BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Keanekaragaman Makrozoobentos Di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Sungai

  Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum di bagi atas dua yaitu perairan lentik (perairan tenang atau diam, misalnya: danau, waduk, kolam, rawa dan telaga) dan perairan lotik (perairan berarus deras, misalnya: parit, kanal, dan sungai). Perbedaan utama antara perairan lotik dengan perairan lentik adalah kecepatan arus. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi, disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2004).

  Sungai merupakan ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi daerah sekitarnya sehingga kondisi air sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik kondisi disekitarnya. Sebagai suatu ekosistem, perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama lainnya dan membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem tersebut (Setiawan, 2009).

  Sungai merupakan suatu sistem yang dinamis dengan segala aktivitas yang berlangsung antara komponen-komponen lingkungan yang terdapat didalamnya. Adanya dinamika tersebut akan menyebabkan suatu sungai berada dalam keseimbangan ekologis sejauh sungai itu tidak menerima bahan-bahan asing dari luar. Pada batas-batas kisaran tertentu pengaruh bahan asing ini masih dapat ditolerir dan kondisi keseimbangan masih tetap dapat dipertahankan. Dengan demikian bila suatu sungai menerima limbah berupa senyawa organik atau limbah dalam jumlah yang sedikit atau dalam batas toleransi maka limbah tersebut akan dinetralisir oleh adanya dinamika ekologis (Barus, 2004). Menurut Setiawan

  (2009), sungai mempunyai kemampuan untuk membersihkan diri (self

  puriļ¬cation) dari berbagai sumber masukan, akan tetapi jika melebihi kemampuan daya dukung sungai (carrying capacity) akan menimbulkan masalah yang serius bagi kesehatan lingkungan sungai.

  Sungai mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat. Selain tempat berlangsungnya ekosistem, juga sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat sekitarnya. Berbagai aktivitas manusia seperti pembuangan limbah industri dan rumah tangga menyebabkan menurunnya kualitas air sungai. Penambahan bahan buangan dalam jumlah besar dari bagian hulu hingga hilir sungai yang terjadi terus menerus akan mengakibatkan sungai tidak mampu lagi melakukan pemulihan. Pada akhirnya terjadilah gangguan keseimbangan terhadap konsentrasi faktor kimia, fisika dan biologi dalam sungai (Agustatik, 2010).

2.2 Pencemaran Sungai

  Ekosistem sungai terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur dan tidak ada satu komponen pun yang dapat berdiri sendiri melainkan mempunyai keterikatan dengan komponen lain secara langsung atau tidak langsung. Aktivitas suatu komponen selalu memberi pengaruh pada komponen ekosistem yang lain, pengaruh tersebut seperti pencemaran. Salah satu komponen itu yaitu manusia dimana seringkali memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan (Asdak, 1995).

  Sungai merupakan salah satu tipe ekosistem perairan umum yang berperan bagi kehidupan biota dan juga kebutuhan hidup manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti perikanan, pertanian, keperluan rumah tangga, industri, transportasi. Berbagai macam aktivitas pemanfaatan sungai tersebut pada akhirnya memberikan dampak terhadap sungai seperti penurunan kualitas air, hal ini dikarenakan limbah yang dihasilkan dari berbagai macam kegiatan tersebut kebanyakan dibuang ke sungai, atau dimana sebagian limbah tersebut tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu (Setiawan, 2009).

  Akumulasi dari bahan pencemar yang masuk ke dalam perairan dapat memberikan dua pengaruh terhadap organisme perairan yaitu membunuh spesies tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran. Jika air tecemar ada kemungkinan yang terjadi yaitu pergesaran dari jumlah yang banyak dengan populasi yang sedang menjadi jumlah spesies yang sedikit tetapi populasinya tinggi (Sastrawijaya, 1991).

  Penyebab terjadinya pencermaran dapat berupa masuknya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat ke dalam air yang menyebabkan kualitas air tercemar sehingga mengganggu fungsi air. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar (polutan), yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair (Yuliastuti, 2011).

2.3 Bentos

  Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau pada sedimen dasar perairan. Berdasarkan sifat hidupnya bentos dibedakan antara fitobentos yaitu bentos yang bersifat tumbuhan dan zoobentos yaitu bentos yang bersifat hewan (Barus, 2004). Bentos cukup besar peranannya dalam ekosistem perairan. Bentos menguraikan material organik yang jatuh ke dasar perairan. Bentos mentransfer energi dari produsen primer ke tingkatan trofik berikutnya (Suin, 2002).

