BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan - Rancang Bangun Prototype Kolektor Surya Tipe Plat Datar Untuk Penghasil Panas Pada Pengering Produk Pertanian Dan Perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan

  Teknologi pemrosesan bahan pangan terus berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan teknologi ini didorong oleh kebutuhan pangan manusia yang terus meningkat yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia. Pada saat yang sama, luas lahan pertanian dan perkebunan makin menyempit. Hal tersebut menyebabkan dibutuhkannya teknologi-teknologi pemrosesan produk pertanian dan perkebunan yang mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produk tersebut, salah satunya adalah teknologi pengeringan bahan pangan.

  Pengeringan adalah suatu peristiwa perpindahan massa dan energi yang terjadi dalam pemisahan cairan atau kelembaban dari suatu bahan sampai batas kandungan air yang ditentukan dengan menggunakan gas sebagai fluida sumber panas dan penerima uap cairan (Sumber: Treybal, 1980).

  Pengeringan merupakan proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Tujuan pengeringan itu sendiri adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama (Sumber: Thaib, 1999).

  Metode pengeringan secara umum terbagi menjadi dua, pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami membutuhkan lahan yang luas, sangat tergantung pada cuaca, dan sanitasi hygiene sulit dikendalikan sedangkan pada pengeringan buatan kendala tersebut dapat diatasi. Kelemahan Pengeringan buatan adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami.

  Mekanisme pengeringan ketika benda basah dikeringkan secara termal dan berlangsung secara simultan ada dua. Mekanisme pertama perpindahan energi dari lingkungan untuk menguapkan air yang terdapat di permukaan benda padat. Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat berlangsung secara konduksi, konveksi, radiasi, atau kombinasi dari ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur, kelembapan, laju dan arah aliran udara, bentuk fisik padatan, luas permukaan kontak dengan udara dan tekanan. Proses ini merupakan proses penting selama tahap awal pengeringan ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan yang terjadi pada permukaan padatan dikendalikan oleh peristiwa difusi uap dari permukaan padatan ke lingkungan melalui lapisan film tipis udara.

  Mekanisme yang kedua perpindahan massa air yang terdapat di dalam benda ke permukaan. Ketika terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan temperatur sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke permukaan benda padat. Struktur benda padat tersebut akan menentukan mekanisme aliran internal air.

  Jenis-jenis pengeringan berdasarkan karakteristik umum dari beberapa pengering konvensional dibagi atas 8 bagian, yaitu : (Arun S. Mujumdar, Chung Lim Law. 2009) 1.

  Baki atau wadah Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan meletakkan material yang akan dikeringkan pada baki yang lansung berhubungan dengan media pengering. Cara perpindahan panas yang umum digunakan adalah konveksi dan perpindahan panas secara konduksi juga dimungkinkan dengan memanaskan baki tersebut.

  2. Rotary

  Pada jenis ini ruang pengering berbentuk silinder berputar sementara material yang dikeringkan jaruh di dalam ruang pengering. Medium pengering, umumnya udara panas, dimasukkan ke ruang pengering dan bersentuhan dengan material yang dikeringkan dengan arah menyilang. Alat penukar kalor yang dipasang di dalam ruang pengering untuk memungkinkan terjadinya konduksi.

  3. Flash

  Pengering dengan flash (flash dryer) digunakan untuk mengeringkan kandungan air yang ada di permukaan produk yang akan dikeringkan.

  Materi yang dikeringkan dimasukkan dan mengalir bersama medium pengering dan proses pengeringan terjadi saat aliran medium pengering ikut membawa produk yang dikeringkan. Setelah proses pengeringan selesai, produk yang dikeringkan akan dipisahkan dengan menggunakan hydrocyclone.

