Rancang Bangun Prototype Kolektor Surya Tipe Plat Datar Untuk Penghasil Panas Pada Pengering Produk Pertanian Dan Perkebunan

(1)

RANCANG BANGUN

PROTOTYPE

KOLEKTOR SURYA TIPE

PLAT DATAR UNTUK PENGHASIL PANAS PADA

PENGERING PRODUK PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

FADLY RIAN ARIKUNDO NIM. 080401091

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini yang berjudul “RANCANG BANGUN

PROTOTYPE KOLEKTOR SURYA TIPE PLAT DATAR UNTUK

PENGHASIL PANAS PADA PENGERING PRODUK PERTANIAN DAN PERKEBUNAN”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan Pendidikan Strata-1 (S1) pada Departemen Teknik Mesin Sub bidang Konversi Energi, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang dihadapi penulis, namun berkat dorongan, semangat, doa, nasihat dan bantuan baik materil, maupun moril dari berbagai pihak akhirnya kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, M.sc selaku dosen pembimbing yang telah membantu dalam bimbingan serta dukungan dalam penulisan skripsi ini. 2. Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik

Mesin Universitas Sumatera dan sebagai dosen pembanding I yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara dan sebagai dosen pembanding II yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita ST, MT. sebagai dosen yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Ir. Zaman Huri, M.T selaku dosen wali yang telah membimbing dan memberikan nasihat selama penulis kuliah.

6. Kedua orang tua penulis, Alm. Suryana Hardjadinata dan Zuliani Yendani yang tidak pernah putus-putusnya memberikan dukungan, do’a, nasihat serta kasih sayangnya yang tidak terhingga kepada penulis.

7. Abang penulis, Hendra Indrawan, Riza Suryan Putra, SP., kakak penulis Erica Dina M.Eng, adik penulis Indah Rizki Mahfira dan keluarga lainnya


(11)

yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu S. Farah Dina dan Bapak Haznam yang juga telah membantu penulis selama proses penyusunan skripsi ini mulai dari awal sampai akhir.

9. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin, yang telah membimbing serta membantu segala keperluan penulis selama penulis kuliah.

10. Rekan-rekan satu tim skripsi yaitu Indra Gunawan dan Nehemia Sembiring yang telah bersama-sama berjuang untuk menyelesaikan skripsi dan saling bertukar pikiran selama proses penyusunan skripsi

11. Eka Harditya Yonanda Srg ST., yang selalu senantiasa mengingatkan, mendukung, dan memberi semangat kepada penulis.

12. Teman-teman penulis khususnya Fitra Ali, Zaki Miswari, Willy Erlangga, Paramitha Rara, Nurul Aini, Qarina yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Rekan-rekan khususnya Felix Asade, Ramadhan, Harry Pramana, Ari Fadillah, yang bersama-sama dengan penulis menuntaskan kerja praktek. 14. Seluruh rekan mahasiswa angkatan 2008 khususnya, Ferdinand, Michael,

Joshua, Fauzi, Alexander, Howard Lee, Otto, Munawir, Sahir Bani, Frans, Agorlif, Herto dan rekan-rekan lainnya, para abang senior dan adik-adik junior semua yang telah mendukung dan memberi semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekeliruan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis akan sangat berterimakasih dan dengan senang hati menerima saran dan kritik yang membangun demi tercapainya tulisan yang lebih sempurna. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi manfaat kepada pembaca. Terima kasih.

Medan, April 2013


(12)

ABSTRAK

Proses pengeringan merupakan salah satu kegiatan penting yang dilakukan pada produk pertanian dan perkebunan untuk meningkatkan kualitas dengan cara menghilangkan sebagian kadar air sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh. Untuk itu, pada tugas akhir ini dirancang sebuah ruang pengering berukuran 0,5m x 0,5m x 0,7m yang menggunakan kolektor surya pelat datar dengan ukuran 2m x 0,5m serta menggunakan ubi kayu sebagai sampel. Perancangan alat pengeringan ini bertujuan untuk mengeringkan ubi kayu dari kadar air awal ±60% menjadi >10%. Kolektor surya diisolasi dengan rockwoll, sterofoam dan kayu sehingga kehilangan panas dapat diminimalisasi. Medium pengering adalah udara panas yang dihasilkan melalui kolektor yang menangkap radiasi sinar matahari dan dialirkan secara alamiah keruang ruang pengering selanjutnya akan digunakan untuk mengeringkan ubi kayu. Setelah dilakukan penelitian dengan metode eksperimen yakni dengan cara mengamati dan mengukur langsung hal-hal yang dilakukan pada alat pengering tersebut kemudian dilakukan pengolahan serta evaluasi data penelitian. Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan pada pukul 08:00–17:00 WIB pada saat kondisi cuaca cerah, diperoleh panas radiasi rata-rata yang dapat diserap kolektor adalah 372,21 watt, kehilangan panas rata-rata pada kolektor adalah 161,32 watt dan efisiensi rata-rata dari kolektor surya yang didapat selama proses pengujian adalah 40,13%.


(13)

ABSTRACT

The drying process is one of important activities on agricultural and plantation products to increase quality by deaden water content partly till limit of microbes can't grow. Therefore, in this final project designed a drying chamber measuring 0.5 m x 0.5 m x 0.7 m using flat plate solar collector sized 2m x 0.5m and used cassava as sample. Design of this drying tool aim to dry cassava from the initial moisture content of ± 60% to >10%. Isolated solar collector with rockwool, sterofoam and wood are used to isolate the solar collector to minimize the heat loss. Medium dryer is hot air which produced through collector which caught the solar radiation and flowed naturally to drying chamber. Furthermore it will be used to dry the cassava. The research used experimental method, that is, observe and quantify directly the drying tool. Then it will be processing and evaluate the data. From research was conducted at 8 am until 5 pm in sunny weather, the result show that the average radiation heat which can be absorbed by the collector is 372.21 watt, the average heat loss is 161.32 watt and the average efficiency from the solar collector during test is 40.13%.


(14)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR GRAFIK ... ix

DAFTAR SIMBOL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat 3 1.4 Batasan Masalah 3 1.5 Sistematika Penulisan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pengeringan 5 2.2 Ubi (Cassava) 8 2.3 Kolektor dan Jenis Jenisnya 10 2.4 Pemanfaatan Energi Matahari 13

2.5 Tinjauan Perpindahan Panas 16 2.5.1 Perpindahan Panas Konduksi 17 2.5.2 Perpindahan Panas Konveksi Natural 18 2.5.3 Perpindahan Panas Radiasi 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian 25

3.2 Metode Desain 25

3.2.1 Perancangan Pelat Absorber 26


(15)

3.2.3 Perancangan Isolasi 27

3.2.4 Perancangan Rangka Mesin Pengering 27

3.2.5 Perancangan Boks Pengering ... 28

3.3 Alat dan Bahan yang Digunakan 29

3.3.1 Peralatan Pengujian 29

3.3.2 Bahan Pengujian 36

3.4 Persiapan Pengujian 39

3.5 Prosedur Pengujian 41

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA ... 42

4.1 Analisa Intensitas Radiasi Matahari (Solar Radiation) 42 4.1.1 Analisa Intensitas Radiasi Matahari Pengukuran 43 4.1.2 Perbandingan Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran 43

4.2 Desain Kolektor Surya 46

4.3 Perhitungan Kehilangan Panas Kolektor Surya 47 4.3.1 Menghitung Kecepatan Profil Dalam Kolektor (�) 48 4.3.2 Menghitung Kehilangan Panas Pada Dinding 51 4.3.3 Perhitungan Kehilangan Panas Pada Sisi Alas 58 4.3.4 Perhitungan Kehilangan Panas Pada Sisi Atas 60

4.3.5 Menghitung Kehilangan Panas Radiasi 62

4.3.6 Menghitung Kehilangan Panas Total Kolektor (Qtotal) 63

4.4 Efisiensi Kolektor Surya 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

5.1 Kesimpulan 76

5.2 Saran 76

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Komposisi Kimia Ubi (Cassava) 100 gr bahan ... 9

Tabel 3.1 Spesifikasi Pyranometer ... 32

Tabel 3.2 Spesifikasi Wind Velocity Sensor ... 33

Tabel 3.3 Spesifikasi Measurement Apparatus ... 33

Tabel 3.4 Spesifikasi T dan RH Smart Sensor ... 34

Tabel 4.1 Data Intensitas Radiasi Matahari Pengukuran 1 Maret 2013 ... 42

Tabel 4.2 Perbandingan Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran... 43

Tabel 4.3 Data Perhitungan Efisiensi Kolektor Tiap 15 Menit Pada Tanggal 01 Maret 2013 ... 67

Tabel 4.4 Data Perhitungan Efisiensi Kolektor Tiap 15 Menit Pada Tanggal 02 Maret 2013 ... 69

Tabel 4.5 Data Perhitungan Efisiensi Kolektor Tiap 15 Menit Pada Tanggal 05 Maret 2013 ... 72

Tabel 4.6 Data Perhitungan Efisiensi Kolektor Tiap 15 Menit Pada Tanggal 06 Maret 2013 ... 74


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mesin Pengering 10

Gambar 2.2 Kolektor Surya Konsentrator, (a) Line Focus, (b) Point Focus 12

Gambar 2.3 Evacuated Tube Collector 12

Gambar 2.4 Hubungan Matahari Dan Bumi 13

Gambar 2.5 Energi Yang Masuk Bumi 14

Gambar 2.6 Perpindahan Panas Pada Kolektor Surya Pelat Datar 16

Gambar 2.7 Perpindahan Panas Konduksi 17

Gambar 2.8 Perpindahan Panas Konduksi Pada Kolektor 18 Gambar 2.9 Perpindahan Panas Konveksi Paksa dan Konveksi Natural. 19 Gambar 2.10 Konveksi Natural Dan Tebal lapisan Batas Pada Bidang Miring 21

