Analisis Sifat Fisik Kimia Tanah

  

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR (FMA)

PADA RHIZOSFER TANAMAN KEDELAI (Glycine max. L)

DI LAHAN PENGAIRAN SEMI TEKNIS

  (Isolasi and Identification of Arbuscular Micorizal Fungal (AMF) on Rhyzosfere of Soybean (Glycine max L) in Semi Legal Irigation Land) 1*

  1

   2 Hirjani , Sukmawati , M. Ilham El Muharrir

  1 Staf Pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian, UNW Mataram

  2 Alumni Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian, UNW Mataram

  Jln. Kaktus 1-3 Mataram 641275

  ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis Mikoriza Arbuskular (FMA) pada rhizosfer tanaman kedelai di Desa Gunung Sari. Metode penelitian menggunakan teknik penyaringan basah, di mana spora yang ditemukan diidentifikasi berdasarkan pengamatan karakter morfologi spora yang meliputi ukuran, bentuk dan warna spora, kemudian dicocokkan dengan pedoman identifikasi INVAM (International Culture Collection of (Vesicular) Arbuscular Mycorrhizal Fungi) dan menurut Brundrett et al. (1996) serta Morton (1998) untuk menentukan genus FMA. Hasil isolasi diperoleh spora FMA dari kelima titik pengambilan sampel (A, B, C, D, dan E) pada setiap 100 g sampel tanah. Hasil identifikasi spora FMA diperoleh 3 genus berbeda yaitu Glomus, Acaulospora, dan Gigaspora. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif.

  ABSTRACT

This study aimed to determine the types of Arbuscular Mycorrhiza Fungal (AMF) in soybean

rhizosphere in Gunung Sari Village. The research method used wet filtering technique, where

spores were found to be identified based on spore morphological observations including spore

size, shape and color, and then matched with INVAM (International Culture Collection of

(Vesicular) Arbuscular Mycorrhizal Fungi) and according to Brundrett et al . (1996) and Morton

(1998) to determine the genus FMA. The isolation results obtained spores of FMA from the five

sampling points (A, B, C, D, and E) on every 100 g of soil samples. The results of spore FMA

identification obtained 3 different genera namely Glomus, Acaulospora, and Gigaspora. The data

obtained were analyzed descriptively qualitative.

  _______________________________________________________________ Kata Kunci: isolasi, identifikasi, Mikoriza, kedelai.

  Keywords: isolation, identification, Arbuscular Micorizal Fungal, soybean

  PENDAHULUAN

  Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan sumber utama protein nabati dan minyak biji yang dapat dimakan. Kedelai merupakan legum pangan terpenting di dunia. Meningkatnya kebutuhan kedelai tidak sebanding dengan peningkatan produksi kedelai. Berdasarkan hasil proyeksi, diperkirakan neraca produksi dan konsumsi kedelai di Indonesia mengalami peningkatan defisit pada tahun 2016

  • – 2020 rata-rata sebesar 36,95% per tahun. Kekurangan pasokan kedelai tahun 2016 sampai dengan 2020 masing-masing sebesar 1,60 juta ton, 1,78 juta ton, 1,84 juta ton, 1,92 juta ton, dan 1,91 juta ton (Nurhayati et al, 2016). Produksi kedelai yang mengalami penurunan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya masalah kesuburan lahan yang terus menurun (Adiningsih et al, 1994). Untuk meningkatkan produksi kedelai dapat dilakuakan dengan pemupukan. Pupuk dengan kandungan unsur hara fosfor sangat dibutuhkan oleh tanaman kedelai karena dapat memberikan peranan dalam pembentukan bunga, buah dan biji (Damanik et al, 2011).