  4. Spray

  Teknik pengeringan spray umumnya digunakan untuk mengeringkan produk yang berbentuk cair atau larutan suspensi menjadi produk padat. Contohnya, proses pengeringan susu cair menjadi susu bubuk dan pengeringan produk-produk farmasi. Cara kerjanya adalah cairan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk tetesan oleh atomizer dan dijatuhkan dari bagian atas. Medium pengering (umumnya udara panas) dialirkan dengan arah berlawanan atau searah dengan jatuhnya tetesan. Produk yang dikeringkan akan berbentuk padatan dan terbawa bersama medium pengering dan selanjutnya dipisahkan dengan hydrocyclone.

  5. Fluidized bed

  Pengeringan dengan menggunakan kecepatan aliran udara yang relatif tinggi menjamin medium yang dikeringkan terjangkau oleh udara. Jika dibandingkan dengan jenis wadah, jenis ini mempunyai luas kontak yang lebih besar.

  6. Vacum Pengeringan dengan memanfaatkan ruangan bertekanan udara rendah.

  Dimana pada ruangan tersebut tidak terjadi perpindahan panas, tetapi yang terjadi adalah perpindahan massa pada suhu rendah.

  7. Membekukan Pengeringan dengan menggunakan suhu yang sangat rendah. Biasanya digunakan pada produk-produk yang bernilai sangat tinggi, seperti produk farmasi dan zat-zat kimia lainnya.

  8. Batch dryer

  Pengeringan jenis ini hanya baik digunakan pada jumlah material yang sangat sedikit, seperti penggunaan pompa panas termasuk pompa panas kimia.

  Pada bagian tugas akhir ini akan dilakukan simulasi pada pengeringan tipe wadah dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi pemanas udara pengering.

2.2 Ubi (Cassava)

   Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk

  Indonesia mempunyai pencaharian di bidangatau bercocok tanam. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa negara ini memiliki lahan seluas lebih dari 31 juta ha yang telah siap tanam. Pertanian di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditi ekspor, antara lain padi, jagung, kedelai, sayur- sayuran, cabai, ubi, dan singkong.

  Sampel yang dipakai dalam penelitian adalah ubi kayu atau singkong

  (cassava) yang berkadar air 60% yang akan dikeringkan untuk mencapai kadar air

  >10%, merupakan standar kering ubi kayu. Kemudian sampel di potong dadu 1cm x 1cm x 1cm agar mudah dalam menghitung luasan sampel. Aplikasi dari pengeringan ubi kayu dapat berupa tepung tapioka dan juga tepung mocaf sehingga dapat menjadi nilai tambah dalam penjualan.

  Ubi kayu (cassava) yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu adalah pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar (PTP, 2008).

  Ubi kayu (cassava) (Manihot utilissima) menghasilkan umbi setelah tanaman berumur 6 bulan. Setelah tanaman berumur 12 bulan dapat menghasilkan umbi basah sampai 30 ton/ha. Kerusakan yang biasa timbul pada ubi kayu adalah warna hitam yang disebabkan oleh aktivitas enzim polyphenolase atau biasa disebut dengan kepoyoan.

  Akar-akaran dan umbi-umbian kandungan patinya tinggi dan kenyataannya bahwa ditanam secara melimpah, akar-akaran dan umbi-umbian merupakan salah satu pangan pokok atau yang utama yang dimakan diberbagai bagian Asia Tenggara. Di samping sayuran akar-akaran semacam itu seperti ubi kayu (cassava), talas, kentang, ubi jalar, buah-buahan yang berpati seperti pisang untuk dimasak, sukun dan nangka dimasukkan dalam golongan pangan di atas. Pangan tersebut merupakan sumber energi yang baik. Adapun komposisi kimia ubi cassava dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Daftar Komposisi Kimia Ubi (Cassava) 100 gr bahan

  Komponen Kadar Kalori (kal) 146 Protein (gr)

  1.2 Lemak (gr)

  0.3 Karbohidrat (gr)

  34.7 Kalsium (mg)

  33 Fosfor (mg)

  40 Besi (mg)

  0.7 Vitamin A (S.I)

  0.06 Vitamin C (mg)

1 Vitamin B (mg)

  30 Air (gr)

  62.5 BDD (%)

  75 Sumber : Departemen Kesehatan R.I, (1992).

  Secara alami ada tiga jenis karbohidrat, yaitu monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Bentuk yang paling umum dari oligosakarida yaitu disakarida yang terdiri dari dua monosakarida. Contoh yang paling umum dari disakarida yaitu sukrosa. Bahan monosakarida yang terdapat diperdagangan umumnya dibuat melalui proses hidrolisa bahan polisakarida. Bahan monosakarida untuk makanan dan obat-obatan seperti glukosa dan fruktosa sering dibuat dari jagung, ketela pohon, ubi jalar dan lainnya.

