PENYAKIT MENULAR DI INDONESIA

PENYAKIT MENULAR DI

  INDONESIA Prof Soegeng Soegijanto

PENYAKIT MENULAR YANG SERING DI TEMUKAN DI INDONESIA 1.

  Muntaber : Muntah berak 2. Pneumonia : Radang Paru 3. Meningitis/Encephalitis : Radang Otak 4. Leptospirosis : Radang Kuning 5. PES 6. Campak : Gabak 7. Rubella 8. Mumps

1. Hepatitis A,B,C 2.

  Polio Meylitis 3. Varicella : Cacar Air 4. Dengue Virus : Demam Berdarah 5. Demam Chikungunya 6. Rotavirus CARA PENULARAN PENYAKIT Kontak langsung : Cacar Air, HIV, AIDS

   Lewat polusi air & Makanan : Diare, Demam typus, Hepatitis A

   Airborn/ Droplet infektion : Mumps,Dipteri, Campak

   Melalui Vektor

  Melalui Vektor : Nyamuk

   Malaria

   Dengue Filaria

    Pes Tikus  Leptospira Anjing  Rabies

  6

   Diare Kecoak

   Japanese B Encephalitis

   Cysticercosis Babi

   Paragonimus Westermani

   Harima u

   Avian Flu Burung

PENYEBAB PENYAKIT

  

  Bakteri

  

  Virus

  

  Ricketsia

  

  Parasit

  MALARIA

  

  Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia

   Potofisiologi

  Gigitan nyamuk Anpeles, sporozoit masuk aliran darah ½-1 jam menuju untuk berkembang biak.

  PENATALAKSANAAN

  a. Medikamentosa

  

  Choroquine sulfat oral, 25 mg/kg BB

  

  Quinine dihydrochloride intravena 1mg gr/kg BB/dosis

  b. Plasmodium falciparum

  

  Quinine sulphate oral 10 mg/kg BB/dosis]

  c. Regimen alternatif

  

  Quinine sulphate oral

  

  Quinine dihydrochloride intravena dtambah Pyrimethamine sulphadoxine oral

  DEMAM

DENGUE

INFEKSI VIRUS DENGUE SELALU DIJUMPAI DI BEBERAPA KOTA BESAR INDONESIA.

  

KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE

MEMINTA BANYAK KORBAN. TERGANTUNG PADA POLA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN DIPENGARUHI DINAMIKA

  

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

PENYAKIT VIRUS DENGUE YANG DITAKUTI MASYARAKAT INDONESIA, PENDERITA DAPAT TERANCAM KEJADIAN RENJATAN, PERDARAHAN HEBAT POLA KLINIS INFENSI DENGUE SUKAR DIPREDIKSI. KEMUNGKINAN HAL INI DISEBABKAN OLEH PERUBAHAN SEROTYPE VIRUS DENGUE

  GAMBAR VIRUS DENGUE

  GAMBAR NYAMUK AEDES AEGYPTI

EPIDEMIOLOGI INFEKSI VIRUS DENGUE

  

Bagan Kejadian Infeksi Virus Dengue BAGAN SPEKTRUM KLINIS INFEKSI VIRUS DENGUE

  RANGKUMAN Pola Penyakit Virus Dengue Bervariasi

  • Kasus demam berdarah dengue yg menunjukkan manifestasi
  • yang berat dapat dijelaskan akibat ADE.

  Keganasan virus dengue berpotensi terjadinya Apoptosis. Virus

  • dengue yang ganas berpotensi besar menyerang sel Retikuloendotelial sistem, termasuk organ hati dan sel endotel, akibatnya hati meradang membengkak dan faal hati terganggu dan berlanjut dengan kejadian perdarahan yang hebat disertai kesadaran menurun dan menunjukkan manifestasi Ensefalopati.

  

Mengatasi masalah ini perlu dipikirkan pemanfaatan cairan Ringer

  • Asetat dan Koloid untuk mengatasi syok yg disertai gangguan fungsi hati Diagnosa klinik infeksi virus dengue berdasarkan WHO 1997,
  • ternyata masih terlena dg kasus2 yg menunjukkan manifestasi

DEMAM TYFOID

  Soegeng Soegijanto PENDAHULUAN

  Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman gram negatif salmonella typi. Selama terjadi infeksi kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagosit mononuclear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah

  GEJALA 1.

  Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan summer yang makin hari makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari 2. Gejala gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah dan kembung, hepatomegali, splenomegali, dan lidah kotor tepi hiperemi

3. Gejala syaraf sentral berupa delirium, apatis,

  somnolen, spoor bahkan sampai koma PENATALAKSANAAN

  Pengobatan penderita demam typoid dirumah sakit terdiri dari pengobatan suportuf, medikamentosa, terapi penyulit (Tergantung penyulit yang terjadi)

PENGOBATAN MEDIKA MENTOSA

  

  Clorapenicol Dosis 50 mg/kg BB/hari

  

  Ampicilin Dosis 200 mg/kg BB/hari

  

  Amoxyciline Dosis 100 mg/kg BB/hari

  

  Contrimoxazole Dosis 8 mg/kg BB/hari PENCEGAHAN 

  Pencegahan dilakukan secara umum dan khusus/Imunisasi

  

  Dengan melakukan peningkatan sanitasi hygine untuk menurunkan insidensi demam typoid.