  Di dalam tanah P berada dalam bentuk P-organik dan P-anorganik. Mineral fosfor anorganik umumnya dijumpai sebagai aluminium dan besi fosfat pada tanah-tanah asam, sedangkan kalsium fosfat mendominasi tanah basa. Berbagai jenis asam-asam organic yang dihasilkan mikroorganisme untuk melarutkan Al, Fe, Ca dan magnesium fosfat, sehingga menghasilkan pelepasan ortofosfat ke dalam larutan tanah. Kelompok organisme yang penting adalah fungi mikoriza arbuskula (FMA) yang dapat memacu serapan fosfor (Handayanto dan Chairiah, 2011).

  Untuk memaksimalkan pengunaan Posfat yang ada di dalam tanah dan yang berasal dari pupuk, digunakan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), yang merupakan salah satu pupuk hayati. Penambahan FMA mampu meningkatkan ketersediaan hara fosfor (P) di dalam tanah. Menurut Bolan (1991) menyatakan bahwa pengaruh menguntungkan dari fungi mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan tanaman sering dihubungkan dengan peningkatan serapan hara yang tidak tersedia, terutama fosfor. Berbagai mekanisme didiskusikan dalam proses peningkatan serapan P oleh tanaman bermikoriza, seperti perpindahan P yang lebih cepat di dalam hifa FMA dan kelarutan fosfor tanah.

  FMA termasuk kelompok endomikoriza yaitu suatu cendawan tanah yang bersifat simbiotik obligat dengan akar tanaman yang telah diketahui mempunyai pengaruh yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman karena dapat meningkatkan serapan hara (Nuhamara, 1994). Dilaporkan tanaman bermikoriza lebih tahan kekeringan karena memperbaiki potensial air dan daun dan turgor, memelihara membukanya stomata dan transpirasi serta meningkatkan sistem perakaran (Ruiz-lozano et al., 1995).

  Mikoriza dapat digunakan sebagai pupuk hayati karena peranannya yang dapat membantu memperbaiki kondisi tanah dan dapat mendukung pertumbuhan tanaman (Baon, 2001). Jika hendak memanfaatkan pupuk mikoriza maka sebelum diaplikasikan ke tanaman perlu diketahui genus mikoriza yang berada pada tanaman tersebut untuk mengetahui adanya genus FMA dan adaptasi yang cocok untuk genus mikoriza yang berasosiasi dengan tanaman tersebut (Soekarto et al, 2009).

  Setiadi & Suryadi (2011) berhasil memperoleh genus fungi mikoriza arbuskula dari area rehabilitasi pasca penambangan nikel yaitu Glomus sp., Acaulaspora sp. dan

  Gigaspora sp, sedangkan di sekitar bawah

  tegakan tanaman jabon (Anthocephalus

  cadamba ) terdapat genus fungi mikoriza arbuskula yaitu Glomus sp., Acaulaspora sp.

  dan Scutellospora sp. (Amelia, 2013). Pada ke dua area tersebut terdapat dua genus yang sama yaitu Glomus sp. dan Acaulaspora sp. Akan tetapi terdapat genus yang berbeda, Di area rehabilitasi pasca penambangan nikel terdapat genus Gigaspora sp. sedangkan di sekitar tanaman jabon terdapat genus Scutellaspora sp. Perbedaan jenis genus tersebut karena kemampuan adaptasi yang tinggi dari masing-masing genus tersebut di setiap lahan berbeda (Soekarto et al, 2009).

  Di setiap lahan yang berbeda akan mengasilkan genus-genus fungi mikoriza arbuskula yang berbeda pula termasuk dilahan pupuk organik maupun lahan pupuk anorganik (Sastrahidayat, 2011). Semua genus fungi mikoriza arbuskula tidak mempunyai sifat morfologi yang sama sehingga perlu diketahui identitasnya agar dapat mengetahui keberadaan dan keberagaman mikoriza arbuskula (Khan, 1993 dalam Puspitasari, 2005) seperti di sekitar perakaran tanaman kedelai. Genus- genus yang sudah diketahui keberagamanya tersebut, pada penelitian selanjutnya dapat diaplikasikan ke tanaman kedelai untuk dijadikan sebagai pupuk mikoriza yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai dan peningkatan produktivitas lahan. Berdasarkan urian di atas, maka telah dilakukan penelitian terhadap fungi mikoriza terutama dari segi isolasi dan identifikasi mikoriza di rhizorfer tanaman kedelai.

  METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

  Analisis Sifat Fisik Kimia Tanah

  Hasil sentifuse dibuang supernatannya kemudian ditambahkan glukosa 60%. Tabung sentifuse ditutup rapat dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 2000 RPM selama 1 menit. Selanjutnya larutan supernatan

  Kemudian saringan paling atas dilepas dan saringan kedua kembali disemprot dengan air kran. Tanah yang tersisa pada saringan 425 μm, 125 μm dan 45 μm dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse. Kemudian ditambahkan aquades sebanyak 25 mL dan disentrifuse dengan kecepatan 2000 RPM selama 5 menit.

  Selanjutnya disaring dalam satu set saringan dengan ukuran 710 μm, 425 μm, 125 μm dan 45 μm secara berurutan dari atas ke bawah. Dari saringan bagian atas disemprot dengan air kran untuk memudahkan bahan saringan lolos.

  Isolasi Spora fungi mikoriza arbuskular dilakukan di laboratorium Biologi Tanah Universitas Mataram. Teknik yang digunakan dalam mengisolasi spora fungi mikoriza arbuskula adalah teknik penyaringan basah Pacioni (1992) dan dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari Brunndret et al (1996). Prosedur kerja teknik penyaringan basah adalah mencampurkan tanah sampel sebanyak 200 gr dengan 1000-1200 ml air dan diaduk merata.

  Isolasi Spora FMA

  Analisa sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP-NTB) di Narmada. Analisis sifat fisik dan kimia yang dilakukan adalah analisis unsur N, P, pH tanah, dan Kadar air. Analisis kandungan sifat fisik dan kimia tanah bertujuan untuk mengetahui keberadaan mikoriza di mana keadaan tanah sangat mempengaruhi populasi, kolonisasi, dan jenis mikoriza.

  Pengambilan sampel dilakukan pada 5 titik di lokasi pengambilan sampel, yaitu di Desa Jatisela Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat. Metode pengambilan sampel dilakukan secara diagonal. Masing-masing sampel tanah yang diambil berada pada kedalaman 10-25 cm dari permukaan tanah karena spora mikoriza banyak ditemukan pada bagian top soil. Sampel tanah yang diambil berada disekitar perakaran tanaman dengan berat 200 gr.

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan September 2017, di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Mataram, dan di Laboratorium Biologi dan Kimia Tanah di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP-NTB) Narmada.

  Teknik Sampling

  Penelitian ini bersifat deskriptif- eksploratif yang dilakukan di lahan pertanian di Gunung Sari dan laboratorium. Penelitian dilakukan dengan dengan mengambil 100 g sampel tanah untuk setiap 5 titik pengambilan sampel (A, B, C, D, dan E). Pengambilan sampel tanah dilakukan di daerah perakaran tanaman, dengan batas setengah jarak tanam dan sedalam sistem perakaran tanaman. Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak berdasarkan strata (stratified random sampling). Tanah dimasukkan ke dalam kantong plastic dan diberikan tanda, selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengamatan.

  Metode Penelitian

  , HCl 1%, asam laktat, gliserol, trypan blue .

  2

  Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah gunting, mikroskop, stereoskop, tabung sentrifuse, sentrifuse, pinset spora, cawan petri, botol fial, autoklaf, gelas objek, cover glass , saringan 710 μm, 425 μm, 125 μm, dan 53 μm. Selanjutnya untuk bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, glukosa 60%, FAA (formalin acero alkohol), KOH 10%, H

  Alat dan Bahan

2 O

  tersebut (yang mengandung spora) dituang ke dalam cawan petri dan diamati di bawah stereoskop.