Gambar 3.1 Kolektor 26

Gambar 3.2 Boks Pengering 28

Gambar 3.3 Alat Pengering 29

Gambar 3.4 Laptop 30

Gambar 3.5 Agilient 31

Gambar 3.6 HoboMicrostation data logger 32

Gambar 3.7 USBload cell 35

Gambar 3.8 Sampel Ubi Kayu 36

Gambar 3.9 Triplek 36

Gambar 3.10 Rockwool 37

Gambar 3.11 Kaca 37

Gambar 3.12 Sterofoam 38

Gambar 3.13 Pelat Seng 38

Gambar 3.14 Experimental Setup 39

Gambar 4.1 Rancangan Kolektor Surya 46

Gambar 4.2 Penampang Kolektor Surya 47


(18)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Hobo dan

Pengukuran BMKG Pada Tanggal 01 Maret 2013 ... 43 Grafik 4.2 Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Hobo dan

Pengukuran BMKG Pada Tanggal 02 Maret 2013 ... 44 Grafik 4.3 Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Hobo dan

Pengukuran BMKG Pada Tanggal 05 Maret 2013 ... 44 Grafik 4.4 Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Hobo dan

Pengukuran BMKG Pada Tanggal 06 Maret 2013 ... 45 Grafik 4.5 Waktu vs Temperatur 1 Maret 2013 pukul 12.00-12.15 ... 48 Grafik 4.6 Grafik Waktu vs Itensitas Radiasi Matahari Pada Tanggal 01

Maret 2013... 68 Grafik 4.7 Grafik Waktu vs Temperatur Pada Tanggal 01 Maret 2013 ... 68 Grafik 4.8 Grafik Waktu vs Efisiensi dan Itensitas Radiasi Matahari

Pada Tanggal 01 Maret 2013 ... 68 Grafik 4.9 Grafik Waktu vs Itensitas Radiasi Matahari Pada Tanggal 02

Maret 2013... 68 Grafik 4.10 Grafik Waktu vs Temperatur Pada Tanggal 02 Maret 2013 ... 69 Grafik 4.11 Grafik Waktu vs Efisiensi dan Itensitas Radiasi Matahari

Pada Tanggal 02 Maret 2013 ... 70 Grafik 4.12 Grafik Waktu vs Itensitas Radiasi Matahari Pada Tanggal 05

Maret 2013... 71 Grafik 4.13 Grafik Waktu vs Temperatur PadaTanggal 05 Maret 2013 ... 71 Grafik 4.14 Grafik Waktu vs Efisiensi dan Itensitas Radiasi Matahari

Pada Tanggal 05Maret 2013 ... 73 Grafik 4.15 Grafik Waktu vs Itensitas Radiasi Matahari Pada Tanggal 06

Maret 2013... 73 Grafik 4.16 Grafik Waktu vs Temperatur PadaTanggal 06 Maret 2013 ... 74 Grafik 4.17 Grafik Waktu vs Efisiensi dan Itensitas RadiasiMatahari


(19)

DAFTAR SIMBOL

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

A Luas Penampang m2

A Ketinggian Dari Permukaan Laut km

B Konstanta Hari

�� Panas Jenis kJ/kg K

E Faktor Persamaan Waktu menit

Eb Energi Matahari Yang Diterima Bumi kal/hari F’ Faktor Efisiensi Kolektor

g Gravitasi m/s2

����� Radiasi Matahari Yang Jatuh Langsung

Ke Permukaan Bumi W/m2

�������� Radiasi Difusi W/m2

Gon Radiasi Di Atmosfer W/m2

GrL Bilangan Grashof

Gsc Radiasi Rata-Rata Yang Diterima Bumi W/m2

������ Radiasi Total W/m2

h Koefisien Perpindahan Panas Konveksi W/m2 K hw Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi W/m2C

I Itensitas Radiasi Matahari W/m2

k Konduktivitas Bahan Termal W/mK

Lloc Posisi Bujur o

Lst Standart Meridian o

Nu Bilangan Nusselt .

Q Laju Energi Panas Watt

Ral Bilangan Rayleigh Re Bilangan Reynold

S Konstanta Matahari Ly.menit-1

ST Waktu Matahari


(20)

Tr Temperatur Udara Sekitar oC s

T Temperatur Dinding oC

T Temperatur Udara Lingkungan oC

�� Kecepatan Karakteristik m/s

� Kecepatan Profil Kolektor m/s

wQ Nilai Ketidakpastian � Nilai Absorbsifitas

� Koefisien Udara 1/K

δ Sudut Deklinasi o

δ Tebal Lapisan Batas m

ε Emisivitas Bahan

� Efisiensi %

� Massa Jenis kg/m3

σ Kontanta Stefan Boltzomann W/m2 K4

�̇ Laju Aliran Massa Udara kg/s

� Nilai Transmisifitas

�� Temperatur Rata-Rata Keluar Dari Kolektor oC

Δt Selang Waktu Perhitungan s

∆� Perbedaan Temperatur oC

φ Posisi Lintang o


(21)

ABSTRAK

Proses pengeringan merupakan salah satu kegiatan penting yang dilakukan pada produk pertanian dan perkebunan untuk meningkatkan kualitas dengan cara menghilangkan sebagian kadar air sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh. Untuk itu, pada tugas akhir ini dirancang sebuah ruang pengering berukuran 0,5m x 0,5m x 0,7m yang menggunakan kolektor surya pelat datar dengan ukuran 2m x 0,5m serta menggunakan ubi kayu sebagai sampel. Perancangan alat pengeringan ini bertujuan untuk mengeringkan ubi kayu dari kadar air awal ±60% menjadi >10%. Kolektor surya diisolasi dengan rockwoll, sterofoam dan kayu sehingga kehilangan panas dapat diminimalisasi. Medium pengering adalah udara panas yang dihasilkan melalui kolektor yang menangkap radiasi sinar matahari dan dialirkan secara alamiah keruang ruang pengering selanjutnya akan digunakan untuk mengeringkan ubi kayu. Setelah dilakukan penelitian dengan metode eksperimen yakni dengan cara mengamati dan mengukur langsung hal-hal yang dilakukan pada alat pengering tersebut kemudian dilakukan pengolahan serta evaluasi data penelitian. Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan pada pukul 08:00–17:00 WIB pada saat kondisi cuaca cerah, diperoleh panas radiasi rata-rata yang dapat diserap kolektor adalah 372,21 watt, kehilangan panas rata-rata pada kolektor adalah 161,32 watt dan efisiensi rata-rata dari kolektor surya yang didapat selama proses pengujian adalah 40,13%.


(22)

ABSTRACT

The drying process is one of important activities on agricultural and plantation products to increase quality by deaden water content partly till limit of microbes can't grow. Therefore, in this final project designed a drying chamber measuring 0.5 m x 0.5 m x 0.7 m using flat plate solar collector sized 2m x 0.5m and used cassava as sample. Design of this drying tool aim to dry cassava from the initial moisture content of ± 60% to >10%. Isolated solar collector with rockwool, sterofoam and wood are used to isolate the solar collector to minimize the heat loss. Medium dryer is hot air which produced through collector which caught the solar radiation and flowed naturally to drying chamber. Furthermore it will be used to dry the cassava. The research used experimental method, that is, observe and quantify directly the drying tool. Then it will be processing and evaluate the data. From research was conducted at 8 am until 5 pm in sunny weather, the result show that the average radiation heat which can be absorbed by the collector is 372.21 watt, the average heat loss is 161.32 watt and the average efficiency from the solar collector during test is 40.13%.


(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Energi surya merupakan sumber energi yang ramah lingkungan karena tidak memancarkan emisi karbon berbahaya yang berkontribusi terhadap perubahan iklim seperti pada bahan bakar fosil. Setiap watt energi yang dihasilkan dari matahari berarti kita telah mengurangi pemakaian bahan bakar fosil, dan dengan demikian kita benar-benar telah mengurangi dampak perubahan iklim. Penelitian terbaru melaporkan bahwa rata-rata sistem rumah surya mampu mengurangi 18 ton emisi gas di lingkungan setiap tahunnya. Energi surya juga tidak memancarkan oksida nitrogen atau sulfur dioksida yang berarti tidak menyebabkan hujan asam atau kabut asap.

Kebutuhan energi semakin meningkat dengan adanya kemajuan teknologi. Sumber energi yang banyak dipakai sampai saat ini adalah sumber yang dapat habis yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi, batubara dan gas bumi (energi berbasis fosil). Karena kebutuhan energi meningkat maka usaha manusia untuk mengeksploitasi sumber energi di atas turut meningkat. Mengingat terbatasnya persediaan sumber energi tersebut, maka mulai dicari sumber energi lain seperti energi matahari, energi gelombang, energi angin, energi pasang surut, dll. Energi surya sebagai sumber energi utama di masa depan dan merupakan sumber energi terbarukan. Matahari hampir tak terbatas sebagai sumber energi, dan energi surya tidak dapat habis, tidak seperti bahan bakar fosil yang akhirnya akan habis. Setelah bahan bakar fosil habis, dunia akan memerlukan alternatif sumber energi yang baik, dan energi surya jelas terlihat sebagai salah satu alternatif terbaik.

Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai pencaharian di bidang bercocok tanam. Namun kualitas produk pasca panen masih sangat rendah. Sangat disayangkan para petani masih menjemur hasil panen secara langsung dibawah sinar matahari dan udara terbuka.


(24)

Proses pengeringan produk-produk hasil pertanian dan perkebunan, seperti jagung, padi, singkong, kopi, karet, kakao, cengkeh, dan kemiri, ubi, kentang, seringkali terkendala faktor cuaca. Kondisi cuaca yang tidak menentu, terutama saat musim hujan, akan mengakibatkan proses pengeringan alami berlangsung tidak optimal. Ditambah lagi ketiadaan alat pengering menjadikan hasil pertanian berjamur dan rusak karena lembapnya udara. Akibatnya, harga jual produk-produk itu rendah. Petani pun mengalami kerugian yang tidak sedikit. Untuk mencegah kerugian yang dialami para petani, diperlukan suatu alat pengering. Dengan alat itu, jamur dan mikroba yang bisa merusak produk-produk pertanian dan perkebunan bisa dihilangkan.

