NKRI Bernawacita dan Revolusi Mental Cit

NKRI Bernawacita dan Revolusi Mental, Cita-cita atau Wacana?
Usia 70 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebenarnya adalah umur yang cukup bagi
sebuah bangsa untuk perlahan menapak kemandirian, kondisi stabil, dan berprospek maju dan
sejahtera. Namun yang kita rasakan sebagai rakyat Indonesia, kondisi negara kita tercinta ini tak
kunjung mengalami perbaikan yang signifikan. Sepanjang perjalanan sejarah bangsa ini, mulai
dari masa orlam, orba, reformasi, hingga kini era globalisasi, nasibnya tak kunjung maju, tetap
saja negara berkembang, kesenjangan ekonomi dimana-mana, sulit untuk bersaing dengan
bangsa lain, atau paling tidak menyamai derajat mereka.
Menurut Miriam Budiardjo, Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh
sejumlah pejabat yang berhasil menuntut warganya untuk taat pada peraturan perundangundangan melalui penguasaan monopolistis dari kekuasaan yang sah. Negara adalah suatu
wilayah yang diatur oleh pemerintahan dan memiliki aturan yang berlaku bagi setiap individu
yang ada di wilayah tersebut. Ada empat syarat negara, yaitu adanya wilayah, adanya rakyat,
adanya pemerintahan, dan adanya pengakuan negara lain.
Mungkin secara fisik, empat syarat negara tersebut sudah kita penuhi, wilayah dan rakyat jelas
kita punya dan tercatat pula, pemerintahan dan pengakuan kedaulatan juga telah kita punya
semenjak memproklamasikannya 70 tahun lalu. Namun yang perlu ditanyakan, jika benar
proklamasi kemerdekaan berarti kita membebaskan diri dari segala bentuk kekangan dan
penjajahan, dan kita diberi kekuasaan penuh untuk mengurus diri kita dan menentukan nasib kita
sendiri, apa benar pemerintah saat ini sudah benar-benar berdaulat ?
Tentu banyak saat ini masyarakat yang sudah mengalami public awareness, tidak ada
kepercayaan lagi pada pemerintah (siapapun presidennya). Selalu ada prasangka dan praduga

pada setiap kebijakan pemerintah, itu campur tangan asing, menguntungkan pihak yang berduit
(korporasi), sarat korupsi, dan praktek-praktek politik kotor lainnya. Sikap seperti itu tentu ada
sebabnya, itu adalah sebagai feedback dari masyarakat atas “permainan” yang ditunjukkan para
elit politik di pemerintahan, ditambah data-data dan informasi dari media yang membingungkan
masyarakat karena media sendiri sudah ditumpangi kepentingan politik itu sendiri. Hasilnya,
seolah pemerintah dan masyarakat berjalan masing-masing, masyarkat seolah tidak
membutuhkan pemerintah, tidak ada sinergi kerja sama untuk pembangunan bangsa.
Untuk itu pemerintah saat ini dalam program kampanyenya terdahulu, mencanagkan program
Nawacita Indonesia. Nawacita sendiri diartikan sebagai Indonesia juga menjadi lebih mandiri
dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Menjadi bangsa yang tak bisa
didikte negara lain, demikan yang disampaikan oleh Ketua Fraksi PDIP DPRD Jabar, Gatot
Tjahyono. Tapi apa benarkah program nawacita ini sudah atau sedang dilaksanakan oleh
pemerintahan Jokowi? Kita amati saja program-program kebijakannya saat ini. Kemana

kebijakan tersebut memberikan kebermanfaatan atau bahasa ekonominya memberikan
keuntungan? Rakyat kah atau justru tetap pro korporasi ?
Jadi menurut saya, itulah syarat negara yang harus lebih di tekankan dan diperkuat lagi,
pemerintah yang berdaulat, pemerintah yang bernawacita dalam arti sesungguhnya. Proses
perpolitikan kita bersih, tidak ada kepentingan asing yang mempunyai kekuatan untuk
mengintervensi kepentingan rakyat Indonesia.

(Jatinangor, 2015)

Situs Revolusi Mental Hilang
Jakarta, CNN Indonesia -- Rabu, 09/09/2015 17:11 WIB
Setelah sama sekali tak bisa diakses, kini keberadaan situs revolusimental.go.id besutan
Kementerian Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) malah menghilang.
Dikunjungi CNN Indonesia, Rabu (9/9/2015), situs tersebut sama sekali tak bisa diakses. Tak ada
lagi permohanan maaf karena situs tersebut overload, seperti biasanya. Namun pada bagian detail
halaman, tertulis informasi yang menyebutkna bahwa situs ini kemungkinan hilang dari server
Domain Name System (DNS) yang malayaninya.
"The server at revolusimental.go.id can't be found, because the DNS lookup failed. DNS is the
network service that translates a website's name to its Internet address," demikian potongan
informasi yang didapatkan.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani
meluncurkan situs revolusimental.go.id agar masyarakat bisa melihat seputar informasi cara
berkehidupan dengan berevolusi mental untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri
dan berkepribadian.
Ada kabar angin yang menyebutkan, situs ini menelan dana hingga Rp 140 miliar. Namun, hal
tersebut langsung dibantah oleh Kemenko PMK.
Kementerian yang dipimpin Puan Maharani itu meluruskan informasi bahwa anggaran persiapan