  Makrozoobentos merupakan organisme air yang sebagian besar atau seluruh hidupnya berada di dasar perairan, hidup secara sesil, merayap atau menggali lubang. Makrozoobentos sering digunakan untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia, dan biologi suatu badan perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup makrozoobentos karena makrozoobentos merupakan organisme air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar fisik maupun kimia. Suatu perairan yang belum tercemar akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari hampir semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies yang mendominasi (Odum, 1993).

  Menurut Lalli & Parsons (1993), hewan bentos dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan hewan dari sedimennya. Berdasarkan kategori tersebut bentos dibagi atas: 1) Makrozoobentos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan bentos yang terbesar, jenis hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca, annelida, crustaceae, beberapa insekta air dan larva dari diptera, odonata dan lain sebagainya. 2) Mesobentos, kelompok bentos yang berukuran antara 0,1 mm – 1,0 mm.

  Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur. Hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca kecil, cacing kecil dan crustaceae kecil.

  3) Mikrobentos, kelompok bentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm.

  Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk ke dalamnya adalah protozoa khususnya ciliata.

  Bentos pada umumnya yang sering dijumpai di suatu perairan adalah taksa Crustaceae, Molusca, Insecta, dan sebagainya. Bentos tidak hanya berperan dalam penyusun komunitas perairan, tetapi juga dapat digunakan dalam studi kuantitatif untuk mengetahui kualitas suatu perairan (Barus, 2004).

  Menurut Nybakken (1988), secara ekologis terdapat dua organisme yaitu epifauna dan infauna. Epifauna adalah organisme bentik yang hidup pada atau dalam keadaan lain berasosiasi dengan permukaan. Infauna adalah organisme yang hidup di substrat lunak. Kelompok infauna dibagi menjadi tiga golongan, yaitu makrozoobentos (berukuran lebih besar dari 1 mm), meiozoobentos (berukuran antara 0,1-1 mm), dan mikrozoobentos (berukuran lebih kecil dari 0,1 mm).

2.4 Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Lingkungan Perairan

  Bentos sering digunakan sebagai indikator atau petunjuk kualitas air. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme makrozoobentos karena makrozoobentos merupakan biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar kimia maupun fisik (Odum, 1993).

  Menurut Barus (2004), ada beberapa alasan dalam pemilihan bentos sebagai indikator kualitas di ekosistem air, yaitu: a. Pergerakannya yang sangat terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel.

  b. Ukuran tubuh relatif besar sehingga mudah untuk diidentifikasi.

  c. Hidup di dasar perairan serta relatif diam sehinga secara terus menerus terdedah oleh kondisi air sekitarnya.

  d. Proses yang terjadi terus-menerus mengakibatkan bentos sangat terpengaruh oleh berbagai perubahan lingkungan yang mempengaruhi kondisi air tersebut.

  e. Perubahan faktor-faktor lingkungan ini akan mempengaruhi keanekaragaman komunitas bentos.

  Menurut Fachrul (2007), daya toleransi bentos terhadap pencemaran bahan organik dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu sebagai berikut: a. Jenis Intoleran

  Jenis Intoleran memiliki kisaran toleransi yang sempit terhadap pencemaran dan tidak tahan terhadap tekanan lingkungan, sehingga hanya hidup dan berkembang di perairan yang belum atau sedikit tercemar.

  b. Jenis Toleran Jenis toleran mempunyai daya toleran yang lebar, sehingga dapat berkembang mencapai kepadatan tertinggi dalam perairan yang tercemar berat. Oleh karena itu, untuk mengetahui kehadiran atau ketidakhadiran organisme pada lingkungan perairan digunakan indikator yang menunjukkan tingkat atau derajat kualitas suatu habitat.

  c. Jenis Fakultatif Jenis fakultatif dapat bertahan hidup terhadap lingkungan hidup yang agak lebar, antara perairan yang belum tercemar sampai dengan tercemar sedang dan masih dapat hidup pada perairan yang tercemar berat.