  DIARE

1. Echersia Coli

  

  E.Coli merupakan organisme basilus gram negatif yang motil dan membentuk rantai, species ini mempunyai mekanisme perlekatan pada epitel usus

  

  Gejala penyakit ini Mual, muntah, kejang perut sering berlangsung lama , jarang terjadi panas pada anak, tinja mengandung mucus tapi bukan leukosit

  

  Penggunaan antimikroba 1.

  Polymixim E Sulfat (Colisin Tab) merupakan antibiotika yang dapat diberikan dengan penderita E.Coli 2. Golongan aminoglikosid (Kanamisin) pernah dianjurkan untuk diberikan pada bayo kurang dari 3 bulan 3. Streptomisin pernah digunakan secara luas untuk mengobati diare karena E.Coli

  

2. shigella

  Shigella merupakan kuman batang gram negatif, tidak bergerak

  

  Gejala diare dengan darah dan lendir dalam feses dan adanya tenesmus, penularannya secara fecal-oral dan orang ke orang atau kontak langsung dengan alat rumah tangga.

  

  Penggunaan antimikroba 1.

  Pada umumnya Kotrimoksasol (Sanprima ) merupakan antibiotik yang dianjurkan untuk Shigella 2. Asam Nalidiksat dan Ampisilin serta Tetraciklin biasanya untuk anak umur diatas 8 tahun

3. Ampicilin merupakan penicilin semisintetk

  yang mempunyai daya kerj mengganggu biosintesis dinding sel bakteri sehingga terjadi lisin dan kematian

3. SALMONELLA

   Salmonella banyak ditemukan pada daging yang terinfeksi, unggas, susu mentah, telur, dan hasil olahan telur, juga bisa ditemukan pada binatang melata yang dipelihara

   Gejala yang ditimbulkan awalnya mual, dan nyeri perut kram yang segera diikuti oleh diare, demam dan kadang muntah. Kuman masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi

4. VIBRIO CHOLERA

   Vibrionaceace merupakan kuman gram negatif,

biasanya motil, berbentuk batang yang dibedakan

dari entrobakteri pd reaksinya yang positif oksidase

   Daya tahan tubuh seperti keasaman lambung, peristaltik usus dan mekanisme imunitas mempengarui terjadinya kolera. Salah satu pertahanan paling penting adalah keasaman lambung

BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB DIARE LAINNYA

  Cryptosporidium

PENCEGAHAN DIARE

  1. Memperbaiki sanitasi perorang dan lingkungan Penggunaan air bersih Mencuci tangan sesudah BAB dan sebelum menyiapkan makanan Membuang tinja dengan benar, penggunaan jamban untuk BAB

Mencuci bahan-bahan yang akan dimasak dengan

benar dan memasak makanan dengan benar Membuang sampah pada tempatnya

  2. Memperhatikan status gizi (asupan makanan dan minuman) untuk meningkatkan imunitas perorangan

  PES PES atau yang dikenal dengan plague atau black death merupakan penyakit infeksi yang disebabkan Yersinia Pestis terutama melalui gigitan pinjal,Xenopsylla cheopis yang ada pada hewan pengerat.

ETIOLOGI

MANIFESTASI KLINIS

   Tipe Bubonik

Pembesaran kelenjar getah bening, lunak, nyeri tekan, terasa panas dan

bisa hemorragic

  

  Tipe Pnemonik Sesak nafas hebat, batuk, demam, menggigil dan fase lanjut bisa terjadi gagal nafa

  

  Demam tinggi (hiperpireksia > 40°C) bisa terjadi malaise, perdarahan karena Disseminated Intravascular Coagulation, sepsis, shock kejang dan bila terjadi perdarahan yang menyeluruh ditambah sianosis karena pneumonia yang sudah mengalami nekrosis akan menghasilkan kulit gelap pada ekstermitas yang dikenal dengan black death PENCEGAHAN 

  Pengawasan ketat akan kasus-kasus baik infeksi pada manusia maupun hewan pengerat

  

  Penggunaan insektisida untuk mengontrol populasi pinjal disaat kaus pes pada manusia dan hewan

  01 /0 9/2 9

  01 44 LEPTOSPIROSIS

  DIFINISI 

  Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandanga bentuk spesifik serotipenya. ETIOLOGI

  Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu mikroorganisme spirochaeta. EPIDEMIOLOGI a.

  Penyakit occupational (penyakit yang diperoleh akibat pekerjaan)

  b.

  Penyakit kuning yang berat disertai demam, perdarahan dan gangguan ginjal.

  c.

  Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tapi sebagian besar berusia antara 10-39 tahun.

  d.

  Dinegara tropis sebagian besar kasus terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir panas atau awal gugur karena tanah lembab. e. Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40% f. Penderita di atas usia 50 tahun resiko kematian lebih besar bisa mencapai 56 persen.

  g. Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus.

  PENULARAN

  PATOGENESIS

  GAMBARAN KLINIS DIAGNOSIS

  Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit karena pasien biasanya datang meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan deatitis hemoragik, bahkan beberapa kasus datang dengan pankreatitis. Riwayat pekerjaan, sakit kepala, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah.