website dialokasikan maksimal Rp 200 juta. Dana itu diambil dari anggaran seluru program
gerakan revolusi mental sebagaimana tertuang dalam APBNP 2015 sebesar Rp 149 miliar
(tyo/eno)
(http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150909170421-185-77687/situs-revolusi-mentalhilang/)

Seperti yang kita ketahui bersama salah satu program kampanye Pemerintah saat ini (Jokowi)
adalah Revolusi Mental. Program tersebut disampaikan kepada masyarakat sebagai satu master
plan, ataupun grand design untuk mengatasi akar dari seluruh permasalahan bangsa yang ada saat
ini, yakni mental orang Indonesia, pola pikir dan pola perilaku mereka, dan karakter kepribadian
mereka. SDM Indonesia harus dipersiapkan untuk siap bersaing dengan masyarakat
internasional.
Berbicara tentang karakter atau sifat, hal itu merupakan hal yang abstrak, tidak berwujud, dan
sifatnya sangat subjektif. Namun memang karatkter bangsa bisa dibangun, bisa dilahirkan
melalui pola-pola sosial dan pola kebudayaan, dan tentu ini tidak bisa lahir hanya dalam waktu
singkat, perlu waktu yang sangat panjang agar pola sosial dan kebudayaan yang telah terbentuk
saat ini bisa berubah menjadi pola yang baru, perlu waktu yang amat panjang.
Kutipan berita diatas setidaknya menjadi representasi keseriusan pemerintah dalam menjalankan
“wacana” revolusi mental tersebut. Pemerintah tidak bisa selamanya melakukan pencitraan
dengan melantangkan janji-janji kosong untuk tetap berkuasa. Masyarakat saat ini sudah melek
data dan informasi. Saya meyakini rumusan kebijakan sampai pada teknis pelaksanaan bisa

diselesaikan oleh para ahli baik yang ada di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan.
Masih banyak putra-putra bangsa, para tokoh sejarah dan kebudayaan yang memahami betul
tentang kepribadian bangsanya sendiri dan dapat memberikan investasi pemikiran mereka untuk
perbaikan. Kita juga memiliki tokoh-tokoh perjuangan yang meninggalkan catatan sejarah emas
tentang keluhuran sifat dan kekokohan mental mereka. Kita tidak perlu terlalu mengagungkan
teori dan pendapat “kalangan barat”, lalu terbawa arus globalisasi, dan mengkiblatkan diri kearah
sana. Saya rasa itu langkah awal kita untuk melakukan revolusi mental, kita percaya diri pada
kemampuan kita sendiri, hentikan (paling tidak untuk sementara ini) doktrin-doktrin yang tidak
sesuai dengan kebudayaan dan dasar-dasar negara kita. Kuncinya pemerintah harus serius, bebas
dari kepentingan asing, dan mulailah untuk mengapresiasi tokoh-tokoh bangsa kita sendiri.
Untuk tahapan selanjutnya, saya rasa saya sepakat dengan pemikiran teman-teman para pembaca
semuanya, kita mulai ada kan revolusi ataupun reformasi perubahan secara berkala dan
berprogres di segala bidang kehidupan bernegara, baik itu pendidikan, ekonomi, sosial, budaya,
keagamaan, hukum, politik, dan bidang lainnya, tetapi dengan catatan segala aspek perencanaan,
pelaksanaan, dan pengevaluasian dilaksankan secara profesional dan berlandaskan kepentingan
rakyat Indonesia.
Kesimpulannya, Indonesia bernawacita dan revolusi mental, cita-cita yang kita menuju kesana
atau hanya sekadar wacana kosong, itu TERGANTUNG KITA seluruh stakeholder negara ini,
baik kalangan masyarakat, pemerintah, kalangan intelektual, profesional, pelaku bisnis, para
penegak hukum, lembaga legislatif, dan tidak terlupa kalangan mahasiswa untuk bersinergi dan

kerja sama membangun bangsa ini, dan melepaskan kepentingan golongan masing-masing yang

sifatnya cenderung pada “egoisme” kelompok tertentu saja menjadi kepentingan bersama,
selurruh rakyat Indonesia.
Penulis,
Farhan Nur Fadilah
170110130098
Tugas Mata Kuliah SANI 2 (Bentuk Negara, dan Revolusi Mental)