Keanekaragaman Dan Kelimpahan Makrozoobentos Di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA Sungai

  Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan. Perairan sungai mempunyai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk ekosistem yang saling mempengaruhi (Junaidi et al, 2010).

  Makrozoobentos

  Berdasarkan ukurannya, bentos dapat digolongkan ke dalam kelompok benthos mikroskopik atau mikrozoobenthos dan makrozoobenthos. Benthos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobenthos. Ukuran tubuh makrozoobenthos dapat mencapai sekurang-kurangnya 3 hingga 5 mm pada saat pertumbuhan maksimum.

  (Nugroho, 2006).

  Menurut Zulkifli dan Setiawan (2011) menyatakan bahwa makrozoobentos merupakan salah satu organisme akuatik menetap di dasar perairan yang memiliki pergerakan relatif lambat serta daur hidup relatif lama sehingga memiliki kemampuan merespon kondisi kualitas air secara terus menerus. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa komponen biota akuatik (ikan, plankton dan bentos) dapat difungsikan untuk biomonitoring kondisi lingkungan.

  Adanya perbedaan komposisi, jumlah jenis serta kelimpahan ini disebabkan karena adanya perbedaan pengaruh bahan organik dan perubahan kondisi lingkungan, khususnya substrat sebagai akibat dari kegiatan antropogenik di sekitar kawasan yang menimbulkan tekanan lingkungan terhadap jenis makrozoobentos tertentu. Interaksi antara faktor abiotik dan biotik dalam suatu lingkungan akuatik dimana keberadaan organisme atau biota sangat terkait dengan beberapa faktor, antara lain jenis dan kualitas air serta kualitas substrat dasar (Zulkifli dan Setiawan, 2011).

  Makrozoobentos merupakan bagian dari rantai makanan yang keberadaannya bergantung pada populasi organisme yang tingkatnya lebih rendah sebagai sumber pakan (misalnya ganggang) dan hewan predator yang tingkat trofiknya lebih tinggi. Makrozoobentos adalah organisme yang hidup pada dasar perairan. Organisme tersebut dapat digunakan sebagai indikator pencemaran perairan, karena keberadaan makrozoobentos dapat berasal dari penyesuaian terhadap kondisi lingkungan, sebagai akibat dari hubungan timbal balik antara organisme tersebut dengan sumber pencemaran, baik pencemar organik, anorganik dan logam berat (Noortiningsih et al, 2008).

  Struktur komunitas hewan makrozoobentos dapat diketahui berdasarkan kelimpahan dan keanekaragaman, antara struktur komunitas makrozoobenthos dan parameter fisika kimia menunjukkan adanya karakter penciri habitat. Semakin dalam substrat dasar suatu perairan, maka semakin sedikit jumlah makrozoobenthos yang terdapat pada tempat tersebut. Kelompok kedua dicirikan oleh kedalaman serta fraksi substrat berupa debu, liat dan pasir (Zulkifli et al, 2009).

  

Keanekaragaman Makrozoobentos di Sungai Bah Bolon Kabupaten

Simalungun Sumatera Utara

  Berdasarkan penelitian Lusianingsih (2011) menyatakan bahwa keanekaragaman makrozoobentos yang diperoleh terdiri atas 3 filum yaitu: Annelida, Arthropoda, dan Moluska yang terbagi dalam 20 genus. Genus Cyrnellus memiliki nilai kepadatan tertinggi pada lokasi pembuangan limbah

  2

  pabrik rokok yaitu 87,40 ind/m . Sedangkan genus Hellobdella memiliki nilai

  2

  kepadatan terendah pada lokasi pertanian yaitu 0,73 ind/m . Lokasi pembuangan limbah pabrik es memiliki nilai indeks keanekaragaman tertinggi yaitu 1,94.

  Sedangkan lokasi pertanian memiliki nilai indeks keanekaragaman terendah yaitu 1,2. Lokasi bebas aktivitas masyarakat memiliki nilai indeks keseragaman tertinggi yaitu 0,74. Sedangkan lokasi pertanian memiliki nilai indeks keseragaman terndah yaitu 0,53.