  

  Pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai leukositosis, normal. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan cast, BUN, Ureum dan kreatinin. Trombositopenia terdapat pada 50% kasus PENCEGAHAN

  Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit. Perlindungan berupa pakaian khusus, pemberian doksisiklin 200 mg perminggu untuk mengurangi serangan leptospirosis, leptospirosis dari 4-2% menjadi 0,2% san efikasi pencegahan 95%. Vaksinasi tersangka reservoir sudah lama direkomendasikan, belum berhasil dilakuakan.

  RABIES

PENGERTIAN RABIES

  Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat.

  Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan menyebabkan kematian pada manusia. Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan melalui luka gigitan atau jilatan.

TANDA DAN GEJALA

  1. Stadium Prodromal

  

  Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari

  2. Stadium Sensoris

  

  Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan sensoris.

  3. Stadium Eksitasi

  

  Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan. Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang.

  4. Stadium Paralis

  

  Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-Gejala eksitasi, melainkan Paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan

  PENGENDALIAN 

  Untuk mencegah terjadinya penularan rabies, maka anjing, kucing, atau kera dapat diberi vaksin inaktif atau yang dilemahkan (attenuated).

AVIAN FLU

  PENDAHULUAN 

  Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza strain tipe A.

   Menurut Depkes RI (2007) mengungkapkan bahwa penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui: a)

  Binatang : kontak langsung dengan unggas yang sakit atau produk unggas/dari unggas yang sakit b)

  

Lingkungan : udara atau peralatan yang tercemar

virus tersebut baik yang berasal dari tinja atau sekret ungas yang terserang virus flu burung (AI)

  c) Manusia : sangat terbatas dan tidak efisien (ditemukannya beberapa kasus dalam kelompok/cluster)

  d) Konsumsi produk unggas yang tidak dimasak dengan

sempurna mempunyai potensi penularan virus flu

burung

  

  Gejala-gejala awal Avian Influenza atau yang sering disebut dengan flu burung seringkali sama dengan influenza musiman manusia (batuk, sakit tenggorokan, demam tinggi, sakit kepala, sakit otot, etc).

   Langkah-langkah pencegahan perlu dilakukan untuk menghindari terinfeksi Flu Burung :

a) Mencuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah makan.

  

Cuci pula dengan sabun, peralatan memasak sebelum dan

sesudah memasak serta saat menyajikan makanan. Masak

unggas dan telur unggas hingga matang,

  b) Tidak menyentuh unggas yang sakit atau mati. Jika terlanjur, segera bersihkan tubuh dengan sabun.

  c) Mengandangkan dan memisahkan unggas dari pemukiman manusia. Memisahkan unggas baru dari unggas lama selama 2 minggu

  d) Memeriksakan diri ke Puskesmas atau rumah sakit (terutama rumah sakit rujukan pemerintah) jika mengalami gejala flu dan demam, terutama setelah berdekatan dengan

  JAPANESE B ENCEPHALITIS PENDAHULUAN 

  Penyakit Japanese B Encephalitis (JE) disebabkan virus yang menimbulkan infeksi JE pada otak. Virus JE dibawa nyamuk Culex yang hidup di daerah Asia (dari India Timur ke Korea, Jepang, dan Indonesia). Sumber alami virus Japanese B Encephalitis adalah babi dan burung liar. PENULARAN 

  Penyebaran penyakit JE tidak dapat ditularkan melalui kontak Iangsung, tetapi harus melalui vektor, yaitu melalui gigitan nyamuk yang telah mengandung virus JE

  

  Masa inkubasi pada nyamuk penular antara 9-12 hari dan nyamuk yang terinfeksi virus JE, selama hidupnya akan menjadi infektif yang dapat menularkan ke hewan dan manusia

MANIFESTASI KLINIS

  

  Pada manusia gangguan syaraf sangat dominan, terutama pada anak-anak di bawah umur 14 tahun

  

  Gejala tersebut antara lain demam (lebih dari 38°C), manifestasi neurologis yang meliputi gejala penurunan kesadaran, kaku kuduk, konvulsi, penurunan sistem motor dan sensor, manifestasi meningeal meliputi mual, irritability, dan sakit kepala

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN YANG PERLU DILAKUKAN

  

  Pemberian larvasida misalnya abate pada air yang menggenang, seperti bak air, disertai dengan penyemprotan insektisida ataupun fogging untuk membunuh larva dan nyamuk dewasa secara berkala, perlu dilakukan di rumah ataupun di sekitar kandang ternak

  

  Penggunaan vaksin JE terbukti dapat menurunkan kasus JE secara signifikan

  

PARAGONIMUS WESTERMANI PENDAHULUAN 

  Paragonimus westermani merupakan cacing paru yang berasal dari kelas Trematoda, dimana bagian tubuh yang paling utama diserang adalah bagian paru.

DAUR HIDUP P. WESTERMANI

PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS

  Gejala pertama di mulai dengan adanya batuk kering yang lama kelamaan menjadi batuk darah, cacing dewasa dapat pula bermigrasi ke alat–alat lain dan menimbulkan abses pada alat tersebut misalnya pada hati dan empedu. Saat larva masuk dalam saluran empedu dan menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu, penebalan dinding saluran, peradangan sel hati dan dalam stadium lanjut akan menyebabkan sirosis hati yang disertai oedema. PENCENGAHAN 

  Tidak memakan ikan / kepiting mentah. Apabila menkonsumsi harus sudah dimasak secara sempurna sehingga bisa dihindari terinfeksi oleh metaserkaria dalam ikan/kepiting tersebut.

