris ke WTC
dan Pentagon, sehingga mendorong AS menggelar perang global melawan
terorisme. Terorisme internasional memiliki organisasi, jaringan yang kuat dan
rapih yang didukung personel-personel militan serta dana yang sangat besar dan
tersebar di wilayah Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara dan Eropa. Aksi
teorisme merupakan tindakan yang luar biasa, dapat terjadi setiap saat dan
menimbulkan kecemasan masyarakat internasional. Mencermati hal ini Indonesia
harus memiliki kepekaan dalam menyikapi isu global tersebut, terlebih karena
Indonesia pernah diklaim merupakan salah satu negara yang melindungi
kelompok teroris.

23
b.

Konflik Antar Negara Crimea13.

Wilayah

Crimea

di

Ukraina

menjadi terkenal sejak menjadi wilayah konflik antara Rusia dan Ukraina. Hal itu
terjadi sebagai buntut dari digulingkannya kepemimpinan Presiden Vicktor
Yanukovych oleh warga pro barat Ukraina, akibatnya Rusia langsung bertindak
dengan mengirim pasukan dalam jumlah besar ke wilayah selatan Crimea.
Ukraina pun langsung merespon dengan meminta pihak militer mereka siap
berperang

dan

meminta

masyarakat

Ukraina

untuk

mempertimbangkan

pilihannya untuk ikut kepada negara Ukraina atau Rusia, bahkan Crimea sudah
memproklamirkan diri untuk bergabung dengan Rusia. Tentu saja hal itu secara
tidak langsung menuai reaksi keras negara-negara Eropa. Tak ketinggalan negara
Amerika serikat yang menurut sebagian pengamat, melakukuan intervensi bukan
hanya semata-mata reaksi melainkan satu duplikat konfrontasi timur-barat. Hal itu
terjadi karena Kremlin semakin kuat menancapkan cengkraman militernya
diwilayah Ukraina yang sebagian besar penduduknya berasal dari Rusia tersebut.
Selama sengketa Internasional yang sedang berlangsung antara Rusia dan
Ukraina, Crimea adalah wilayah yang telah diperebutkan sejak ribuan tahun.
Secara hukum administratif, Crimea adalah bagian dari Ukraina. Sebelumnya,
Rusia sudah berjanji untuk menjunjung tinggi integritas wilayah Ukraina dalam
sebuah memorandum yang ditandatangani juga oleh AS, Inggris dan Perancis
pada tahun 1994.Dalam memorandum itu disebutkan, Crimea adalah sebuah
republik otonom di Ukraina, dan memiliki hak melakukan pemilihan parlemen
sendiri. Meski begitu, jabatan presiden Crimea sudah dihapuskan pada tahun
1995. Sejak saat itu, sebagai gantinya, pemerintah Ukraina telah menunjuk
seorang perdana menteri khusus dari Crimea. Rusia sendiri memiliki pangkalan
angkatan laut utama di kota Crimea bernama Sevastopol. Pangkalan itu
merupakan tempat di mana Rusia menyiagakan armada perangnya di Laut
Hitam. Menurut ketentuan, setiap kali Rusia ingin melakukan pergerakan militer di
wilayah itu, maka pemerintah Ukraina juga harus mengetahuinya.Namun, sejak
konflik Crimea dimulai, Rusia dikabarkan sudah mengirimkan pasukan tambahan
tanpa sepengetahuan pemerintah Ukraina untuk menguasai wilayah itu. Rusia
mengklaim aksi

ini

dilakukan

karena mereka bertanggung jawab

keselamatan etnis Rusia di Crimea.

13 http://vibiznews.com/2014/03/06/mengenal-crimea-penyebab-ancaman-perang-rusia-dan-ukraina/

atas

24
Dari perkembangan lingkungan global di atas, secara langsung maupun tidak
langsung akan mempengaruhi perikehidupan masyarakat Indonesia yaitu tentang
pemahaman wawasan kebangsaan dan bela negara.

17.

Pengaruh Perkembangan Regional.
a.

Konflik Laut Cina Selatan.

Kawasan laut Cina Selatan, bila dilihat

dalam tata lautan internasional merupakan kawasan bernilai ekonomis, politis dan
strategis. Kawasan

ini menjadi

sangat penting karena

kondisi

potensi

geografisnya maupun potensi sumber daya alam yang dimilikinya. Selain itu,
kawasan tersebut merupakan jalur pelayaran dan komunikasi internasional (jalur
lintas laut perdagangan internasional), sehingga menjadikan kawasan itu
mengandung potensi konflik sekaligus potensi kerjasama. Masalah sengketa
antar negara di kawasan, sangat terkait dengan aspek “national interest” masingmasing