  Analisis Data

  Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah (LPT,1983) nilai hara di desa Gunug Sari tersebut tergolong kategori sedang sampai tinggi. Sifat fisik tanah lainnya adalah pH. Menurut madjid (2008) bahwa kisaran pH netral antara 6,6-7,5. Hal tersebut menunjukkan bahwa pH di Gunug Sari mendekati netral. Dengan analisis kandungan sifat fisik dan kimia tanah bertujuan untuk mengetahui keberadaan mikoriza. Keadaan tanah sangat mempengruhi populasi, kolonisasi dan jenis mikoriza.

  6,06 0,21 0,26

  P (mg/Kg) 27,72

  Kada Air pH N (%)

  Sebaran mikoriza dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis dan struktur tanah, unsur hara P dan N dalam tanah, air, pH, dan suhu tanah. Berikut hasil analisa kandungan dan kondisi tanah pada ketiga lokasi pengambilan sampel yang dapat dilihat pada Tabel 1. dibawah ini. Analisis Tanah Nilai Hara

  HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Kimia Fisik Tanah

  Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara eskriptif. Data yang dikumpulkan yaitu data sifat kimia fisik tanah data data identifikasi spora mikoriza di mana dengan menghiutng spora dilakukan untuk mengetahui kepadatan dan frekuensi spora.

  Bentuk spora: secara umum bentuk spora adalah bulat globe, sub globose, oval dan oblong (Brundrett et al., 1996)

  Identifikasi Spora FMA

  e.

  Warna- warna spora mikoriza berkisar hialin kuning, kuning kehijauan, coklat, coklat kemerahan sampai coklat hitam.

  Warna spora: menggunakan standar colour chart yang umum digunakan.

  Ukuran spora: ukuran terkecil dari 10-50 μm sampai 200-300 μm. Ukuran spora Glomus berkisar 20- 200 μm sementara Gigaspora dan Scutellospora rata-rata 120- 130 μm d.

  c.

  Bentuk hifa: ada yang silindris, kerucut, bergelombang dan bercabang banyak.

  Susunan spora: spora dari Glomales dapat dihasilkan dengan susunan tunggal atau mengumpul menjadi satu yang disebut sporokap b.

  Spora hasil isolasi yang didapatkan kemudian diidentifikasi sampai pada genus. Spora hasil isolasi diamati di bawah mikroskop. Tahapan identifikasi mikoriza vesikula arbuskula dilakukan dengan menggunakan Manual for The Identification of Mychorhiza Fungi (Schenk and Perez, 1990). Tahapan identifikasi fungi mikoriza arbuskula sebagai berikut, Berdasarkan karakteristik morfologi spora: a.

  Populasi spora mikoriza, seperti Glomus yang tinggi juga diduga disebabkan kondisi lingkungan yang lebih sesuai, optimal, dan kompatibel dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan spora. Ditunjang lagi oleh kemungkinan tidak adanya jamur antagonis yang menghambat sporulasi mikoriza. Faktor lainnya, perbedaan lingkungan asal tanah, hara, ketinggian tempat, curah hujan, cahaya pada kedua contoh tanah memungkinkan adanya perbedaan kepadatan spora.

  Hasil Isolasi dan Identifikasi Spora Mikoriza

  Gambar 1. Perbandingan jenis dan jumlah spora mikoriza Hasil penelitian Allen dan Cunningham

  (1983), Pond et al. (1984), serta Ragupathy dan Mahadevan (1991) menunjukkan bahwa jenis Glomus lebih beradaptasi dibandingkan genus yang lain terhadap kisaran keadaan lingkungan yang luas. Selain itu, menurut Ocampo et al. (1986), setiap individu FMA dipengaruhi oleh faktor intrinsik terhadap perubahan lingkungan seperti halnya musim. Kemungkinan lain adalah beberapa genus FMA terbatas penyebarannya, sehingga kemungkinan genus spora yang ditemukan pada suatu jenis tanah di wilayah dalam waktu tertentu mungkin tidak mewakili seluruh spora yang ada di daerah tersebut.