  Oleh : Prof Soegeng Soegijanto CAMPAK

   GEJALA KLINIS Panas meningkat dan mencapai puncak pada hari ke 4-5 pada saat ruam keluar

Coryza yang terjadi sukar dibedakan dengan common cold yang

berat. Membaik dengan cepat pada saat panas menurun.

  Conjunctivitis ditandai dengan mata merah pada conjunctiva disertai edngan keradangan dengan keluhan fotofobia.

  

Cough merupakan akibat keradangan pada epitel saluran nafas,

mencapai puncak pada saat erupsi dan menghilang setelah beberapa minggu.

  Muncul koplik’s spot pada sekitar 2 hari sebelum muncul ruam (hari ke 3-4) dan cepat menghilang setelah beberapa jam atau

hari. Koplik’s spot adalah sekumpulan noktah putih pada daerah

epitel bucal yang merah (a grain of salt in the sea of red), yang merupakan tanda klinis yang pathognomonik untuk campak.

  

  Ruam makulopapuler semula berwarna kemerahan. Ruam ini muncul pertama pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang telinga, menyebar kearah perifer sampai pada kaki. Ruam umumnya saling rengkuh sehingga pada muka dan dada menjadi confluent. Ruam ini membedakan dengan rubella yang ruamnya discrete dan tidak mengakami desquamasi.

  Telapak tangan dan kaki tidak mengalami desquamasi.

LANGKAH DIAGNOSTIK

  

  Anamnesis Demam tinggi terus menerus 38.5°C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare bertambah parah sehingga anak mengalami sesak nafas atau dehidrasi.

PEMERIKSAAN FISIK

  Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium :

Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam

yang diikuti batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan, stomatitis,

dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbul enantema mukosa

pipi di depan molar tiga disebut bercak koplik.

  Stadium erupsi, ditandai dengan timbul ruam makulo-papuler yang

bertahan selama 5-6 hari. Timbul ruam dimulai dari batas rambut

di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher dan akhirnya ke ekstrimitas.

  Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah 3 hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit minggu.

  Saat penting untuk menentukan status gizi penderita, untuk mewaspadai timbul komplikasi. Gizi buruk merupakan resiko

PEMERIKSAAN PENUNJANG

  Laboratorium 

  Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri 

  Pemeriksaan antibodi IgM anti campak 

  Pemeriksaan untuk komplikasi :

  1. Ensefalopati/ensefalitis : dilakukan pemeriksaan caiaran serebrospinalis, kadar elektrolit darah dan analisis gas darah.

  

3. Bronkopneumonia : dilakukan pemeriksaan

foto dada dan analisis gas darah

  

  DIAGNOSIS Ditegakkan berdasarkan :

  

  Anamnesis, tanda klinis dan tanda yang patognomonik

  

  Pemeriksaan serologic atau virologik yang positif DIAGNOSIS BANDING Ruam kulit eksantema akut yang lain seperti :

  

  Rubella

  

  Roseola infantum (eksantema subitum)

  

  Infeksi mononukleosus

  

  Erupsi obat KOMPLIKASI

Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak

yang lebih kecil Diare dapat diikuti dehidrasi Otitis media Laringotrakeobronkitis (croup) Broncopneumonia Ensefalitis akut Reaktivasi tuberculosis Malnutrisi pasca serangan campak Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), suatu proses degeneratif susunan saraf pusat dengan gejala karakteristik terjadi deteriorisasi tingkah laku dan intelektual, diikuti kejang. Salah satu komplikasi campak onset lambat disebabkan oleh infeksi virus yang menetap, timbul beberapa tahun setelah infeksi.

TATALAKSANAN MEDIK

  1. Pengobatan bersifat suprtif, terdiri dari :

  

  Pemberian cukup caiaran

  

  Kalori dam jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan komplikasi

  

  Suplemen nutrisi

  

  Antibiotic diberikan apabila terjadi infeksi sekunder

  

  Anti konvulsi apabila terjadi kejang

  

  Pemberian vitamin A

  2. Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu > 39.0°C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau ada komplikasi

  3. Campak tanpa komplikasi :

  

  Hindari penularan

  

  Tirah baring ditempat tidur

  

  Vitamin A 100.000 IU, apabila disertai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari

  

  Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan komplikasi.

  4. Campak dengan komplikasi :

  a. Ensefalopati/ensefalitis

  

  Antibiotic bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan Pedoman Diagnosis Terapi (PDT) ensefalitis

  

  Kartikosteroid bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis

  

  Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap gangguan elektrolit b. Bronkopneumonia :

  

  Antibiotic sesuai dengan PDT pnwumonia

  

  Oksigen nasal atau dengan masker

  

  Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dan elektrolit c. Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat (lihat bab enteritis dehidrasi) d. Pada kasus campak dengan komplikasi bronchopneumonia dan gizi kurang. Perlu dipanrtau terhadap infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan uji tuberculin setelah 1-3 bulan penyembuhan.

  e. Pantau keadaan gizi untuk kurang/buruk

TATALAKSANA EPIDEMOLOGI

  1. Imunisasi campak termasuk dalam program imunisasi sejak tahun 1982, angka cakupan imunisasi munurun

<80% dalam 3 tahun terakhir sehingga masih dijumpai

daerah kantong risikko tinggi transmisi virus campak.