  Menurut Trihadiningrum & Tjondronegoro (1988), kualitas air sungai dapat dibagi menjadi 6 kelas berdasarkan tingkat cemaran dilihat dari indikator makrozoobentosnya yaitu dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Makrozoobentos Indikator untuk Menilai Kualitas Air No. Tingkat Cemaran Makrozoobentos Indikator

  1. Tidak Tercemar Trichoptera (Sericosmatidae, Lepidosmatidae, Glossomatidae), Planaria

  2. Tercemar Ringan Plecoptera (Perlidae, Peleodidae), Ephemeroptera (Leptophleebiidae, Pseudocloeon, Ecdyonuridae, Caebidae), Trichoptera (Hydropschydae, Psychomyidae), Odonanta (Gomphidae, Plarycnematidae, Agriidae, Aeshnidae), Coleoptera (Elminthidae)

  3 Tercemar Sedang Mollusca (Pulmonata, Bivalvia), Crustacea (Gammaridae), Odonanta (Libellulidae, Cordulidae)

  4. Tercemar Hirudinea (Glossiphonidae, Hirudidae); Hemiptera

  5. Tercemar Agak Berat Oligochaeta (ubificidae), Diptera (Chironomus

  thummiplumosus), Syrphidae

  6. Sangat Tercemar Tidak terdapat makrozoobentos. Besar kemungkinan dijumpai lapisan bakteri yang sangat toleran terhadap limbah organik di permukaan

  Tekanan karena buangan bahan organik mengakibatkan terjadinya pembatasan variasi makrozoobentos, yang berarti hanya beberapa jenis saja yang mampu hidup dalam kondisi tersebut. Pengaruh dari perubahan substrat dan adanya bahan kimia beracun akan menurunkan jumlah bahkan menghilangkan beberapa jenis makrozoobenthos pada daerah tersebut. Perbedaan batas toleransi antara populasi terhadap faktor-faktor lingkungan akan mempengaruhi kemampuan berkompetisi. Jika kondisi lingkungan perairan menurun karena pencemaran maka jenis organisme yang tidak toleran terhadap kondisi tersebut akan menurun populasinya, sebaliknya jenis-jenis organisme yang mempuyai toleransi terhadap kondisi tersebut akan meningkat populasinya katena jenis-jenis kompetitornya berkurang (Sinaga, 2009).

2.5 Faktor-Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Makrozoobentos

  Sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu, selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti makrozoobentos, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik (fisik-kimia). Adanya saling ketergantungan antara faktor abiotik dengan faktor biotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan.

  Faktor abiotik (fisik dan kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan makrozoobentos antara lain:

  2.5.1 Temperatur

  Pengukuran temperatur air adalah hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat di pengaruhi oleh temperatur. Menurut hokum Van’t Hoffs kenaikan temperatur 10°C (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat, sehingga konsumsi oksigen akan meningkat, dan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Pola temperatur ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi perairan (Barus, 2004).

  Temperatur mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, apabila suhu air naik maka kelarutan oksigen di dalam air juga akan menurun. Bersamaan dengan peningkatan suhu juga akan mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen juga meningkat (Sastrawijaya, 1991). Temperatur juga salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan hewan benthos. Batas toleransi hewan benthos terhadap temperatur tergantung dari spesiesnya. Umumnya temperatur di atas 30°C dapat menekan pertumbuhan populasi hewan benthos yang terdapat pada perairan (James & Evison, 1979).

  2.5.2 Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen)

  Oksigen adalah gas tak berbau, tak berasa dan hanya sedikit larut alam air. Untuk mempertahankan hidupnya, mahluk yang tinggal dalam air, baik tumbuhan maupun hewan, bergantung kepada oksigen yang terlarut ini. Jadi kadar oksigen terlarut dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas air. Kehidupan di air dapat bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak 5 mg/L. Selanjutnya bergantung kepada ketahanan organisme, derajat keaktifannya, kehadiran bahan pencemar, suhu air. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air dan atmosfir yang masuk ke dalam air dengan kecepatan tertentu (Kristanto, 2009).

  Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan mahluk hidup di dalam air tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Biota air hangat memerlukan oksigen terlarut minimal 5 mg/L, sedangkan biota air dingin memerlukan oksigen terlarut mendekati jenuh. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6 mg/L. Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer (Agusnar, 2007).