  Manfaat Makrozoobentos di dalam Perairan

  Pencemaran dapat mengubah struktur ekosistem dan mengurangi jumlah spesies dalam suatu komunitas, sehingga keragamannya berkurang. Dengan demikian indeks keanekaragaman ekosistem yang tercemar selalu lebih kecil dari pada ekosistem alami. Keanekaragaman di suatu perairan biasanya dinyatakan dalam jumlah spesies yang terdapat di tempat tersebut. Semakin besar jumlah spesies akan semakin besar pula keanekaragamannya. Hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah individu dapat dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas (Astirin et al, 2002).

  Perubahan kualitas perairan akibat jumlah bahan pencemar yang terus bertambah secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi keseimbangan ekologis perairan dan merupakan ancaman bagi oganisme yang terdapat di dalamnya. Pengaruh kualitas lingkungan perairan terhadap struktur komunitas makrozoobentos dapat dianalisis dengan menggunakan distribusi kelimpahan spesies yang dapat memperlihatkan kondisi kualitas lingkungan perairan. Kelimpahan spesies ini memperlihatkan suatu mekanisme sumberdaya di dalam komunitas, sehingga dapat diketahui stabilitas suatu ekosistem perairan (Rahman, 2009).

  Makrozoobentos memegang manfaat penting dalam perairan. Peranan tersebut adalah dalam menduduki beberapa tingkatan tropik dalam rantai makanan serta dapat digunakan untuk memantau perubahan kualitas air sungai. Manfaat makrozoobentos dalam ekosistem perairan yaitu dapat menguraikan material organik yang jatuh ke dasar perairan (Jailani dan Nur, 2012).

  Beberapa makrozoobentos sering dipakai sebagai spesies indikator kandungan bahan organik, dan dapat memberikan gambaran yang lebih tepat dibandingkan pengujian secara fisika dan kimia. Kelebihan penggunaan makrozoobentos sebagai indikator pencemaran organik adalah karena :

  1. Mudah ditemukan di habitat perairan.

  2. Jumlahnya sangat banyak pada lingkungan yang berbeda jenis bentos yang hidup berbeda pula.

  3. Perpindahan atau mobilitasnya sangat terbatas (immobil), sehingga mudah diawasi.

  4. Ukurannya kecil tetapi mudah dikumpulkan dan diidentifikasi.

  5. Pengamatan dapat dilakukan lebih cepat dengan peralatan sederhana.

  6. Benthos adalah konsumsi sebagian besar ikan, sehingga perubahan pada komunitas bentos dapat mempengaruhi jarring-jaring makanan di perairan (Nugroho, 2006). Populasi makrozoobentos yang melimpah merupakan indikasi bahwa kondisi lingkungan yang baik, tetapi ini hanya berlaku (baik) bagi jenis itu sendiri, kecuali populasi makrozoobentos yang melimpah terjadi pada sebagian besar jenis penghuni. Hal ini terjadi karena beberapa jenis makrozoobentos hanya dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik dalam lokasi yang mempunyai kualitas perairan bagus, tetapi beberapa jenis masih dapat hidup dan berkembang dalam perairan yang mempunyai kondisi buruk. Bila suatu jenis organisme benthos dapat toleran terhadap kondisi buruk, maka jenis tersebut akan berkembang dengan baik karena sedikitnya kompetitor. Semakin buruk kondisi suatu perairan akan menyebabkan keanekaragaman jenis benthos akan semakin kecil karena akan semakin sedikit spesies yang dapat toleran dan beradaptasi terhadap kondisi perairan tersebut. Ini terjadi karena setiap spesies mempunyai rentang atau daya toleransi tersendiri dalam beradaptasi terhadap kualitas perairan (Tobing, 2009).

  

Parameter Fisika Kimia yang Mempengaruhi Keberadaan Makrozoobentos

di Perairan

  Faktor fisika dan kimia akan saling berinteraksi dan saling mempengaruhi secara kompleks, sehingga kondisi fisik dan kimiawi akan mempengaruhi kondisi biotik, demikian juga sebaliknya, kondisi biotik juga dapat mempengaruhi faktor fisika dan kimia suatu perairan. Berbagai jenis organisme dapat digunakan sebagai indikator penduga kondisi (kualitas) suatu perairan, baik benthos, maupun organisme aquatik lainnya (Tobing, 2009). Arus mempunyai peranan yang sangat penting terutama pada perairan mengalir (lotik). Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme air, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan arus akan bervariasi secara vertikal. Arus air akan semakin lambat bila semakin dekat ke bagian dasar sungai (Barus, 2004).