  2. Srategi reduksi campak terdiri dari : Pemberian vitamin A pasien campak Imunisasi campak PPI : Pemberian pada umur 9 bulan Imunisasi campak dapat diberikan bersama vaksin MMR pada umur 12-15 bulan Mass campaign, bersama dengan Pekan Imunisasi nasional Cath-up immunisasi, diberikan pada anak sekolah dasar kelas 1-6 disertai dengan keep up dan strengthening

INFEKSI RUBELLA

  

Prof Soegeng Soegijanto PENDAHULUAN Rubella (German measles) adalah penyakit ringan yang menyerang anak-anak namun

merupakan ancaman yang serius untuk janin,

jika ibu mendapatkan infeksi pada masa kehamilan.

  EPIDEMOLOGI

  Sebelum dilakukan vaksinasi terhadap rubella tahun 1969, pendemic rubella terjadi setiap 6-9 tahun, yang puncaknya terjadi pada musim semi. Sejak tahun 1969, ketika vaksin untuk rubella dilakukan , anak-anak secara rutin divaksinasi , membantu mencegah penyebaran penyakit ke ibu hamil yang rentan. Manusia adalah satu- satunya inang dari virus rubella, yang disebabkan baik melalui oral droplet atau transplasental kepada janin, yang menyebabkan infeksi congenital. PATOGENESIS  Patogenesis infeksi rubella tidak dimengerti secara baik.

  Virus dapat ditemukan diarea kulit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Hal ini menunjukkan bahwa proses imun berperan penting.

  

  Resiko terjadinya kelainan dan penyakit congenital meningkat dengan infeksi ibu hamil primer pada masa trimester pertama kehamilan

MANIFESTASI KLINIS

  

  Virus Rubella memiliki masa inkubasi 14-21 hari. Pada fase prodromal terjadi inflamasi ringan mukosa mulut atau hidung sehingga menyebabkan meningkatnya aliran mucus disana, dan ini bisa sangat ringan sehingga tidak terdeteksi.

  

  Tanda yang paling khas adalah limfadenopati diretroaurikuler, cervical posterior dan postoccipital.

PEDOMAN LAB DIAGNOSTIK

  

  Saring diagnostik klinis dengan adanya satu atau lebih gejala klinis khusus sindrome Rubella

  

  Isolasi virus

  

  Pemeriksaan serologis

  

  Memantau filter IgM/IgG dengan mikro elisa

  

  Hemmagglutinasi pasif

TATA LAKSANA

  Pengobatan hanya bersifat supportif. Antipiretik (Acetaminophen atau ibuprofen) diberikan jika demam PENCEGAHAN

  Imunisasi kedua diberikan pada 4-6 tahun dan anak-anak yang tidak mendapat imunisasi seharusnya diimunisasi pada usia 11-12 tahun.

PAROTITIS EPIDEMIKA (MUMPS)

  

Soegeng Soegijanto

101

  Guru Besar Emeritus FK UNAIR Surabaya Ketua Tim Penelitian DBD ITD UNAIR Surabaya

  Pendahuluan

  • •Parotitis epidemika atau dikenal sebagai penyakit

    gondong, merupakan penyakit yang disebabkan paramyxo virus akut.
  • •Sering menyerang anak-anak yang berumur lebih

    dari 5 tahun dan lebih muda dari 9 tahun.
  • Anak-anak dibawah 1 tahun jarang diserang

    penyakit ini, disebabkan kekebalan yang diperoleh

    secara alami dari ibunya.
  • •Penyakit ini sering ditemukan disaat perubahan

    musim, terutama di musim dingin.
  • Prognosanya baik, dapat sembuh sempurna.

    Walaupun demikian dapat menunjukkan penyulit

    pada beberapa kasus.
  • Penyakit ini ditularkan secara droplet infeksi, yaitu ludah disemburkan ke orang lain yang ada di dekatnya.
  • Virus berada dalam kelenjar ludah selama 6 hari

    sebelum hari kesembilan munculnya gejala gondong.

  • Periode inkubasi sekitar 14-25 hari. Rata-rata 18 hari. Umumnya penderita-penderita itu akan memperoleh kekebalan seumur hidup, setelah mengidap sakit.

  Pencegahan

  • Pencegahan diberikan pada umur 15 bulan. Vaksinnya tercampur dengan virus- virus lain. Yaitu virus campak dan cacar Jerman. Disebut MMR.
  • •Sebaiknya juga diberikan saat remaja (saat pubertas), setelah umur 12 tahun.

Gejala

  • 30% kasus tidak menunjukkan gejala, diawali

  Klinis dengan gejala perut mual, sekitar 24 jam

berwujud gejala nyeri otot, tidak suka makan,

lemah, nyeri kepala, dan demam ringan.

  • Gejala parotitis epidemika ini akan diikuti

    dengan gejala nyeri telinga disaat makan dan

    selanjutnya terjadi pembesaran kelenjar ludah yang letaknya berada di bawah telinga.
  • Suhu tubuh dapat meningkat dari 38,3 sampai 40 C disertai nyeri saat menelan air.

  Pemeriksaan serologi antibodi dapat

dikerjakan bila gejala pembesaran kelenjar

ludah dibawah telinga tidak ditemukan dengan membandingkan kadar antibodi saat fase akut dan fase penyembuhan. (3 minggu setelah fase akut).