negara

dalam

mewujudjan

keinginan

mempertahankan

wilayah

pengaruh/hegemoni serta jaminan akan keselamatan pelayaran sebagai akibat
yang disebabkan posisi strategis dan vital di kawasan Laut Cina Selatan. Klain
teritorial tumpang tindih atas Laut Cina Selatan sesungguhnya bukanlah masalah
baru. Secara tradisional, Cina termasuk Taiwan dan Vietnam telah menegaskan
pemilikan mereka atas keseluruhan gugusan kepulauan Spratly dan sumberdaya
yang ada di kawasan itu. Pada perkembangan selanjutnya Filipina dan Malaysia
juga mengklaim sebagian pulau di kawasan Spratly, sedangkan Brunei
Darussalam mengklaim Louise Reef, gugusan karang yang terletak di luar gugus
Spratly. Dalam masalah klaim multilateral, seringkali masalah klaim RRC, Taiwan
dan Vietnam dibahas menjadi satu karena erat kaitannya dengan satu dengan
lainnya, akibat perkembangan sejarah, misalnya antara RRC dan Taiwan,
Vietnam Selatan, Vietnam Utara dan Vietnam setelah unifikasi. Sengketa teritorial
di kawasan laut Cina Selatan bukan hanya terbatas pada masalah kedaulatan
atas kepemilikan pulau-pulau, tetapi juga bercampur dengan masalah hak
berdaulat

atas Landas Kontinen dan

ZEE serta

menyangkut masalah

penggunaan teknologi baru penambangan laut dalam (dasar laut) yang
menembus

kedaulatan

negara.Demikianlah,

persengketaan

teritorial

ini

menciptakan potensi konflik yang luar biasa besar di sepanjang kawasan Asia
Pasifik. Dengan kondisi seperti ini, masalah penyelesaian sengketa teritorial di
Laut Cina Selatan tampaknya semakin rumit dan membutuhkan mekanisme

25
pengelolaan yang lebih berhati-hati agar tidak menimbulkan ekses-ekses
instabilitas di kawasan.
b.

Perbatasan.

Kondisi keamanan regional relatif stabil sejalan

dengan semakin aktifnya negara-negara di kawasan untuk berdialog. Meskipun
demikian, masalah-masalah di perbatasan merupakan isu sensitif yang paling
dominan dan berpotensi untuk memicu konflik. Terkait dengan masalah
perbatasan di kawasan, baik darat maupun laut, terdapat sejumlah permasalahan
tapal batas wilayah yang harus segera diatasi.Belum tuntasnya penentuan garis
batas suatu negara terhadap negara lain dapat berpotensi menjadi sumber
permasalahan hubungan antar negara dimasa mendatang. Disamping garis
batas, masalah pelintas batas, pencurian sumber daya alam dan kondisi geografi
juga merupakan sumber masalah yang dapat mengganggu hubungan antar
negara. Di kawasan Asia Tenggara, ketidakjelasan batas antar dua negara yang
berbatasan, Indonesia juga memiliki permasalahan perbatasan dengan negaranegara lain, Seperti perbatasan wilayah darat Indonesia dengan Malaysia,
Indonesia dengan Papua New Guinea, Indonesia dengan Timor Leste

serta

perbatasan wilayah laut yang antara lain; Indonesia dengan sejumlah negara
tetangga seperti Malaysia khususnya masalah Ambalat, Singapura, Filipina,
Vietnam, India, Thailand termasuk masalah batas landas kontinental dan ZEE
(Zona Ekonomi Eksklusif) dengan Australia. Isu keamanan perbatasan tersebut,
juga meliputi adanya kondisi pulau-pulau terdepan yang berbatasan langsung
dengan beberapa negara tetangga yang sesungguhnya berpotensi dapat lepas
dari NKRI bila tidak dipelihara dan dijaga dengan baik.
c.

Perlombaan Senjata Nuklir Korsel Dan Korut14.

Krisis nuklir Korea

Utara (Korut) yang terus meningkat menyebabkan adanya prediksi akan
terjadinya peperangan antara Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara,
memanasnya situasi di dua negara tersebut dipicu oleh ujicoba nuklir yang
dilakukan Korut, kali ini korut menguji coba senjata nuklirnya untuk menegaskan
bahwa negaranya telah mampu mengembangkan senjata nuklir dengan daya
ledak yang lebih tinggi dari sebelumnya, penyerapan teknologi nuklir yang
diperoleh dari negara-negara sahabatnya seperti Cina dan Rusia menyebabkan
percepatan dalam pengembangan senjata nuklirnya semakin hebat. Hal ini
mengundang reaksi internasional, maka Amerika Serikat (AS) didukung Dewan
14 http://hankam.kompasiana.com/2013/02/17/korsel-vs-korut-534289.html

26
Keamanan PBB berusaha memperingatkan korut untuk menghentikan program
uji coba nuklirnya. Reaksi AS dan Dewan Keamanan PBB juga negara-negara
lain yang tidak sepakat terhadap program ujicoba senjata nuklir Korut tersebut
mengecam keras tindakan negara komunis itu, mulai dari ancaman embargo
ekonomi, sampai ancaman penyerangan secara keroyokan yang dikomandoi
Korsel dengan dukungan AS dan Jepang. Melihat fakta yang terjadi, sangat tipis
rasanya akan terjadi p