Umumnya kadar air yang tinggi memicu berkembangnya jamur dan mikroba. Tingkat kekeringan yang rendah berdampak pada kualitas dan harga produk. Agar petani tidak dibebani ongkos pengeringan yang tinggi, bahan bakar pengering harus berasal dari sumber yang ekonomis, ramah lingkungan, dan dapat diperbarui. Sebagai jawaban atas melambungnya harga bahan bakar minyak, alat tersebut harus hemat energi.

Mengingat wilayah Indonesia memiliki sinar matahari cukup melimpah, terletak pada daerah khatulistiwa yang mempunyai iklim tropis dan radiasi surya hampir sepanjang tahun, sehingga pengembangan teknologi tepat guna yang memanfaatkan sinar matahari sebagai energi alternatif sangat sesuai aplikasinya dalam bidang pengering berupa Pengering Tenaga Surya yang memanfaatkan sinar matahari untuk memanaskan udara pengering.

Pemanfaatan energi sinar matahari dapat digunakan pada pengering untuk mengurangi pemakaian energi berbasis fosil yang akan menyebabkan pemanasan global. Pengolahan pasca panen hasil pertanian atau perkebunan mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, yang sekaligus juga merupakan sumber pemasukan devisa negara yang cukup besar. Dengan penerapan sistem energi sinar matahari pada teknologi ini, diharapkan akan mempercepat proses pengeringan. Selain untuk mempercepat pengeringan, juga dapat menjaga mutu dan kualitas produk pasca panen tersebut. Hal-hal inilah yang melatarbelakangi penelitian ini.


(25)

1.2Tujuan

Adapun tujuan dari pengujian ini adalah:

1. Merancang bangun satu unit alat pengering tenaga surya.

2. Mengetahui jumlah energi panas dan radiasi pada alat pengering tenaga surya.

3. Mendapatkan efisiensi kolektor alat pengering tenaga surya.

1.3Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Membantu proses pengeringan hasil produk pertanian agar lebih cepat. 2. Menjaga kualitas mutu dan meningkatkan harga jual produk pasca panen. 3. Mengurangi penggunaan energi listrik dan bahan bakar yang tidak dapat

diperbaharui.

4. Memberikan pemodelan alat pengering tenaga surya untuk pengembangan dan pengaplikasian teknologi surya di Indonesia.

5. Agar dapat digunakan oleh masyarakat yang belum mendapatkan fasilitas dan jaringan listrik yang memadai.

1.4Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Lokasi penelitian di kota Medan yang terletak pada posisi 3,43 oLU–98,44 o

BT dan ketinggian 37,5 meter dari permukaan laut.

2. Produk hasil pertanian yang dipakai sebagai sampel pengujian adalah ubi kayu (cassava).

3. Pengujian dilakukan pada pukul 08.00–05.00 WIB. 4. Pengujian dilakukan pada kondisi cuaca cerah.


(26)

1.5Sistematika Penulisan

Agar penulisan skripsi ini tersusun secara sistematis dan mudah untuk dipahami, maka skripsi ini disusun kedalam beberapa bagian. BAB I pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang dari judul skripsi, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. BAB II tinjauan pustaka yang membahas mengenai dasar teori-teori yang berhubungan dengan penulisan skripsi dan digunakan sebagai landasan dalam memecahkan masalah. Dasar teori diperoleh dari berbagai sumber dan literatur, diantaranya: buku-buku literatur, jurnal, e-book, dan website. BAB III metodologi yang membahas mengenai metode yang akan digunakan untuk menyelesaikan penulisan skripsi. Pada bab ini dibahas mengenai langkah-langkah penelitian data dan analisa data yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dari topik yang diangkat, dan beberapa aspek yang menunjang metode penelitian. BAB IV analisa data dan pembahasan, pada bab ini akan dianalisa dan dibahas mengenai data-data yang telah diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan. BAB V kesimpulan dan saran, di dalam bab ini berisi kesimpulan dari penulisan tugas akhir dan saran-saran yang dapat digunakan sebagai tindaklanjut dari penelitian yang telah dilakukan.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan

Teknologi pemrosesan bahan pangan terus berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan teknologi ini didorong oleh kebutuhan pangan manusia yang terus meningkat yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia. Pada saat yang sama, luas lahan pertanian dan perkebunan makin menyempit. Hal tersebut menyebabkan dibutuhkannya teknologi-teknologi pemrosesan produk pertanian dan perkebunan yang mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produk tersebut, salah satunya adalah teknologi pengeringan bahan pangan.

Pengeringan adalah suatu peristiwa perpindahan massa dan energi yang terjadi dalam pemisahan cairan atau kelembaban dari suatu bahan sampai batas kandungan air yang ditentukan dengan menggunakan gas sebagai fluida sumber panas dan penerima uap cairan (Sumber: Treybal, 1980).

Pengeringan merupakan proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Tujuan pengeringan itu sendiri adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama (Sumber: Thaib, 1999).

Metode pengeringan secara umum terbagi menjadi dua, pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami membutuhkan lahan yang luas, sangat tergantung pada cuaca, dan sanitasi hygiene sulit dikendalikan sedangkan pada pengeringan buatan kendala tersebut dapat diatasi. Kelemahan Pengeringan buatan adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami.

Mekanisme pengeringan ketika benda basah dikeringkan secara termal dan berlangsung secara simultan ada dua. Mekanisme pertama perpindahan energi dari


(28)

lingkungan untuk menguapkan air yang terdapat di permukaan benda padat. Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat berlangsung secara konduksi, konveksi, radiasi, atau kombinasi dari ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur, kelembapan, laju dan arah aliran udara, bentuk fisik padatan, luas permukaan kontak dengan udara dan tekanan. Proses ini merupakan proses penting selama tahap awal pengeringan ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan yang terjadi pada permukaan padatan dikendalikan oleh peristiwa difusi uap dari permukaan padatan ke lingkungan melalui lapisan film tipis udara. Mekanisme yang kedua perpindahan massa air yang terdapat di dalam benda ke permukaan. Ketika terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan temperatur sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke permukaan benda padat. Struktur benda padat tersebut akan menentukan mekanisme aliran internal air.

Jenis-jenis pengeringan berdasarkan karakteristik umum dari beberapa pengering konvensional dibagi atas 8 bagian, yaitu : (Arun S. Mujumdar, Chung Lim Law. 2009)

1. Baki atau wadah

Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan meletakkan material yang akan dikeringkan pada baki yang lansung berhubungan dengan media pengering. Cara perpindahan panas yang umum digunakan adalah konveksi dan perpindahan panas secara konduksi juga dimungkinkan dengan memanaskan baki tersebut.

2. Rotary

Pada jenis ini ruang pengering berbentuk silinder berputar sementara material yang dikeringkan jaruh di dalam ruang pengering. Medium pengering, umumnya udara panas, dimasukkan ke ruang pengering dan bersentuhan dengan material yang dikeringkan dengan arah menyilang. Alat penukar kalor yang dipasang di dalam ruang pengering untuk memungkinkan terjadinya konduksi.

3. Flash

Pengering dengan flash (flash dryer) digunakan untuk mengeringkan kandungan air yang ada di permukaan produk yang akan dikeringkan.


(29)

Materi yang dikeringkan dimasukkan dan mengalir bersama medium pengering dan proses pengeringan terjadi saat aliran medium pengering ikut membawa produk yang dikeringkan. Setelah proses pengeringan selesai, produk yang dikeringkan akan dipisahkan dengan menggunakan hydrocyclone.

4. Spray

Teknik pengeringan spray umumnya digunakan untuk mengeringkan produk yang berbentuk cair atau larutan suspensi menjadi produk padat. Contohnya, proses pengeringan susu cair menjadi susu bubuk dan pengeringan produk-produk farmasi. Cara kerjanya adalah cairan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk tetesan oleh atomizer dan dijatuhkan dari bagian atas. Medium pengering (umumnya udara panas) dialirkan dengan arah berlawanan atau searah dengan jatuhnya tetesan. Produk yang dikeringkan akan berbentuk padatan dan terbawa bersama medium pengering dan selanjutnya dipisahkan dengan hydrocyclone.

5. Fluidized bed

Pengeringan dengan menggunakan kecepatan aliran udara yang relatif tinggi menjamin medium yang dikeringkan terjangkau oleh udara. Jika dibandingkan dengan jenis wadah, jenis ini mempunyai luas kontak yang lebih besar.

6. Vacum

Pengeringan dengan memanfaatkan ruangan bertekanan udara rendah. Dimana pada ruangan tersebut tidak terjadi perpindahan panas, tetapi yang terjadi adalah perpindahan massa pada suhu rendah.

7. Membekukan

Pengeringan dengan menggunakan suhu yang sangat rendah. Biasanya digunakan pada produk-produk yang bernilai sangat tinggi, seperti produk farmasi dan zat-zat kimia lainnya.

8. Batch dryer

Pengeringan jenis ini hanya baik digunakan pada jumlah material yang sangat sedikit, seperti penggunaan pompa panas termasuk pompa panas kimia.


(30)

Pada bagian tugas akhir ini akan dilakukan simulasi pada pengeringan tipe wadah dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi pemanas udara pengering.

2.2 Ubi (Cassava)

Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai pencaharian di bidang ini didasarkan pada kenyataan bahwa negara ini memiliki lahan seluas lebih dari 31 juta ha yang telah siap tanam. Pertanian di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditi ekspor, antara lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, cabai, ubi, dan singkong.

Sampel yang dipakai dalam penelitian adalah ubi kayu atau singkong

(cassava) yang berkadar air 60% yang akan dikeringkan untuk mencapai kadar air >10%, merupakan standar kering ubi kayu. Kemudian sampel di potong dadu 1cm x 1cm x 1cm agar mudah dalam menghitung luasan sampel. Aplikasi dari pengeringan ubi kayu dapat berupa tepung tapioka dan juga tepung mocaf sehingga dapat menjadi nilai tambah dalam penjualan.