Akan ditemukan kenaikan titer antibodi

4 kali.

  Pengobatan

Secara simptomatik dengan memperhatikan

gejala-gejala yang muncul. Diberikan cairan

secara intravena apabila penderita menunjukkan gejala kekurangan cairan.

  

Makanan boleh diberikan yang disukai oleh

penderita.

  Prof Soegeng Soegijanto HEPATITIS PENDAHULUAN

  Hepatitis virus adalah istilah yang dipakai untuk infeksi virus, dengan hati merupakan organ sasaran dominan EPIDEMOLOGI

  HAV ada diseluruh dunia sangat menular, Cara penularan yang dominan adalah melalui Fecal-Oral melalui orang ke orang langsung menyebar atau dengan penelanan makanan atau air yang terkontaminasi PATOGENESIS

  HAV membelah in vitro dalam sel hepatoma manusia dan fibroblas diploid tanpa menghasilkan perubahan sitopati, keadaan ini tampak juga pada keadaan hepatosit in viro.

  Sesudah inoklusi melalui mulut, pembelahan virus terjadi dalam hati disertai masa viremia singkat, bersamanya virus dieksresikan ke dalam tinja. Pada infeksi manusia dan eksperimental akut ,HAV ditemukan dalam sitoplasma hepatosit dan menghilang bersama dengan penyembuhan kerusakan hati.

MANIFESTASI KLINIK

  

  Stadium pra-ikterik : stadium ini berlangsung selama 4-7 hari Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah demam (<39ºC)

  

  Stadium Ikteri : Stadium ini berlangsung 3-6 minggu Urine yang berwarna kuning tua, seperti teh atau gelap.Gejala anoreksia dan muntah tambah berat

  

  Stadium pasca ikterik : Pada stadium ini ikterik mereda, warna urine DIAGNOSIS

  PENATALAKSANAAN 

  Imunisasi aktif Anak Imunisasi Havrix 1 flakon (0,5) berisis 720 EIU Avaxim setiap 0,5 ml mengandung 160 unit antigen virus hepatitis A yang dimatikan

  

  Imunisasi pasif

  Dengan memberikan Imunoglobulin dosis yang dianjurkan 0.02ml/kg BB

  

TETANUS

Soegeng Soegijanto PENDAHULUAN

  Tetanus adalah penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium Tetani, dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) disertai gangguan kesadaran

GEJALA KLINIS

  

  Gejala yang dominan adalah kekakuan otot bergaris yang disusul dengan kejang tonik dan klonik

  

  Gejala awal trismus : pada neonatus sulit menetek,mulut mecucu. Pada anak yang sudah besar berupa trismus, akibat kekakuan otot messeter, disertai kaku kuduk PENATALAKSANAAN  Terapi dasar tetanus

  Antibiotik diberikan selama 10 hari,2 minggu bila ada kompilkasi Penicilline procaine 5000 IU/kg BB/kali im, tiap 12 jam Metronidazole loading dose 15 mg/kgBB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kgBB/tiap 6 jam 

  Imunisasi aktif-pasif Anti tetanus serum (ATS) 5000-10.000 IU diberikan im. Untuk neonatus bisa diberikan iv Dilakukan imunisasi DT/TT/DPT pada sisi yang lain pada saat bersamaan

   Terapi Supportif Bebaskan jalan nafas Hindari aspirasi Pemberian O2 Perawatan dengan stimulasi maksimal Pemberian cairan yang adekuat Pemantauan /monitoring kejang dan tanda penyulit

   Anti konvulsi Bila datang dengan kejang beri diadepam

  • Neonatus bolus 5 mg iv Anak bolus 10 mg iv Dosis rumatan maksimal
  • Anak 240 mg/hari Neonatus 120 mg/hari

  PENCEGAHAN 

  Imunisasi Aktif Imunisasi dasar Dipheri Pertusis Tetanus (DPT)

   diberikan 3X sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu, ulangan pada umur 18 bulan 5 tahun Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan

   imunisasi TT pada ibu hamil, wanita usia subur, minimal 5x suntikan toksoid

  

  Pencegahan pada luka Luka dibersihkan, jaringan necrotik dan benda

  

  DIFTERI

Prof. Soegeng Soegiatno Sp.A (K) FK UWKS 2013 DEFINISI 

  Penyakit yang disebabkan kuman difteri yang ditularkan lewat droplet infection lewat saluran pernafasan. (mulut, hidung dll)

   Awalnya menyerang kulit disebut difteri kulit.

  Pada luka di kaki dengan adanya selaput putih pada luka

   Dapat terjadi pada bagian alat kelamin.

MANIFESTASI KLINIK

  Toxin difteri menyebabkan timbulnya:

  

  Demam (sumer / subfebris)

  

  Disfagia

  

  Miokarditis dapat terjadi akibat toxin yang menyebar menuju jantung

  

  Pada mulut dapat ditemukan adanya pseudomembran atau besslag berupa selaput putih yang berdarah ketika di sentuh. Di dekat uvula, tonsil, faring dan laring.

  

  Pseudomembran terbentuk akibat reaksi radang dan penumpukan sel radang yang terjadi sehingga terbentuk suatu selaput.