  Genus Glomus , Acaulospora, dan

  gigaspora yang ditemukan pada perakaran

  (rizosfer) tanaman kedelai diduga memiliki kesesuaian kondisi lingkungan untuk perkembangan spora. Hal ini menunjukkan bahwa genus Glomus dan genus Acaulospora dapat berkembang. Menurut Brundrett et al. (1996) dalam Kartika (2001), jenis tanah dan jenis tanaman inang mempengaruhi genus mikoriza yang ditemukan serta keefektifannya terhadap tanaman inang. Pola penyebaran setiap genus jamur MVA berbeda. Genus tertentu memiliki penyebaran yang sangat luas dan ada genus yang terbatas penyebarannya. Genus yang diketahui memiliki pola penyebaran paling luas adalah genus Glomus

  .

  Berdasarkan hasil analisis kimia tanah diketahui bahwa pH tanah yang terdapat pada areal penelitian tergolong masam. Kandungan bahan organik tergolong sangat rendah, untuk kandungan unsur N dan P tersedianya tergolong pada kondisi yang sangat rendah.

  Keberadaan mikoriza dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, kandungan air tanah, pH tanah, bahan organik, serta logam berat dan unsur lain

  100 200 300 400 500 600 700 800 900 glomus gigaspora Acaoluspora 868 422 515

  Jumlah Spora

  (Sastrahidayat, 2011). Dari hasil analisis tanah, desa Cabbiya memiliki kandungan pH tanah H2O (1: 1,5) 5,96 – 7,5 (asam lemah sampai netral), P bray-1 2,14 ppm (sangat rendah), C-organik 1,39% (rendah), N total 0,20% (rendah), C/N 7 (rendah), bahan organik 2,41% (sangat rendah), dan K 0,28 me/100 g (rendah).

  Jumlah spora dan jenis mikoriza sangat berkaitan dengan kondisi kimia tanah. Pada kisaran pH 4,4 – 5,5 maka jumlah dan jenis mikoriza semakin bertambah (Muzakkir, 2011). Umumnya mikoriza lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Akan tetapi perubahan pH pada rizosfer tanah memiliki dampak langsung terhadap kelarutan Al dalam tanah. Semakin asam pH tanah, kadar Al dalam tanah semakin meningkat, dan hal ini berdampak pada penurunan jumlah dan jenis mikoriza. Hal ini dikarenakan Al mampu menghambat perkembangan akar. Akibatnya tanaman mudah mengalami cekaman air, pertumbuhannya terhambat, dan biomasa serta produktifitasnya rendah (Sastrahidayat, 2011).

  Ketika pH tanah (4,5-8,0), P, dan C- organik meningkat, maka jumlah dan jenis mikoriza akan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan pH menentukan mudah tidaknya unsur hara diserap tanaman termasuk unsur P, dimana P berfungsi untuk pembelahan sel, membantu transfer energi dalam kegiatan metabolisme, sehingga pertumbuhan tanaman baik, dan akhirnya membantu perkembangan mikoriza.

  C- organik juga dapat menjamin terjadinya mineralisasi yang hasilnya dapat menyediakan unsur hara bagi simbiosis mikoriza dengan tanaman, selain itu bahan organik dapat menginduksi pertumbuhan hifa mikoriza (Muzakkir, 2011).

  Berdasarkan hasil analisis di laboratorium (table 1) terhadap sifat kimia tanah menunjukkan tingkat kemasaman (pH) tanah rata-rata mencapai 6,06. Sifat kimia tanah diketahui sangat mempengaruhi kemampuan fungi mikoriza berasosiasi dengan tanaman, hal ini sesuai dengan pernyataan Prihastuti (2007), mikoriza dapat hidup dengan baik pada pH tanah masam dan mampu menghasilkan asam-asam organik yang membebaskan P terfiksasi.