Ubi kayu (cassava) yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu adalah pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar (PTP, 2008).

Ubi kayu (cassava) (Manihot utilissima) menghasilkan umbi setelah tanaman berumur 6 bulan. Setelah tanaman berumur 12 bulan dapat menghasilkan umbi basah sampai 30 ton/ha. Kerusakan yang biasa timbul pada ubi kayu adalah warna hitam yang disebabkan oleh aktivitas enzim polyphenolase atau biasa disebut dengan kepoyoan.

Akar-akaran dan umbi-umbian kandungan patinya tinggi dan kenyataannya bahwa ditanam secara melimpah, akar-akaran dan umbi-umbian merupakan salah satu pangan pokok atau yang utama yang dimakan diberbagai bagian Asia Tenggara. Di samping sayuran akar-akaran semacam itu seperti ubi


(31)

kayu (cassava), talas, kentang, ubi jalar, buah-buahan yang berpati seperti pisang untuk dimasak, sukun dan nangka dimasukkan dalam golongan pangan di atas. Pangan tersebut merupakan sumber energi yang baik. Adapun komposisi kimia ubi cassava dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Daftar Komposisi Kimia Ubi (Cassava) 100 gr bahan

Komponen Kadar

Kalori (kal) 146

Protein (gr) 1.2

Lemak (gr) 0.3

Karbohidrat (gr) 34.7

Kalsium (mg) 33

Fosfor (mg) 40

Besi (mg) 0.7

Vitamin A (S.I) 0

Vitamin B1 (mg) 0.06

Vitamin C (mg) 30

Air (gr) 62.5

BDD (%) 75

Sumber : Departemen Kesehatan R.I, (1992).

Secara alami ada tiga jenis karbohidrat, yaitu monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Bentuk yang paling umum dari oligosakarida yaitu disakarida yang terdiri dari dua monosakarida. Contoh yang paling umum dari disakarida yaitu sukrosa. Bahan monosakarida yang terdapat diperdagangan umumnya dibuat melalui proses hidrolisa bahan polisakarida. Bahan monosakarida untuk makanan dan obat-obatan seperti glukosa dan fruktosa sering dibuat dari jagung, ketela pohon, ubi jalar dan lainnya.

Pengeringan cassava membutuhkan waktu pengeringan lebih kurang 46 jam atau dua hari hingga mendapatkan kadar air sebesar <14%, dengan temperatur pengeringan berkisar diantara 30oC sampai dengan 60oC . Konsep inilah yang digunakan sebagai acuan untuk menciptakan Solar Dryers. Berikut mesin pengering tenaga surya (solar dryers) yang menggunakan ubi kayu (cassava) sebagai sampelnya.


(32)

Gambar 2.1 Mesin Pengering

Mesin pengering tenaga surya (solar dryers) diatas menggunakan ubi kayu (cassava) sebagai sampelnya. Mesin diatas memiliki effisiensi 17,33 % dan kadar air akhir ubi kayu (cassava) 14%.

2.3 Kolektor dan Jenis-Jenisnya

Pengering surya adalah suatu sistem pengering yang memanfaatkan energi surya. Sistem pengering surya terdiri dari dua bagian utama yaitu kolektor surya dan ruang pengering. Kolektor surya adalah suatu alat yang dapat mengumpulkan atau menyerap radiasi surya dan mengkonversikan menjadi panas

Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama. Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen utama, yaitu:

1. Cover berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan.

2. Absorber berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari. 3. Kanal berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja .

4. Isolator berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari absorber menuju lingkungan.


(33)

Berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimilikinya oleh kolektor surya, pada umumnya kolektor surya dibagi atas 4 macam yaitu:

1. Flat-Plate Collectors ( Kolektor Pelat Datar )

Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya pelat datar adalah bahwa memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari dan juga karena desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri.

Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari absorber-nya yang berupa pelat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri.

2. Prismatic Solar Colector ( Kolektor Surya Prismatik )

Kolektor surya tipe prismatik dapat digolongkan dalam kolektor pelat datar dengan permukaan kolektor berbentuk prisma yang tersusun dari 4 bidang yang membentuk prisma, 2 bidang berbentuk segi-tiga sama kaki dan 2 bidang yang lain berbentuk segi-empat siku-siku. Keunggulan dari kolektor surya tipe prismatik ini adalah kemampuannya untuk dapat menerima energi radiasi matahari dari segala posisi matahari.

3. Concentrating Collectors ( Kolektor Surya Konsentrasi )

Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur antara 100° – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh absorber. Berdasarkan komponen absorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu line focus dan point focus.


(34)

(a) (b)

Gambar 2.2 Kolektor Surya Konsentrator, (a) Line Focus, (b) Point Focus.

(Sumbe

4. Evacuated Tube Collectors

Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara absorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar absorber menuju lingkungan.

Gambar 2.3Evacuated Tube Collector


(35)

2.4 Pemanfaatan Energi Matahari

Matahari mempunyai diameter 1,39×109 m. Bumi mengelilingi matahari dengan lintasan berbentuk ellipse dan matahari berada pada salah satu pusatnya. Jarak rata-rata matahari dari permukaan bumi adalah 1,49×1011 m (Duffie & Beckman, 1980).

Lintasan bumi terhadap matahari berbentuk ellipse, maka jarak antara bumi dan matahari adalah tidak konstan. Karena adanya perbedaan jarak ini, menyebabkan radiasi yang diterima atmosfer bumi juga akan berbeda (Duffle, 1980).

Gambar 2.4 Hubungan Matahari Dan Bumi

Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis energi, khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun 1970-an mendapat perhatian yang cukup besar dari banyak negara di dunia. Di samping jumlahnya yang tidak terbatas, pemanfaatannya juga tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak lingkungan. Cahaya atau sinar matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan teknologi sel surya atau fotovoltaik.

Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energi surya yang menargetkan kapasitas PLTS terpasang hingga tahun 2025 adalah sebesar 0.87 GW atau sekitar 50 MWp/tahun. Jumlah ini merupakan gambaran potensi pasar yang cukup besar dalam pengembangan energi surya di masa datang.


(36)

Matahari merupakan sumber energi yang benar-benar bebas untuk digunakan oleh setiap orang. Tidak ada manusia yang memiliki Matahari, jadi setelah menutupi biaya investasi awal, pemakaian energi selanjutnya dapat dikatakan gratis. Kolektor surya beroperasi tanpa mengeluarkan suara (tidak seperti turbin angin besar) sehingga tidak menyebabkan polusi suara. Kolektor surya biasanya memiliki umur yang sangat lama, dan biaya pemeliharaannya sangat rendah karena tidak ada bagian yang bergerak. Kolektor surya juga cukup mudah untuk diinstal. Energi surya adalah salah satu pilihan energi terbaik untuk daerah-daerah terpencil, bilamana jaringan distribusi listrik tidak praktis atau tidak memungkinkan untuk diinstalasi. Mengingat ratio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 55-60 % dan hampir seluruh daerah yang belum dialiri listrik adalah daerah pedesaan yang jauh dari pusat pembangkit listrik.

Sumber energi berjumlah besar dan kontinu terbesar yang tersedia bagi umat manusia adalah energi yang dipancarkan oleh matahari. Energi matahari sangat efektif karena tidak bersifat polutif dan tidak dapat habis.


(37)

Setiap menit matahari meradiasikan energi sebesar 56 x 1026 kalori. Energi matahari persatuan luas pada jarak dari permukaan bola dengan matahari sebagai pusat bulatan dan jari-jari bulatan 150 juta km (jarak rata-rata bumi dengan matahari) adalah :

�= 56�1026���.�����−1

4�� (15�1012��)2 ... (2.1)

� ≈ 2,0 ���.��−2.�����−1(����������) =������������−1

S = 2,0 Ly menit-1, yang disebut konstana matahari

Maka energi matahari yang diterima bumi dengan jari-jari 6370 km adalah : �� =�a2S ... (2.2)

= 3,14 x (637 x 106cm)2x 2 kal cm-2menit-1 = 2,55 x 1018kal.menit-1

= 3,67 x 1021kal/hari

Radiasi adalah proses perpindahan panas tanpa melalui media. Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu bahan, maka sebagian akan dipantulkan (refleksi) , sebagian lagi akan diserap (absorbsi) dan sebagian lagi akan diteruskan (transmisi). Kebanyakan benda padat tidak bisa mentransmisikan radiasi thermal sehingga penerapan transmisivitas dianggap nol.

Terdapat dua jenis pantulan radiasi yaitu spekular dan diffuse. Jika sudut pantulan radiasi sama, maka pantulannya disebut spektular. Jika sudut pantulannya beragam ke semua arah maka pantulannya adalah diffuse.

Atmosfer bumi terdiri atas empat lapisan dari yang terdekat dari permukaan bumi yaitu troposfer (0-10 km), stratosfer (10-30 km), mesosfer (30-50 km), dan thermosfer ((30-50-400 km).

Radiasi yang sampai di lapisan thermosfer dilambangkan (Gon). Radiasi yang diteruskan ke permukaan bumi dilambangkan (Gbeam). Radiasi akibat pemantulan dan pembiasan dilambangkan (Gdiffuse).

Radiasi yang dapat ditangkap oleh luasan kolektor dengan asumsi effisiensi kaca 90%, intensitas radiasi diperoleh dari alat ukur, dan dihitung permenit, sehingga energi radiasi dapat di hitung mengunakan rumus (Duffie, 1980) :


(38)

Q = �.�.��Δt F’ ... (2.3) Dimana: Q = Energi Radiasi Masuk Kolektor (Watt)

I = Intensitas radiasi (W/m2) A = Luas penampang kolektor(m2)

Δt = Selang waktu perhitungan (s) F’ = Faktor efisiensi kolektor � = Transmisifitas kaca � = Absorbsifitas pelat

2.5 Tinjauan Perpindahan Panas

Dalam perencanaan suatu alat dengan pemanfaatan tenaga surya perlu diketahui semua jenis perpindahan panas yang terjadi selama siklus terjadi. Seperti ketika kolektor menerima panas dari matahari maka hal itu terjadi dengan cara radiasi, kemudian panas dari pelat dan sisi kolektor berpindah secara konveksi dan konduksi ke udara. Untuk lebih jelasnya dapat kita perhatikan semua jenis perpindahan panas yang terjadi.