  Pengeringan cassava membutuhkan waktu pengeringan lebih kurang 46 jam atau dua hari hingga mendapatkan kadar air sebesar <14%, dengan temperatur

  o o

  pengeringan berkisar diantara 30 C sampai dengan 60 C . Konsep inilah yang digunakan sebagai acuan untuk menciptakan Solar Dryers. Berikut mesin pengering tenaga surya (solar dryers) yang menggunakan ubi kayu (cassava) sebagai sampelnya.

Gambar 2.1 Mesin Pengering

  Mesin pengering tenaga surya (solar dryers) diatas menggunakan ubi kayu (cassava) sebagai sampelnya. Mesin diatas memiliki effisiensi 17,33 % dan kadar air akhir ubi kayu (cassava) 14%.

2.3 Kolektor dan Jenis-Jenisnya

  Pengering surya adalah suatu sistem pengering yang memanfaatkan energi surya. Sistem pengering surya terdiri dari dua bagian utama yaitu kolektor surya dan ruang pengering. Kolektor surya adalah suatu alat yang dapat mengumpulkan atau menyerap radiasi surya dan mengkonversikan menjadi panas

  Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama. Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen- komponen utama, yaitu:

  1. Cover berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan.

  2. Absorber berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari.

  3. Kanal berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja .

  4. Isolator berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari absorber menuju lingkungan.

  5. Frame berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor.

  Berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimilikinya oleh kolektor surya, pada umumnya kolektor surya dibagi atas 4 macam yaitu:

  1. Flat-Plate Collectors ( Kolektor Pelat Datar ) Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya pelat datar adalah bahwa memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari dan juga karena desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri.

  Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari absorber-nya yang berupa pelat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri.

  2. Prismatic Solar Colector ( Kolektor Surya Prismatik ) Kolektor surya tipe prismatik dapat digolongkan dalam kolektor pelat datar dengan permukaan kolektor berbentuk prisma yang tersusun dari 4 bidang yang membentuk prisma, 2 bidang berbentuk segi-tiga sama kaki dan 2 bidang yang lain berbentuk segi-empat siku-siku. Keunggulan dari kolektor surya tipe prismatik ini adalah kemampuannya untuk dapat menerima energi radiasi matahari dari segala posisi matahari.

  3. Concentrating Collectors ( Kolektor Surya Konsentrasi ) Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur antara 100° – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh absorber. Berdasarkan komponen absorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu line focus dan point focus .

  (a) (b)

Gambar 2.2 Kolektor Surya Konsentrator, (a) Line Focus, (b) Point Focus.

(Sumbe

  4. Evacuated Tube Collectors Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara absorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar absorber menuju lingkungan.

Gambar 2.3 Evacuated Tube Collector

  (Sumbe

2.4 Pemanfaatan Energi Matahari

  9 Matahari mempunyai diameter 1,39×10 m. Bumi mengelilingi matahari dengan lintasan berbentuk ellipse dan matahari berada pada salah satu pusatnya.

  11 Jarak rata-rata matahari dari permukaan bumi adalah 1,49×10 m (Duffie & Beckman, 1980).

  Lintasan bumi terhadap matahari berbentuk ellipse, maka jarak antara bumi dan matahari adalah tidak konstan. Karena adanya perbedaan jarak ini, menyebabkan radiasi yang diterima atmosfer bumi juga akan berbeda (Duffle, 1980).