  

  Mulut  stomatitis diphteria

  

  Hidung  rhinitis diphteria

  

  Laring  Laryingitis diphteria yang ditandai dengan tidak berbicara karena sakit tenggorok

  

  SANGAT MENULAR!

PEMERIKSAAN PENUNJANG

  

  EKG jika terjadi Miokarditis PENYULIT 

  Tidak imunisasi / vaksinasi

  

  Tidak berobat PENATALAKSANAAN 

  JIKA SESAK TRAKEOSTOMI

  

  ADS (Anti Difteri Serum) sesuai kondisi

  

  Penicilin procain

  

  Anti piretik kp PENATALAKSANAAN 

  Pada Miokarditis maka dilarang berolahraga dan beraktivitas terlalu berat karena dapat mengakibatkan kematian mendadak. PROGNOSIS 

  Dapat terjadi Miokarditis dengan gejala Plegmon  prognosis Buruk

  

  Gagal nafas jika membran yang menutupi banyak dan tebal  Prognosis Buruk PENCEGAHAN 

  Vaksinasi DPT 15 bulan, lalu diulang tiap 3 tahun.

  132 PERTUSSIS Prof. Soegeng Soegijanto

PERTUSSIS (BATUK REJAN)

  Pertusis adalah suatu penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertussis. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja yang susceptable, biasanya menyerang anak-anak dan apabila mengenai golongan umur sangat muda dapat berakibat serius. a.

  Penyakit ini mulai dikenal pada abad ke – 16.

  b.

  Pada abad ke – 19 penyakit ini merupakan pembunuh yang utama pada bayi diseluruh dunia, tinnginya angka kematian bayi dari beberapa negara sedang berkembang hingga kini masih ada.

  c.

  Upaya pembuatan vaksin baru dapat dilakukan pada tahun 1930 – an. ETIOLOGI a.

  Bordetella, Pertusssis, Bordetella Parapertussis b.

  Adeno virus type 1, 2, 3 dan 5 dikatakan dapat menimbilkan sindroma yang sama .

  c.

  Kuman gram negatif berbentuk batang, non motil dan tidak membentuk spora.

  Vaksin pertusis acelular, komponen tersebut

adalah asal di Filamentory Hemagglutinin (FHA) dan Pertusis Toksin atau Limfositosis Promoting Factor (LPF) PATHOGENESIS a.

  Masuknya kuman per inhalasi ke dalam saluran pernafasan.

  b.

  Melekat pada cilia dari trachea, bronchi dan disusul dengan hilangnya fungsi serta diakhiri dengan rusaknya cilia tersebut.

  

  Gejala batuk dapat timbul disebabkan oleh terganggunya mekanisme keluarnya lendir dari rongga bronchi penimbuhan lendir mucoid yang menimbulkan yang bersifat tidak efektif, berulang, paroksismal. Stadium lebih lanjut dapat menimbulkan obstruksi bronchus (atelektase), sekunder infeksi (pneumonia)

  

  Pertussis encephalopathy belum jelas mekanismenya karena anoxia, cerebral dan hemorhage. EPIDEMIOLOGI o

  pertussis adalah termasuk penyakit yang sangat menular.

  o

  Attack rate populase yang susceptable mencapai kurang lebih 90%.

  o

  Penularan melalui kontak langsung. Penyakit ini sangat menular pada stadium catarrhal (minggu pertama sakit) dan penyakit ini tidak tergantung pada muasim.

MANIFESTASI KLINIS

  o

  Periode inkubasi penyakit pertussis adalah 6–20 hari, dengan rata – rata sekitar 7–10 hari. Penyakit ini dapat berlangsung sampai 6-8 minggu.

  o

  Dikenal 3 stadium pada penyakit pertusis yaitu catarrhal, paraxismal dan convalescent. KOMPLIKASI

  Ada 6 macam komplikasi yaitu :

  o

  Pneumonia

  o

  Atelektase

  o

  Emfisema

  o

  Bronchiektase

  o

  Otitis media

  o

  Aktivasi tuberculosa yang laten PENGOBATAN 

  Antibiotika dengan memakai Erythomycin 50 mg/kg BB/hari atau Ampicilin 100 mg/kg BB/hari selama 3-4 hari. PENCEGAHAN 

  Vaksin dengan pemberiannya dilakukan bersama- sama dengan difteri dan tetanus dalam bentuk vaksin DTP. Usia 2 bulan sebanyak 3 kali dengan interval 4-8 minggu. Suntikan ulangan pertama (buster 1) dilakukan satu tahun kemudian. Sedangkan ulangan kedua (buster 2) 3 tahun sesudahnya.