(39)

2.5.1 Perpindahan Panas Konduksi

Konduksi adalah proses perpindahan panas yang mengalir dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah melalui benda penghubung yang diam (tidak dalam mengalir). Besar kecil perpindahan panas ditentukan oleh karakteristik zat dan benda yang dilalui panas pada waktu perpindahan dari satu benda ke benda lain. Dimana pada alat ini terjadi pada peristiwa kehilangan panas dari kolektor surya.

Gambar 2.7 Perpindahan Panas Konduksi.

Laju perpindahan panas konduksi dapat dinyatakan dengan Hukum Fourrier.

.

dx dT kA

Qc =−

... (2.4) Dimana,

.

Q

c = laju perpindahan panas (Watt)

k = konduktivitas thermal ( W /m.K)

A = luas penampang yang terletak pada aliran panas (m2) 

    

dx dT

= gradien temperatur dalam aliran panas (K/m)

Bahan yang mempunyai konduktifitas termal yang tinggi dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang konduktifitas termal rendah disebut isolator.


(40)

Nilai angka konduktifitas termal menunjukan beberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu.

Gambar 2.8 Perpindahan Panas Konduksi Pada Kolektor

Peristiwa perpindahan konduksi pada mesin pengering tenaga surya terjadi pada sisi-sisi kolektor yang diisolasi oleh rockwoll, sterofoam dan kayu. Energi panas hilang (Qloss) dan berpindah dari ruang dalam (kanal) kolektor menuju temperatur yang lebih dingin (temperatur lingkungan).

2.5.2 Perpindahan Panas Konveksi Natural

Konveksi merupakan proses perpindahan panas dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah melalui benda penghubung, dimana benda penghubung tersebut haruslah memiliki sifat fluida (konduktivitas termal, kalor spesifik dan densitas). Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida. Perpindahan panas konveksi pada pengering terjadi pada fluida kerja yang digunakan (udara).

Jika suatu pelat panas dibiarkan berada di udara sekitar tanpa ada sumber gerakan dari luar, maka udara itu akan bergerak sebagai akibat terjadinya gradien densitas di dekat pelat itu, peristiwa ini dinamakan konveksi alamiah (natural convection) atau konveksi bebas (free convection), untuk konveksi paksa (forced convection) terjadi apabila udara itu dihembuskan pada pelat dengan fan.

kanal Lingkungan


(41)

Gambar 2.9 Perpindahan Panas Konveksi Paksa dan Konveksi Natural.

Untuk laju perpindahan panas dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

. .

) ( −

=hAT T

Qh s

... (2.5) Dimana, h = koefisien konveksi ( W / m2. K )

A = luas permukaan kolektor surya (m2) s

T

= temperatur dinding ( K )

T = temperatur udara lingkungan ( K ) .

Q = laju perpindahan panas ( Watt )

Korelasi yang sering digunakan dalam menentukan koefisien perpindahan panas konveksi (hc) yaitu :

Grl = �2�� (��−��)�3

�2 ... (2.6) Ral =��� x �� ... (2.7)


(42)

Dimana:

Grl = Bilangan Grashoff � = Massa jenis (kg/m3)

� = Gravitasi (m/s2)

� = Koe�isien udara pada temperatur film (1/K) � = Panjang Kolektor (m)

� = Viskositas (N.s/m2) Ral = Bilangan Rayleigh

�� = Bilangan Prandt ��� = Bilangan Nusselt � = Lebar Kolektor (m)

ℎ� = Koefisien konveksi (W/m2.K) � = Konduktivitas termal (W/m.K)

Penentuan kondisi aliran pada kasus konveksi natural adalah menggunakan bilangan Ra yang telah didefenisikan pada persaman:

2 3 ) ( u L T T g

Ra s r

L

= β ... (2.9)

Menurut bidangnya, konveksi natural dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Bidang vertikal

Arah aliran fluida akibat konveksi natural pada bidang vertikal mempunyai dua kemungkinan. Pertama temperatur bidang lebih tinggi dari temperatur fluida sehingga fluidanya mengalir ke atas atau sebaliknya temperatur bidang lebih rendah dari temperatur fluida, sehingga arah aliran ke bawah. Secara kuantitatif persamaan mencari nilai bilangan Nu adalah sama, hanya arahnya saja yang berbeda.

Parameter bilangan Rayleigh dihitung dengan menggunakan panjang bidang L dan dinyatakan dengan RaL. Untuk kasus ini ada beberala alternatif yang

dapat digunakan. Persamaan yang paling sederhana dapat dijumpai pada McAdams (1954), Warner dan Arpaci (1968), dan Bayley (1955), yaitu:

25 , 0 59 , 0

Nu= RaL untuk

9 4

10

10 ≤RaL≤ ……… (2.10)

3 1

1 , 0

Nu= Ra untuk 9 13

10


(43)

2. Bidang miring

Bidang vertikal dapat dianggap sebagai bidang miring dengan kemiringan 90o. Dengan kata lain bidang miring adalah bidang vertikal yang sudut kemiringannya kurang dari 90o. Jika fakta ini dibawa ke kasus konveksi natural, maka semua persamaan pada bidang vertikal dengan satu catatan kemiringannya harus diperhitungkan. Untuk lebih jelasnya sebuah pelat yang panas dimiringkan dengan sudut kemiringan 0

90

<

θ terhadap vertikal ditampilkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.10 Konveksi Natural Dan Tebal lapisan Batas Pada Bidang Miring

Pada ruang pengering (kanal) kolektor surya ini perpindahan panas yang terjadi menuju ruang pengering (drying chamber) adalah perpindahan panas konveksi natural, sehingga aliran udara bergerak yang terjadi melalui kolektor adalah akibat perpindahan panas konveksi natural.

Perpindahan panas pada kolektor dianalisa dengan plat absorber adalah plat miring dan dengan temperatur seragam.

Profil kecepatan dalam lapisan batas adalah: �= �(�)��1−�

2


(44)

Dengan δ adalah tebal lapisan batas (m) adalah daerah yang mengalami

hambatan karena adanya tegangan geser pada permukaan plat dan kaca sehingga partikel fluida terpaksa berhenti pada sekitar permukaan benda, baik di permukaan plat maupun di permukaan kaca. Vc(y) adalah kecepatan karakteristik yang merupakan fungsi jarak searah panjang plat (sumbu-y). Pada posisi y yang sama, kecepatan karakteristik ini sama sepanjang x. persamaan untuk mencari kecepatan karakteristik adalah:

��(�) =

�� 3�20 21� +���

���(��−��)

� �2 ... (2.13) Dan tebal lapisan batas,

�= 3,936� �0,952+��

��2 � 0,25

��−0,25 ... (2.14)

Konstanta gravitasi pada persamaan diatas adalah gravitasi yang searah dengan plat miring (g cos Ө).

Pada gambar dapat dilihat bahwa pada bidang miring dengan sudut kemiringan θterhadap vertikal, percepatan gravitasi dapat diproyeksikan menjadi

θ

cos

g yang sejajar dengan bidang. Ini berarti bidang miring dapat dianggap sebagai pelat vertikal tetapi percepatan gravitasinya menjadi gcosθ. Maka untuk bidang miring semua persamaan pada kasus bidang vertikal dengan Ts dan q′′ konstan dapat digunakan. Tetapi gravitasi g harus diganti menjadi gcosθ saat menghitung bilangan Ra.

να

θβ 3

) (

cos T T L

g

Ra s r

L

= ... (2.15)

Setelah menghitung bilangan Ra, maka semua persamaan untuk pelat vertikal, persamaan (2.18) sampai dengan persamaan (2.19) dapat digunakan. Kita tinggal memilih persamaan mana yang sesuai untuk kasus yang sedang dibahas.


(45)

2.5.3 Perpindahan Panas Radiasi

Radiasi adalah proses perpindahan panas dari benda bertemperatur tinggi ke benda bertemperatur rendah dimana tidak diperlukan zat atau benda penghubung, serta panas memancar dengan cara radiasi gelombang elektromagnetik. Perpindahan panas radiasi pada alat ini terjadi pada absorber kolektor surya. Peristiwa radiasi yang dipancarkan oleh matahari, dan dikonversikan dalam bentuk panas terjadi pada plat absorber serta adanya pengaruh dari emisifitas permukaan benda hitam (plat absorber).

Perhitungan panas radiasi yang hilang pada kolektor surya adalah (Duffie dan Backman,1980):

�= � .�.(��4−��

4) 1

��+��1−1

... (2.16)

Dimana :

� = 5.669 � 10−8 �2

.�4 , ( Konstanta Stefan – Boltzmann)

q = Panas radiasi yang hilang (J) A = Luas penampang (m²) Tp = Temperatur Pelat (K) Tc = Temperatur kaca (K) ��= Emisivitas pelat ��= Emisivitas kolektor

Perpindahan panas secara radiasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Luas permukaan benda yang bertemperatur, yang akan menentukan besar kecil jumlah pancaran yang akan dapat dilepaskan.

2) Sifat permukaan yang berhubungan dengan kemudahan memancarkan atau menyerap panas.

3) Kedudukan masing-masing permukaan satu terhadap yang lain akan menentukan besar fraksi pancaran yang dapat diterima oleh permukaan lain.


(46)

Karakteristik Radiasi dari Permukaan Benda Hitam: 1 Emisi Permukaan

Sifat dari permukaan radiasi (emisivitas) didefinisikan sebagai perbandingan radiasi yang dihasilkan oleh permukaan benda hitam pada temperatur yang sama. Emisivitas mempunyai nilai yang berbeda tergantung kepada panjang gelombang dan arahnya. Nilai emisivitas bervariasi dari 0-1, di mana benda hitam mempunyai nilai emisivitas 1.