  Arus terdiri atas zona air deras merupakan daerah dangkal dengan arus yang deras yang menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan, zona ini dihuni oleh bentos yang dapat melekat kuat pada dasar substrat. Sedangkan zona air tenang merupakan bagian perairan yang dalam dengan arus yang lambat, biasanya ada endapan lumpur yang menyebabkan dasarnya lunak tidak sesuai untuk bentos (Odum, 1998).

  Kecepatan arus di daerah hulu sangat tinggi terutama diakibatkan oleh kecuraman topografi aliran yang terbentuk. Selanjutnya aliran air tersebut akan memasuki wilayah yang lebih landai sehingga kecepatan arus akan menurun dengan cepat. Mulai dari hulu hingga hilir akan terjadi peningkatan volume aliran air, sementara kecepatan arus akan menurun dan akan semakin lambat pada aliran air yang mendekati hilir (Barus, 2004).

  Kecepatan arus mempengaruhi keberadaan dan komposisi makrozoobentos serta secara tidak langsung mempengaruhi substrat dasar perairan. Arus mempengaruhi transport sedimen dan mengikis substrat dasar perairan sehingga dapat dibedakan menjadi substrat batu, pasir, dan liat. Sungai dengan arus yang cepat, substrat dasarnya terdiri dari batuan dan kerikil sedangkan sungai dengan arus air yang lambat substrat dasarnya terdiri dari pasir atau lumpur. Sungai dikelompokkan menjadi sungai berarus sangat cepat (>1 m/detik), arus cepat (0,5-1 m/detik), arus sedang (0,25-0,5 m/detik), arus lambat (0,1-0,25 m/detik) dan sungai berarus sangat lambat (0,1 m/detik) (Setiawan, 2008).

  Substrat batuan merupakan habitat yang paling baik bagi makrozoobentos untuk mendapatkan makanan, berlindung dari arus dan melekatkan diri sedangkan substrat kerikil dan pasir sangat mudah terbawa oleh arus air sehingga sulit bagi makrozoobentos untuk melekatkan diri ataupun menetap pada substrat tersebut (Sinaga, 2009).

  Bahan-bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan bagi hewan bentos. Bahan tersebut biasanya berasal dari dekomposisi organisme yang masuk ke sungai. Substrat yang kaya bahan organik dapat melimpahkan hewan bentos yang didominasi oleh deposit feeder. Karakter substrat suatu perairan sangat menentukan keberadaan makrozoobentos di perairan tersebut. Substrat dasar perairan berupa batuan-batuan didominasi oleh makrozoobentos yang mampu menempel dan melekat. Substrat dasar perairan yang lunak dan selalu berubah-ubah biasanya membatasi makrozoobentos untuk berlindung. Substrat berpasir biasanya kandungan oksigennya lebih tinggi dibandingkan dengan substrat yang lebih halus, hal ini disebabkan pada substrat yang ukuran partikelnya lebih besar akan memungkinkan terjadinya pertukaran air yang lebih intensif, pertukaran air ini akan mengakibatkan terjadinya distribusi oksigen kandungan oksigen terlarut lebih tinggi (Setiawan, 2008).

  Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme. Karena penyebaran organisme di perairan tawar dibatasi oleh suhu perairan. Suhu air dapat mempengaruhi kehidupan biota air yaitu berpengaruh terhadap kelarutan oksigen dalam air. Semakin tinggi suhu air, semakin rendah oksigen terlarut dalam air ( Kordi dan Tancung, 2007).

  Peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme serta respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan

  o

  konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).

  Perairan dangkal cenderung memiliki keanekaragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan perairan yang lebih dalam. Pada kondisi perairan yang dangkal, intensitas cahaya matahari dapat menembus seluruh badan air sehingga mencapai dasar perairan, daerah dangkal biasanya memiliki variasi habitat yang lebih besar dari pada daerah yang lebih dalam sehingga cenderung mempunyai makrozoobentos yang beranekaragam dan interaksi kompetisi lebih kompleks.