Gambar 2.4 Hubungan Matahari Dan Bumi

  Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis energi, khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun 1970-an mendapat perhatian yang cukup besar dari banyak negara di dunia. Di samping jumlahnya yang tidak terbatas, pemanfaatannya juga tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak lingkungan. Cahaya atau sinar matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan teknologi sel surya atau fotovoltaik.

  Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar

  10 MWp. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energi surya yang menargetkan kapasitas PLTS terpasang hingga tahun 2025 adalah sebesar 0.87 GW atau sekitar 50 MWp/tahun. Jumlah ini merupakan gambaran potensi pasar yang cukup besar dalam pengembangan energi surya di masa datang.

  Matahari merupakan sumber energi yang benar-benar bebas untuk digunakan oleh setiap orang. Tidak ada manusia yang memiliki Matahari, jadi setelah menutupi biaya investasi awal, pemakaian energi selanjutnya dapat dikatakan gratis. Kolektor surya beroperasi tanpa mengeluarkan suara (tidak seperti turbin angin besar) sehingga tidak menyebabkan polusi suara. Kolektor surya biasanya memiliki umur yang sangat lama, dan biaya pemeliharaannya sangat rendah karena tidak ada bagian yang bergerak. Kolektor surya juga cukup mudah untuk diinstal. Energi surya adalah salah satu pilihan energi terbaik untuk daerah-daerah terpencil, bilamana jaringan distribusi listrik tidak praktis atau tidak memungkinkan untuk diinstalasi. Mengingat ratio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 55-60 % dan hampir seluruh daerah yang belum dialiri listrik adalah daerah pedesaan yang jauh dari pusat pembangkit listrik.

  Sumber energi berjumlah besar dan kontinu terbesar yang tersedia bagi umat manusia adalah energi yang dipancarkan oleh matahari. Energi matahari sangat efektif karena tidak bersifat polutif dan tidak dapat habis.

Gambar 2.5 Energi Yang Masuk Bumi

  26 Setiap menit matahari meradiasikan energi sebesar 56 x 10 kalori. Energi

  matahari persatuan luas pada jarak dari permukaan bola dengan matahari sebagai pusat bulatan dan jari-jari bulatan 150 juta km (jarak rata-rata bumi dengan matahari) adalah :

  26 −1 56 10 .

  ........................................................... (2.1) =

  12

  2 4 (15 10 ) −2 −1 −1

  ( . ≈ 2,0 . ) =

  • 1

  S = 2,0 Ly menit , yang disebut konstana matahari

  Maka energi matahari yang diterima bumi dengan jari-jari 6370 km adalah :

  2

  = S ................................................................................. (2.2) a

  6

2 -2 -1

  = 3,14 x (637 x 10 cm) x 2 kal cm menit

  18 -1

  = 2,55 x 10 kal.menit

  21

  = 3,67 x 10 kal/hari Radiasi adalah proses perpindahan panas tanpa melalui media. Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu bahan, maka sebagian akan dipantulkan

  (refleksi) , sebagian lagi akan diserap (absorbsi) dan sebagian lagi akan diteruskan (transmisi). Kebanyakan benda padat tidak bisa mentransmisikan radiasi thermal sehingga penerapan transmisivitas dianggap nol.

  Terdapat dua jenis pantulan radiasi yaitu spekular dan diffuse. Jika sudut pantulan radiasi sama, maka pantulannya disebut spektular. Jika sudut pantulannya beragam ke semua arah maka pantulannya adalah diffuse.

  Atmosfer bumi terdiri atas empat lapisan dari yang terdekat dari permukaan bumi yaitu troposfer (0-10 km), stratosfer (10-30 km), mesosfer (30- 50 km), dan thermosfer (50-400 km).

  Radiasi yang sampai di lapisan thermosfer dilambangkan (G ). Radiasi

  on

  yang diteruskan ke permukaan bumi dilambangkan (G beam ). Radiasi akibat pemantulan dan pembiasan dilambangkan (G diffuse ).