2 Absorbsivitas (Penyerapan)

Absorbsi adalah proses pada saat suatu permukaan menerima radiasi. Akibat langsung dari proses penyerapan ini adalah terjadinya peningkatan energi dari dalam medium yang terkena panas tersebut.

3 Transmisivitas

Transmisivitas adalah fraksi dari jumlah energi radiasi yang ditransmisikan perjumlah total energi radiasi yang diterima suatu permukaan.


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 2013. Lokasi penelitian bertempat di Gedung Magister Pascasarjana Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3.2 Metode Desain

Perancangan merupakan kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang kebutuhannya dibutuhkan oleh masyarakat. Setelah perancangan selesai maka kegiatan yang menyusul adalah pembuatan produk. Cara merancang terdiri dari 4 tahap atau fase, yang masing-masing terdiri dari beberapa langkah (Pahl dan Beitz). Keempat fase tersebut adalah :

1. Fase Perumusan . (Formulation Phase)

2. Fase Fungsi (Functional Phase)

3. Fase Perancangan (Design Phase)

4. Hasil (Result)

Perencanaan alat pengering meliputi kolektor dan boks pengering. Kolektor yang dipilih dalam perancangan ini adalah kolektor pelat datar, karena tingkat kesulitan pembuatan yang rendah namun memiliki efisiensi yang cukup baik dan sesuai dengan kebutuhan untuk penelitian. Perencanaan kolektor yang akan dibahas meliputi pelat absorber, penutup transparan (kaca), dan isolasi pada kolektor. Pada boks terdapat rak tray dan cerobong. Rak tray berfungsi sebagai tempat meletakkan sampel, sementara cerobong berfungsi sebagai tempat keluarnya udara dari boks.

Perencanaan alat pengering bertujuan untuk membantu para petani dalam mengolah hasil produksi perkebunan dan pertanian. Oleh karena itu pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pengering yaitu: ekonomis, produktifitas tinggi, mudah pembuatan, kuat dan mudah dioperasikan.


(48)

Gambar 3.1 Kolektor

3.2.1 Perancangan Pelat Absorber

Pelat absorber berfungsi untuk menyerap radiasi surya dan mengkonversikan menjadi panas. Energi dialirkan melalui fluida kerja udara secara konveksi. Dengan mengacu fungsi absorber maka dipilih sifat bahan antara lain:

• Absorbsivitas tinggi (α)

• Emisifitas panas rendah (ε)

• Kapasitas panas kecil (Cp).

• Konduktifitas besar (k)

• Refleksi rendah (ρ)

• Tahan panas dan tahan korosi

• Kaku dan mudah dibentuk

• Ada dipasaran

Bahan-bahan yang biasa dipakai untuk pelat pengumpul yaitu: seng, aluminium, tembaga, kuningan, dan baja. Dalam perancangan ini digunakan seng sesuai pertimbangan di atas. Seng yang digunakan mempunyai ketebalan 0,35 mm. Permukaannya dilakukan pelapisan dengan cat semprot hitam kusam, agar jangan terjadi refleksi dan mempunyai absorsivitas maksimum.

kayu sterofoam rockwool kaca


(49)

3.2.2 Perancangan Kaca Penutup

Kaca penutup berfungsi untuk meneruskan radiasi surya dan mencegah panas yang keluar dari kolektor ke lingkungan pada bagian atas. Berdasarkan fungsi ini maka kaca penutup harus mempunyai sifat:

• Transmisivitas tinggi (�)

• Absorsivitas rendah (α)

• Refleksivitas rendah (ρ)

• Tahan panas

• Ada dipasaran dan kuat

Dengan pertimbangan sifat di atas, maka digunakan dua lapis kaca bening dengan ketebalan 5mm. Transmisivitas kaca (�)= 0,85, refleksi (ρ) = 0,09 dan absorsivitas (α) = 0,06.

3.2.3 Perancangan Isolasi

Isolasi berfungsi untuk memperkecil panas yang hilang dari kolektor ke lingkungan pada bagian belakang dan samping kolektor. Pada isolasi terjadi perpindahan panas secara konduksi sehingga kehilangan panas dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan. Isolasi yang digunakan adalah:

• Konduktifitas termal bahan (k) kecil.

• Mudah dibentuk dan praktis

• harga murah dan ada dipasaran

• Tahan lama.

Isolator yang dipilih dalam perancangan terdiri dari tiga lapisan yaitu

rockwoll dimana kehantaran termalnya 0.042 W/moC, sterofoam dimana kehantaran termalnya 0.036 W/ moC dan kayu dimana kehantaran termalnya 0.19 W/ moC.

3.2.4 Perancangan Rangka Mesin Pengering

Rangka mesin pengering terbuat dari besi siku 30 mm yang kemudian dirangkai dan dilas agar bisa sebagai tumpuan absorber dan boks pengering. Pemilihan rangka mesin pengering ini mempertimbangkan beban yang akan


(50)

dipikul oleh rangka tersebut dengan kemiringan kolektor 60o agar dapat berdiri kokoh.

3.2.5 Perancangan Boks Pengering

Boks pengering adalah tempat terjadinya proses pengeringan,dimana udara panas yang dihasilkan oleh kolektor disalurkan ke dalam boks pengering untuk mengeringkan produk yang akan dikeringkan.

Gambar 3.2 Boks Pengering

Boks pengering terbuat dari pelat seng dengan tebal 0.35 mm yang dicat dengan warna hitam buram, agar dapat menyerap panas dengan lebih cepat. Untuk dinding boks pengering sengaja tidak dibuat isolator, agar panas akibat radiasi sinar matahari pada dinding dapat membantu proses pengeringan. Boks pengering dirancang agar pada ruang boks pengering dapat berada pada suhu minimal 45o C dan tidak lebih dari 80o C tujuannya untuk mendapatkan kualitas yang baik.

Pada boks pengering dilengkapi dengan pintu yang berguna untuk memasukkan dan mengeluarkan produk yang dikeringkan. Dibagian atas boks pengering dibuat cerobong udara, bertujuan untuk memperlancar sirkulasi udara pada proses pengeringan.

Rangka boks pengering terbuat dari besi siku 30 mm yang kemudian dirangkai dan dilas agar bisa sebagai tumpuan boks pengering dan juga kolektor. Pemilihan rangka kolektor ini mempertimbangkan beban yang akan dipikul oleh rangka tersebut agar dapat berdiri kokoh.


(51)

3.3 Alat dan Bahan yang Digunakan 3.3.1 Peralatan pengujian

Adapun beberapa alat pengujian yang digunakan adalah : 1. Alat Pengering

Spesifikasi : Kolektor :

Tipe = Pelat datar

Panjang kolektor = 2 m Lebar kolektor = 0,5 m Tinggi kolektor = 0,17 m Luas kolektor = 1 m2

Kemiringan = 60o

Boks Pengering :

Panjang boks = 0,5 m Lebar boks = 0,5 m Tinggi boks = 0,7 m Tinggi kaki boks = 1,12 m Tinggi chimney boks = 0,198 m Diameter chimney = 0,05 m


(52)

Gambar 3.3 Alat Pengering Rak Tray :

Panjang tray = 0,4 m Lebar tray = 0,4 m

Mesh tray = 30

2. Laptop

Digunakan untuk menyimpan dan mengolah data yang telah didapatkan dari Hobo Microstation data logger dan Agilient 34972 A.


(53)

Gambar 3.4 Laptop

Spesifikasi:

a. MSi VR440 series

b. Intel pentium dual-core processor

c. 14" widescreen

d. Os: Microsoft windows xp

3. Agilient 34972 A

Alat ini dihubungkan dengan termokopel yang dipasang pada titik-titik yang akan diukur temperaturnya. Pencatatan data pengukuran disimpan pada flashdisk yang dicolokkan pada bagian belakang alat ini.


(54)

Dengan Spesifikasi : a. Daya 35 Watt

b. Jumlah saluran termokopel 20 buah c. Tegangan 250 Volt

d. Mempunyai 3 saluran utama e. Ketelitian termokopel 0.03o C

f. Dapat memindai data hingga 250 saluran per detik g. Mempunyai 8 tombol panel dan sistem kontrol

h. Fungsional antara lain pembacaan suhu termokopel, Resistance Temperature Detector (RTD), dan termistor, serta arus listrik AC

4. Hobo Microstation Data Logger

Alat ini di hubungkan ke data logger untuk kemudian dihubungkan ke komputer untuk diolah datanya. Dengan Spesifikasi :

a. Skala pengoperasian: 20 o C -50 o C dengan baterai alkalin 40oC -70 o C dengan baterai lithium

b. Input Processor: 3 buah sensor pintar multi channel monitoring c. Ukuran: 8,9 cm x 11,4 cm x 5,4 cm

d. Berat: 0,36 Kg

e. Memori: 512 Kb Penyimpanan data nonvolatile flash

f. Interval Pengukuran : 1 detik – 18 jam (tergantung pengguna) g. Akurasi Waktu: 0 – 2 detik

Terdapat beberapa alat ukur pada Hobo Micro station data logger yaitu :

1 2

3


(55)

Gambar 3.6HoboMicrostation data logger

Keterangan 1) Pyranometer

Alat ini digunakan untuk mengukur radiasi matahari pada suatu lokasi. Satuan alat ukur ini adalah W/m2.

Tabel 3.1Spesifikasi pyranometer

Parameter

pengukuran intensitas radiasi dengan interval 1 detik Rentang

Pengukuran 0 sampai 1280 W/m 2

Temperatur kerja Temperature: -40°C to 75°C (-40°F to 167°F)

Akurasi

±10.0 W/m2 or ±5% . Tambahan temperatur error 0.38 W/m2/°C from 25°C (0.21 W/m2/°F from 77°F)

Resolusi 1.5 W/m2

Penyimpangan <±2% per Year Panjang kabel 3 Meters (9.8 ft) Berat 120 grams (4.0 oz)

Dimensi 41mm Height x 32mm Diameter (1 5/8" x 1 1/4")

2) Wind Velocity Sensor

Alat ini digunakan untuk mengukur kecepatan angin. Satuan alat ukur ini adalah m/s. Berikut adalah spesifikasi wind velocity sensor.