  Kandungan P dalam tanah diketahui dapat mempengaruhi variasi kolonisasi fungi mikoriza pada akar tanaman. Hasil analisis tanah terhadap P tersedia dalam tanah menunjukkan kriteria yang sangat rendah yaitu sebanyak 0.26 ppm. Tanah yang mengandung unsur P yang tinggi sering dihubungkan dengan menurunnya kolonisasi mikoriza. Pembentukan simbiosis fungi mikoriza arbuskula mencapai maksimum jika kadar P dalam tanah tidak lebih besar dari 50 ppm (Ishii, 2004 dalam Nusantara et al., 2012).

  Tanah yang mengandung nitrogen dan fosfat yang tinggi maka jumlah mikorizanya juga tinggi. Ini dikarenakan menurut Setiadi, 2001 di mana pada nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah, pengikatan oleh mikroorganisme dari nitrogen udara, pupuk, dan air hujan, sehingga kandungan nitrogen di dalam tanah berkorelasi kuat dengan jumlah mikoriza yang ditemukan. Begitu pula dengan kandungan fosfat, dimana pada penelitian ini didapatkan nilai rata-rata yaitu 0,26. Hal ini dikarenakan fosfat merupakan unsur hara yang sangat berpengaruh terhadap keberadaan jumlah mikoriza dimana fosfat ini merupakan unsur hara makro bagi tumbuhan sehingga keberadaan mikoriza sangat membantu dalam pertumbuhan tumbuhan dimana hifa mikoriza membantu dalam penyerapan fosfat di dalam tanah. Fosfat yang telah diserap oleh hifa eksternal akan segera diubah menjadi senyawa polifosfat dan dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam arbuskul, senyawa polifosfat dipecah menjadi fosfat organic yang kemudian dilepaskan ke sel tanaman inang (Madjid, A. 2009).

  Kelembapan dan kadar air tanah yang sangat tinggi atau sangat rendah juga kurang baik bagi perkembangan mikoriza. Mikoriza berkembang pada kelembapan dan kadar air yang stabil, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Apabila kadar air dan kelembapan sangat tinggi atau berlebihan dapat menyebabkan kondisi anaerob sehingga menghambat perkembangan mikoriza karena semua jamur pembentuk mikoriza adalah obligat aerob (Handayanto dan Hairiah, 2007). Sedangkan kandungan air tanah yang rendah menyebabkan kondisi lahan kering. Lahan yang kering sangat mendukung bagi perkembangan mikoriza, dimana ketersediaan unsur hara yang rendah pada kondisi lahan kering tersebut akan mengoptimalkan perkembangan hifa mikoriza (Nurhidayati, et al , 2010). Lebih jauh Setiadi (2003), melaporkan bahwa mikoriza berperan dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap kondisi lahan kritis, kekeringan dan terdapatnya logam-logam berat. Kolonisasi akar tanaman dengan mikoriza dapat mempengaruhi komunitas yang berasosiasi dengan akar langsung dan tidak langsung. Interaksi langsung termasuk penyediaan senyawa karbon yang kaya energi, perubahan pH mycorrhizosphere, kompetisi nutrisi, dan eksudasi jamur dari penghambatan atau stimulasi senyawa. Interaksi langsung juga juga dapat terjadi dalam bentuk efek mikoriza pada pertumbuhan tanaman inang, hasil eksudasi akar dan perbaikan struktur tanah (Johansson, 2004).

  KESIMPULAN

  Nurhayati, L., Budi Waryanto., dan Roch Widaningsih, 2016. Outllook Komodiitas Pertaniian Tanaman Pangan Kedelai. Pusat data dan sistem iinformasi pertanian Kementeriian pertanian 2016.\ Ocampo JA, FL Cardona, F El-Atrach. 1986.