  Radiasi yang dapat ditangkap oleh luasan kolektor dengan asumsi effisiensi kaca 90%, intensitas radiasi diperoleh dari alat ukur, dan dihitung permenit, sehingga energi radiasi dapat di hitung mengunakan rumus (Duffie, 1980) :

  Q = . . Δt F’ ..................................................................... (2.3)

  Dimana: Q = Energi Radiasi Masuk Kolektor (Watt) I = Intensitas radiasi (W/m

  2

  ) A = Luas penampang kolektor(m

  2

  ) Δt = Selang waktu perhitungan (s) F’ = Faktor efisiensi kolektor = Transmisifitas kaca = Absorbsifitas pelat

2.5 Tinjauan Perpindahan Panas

  Dalam perencanaan suatu alat dengan pemanfaatan tenaga surya perlu diketahui semua jenis perpindahan panas yang terjadi selama siklus terjadi. Seperti ketika kolektor menerima panas dari matahari maka hal itu terjadi dengan cara radiasi, kemudian panas dari pelat dan sisi kolektor berpindah secara konveksi dan konduksi ke udara. Untuk lebih jelasnya dapat kita perhatikan semua jenis perpindahan panas yang terjadi.

Gambar 2.6 Perpindahan Panas Pada Kolektor Surya Pelat Datar

2.5.1 Perpindahan Panas Konduksi

  Konduksi adalah proses perpindahan panas yang mengalir dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah melalui benda penghubung yang diam (tidak dalam mengalir). Besar kecil perpindahan panas ditentukan oleh karakteristik zat dan benda yang dilalui panas pada waktu perpindahan dari satu benda ke benda lain. Dimana pada alat ini terjadi pada peristiwa kehilangan panas dari kolektor surya.

Gambar 2.7 Perpindahan Panas Konduksi.

  Laju perpindahan panas konduksi dapat dinyatakan dengan Hukum Fourrier. .

  dT Q kA c = − dx

  ......................................................................... (2.4) . Dimana, Q = laju perpindahan panas (Watt)

  c k

  = konduktivitas thermal ( W /m.K)

  2 A = luas penampang yang terletak pada aliran panas (m ) dT

      = gradien temperatur dalam aliran panas (K/m)

  dx

    Bahan yang mempunyai konduktifitas termal yang tinggi dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang konduktifitas termal rendah disebut isolator. Nilai angka konduktifitas termal menunjukan beberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu.

  kanal Lingkungan Lingkungan

Gambar 2.8 Perpindahan Panas Konduksi Pada Kolektor

  Peristiwa perpindahan konduksi pada mesin pengering tenaga surya terjadi pada sisi-sisi kolektor yang diisolasi oleh rockwoll, sterofoam dan kayu. Energi panas hilang (Qloss) dan berpindah dari ruang dalam (kanal) kolektor menuju temperatur yang lebih dingin (temperatur lingkungan).

2.5.2 Perpindahan Panas Konveksi Natural

  Konveksi merupakan proses perpindahan panas dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah melalui benda penghubung, dimana benda penghubung tersebut haruslah memiliki sifat fluida (konduktivitas termal, kalor spesifik dan densitas). Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida. Perpindahan panas konveksi pada pengering terjadi pada fluida kerja yang digunakan (udara).

  Jika suatu pelat panas dibiarkan berada di udara sekitar tanpa ada sumber gerakan dari luar, maka udara itu akan bergerak sebagai akibat terjadinya gradien densitas di dekat pelat itu, peristiwa ini dinamakan konveksi alamiah (natural

  convection ) atau konveksi bebas (free convection), untuk konveksi paksa (forced convection ) terjadi apabila udara itu dihembuskan pada pelat dengan fan.

Gambar 2.9 Perpindahan Panas Konveksi Paksa dan Konveksi Natural.

  )

  .ℎ

  = x ...................................................................... (2.7) =

  .............................................................. (2.6) Ral

  2

  2 ( − ) 3

  Korelasi yang sering digunakan dalam menentukan koefisien perpindahan panas konveksi (hc) yaitu : Grl =

  Q = laju perpindahan panas ( Watt )

  = temperatur udara lingkungan ( K ) .