Tabel 3.2Spesifikasi Wind Velocity Sensor

Parameter pengukuran

Kecepatan angin rata-rata Kecepatan angin terttinggi Data Channels 2 Channel, 1 Port

Rentang pengukuran 0 to 45 m/s (0 to 100 mph)

Operasi kerja Temperatur: -40C to 75C (-40F to 167F) Akurasi ±1.1 m/s (2.4 mph) atau 4%


(56)

Resolusi 0.38 m/s (0.85 mph) Ambang batas awal 1 m/s (2.2 mph) Kecepatan angin

maksimum

54 m/s (120 mph)

Radius pengukuran 3 Meter

Housing 3 buah Anemometer dengan bantalan

Teflon Bearings dan poros Hardened Beryllium

Panjang kabel 3.0 Meters (10 ft)

Dimensi 190 cm x 51 cm (7.5" x 3.2")

Berat 300 gram (10 oz)

3) Ambient Measurement apparatus

Alat ini digunakan untuk mengukur temperatur lingkungan sekitar. Satuan alat ukur ini adalah °C. Dengan spesifikasi:

Tabel 3.3Spesifikasi Measurement Apparatus

Rentang pengukuran

-40°C to 125°C (-40°F to 257°F)

Akurasi ±0.22°C at 25°C (±0.4°F at 77°F) see Diagram

Resolusi 0.02°C @ 25°C (0.04°F @ 77°F)

Penyimpangan 0.05°C/yr + 0.1°C/1000 hrs above 100°C Waktu Respon Water: 3.5 minutes to 90%

Air: 10 minutes to 90% ( Moving at 1m/sec) Akurasi Waktu ±2 Minutes per Month at 25°C (77°F) Sampling Rate 1 Second to 18 Hours

kapasitas

penyimpanan data

43,000 12-bit Samples/Readings

Konstruksi housing 316L Stainless Steel with O-ring seal Tekanan/kedalaman

kerja


(57)

Lingkungan kerja Air, Water, Steam (0 to 100% RH)

Berat 72 g (2.5 oz)

Dimensi 10.1cm long x 1.75cm diameter

4) T and RH Smart Sensor

Alat ini digunakan untuk mengukur kelembaban. Besarnya nilai yang diukur oleh alat ini dalam persen (%).

Tabel 3.4Spesifikasi T dan RH Smart Sensor

Channel 1 Channel kelembapan

Rentang pengukuran -40°C - 100 °C (-40°F - 212°F)

Akurasi < ±0.2°C - 0°C sampai 50°C (< ±0.36°F @ 32°C-122°F)

Resolusi < ±0.03°C dari 0 °C - 50°C (< ±0.054°F dari 32°F - 122°F) Penyimpangan < ±0.1°C (0.18°F)/tahun

Waktu Respon kurang 2.5 Menit sampai RH 90% dalam 1 m/det gerakan udara

Housing Stainless Steel Sensor Tip Pilihan operasi pengukuran Tersedia

Kondisi Lingkungan Kabel dan Sensor Tahan air selama 1 tahun dengan Temperatur sampai 50°C Berat w/ 17 Meter Cable: 880 grams (12.0 oz) Dimensi 7 mm x 38 mm (.28" x 1.50") - (Sensor

saja)

5) USB Load cell

Load Cell terhubung ke komputer dan digunakan untuk mengukur berat produk yang akan dikeringkan secara real time. Pada komputer terdapat software yang berfungsi mencatat hasil pengukuran selama pengeringan. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar pengurangan berat produk setelah mengalami proses pengeringan dengan alat pengering.


(58)

(a) (b)

Gambar 3.7 (a) Weight Display (b) load cell

Spesifikasi

• Material : Alloy steel atau stainless steel

• Kapasitas : 5 kg

• Temperatur kerja max : 60º C

Recommend excitation : 10v DC/AC

3.3.2 Bahan Pengujian

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian sebelumnya sudah dibahas pada tahap perancangan. Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah:

1. Ubi Kayu

Sampel yang dipergunakan dalam proses pengeringan ini adalah ubi kayu yang berkadar air 60% yang akan dikeringkan untuk mencapai kadar air >10%, merupakan standar kering ubi kayu. Kemudian sampel di potong dadu 1cm x 1cm x 1cm.


(59)

Gambar 3.8 Sampel Ubi Kayu

2. Triplek

Bahan ini digunakan sebagai kerangka luar dari pada solar collector yang akan dibuat. Juga digunakan sebagai isolator, sehingga dapat meminimalkan panas yang hlang.

Gambar 3.9 Triplek


(60)

Bahan ini digunakan sebagai lapisan isolator, digunakan untuk mencegah panas dari solar collector hilang keluar. Jenis Rockwool yang dipakai adalah jenis Wire Mesh yang memiliki konduktivitas 0.043 �

��.

Gambar 3.10 Rockwool

4. Kaca

Bahan ini digunakan sebagai jalur masuknya radiasi matahari. Digunakan jenis double glasses, untuk meningkatkan performance dari solar collector. Digunakan dua lapis kaca bening dengan ketebalan 5mm.

Transmisivitas kaca (�) = 0,85, refleksi (ρ) = 0,09 dan absorsivitas (α) = 0,06.

Gambar 3.11 Kaca


(61)

Bahan ini digunakan sebagai lapisan isolator, digunakan untuk mencegah panas dari solar collector hilang keluar.

Gambar 3.12 Sterofoam

6. Pelat Seng

Bahan ini digunakan sebagai absorber. Pelat Seng yang memiliki konduktivitas yang bagus dan di beri cat hitam agar radiasi yang masuk pada solar collector akan diserap sepenuhnya oleh pelat seng.

Gambar 3.13 Pelat Seng

7. Cat

Bahan ini digunakan untuk mencat pelat seng. Cat yang digunakan adalah cat berwarna gelap (hitam).


(62)

Penelitian dimulai dengan menghubungkan kabel-kabel termokopel antara

agilient dan parameter-parameter yang akan diukur temperaturnya. Flashdisk

dimasukkan ke agilient untuk pencatatan/penyimpanan data selama pengukuran. Setelah agilient membaca temperatur selama waktu yang telah diatur, flashdisk

dicabut dan dibaca dalam bentuk Microsoft Excel pada komputer.

Gambar 3.14Experimental Setup

Adapun beberapa parameter yang diukur ialah : 1. Temperatur Permukaan Kayu (T1)

2. Temperatur Ruang Kolektor (T2) 3. Temperatur Permukaan Kaca (T3) 4. Temperatur Lingkungan Sekitar (T4) 5. Temperatur Permukaan Plat (T5) 6. Intensitas Radiasi Matahari (Ga)

Parameter diatas digunakan untuk menghitung besarnya nilai energi panas yang hilang pada kolektor surya dan nilai dari effisiensi kolektor surya.


(63)

Kolektor surya adalah alat untuk mengkonversikan energi surya ke dalam energi panas. Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas. Pada absorber, radiasi surya di serap, kemudian dilalui fluida kerja udara sebagai pembawa energi panas menuju boks pengering.

Adapun prosedur pengujian yang dilakukan adalah : 1. Alat pengering kolektor surya dipersiapkan (portable). 2. Pengering dipasang dalam posisi yang baik dan benar.

3. Semua alat ukur yang dibutuhkan selama pengujian dan ubi kayu dipersiapkan.

4. Kabel-kabel termo couple dari agilient dipasang pada pelat absorber, boks pengering dan inti ubi kayu.

5. Load cell dihidupkan, sebelum merekam data load cell ditare kan terlebih dahulu agar di layar laptop massa berada pada posis 0 gr.

6. Ubi kayu ditimbang dan dimasukkan kedalam boks pengering. 7. Proses perekaman data dimulai.

8. Pengeringan dilakukan sampai massa ubi kayu mencapai titik equilibrium. 9. Hasil dari pengujian dianalisis.


(64)

BAB IV

Perhitungan dan Diskusi Perancangan Pengering

Pabrikasi dan Memodifikasi Pengering

Pengukuran Data Awal Sampel

Pengambilan Data Mesin Pengering

Hasil Pengambilan data HOBO dan Agilent

Analisa hasil percobaan

Kesimpulan

Selesai Mulai

Studi Literatur Buku Referensi,

Jurnal, Internet, dll

Validasi


(65)

HASIL DAN ANALISA DATA

4.1 Analisa Intensitas Radiasi Matahari (Solar Radiation) 4.1.1 Analisa Intensitas Radiasi Matahari Pengukuran

Kita dapat menghitung data intensitas radiasi matahari secara pengukuran dengan menggunakan sensor radiasi. Sensor radiasi yang digunakan pada penelitian ini adalah Hobo Micro station Data Logger. Alat ukur Hobo Micro station Data Logger ini dapat menghitung data intensitas radiasi matahari, kecepatan angin, temperatur, dan RH. Sehingga kita dapat melihat data-data dari sensor tersebut secara bersamaan dalam bentuk Microsoft Excel. Sensor ini dapat mencatat data-data dalam interval waktu 1 menit. Alat ukur Hobo Micro station Data Logger ini berada di Laboratorium Teknik Pendingin Departemen Pasca Sarjana Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin. Berikut data intensitas radiasi matahari per 15 menit pada tanggal 1 Maret 2013.