  POLIO

Prof Soegeng Soegijanto PENDAHULUAN

  Poliomielitis atau penyakit polio adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus polio dan dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan yang permanen. PATOGENESIS Virus ditularkan oleh infeksi droplet dari orofaring (Saliva) atau tinja penderita yang infeksius. Penularan langsung dari manusia-

manusia pada waktu 3 hari sebelum dan

sesudah masa prodromal

MANIFESTASI KLINIS

  Secara umum infeksi virus polio pada seseorang akan memberikan gambaran sebagai berikut :

  1. Inapparent Infection, tanpa gejala klinis, subklinis,

  infeksi subklinis ini terjadi sebanyak 95% 2. Infeksi ringan (4-8%) tidak ada perubahan laboratorium dan gejala infeksi SSP

  3. Abortive poliomielitis 4.

  Aseptic meningitis 5. Flaccid paralytic poliomeilitis 6. Post polio syndrome

  PENGOBATAN

  Tata laksana mencegah kecacatan sedini mungkin yang meliputi upaya-upaya :

  1. Pemberian intake nutrisi yang adekuat 2.

  Istirahat ditempat tidur 3. Cegah aktivitas berlebihan pada fase akut 4. Pengaturan posisi yang benar dan nyaman, latihan luas gerak sendi secara pasif

  5. Berikan obat-obatan analgetik dan antispasme jika

  nyeri ototot

  

PROGRAM PENCEGAHAN IMUNISASI

POLIO 

  Imunisasi rutin

Imunisasi rutin bertujuan memberi kekebalan pada

resipen masyarat luas

   Imunisasi suplemen Imunisasi suplemen diberikan untuk memutus rantai penularan dan trnasmisi virus polio liar

   Eradikasi Global Tujuannya pemberantasan virus polio liar di dunia, dan menghilangkan trasmisi dan membuat dunia bebas dari polio

  

  

VAPP (Vaccine Associated Paralytic Poliomielitis)

INFEKSI HAEMOPHILLUS

  

INFLUENZAE TIPE B

(HIB) Prof. Soegeng Soegiatno Sp.A (K) FK UWKS 2014 PENDAHULUAN

  Dinegara yang sedang berkembang diasumsikan bahwa penyakit infeksi (Haemophillus Influenzae) tipe B banyak menyerang anak-anak EPIDEMOLOGI

  Penyakit infeksi kuman (Haemophillus Influenzae) lebih dari 95% menyerang pada anak. Walaupun 5 tipe kuman HI yang berkapsul jarang menjadi suatu penyebab penyakit, kuman (Haemophillus Influenzae) yang tidak berkapsul dapat juga menyebabkan penyakit pada sekelompok populasi tertentu. Insiden keseluruhan meningitis HIB meningkat 4x lipat dari tahun 1940 ke tahun 1960.

  Alasannya belum diketahui, tatapi diasumsikan karena :

  

  Teknik pemeriksaan lab yang lebih baik

  

  Meningkatnya kemampuan pengalaman mendiagnosis penyakit HIB

  

  Distribusi umur penderita pada tahun 1970 tidak berubah dibandingkan dengan penderita yang ditemukan pada tahun 1930 PATOGENESIS

  Infeksi HIB disaluran pernafasan bagian atas berhubungan erat dengan hasil isolasi strain kuman yang berkapsul. Berdasarkan pernyataan ini Pfeiffer mengemukakan bahwa pandemi influenza dapat diasumsikan karena penyebaran kuman influenza.

MANIFESTASI KLINIS 1.

  Meningitis 2. Pneumonia 3. Epoglotis 4. Artristik Septik 5. Selulitis PENGOBATAN 

  Ampicilin 200-300 mg/ kgBB/hari dikombinasi dengan Chlorapenicol 100 mg/kgBB/hari

  

  Apabila dijumpai resistensi kuman, dipilih obat kombinasi dengan Lactam seperti moxalactam, β atau obat seperti Cephalospurin, Cefotoxine,

  Ceftriaxone PENGOBATAN 

  Upaya pencegahan penyakit HIB dapat dilaksanakan pasif dan aktif imunisasi dengan vaksin HBOC dan BP Ig

  

  Adapun 3 terbaru dengan vaksin PRPD, HBOC, PRP.OMP

PNEUMOCOCCAL DISEASES

  Prof Soegeng Soegijanto, dr.SpA(K),DTM&H INTRODUCTOIN

  Streptococcus Pneumoniae the pneumococcus, is a ubiquitous human respiratory bacterial phatogen, well know for its association with pneumonia and meningitis. EPIDEMOLOGY

  No significant animal reservoir of infection exiss and pneumococcus cal transmission is a consequence of human cantact and aninescapable fact of human life.

  

ROTAVIRUS

Soegeng Soegijanto

  

  EPIDEMOLOGY Most human infections result from contact with infected persons. Rotavirus (RV) infections occur in many animal species, but transmission from animals to humans has not been documented. However, reassortment between human and animal rotaviruses have occurred and can generated new serotypes.

  Rotavirus in infected patients is present in high titer in stool, which is the only body specimen consistently positive for the virus. It is present in stool before the onset of diarrhea, and can persist for as long as 10 days after the onset of symtoms in normal hosts.Transmission is presumed to be by the fecal – oral route. The incubation period is usually from 1 to 3 days. CLINICAL MANIFESTATION

  

  Infection can result in diarrhea, usually preceded or accompanied by emesis and low grade fever. In severe cases, dehydration, electrolyte abnormalities, and acidosis may occur and result in neurologic signs. In immunocompromised children, including those with HIV infection, persistent infection with manifestations of multisystem involvement can develop.

  

  DIAGNOSTIC TESTS Enzyme immunoassay (EIA) and latex agglutination assay for group A RV antigen detection in stool are commercially available. Both types of assay are useful for the detection of RV antigens during diarrhea. However, EIAs are more sensitive for the detection of antigen late in the course of illness.

  

  TREATMENT No specific antiviral therapy is available. Oral or parenteral fluids are given to prevent and correct dehydration.