  ∞

  T

  s T = temperatur dinding ( K )

  2

  Untuk laju perpindahan panas dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

  = luas permukaan kolektor surya (m

  A

  . K )

  2

  = koefisien konveksi ( W / m

  h

  ................................................................... (2.5) Dimana,

  T T hA Q s h

  − =

  ∞

  ) (

  . .

  .............................................................................. (2.8) Dimana: Grl = Bilangan Grashoff

  = Massa jenis (kg/m

  u L T T g Ra r s L

  10 10 ≤ < L Ra

  untuk 13 9

  10 10 ≤ ≤ L Ra …………………………… (2.10) 3 1 Nu 1 , L Ra =

  Nu 59 , L Ra = untuk

9

4

  . Untuk kasus ini ada beberala alternatif yang dapat digunakan. Persamaan yang paling sederhana dapat dijumpai pada McAdams (1954), Warner dan Arpaci (1968), dan Bayley (1955), yaitu: 25 ,

  Ra

  Parameter bilangan Rayleigh dihitung dengan menggunakan panjang bidang L dan dinyatakan dengan L

  1. Bidang vertikal Arah aliran fluida akibat konveksi natural pada bidang vertikal mempunyai dua kemungkinan. Pertama temperatur bidang lebih tinggi dari temperatur fluida sehingga fluidanya mengalir ke atas atau sebaliknya temperatur bidang lebih rendah dari temperatur fluida, sehingga arah aliran ke bawah. Secara kuantitatif persamaan mencari nilai bilangan Nu adalah sama, hanya arahnya saja yang berbeda.

  Menurut bidangnya, konveksi natural dapat dibedakan sebagai berikut:

  β ............................................................ (2.9)

  − =

  Penentuan kondisi aliran pada kasus konveksi natural adalah menggunakan bilangan Ra yang telah didefenisikan pada persaman: 2 3 ) (

  3

  .K) = Konduktivitas termal (W/m.K)

  

2

  = Koefisien konveksi (W/m

  = Lebar Kolektor (m) ℎ

  = Bilangan Prandt = Bilangan Nusselt

  ) Ral = Bilangan Rayleigh

  2

  Koe�isien udara pada temperatur film (1/K) = Panjang Kolektor (m) = Viskositas (N.s/m

  ) =

  2

  ) = Gravitasi (m/s

  ………………………………(2.11)

  2. Bidang miring Bidang vertikal dapat dianggap sebagai bidang miring dengan kemiringan

  o

  90 . Dengan kata lain bidang miring adalah bidang vertikal yang sudut

  o

  kemiringannya kurang dari 90 . Jika fakta ini dibawa ke kasus konveksi natural, maka semua persamaan pada bidang vertikal dengan satu catatan kemiringannya harus diperhitungkan. Untuk lebih jelasnya sebuah pelat yang panas dimiringkan

  90 dengan sudut kemiringan θ < terhadap vertikal ditampilkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.10 Konveksi Natural Dan Tebal lapisan Batas Pada Bidang Miring

  Pada ruang pengering (kanal) kolektor surya ini perpindahan panas yang terjadi menuju ruang pengering (drying chamber) adalah perpindahan panas konveksi natural, sehingga aliran udara bergerak yang terjadi melalui kolektor adalah akibat perpindahan panas konveksi natural.

  Perpindahan panas pada kolektor dianalisa dengan plat absorber adalah plat miring dan dengan temperatur seragam.