2.5.3 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

  BOD (Biochemical Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut di dalam air, maka kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi. Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk proses reaksi biokimia yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel dan oksidasi sel. BOD dapat diterima bilamana jumlah oksigen yang akan dihabiskan dalam waktu lima hari oleh organisme pengurai aerobik dalam suatu volume limbah pada suhu 20°C dan hasilnya dinyatakan dengan ppm atau mg/L (Kristanto, 2009).

  2.5.4 Kecepatan Arus

  Arus mempunyai peranan yang sangat penting terutama pada perairan mengalir (lotik). Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme air, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air yang mengalir akan bervariasi secara vertikal. Arus air akan semakin lambat bila semakin dekat ke bagian dasar sungai (Barus, 2004).

  2.5.5 Intensitas Cahaya

  Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan terbentuknya kedalaman lapisan air, intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasaan yang menyebabkan kolam air yang jernih akan terlihat bewarna biru pada permukaan. Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi hijau kekuningan karena intensitas dari warna ini paling baik ditarnsmisi dalam air sampai ke lapisan dasar (Barus, 2004).

  Menurut Romimohtarto & Juwana (2001), banyaknya cahaya yang menembus permukaan perairan dan menerangi lapisan perairan setiap hari dan perubahan intensitas memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan fitoplankton. Cahaya mempunyai pengaruh yang sangat besar yaitu sebagai sumber energi untuk membantu proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi sumber makanan biota di perairan.

  2.5.6 pH (potential of Hydrogen) Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan.

  Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap pH. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik termasuk makrozoobentos pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyababkan terjadinya gangguan metabolism dan respirasi. Di samping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara ammonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme tersebut (Barus, 2004).

2.5.7 Substrat Dasar

  Substrat dasar perairan merupakan campuran dari beberapa ukuran materi dan partikel yang tersusun dari kepingan batu, walaupun ada juga tipe substrat seragam tunggal seperti batuan dasar yang dominan. Karakter dasar suatu perairan sangat menentukan penyebaran makrozoobentos. Substrat dasar yang berupa batu pipih dan batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang baik bagi makrozoobentos sehingga bisa mempunyai kepadatan dan keanekaragaman yang besar (Odum, 1993). Selanjutnya Hynes (1976), substrat dasar merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi kehidupan, perkembangan dan keanekaragaman zoobentos

  Kadar organik adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan makrozoobentos, dimana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi makrozoobentos tersebut. Tingginya kadar organik pada suatu perairan umumnya akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan bentos dan sebagai organisme dasar, bentos menyukai substrat yang kaya akan bahan organik. Maka pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi hewan bentos (Koesbiono, 1979).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Danau 2.1.1 Definisi Pelabuhan Dan Fungsinya - Studi Pintu Masuk Utama Dermaga Pelabuhan Danau Terhadap Kenyamanan Penumpang (Studi Kasus : Pelabuhan Ajibata, Danau Toba)

1 2 27

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vaginosis Bakterial 2.1.1. Definisi - Profil Skor Nugent Berdasarkan Pewarnaan Gram pada Pasien Vaginosis Bakterial di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 19

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Saman Karya Ayu Utami: Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud

0 2 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Saman Karya Ayu Utami: Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud

0 2 9

BAB II KERANGKA HUKUM PERDAGANGAN BEBAS AFTA A. Tinjauan Umum tentang Perdagangan Bebas 1. Sejarah dan Pengertian Perdagangan Bebas - Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Dalam Kerangka Pasar Bebas AFTA

2 2 34

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Dalam Kerangka Pasar Bebas AFTA

0 0 22

BAB II PENGATURAN KEPAILITAN KOPERASI SIMPAN PINJAM A. Jenis-jenis Koperasi di Indonesia - Kedudukan Nasabah Koperasi Simpan Pinjam Dalam Pailitnya Koperasi Simpan Pinjam

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kedudukan Nasabah Koperasi Simpan Pinjam Dalam Pailitnya Koperasi Simpan Pinjam

0 0 22

BAB II DASAR TEORI - Pengaruh Penambahan Kutub Bantu Pada Motor Arus Searah Penguatan Seri Dan Shunt Untuk Memperkecil Rugi-Rugi (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

1 0 31

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Telekomunikasi Seluler Global System for Mobile Communication (GSM) - Analisis Link Budget Pada Pembangunan Bts Rooftop Cemara IV Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis Gsm Studi Kasus PT Telkomsel

0 0 29