  Sekolah Pascasarjana IPB-Bogor, Hal 64

  Kompatibilitas MMA dan Beberapa genotip Kedelai Pada berbagai Tingkat Cekaman Kekeringan Tanah Ultisol: Tanggap Morfofisiologi dan Hasil.

  42 SEAMEO BIOTROP Bogor. Ruiz-Lazano J.M, Azcon R. Gomez. M. 1995 dalam Hapsoh 2003.

  Improved growth of tomato in salinized soil by vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi collected from salin soils. Mycologia. 76:74-84. Ragupathy S, A Mahadevan. 1991. VAM distribution influenced by salinity gradient in a coastal tropical forest. Hal: 91-97. Di dalam: Soerianegara and Supriyanto (Eds.). Proceed. of second Asian Conference on Mycorrhiza. BIOTROP Special Publication. No.

  Pond EC, JA Menge, WM Jarrell. 1984.

  Microbiology . San Diego (GB): Academic Pr. Hlm 317-322.

  dalam: Norris JR, Read DJ, Varma AK, editor. Methods in

  techniques for the extraction of spores of VA mycorrhizal fungi . Di

  Effect of root extracts of non host plants on VA mycorrhizal infection and spore germination Hal. 721-724. Di dalam: Gianinazzi-Pearson V dan Gianinazzi S (eds.). Physiological and genetical aspect of mycorrhizae. Proceed. on the 1st European Symposium on Mycorrhizae. Pacioni, G. 1992. Wet sieving and decanting

  Program Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

  Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

  Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama di Indonesia. Karakteristik, Klasifikasi dan Pemanfaatannya. Cet-1. Pustaka jaya, Jakarta. Nuhamara ST, 1994. Peranan Mikoriza Untuk Reklamasi Lahan Kritis.

  Damanik, M. M. B, B. E. Hasibuan, Fauzi, dan H. Hanum. 2011. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USUPress, Medan. Handayanto dan Chairiah. 2007. Biologi Tanah. Pustaka Adipura, Malang.

  Australian Centre for International Agricultural Research: Canberra

  Working with mycorrhizas in forestry and agriculture.

  Plant and Soil. 134:189-207 Brundrett, M. C, Bougher, N., Dells, B., Grove, T., dan Malajozuk, N. 1996.

  Bolan, N. S. 1991. A Critical Review on The Role of Mycorrhizal Fungi in the Uptake of Phosphorus by Plants.

  Allen EB, Cunningham 1983. Effects of vesicular-arbuscular mycorrhizae on Distichlis spicata under three salinity levels. New phytol. 93:227-236

  2. Pada faktor-faktor lingkungan tersebut, di mana saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu harus dalam kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan mikoriza, di sini halnya dengan simbioisis mutualisti dengan tanaman inang.

  1. Bahwa sebaran mikoriza dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis dan struktur tanah, unsure hara P dan N dalam tanah, kadar air, dan pH

DAFTAR PUSTAKA

  Sastrahidayat, I. R. (2011). Rekayasa Pupuk Setiadi & Suryadi. (2007). Kentang Varietas Hayati Mikoriza dalam dan Pembudidayaan. Jakarta: meningkatkan Produksi Pertanian. Penebar Swadaya.

  Malang: Universitas Brawijaya Soemarno. 2004. Laporan Keterangan Press. Pertanggungjawaban Akhir Masa Schenck, N.C. and Perez, Y., 1990. Manual Jabatan Gubernur Jawa Timur. for the identification of

  VA Surabaya Mycorrhizal (VAM) fungi. Univ. of Suprapto. H.S. 2001. Bertanam Kedelai. Florida Press, Florida, USA, pp. Cetakan Keduapuluh. Jakarta: 241. Penerbit Penebar Swadaya .