  Profil kecepatan dalam lapisan batas adalah:

  2

  .............................................................. (2.12) = �1 − �

  ( ) Dengan δ adalah tebal lapisan batas (m) adalah daerah yang mengalami hambatan karena adanya tegangan geser pada permukaan plat dan kaca sehingga partikel fluida terpaksa berhenti pada sekitar permukaan benda, baik di permukaan plat maupun di permukaan kaca. V c(y) adalah kecepatan karakteristik yang merupakan fungsi jarak searah panjang plat (sumbu-y). Pada posisi y yang sama, kecepatan karakteristik ini sama sepanjang x. persamaan untuk mencari kecepatan karakteristik adalah:

  ( − )

  2

  = ........................................... (2.13)

  ( ) � + � 3�20 21

  Dan tebal lapisan batas,

  0,25 0,952+ −0,25

  ........................................ (2.14) = 3,936 � �

2 Konstanta gravitasi pada persamaan diatas adalah gravitasi yang searah dengan

  plat miring (g cos Ө).

  Pada gambar dapat dilihat bahwa pada bidang miring dengan sudut kemiringan θ terhadap vertikal, percepatan gravitasi dapat diproyeksikan menjadi

  g cos θ yang sejajar dengan bidang. Ini berarti bidang miring dapat dianggap g cos

  sebagai pelat vertikal tetapi percepatan gravitasinya menjadi θ . Maka untuk

  T q ′′

  bidang miring semua persamaan pada kasus bidang vertikal dengan dan s

  g g cos θ

  konstan dapat digunakan. Tetapi gravitasi harus diganti menjadi saat menghitung bilangan Ra. 3

  g cos θβ ( TT ) L s r Ra = L ........................................................... (2.15) να

  Setelah menghitung bilangan Ra, maka semua persamaan untuk pelat vertikal, persamaan (2.18) sampai dengan persamaan (2.19) dapat digunakan. Kita tinggal memilih persamaan mana yang sesuai untuk kasus yang sedang dibahas.

2.5.3 Perpindahan Panas Radiasi

  ....................................................................... (2.16) Dimana :

  Perhitungan panas radiasi yang hilang pada kolektor surya adalah (Duffie dan Backman,1980): =

  . .(

  4 −

  4 )

  1

  Radiasi adalah proses perpindahan panas dari benda bertemperatur tinggi ke benda bertemperatur rendah dimana tidak diperlukan zat atau benda penghubung, serta panas memancar dengan cara radiasi gelombang elektromagnetik. Perpindahan panas radiasi pada alat ini terjadi pada absorber kolektor surya. Peristiwa radiasi yang dipancarkan oleh matahari, dan dikonversikan dalam bentuk panas terjadi pada plat absorber serta adanya pengaruh dari emisifitas permukaan benda hitam (plat absorber).

  • 1

  = 5.669 10

  −1

  2 .

  4

  , ( Konstanta Stefan – Boltzmann) q = Panas radiasi yang hilang (J) A = Luas penampang (m²) T p = Temperatur Pelat (K) T c = Temperatur kaca (K)

  = Emisivitas pelat = Emisivitas kolektor

  Perpindahan panas secara radiasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1)

  Luas permukaan benda yang bertemperatur, yang akan menentukan besar kecil jumlah pancaran yang akan dapat dilepaskan. 2)

  Sifat permukaan yang berhubungan dengan kemudahan memancarkan atau menyerap panas. 3)

  Kedudukan masing-masing permukaan satu terhadap yang lain akan menentukan besar fraksi pancaran yang dapat diterima oleh permukaan lain.

  −8 Karakteristik Radiasi dari Permukaan Benda Hitam:

  1 Emisi Permukaan Sifat dari permukaan radiasi (emisivitas) didefinisikan sebagai perbandingan radiasi yang dihasilkan oleh permukaan benda hitam pada temperatur yang sama. Emisivitas mempunyai nilai yang berbeda tergantung kepada panjang gelombang dan arahnya. Nilai emisivitas bervariasi dari 0-1, di mana benda hitam mempunyai nilai emisivitas 1.

  2 Absorbsivitas (Penyerapan) Absorbsi adalah proses pada saat suatu permukaan menerima radiasi. Akibat langsung dari proses penyerapan ini adalah terjadinya peningkatan energi dari dalam medium yang terkena panas tersebut.

  3 Transmisivitas Transmisivitas adalah fraksi dari jumlah energi radiasi yang

  ditransmisikan perjumlah total energi radiasi yang diterima suatu permukaan.