  Pada musim hujan perairan cenderung lebih dalam jika dibandingkan dengan saat musim kemarau. Hal tersebut dapat mempengaruhi kepadatan makrozoobentos di dasar suatu perairan (Setiawan, 2008).

  Kecerahan air diketahui dengan menggunakan alat secchi disk. Kemampuan daya tembus sinar matahari ke perairan sangat ditentukan oleh warna perairan, kandungan bahan-bahan organik maupun anorganik yang tersuspensi dalam perairan, kepadatan plankton, jasad renik dan detritus. Semakin besar nilai kedalaman secchi disk semakin dalam penetrasi cahaya ke dalam air (Sumich, 1988 diacu oleh Elfinurfajri, 2009).

  Kekeruhan menunjukkan sifat optis air, yang mengakibatkan pembiasan cahaya ke dalam air. Kekeruhan membatasi masuknya cahaya ke dalam air.

  Kekeruhan ini terjadi karena adanya zat tertentu yang terurai seperti bahan organik, dan jasad renik. Semakin keruh air, semakin banyak pula padatannya (Kristanto, 2002).

  Fluktuasi nilai pH pada air sungai dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain: bahan organik atau limbah organik. Meningkatnya keasaman dipengaruhi oleh bahan organik yang membebaskan CO

  2 jika mengalami proses penguraian,

  dan bahan anorganik atau limbah anorganik. Air limbah industri bahan anorganik umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamannya juga tinggi (Siradz et al, 2008).

  Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7-8,5. Kondisi perairan yang sangat basa maupun yang sangat asam akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Kenaikan pH diatas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).

  Kehidupan makhluk hidup di dalam perairan tergantung dari kemampuan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Oksigen terlarut di dalam air berasal dari hasil fotositesis fitoplankton atau tumbuhan air serta difusi dari udara. Oksigen terlarut digunakan dalam penghancuran bahan organik dalam air. Jika tidak adanya oksigen terlarut dalam tingkat konsentrasi tertentu banyak jenis organisme perairan tidak dapat bertahan hidup. Oksigen terlarut sangat penting untuk menunjang kehidupan organisme air, khususnya makrozoobentos dalam proses respirasi dan dekomposisi bahan organik (Setiawan, 2008).

  Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologis organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Berbeda dengan faktor temperatur yang mempunyai pengaruh yang merata terhadap fisiologis semua organisme air, konsentrasi oksigen terlarut dalam air hanya berpengaruh secara nyata terhadap organisme air yang memang mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya (Barus, 2004).

  Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk ke dalam badan air. Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Selain itu semakin tinggi suhu dan salinitas, maka kelarutan oksigen pun semakin berkurang sehingga kadar oksigen di perairan tawar cenderung lebih rendah (Effendi, 2003).

  Oksigen terlarut dalam perairan menunjukkan cadangan oksigen dalam sungai tersebut. Oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Kadar oksigen terlarut dalam perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l. Penurunan kadar oksigen terlarut dalam perairan merupakan indikasi kuat adanya pencemaran terutama pencemaran bahan organik (Siradz et al, 2008).

  Kebutuhan oksigen biokimawi atau biochemical oxygen demand (BOD) merupakan ukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang terdapat dalam perairan. Nilai BOD umumnya digunakan sebagai bioindikator kelimpahan bahan organik dalam perairan. Aktivitas mikroorganisme yang tinggi mengakibatkan semakin besar nilai BOD untuk menguraikan bahan organik. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organic yang sebenarnya, tetapi hanya menunjukkan secara relatif oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan (Fardiaz, 1992).

  Mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari untuk menguraikan senyawa organik. Waktu 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari (BOD ), dapat juga dilakukan

  5

  pengukuran selama 1 hari, 2 hari sesuai dengan kebutuhan dan faktor waktu yang tersedia. Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2004).

  Nilai COD pada umumnya lebih tinggi daripada nilai BOD. Nilai COD dapat digunakan sebagai ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut (DO) di dalam air (Siradz et al, 2008).