Tabel 4.1 Data Intensitas Radiasi Matahari Pengukuran (Hobo) 1 Maret 2013 Waktu (WIB) I= Radiation W/m² Waktu (WIB)

I = Radiation W/m²

Waktu (WIB)

I = Radiation W/m²

8:00 85.6 11:15 640.6 14:30 176.9

8:15 114.4 11:30 574.4 14:45 151.9

8:30 133.1 11:45 531.9 15:00 183.1

8:45 228.1 12:00 866.9 15:15 159.4

9:00 326.9 12:15 926.9 15:30 173.1

9:15 315.6 12:30 248.1 15:45 171.9

9:30 764.4 12:45 443.1 16:00 175.6

9:45 654.4 13:00 263.1 16:15 173.1

10:00 731.9 13:15 250.6 16:30 176.9

10:15 749.4 13:30 215.6 16:45 56.9

10:30 776.9 13:45 120.6 17:00 59.4

10:45 278.1 14:00 144.4

11:00 455.6 14:15 145.6

Dari data intensitas radiasi matahari pengukuran, radiasi rata-rata pada tanggal 1 Maret 2013 mulai pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB adalah 337.6148 W/m2.


(66)

Perbandingan antara intensitas radiasi matahari dengan menggunakan hasil pengukuran hobo dan pengukuran dari BMKG wilayah Medan pada tanggal 1 Maret 2013 dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Perbandingan Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Hobo dan BMKG Selama Penelitian

Waktu

Intensitas Radiasi Matahari (W/m2)

1 Maret 2013 2 Maret 2013 5 Maret 2013 6 Maret 2013 BMKG HOBO BMKG HOBO BMKG HOBO BMKG HOBO 8:00 - 50.940 80 99.127 130 105.165 30 90.122 9:00 270 170.210 220 178.527 390 308.085 170 265.853 10:00 750 449.412 350 379.643 510 447.522 490 353.578 11:00 800 513.792 790 684.653 390 517.752 590 617.102 12:00 860 585.438 770 750.455 450 621.788 750 721.877 13:00 200 605.103 750 417.773 800 381.482 500 432.897 14:00 840 214.877 780 238.145 670 284.273 300 206.833 15:00 730 163.772 680 449.818 600 399.625 670 301.272 16:00 430 173.007 370 361.792 520 415.702 210 246.875 17:00 270 191.433 100 169.520 200 105.813 170 51.292

Berikut grafik perbandingan intensitas radiasi matahari hasil pengukuran Hobo dan intensitas radiasi matahari hasil pengukuran BMKG pada tanggal 1 Maret 2013.

Grafik 4.1 Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Hobo dan Pengukuran BMKG Pada Tanggal 01 Maret 2013


(67)

Berikut grafik perbandingan intensitas radiasi matahari hasil pengukuran Hobo dan intensitas radiasi matahari hasil pengukuran BMKG pada tanggal 02 Maret 2013.

Grafik 4.2 Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Hobo dan Pengukuran BMKG Pada Tanggal 02 Maret 2013

Berikut grafik perbandingan intensitas radiasi matahari hasil pengukuran Hobo dan intensitas radiasi matahari hasil pengukuran BMKG pada tanggal 05 Maret 2013.

Grafik 4.3 Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Hobo dan Pengukuran BMKG Pada Tanggal 05 Maret 2013


(68)

Berikut grafik perbandingan intensitas radiasi matahari hasil pengukuran Hobo dan intensitas radiasi matahari hasil pengukuran BMKG pada tanggal 06 Maret 2013.

Grafik 4.4 Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Hobo dan Pengukuran BMKG Pada Tanggal 06 Maret 2013

Dari grafik 4.1 sampai dengan grafik 4.4 diatas menunjukkan adanya bias antara hasil pengukuran intensitas radiasi matahari oleh alat pengukur Hobo dan hasil pengukuran intensitas radiasi matahari dari alat ukur solarmeter oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) wilayah Medan. Terdapatnya bias pengukuran disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adanya perbedaan tempat pengukuran atau letak alat ukur, dimana pengukuran oleh Hobo dilakukan di gedung Magister Teknik Mesin USU lantai empat sedangkan pengukuran oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dilakukan di kantor BMKG Sampali. Faktor lain diantaranya adalah ketinggian pengukuran.


(69)

4.2 Desain Kolektor Surya

Desain Kolektor Surya adalah tipe boks bentuk persegi panjang tanpa dengan mengunakan penutup yang berlapiskan dua kaca. Berikut adalah gambar Kolektor Surya beserta ukurannya dengan satuan cm.

Gambar 4.1 Rancangan Kolektor Surya

Kolektor Surya diisolasi dengan empat lapisan dinding berupa kayu, sterofoam, rockwool dan seng. Berikut dimensi dan ukuran dari Kolektor Surya:

Diketahui :

A = Luas ; p = panjang ; l = lebar ; t = tebal �1 = �1��1 = 2 �� 0.17 �= 0.34 �2 �2 =�2��2 = 2 �� 0.163 �= 0. 326 �2 �3 =�3��3 = 2 �� 0.138�= 0.276 �2 �4 =�4��4 = 2 �� 0.10035 �= 0.2007 �2 �5 =�5��5 = 2 �� 0.5 �= 1 �2

�6 =�6��6 = 2 �� 0.5007 �= 1.0014 �2 �7 =�7��7 = 2 �� 0.576 �= 1.152 �2 �8 =�8��8 = 2 �� 0.626 �= 1.252 �2 �1 =�8 = 0.007m

�2 = �7 = 0.025 � �3 = �6 = 0.03765 � �4 = �5 = 0.00035 �


(70)

Gambar 4.2 Penampang Kolektor Surya

Konduktivitas bahan (Sumber: Incropera, 1985). ����� = 0.19 �.�/�

��������� = 0.042 �.�/�

���������� = 0.036 �.�/� ����� = 116 �.�/�

4.3 Perhitungan Kehilangan Panas Kolektor Surya

Pada perhitungan kehilangan panas berikut digunakan data pengujian pada sampel satu tanggal 1 Maret 2013 pada pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 12.15 WIB. Temperatur permukaan plat, permukaan kayu, permukaan kaca dan temperatur dalam kolektor diperoleh dari data agilent rata-rata. Temperatur lingkungan dan intensitas radiasi matahari diambil dari data Hobo rata-rata.


(71)

Gambar 4.3 Gradient Perpindahan Panas Pada Isolator

Berikut adalah grafik temperatur permukaan kaca, temperatur dalam ruang kolektor, temperatur permukaan kayu, temperatur lingkungan dan temperatur permukaan plat pada tanggal 1 Maret 2013 pukul 12.00 WIB – 12.15 WIB.

Grafik 4.5 Waktu vs Temperatur 1 Maret 2013 pukul 12.00-12.15

4.3.1 Menghitung Kecepatan Profil Dalam Kolektor (�)

Perhitungan kecepatan profil didalam kolektor (�) digunakan untuk menentukan nilai koefisien udara yang dipengaruhi kecepatan angin (hw) pada rumus perhitungan kehilangan panas pada sisi atas Q3. Temperatur lingkungan (Tr) vs Temperatur plat (Tp).

Diketahui:

Temperatur Lingkungan (Tr) = 32.48 oC = 305.48 oK Temperatur Plat (Ta) = 80.42 oC = 353.41oK Temperatur Film (Tf) = ��+��

2 = 56.44 o

C Sifat fisik pada temperatur 56.449 oC:

Tr (oK)

ρ

(kg/m3) Cp (J/kg K)

� x 10-5 (N.s/m2)

k x10-2 (W/m.k)

α x10-5 (m2/s) Pr 305.48


(72)

• Menghitung bilangan Grashof (GrL): Rumus: 2 3 2 ) ( cos µ θβ

ρ g T T L

Gr s r

L

− =

Dengan :

� = Massa jenis = 1.060834 (kg/m3) � = Gravitasi = 9.81(m/s2)

Ө = Kemiringan kolektor = 60o β = Koefisien udara = 1

�� = 1

305.48 = 0.003273543 (1/

o K) L = Panjang kolektor = 2 (m)

� = Viskositas = 1.44x10-5 (N.s/m2) Maka :

GrL =1.060834 2 kg

m3x9.81s2mx cos 60�x0.003273543 (1/K) x (353.41K−305.48oK) x23m

(1.44x10−5)2N.s/m2

GrL= 3.323 x 10+10

• Menghitung tebal lapisan batas (�)

Rumus:

�= 3.936� �0.952+��

��2 � 0.25

��−0.25

�= 3.936(2�)�0.952+0.7006726

0.70067262 �

0,25

(3.323 x10+10)−0,25

� = 0.02497 m

• Menghitung kecepatan karakteristik (�()): Rumus:

() = ��

3�20 21� +���

�.�.�.���Ө(��−��)


(73)

��(�)=

0.7006726 3�20

21

� + 0.7006726�

1.060834 2kg m3 x 9.81

m

s2 x cos 60� x 0.003273543 (1/K) x (353.41K−305.48 oK)

(1.44x10−5)2 N. s/m2 (0.02497)

2m

��(�) = 4.9830 �

Diperoleh persamaan profil kecepatan kolektor (�): Rumus:

�= �(�)��1−�

2

� = 4.9830 m/s . �

0.02497m�1−

� 0.02497m�

2 � = 199.5213712� (1−40.04073635�)2 • Menghitung laju aliran massa keluar kolektor (�̇)

Rumus:

�̇ =� ∫ ��(�)��

� 0

Dengan D = Lebar kolektor = 0.5 m

�̇ = 0.5 � x 1.060834 kg/�3 ∫0,02555199.5213712�(1−40.04073635�)2��

0

= 0.0055007 kg/s

• Menghitung Kecepatan profil kolektor (�): Rumus:

�̇ = �.�. A = �.�. (D .�) � = �̇

�.D .� =

0.0055007kg/s

1.060834kg

�3 .0.5� .0.02497m


(1)

Berikut hubungan efisiensi dan intensitas radiasi matahari pada sampel kedua, pada tanggal 05 Maret 2013 (hari pertama) pukul 08:48-14:05 WIB.

Grafik 4.14Grafik Waktu vs Efisiensi dan Intensitas Radiasi Matahari Pada Tanggal 05 Maret 2013

Berikut grafik waktu vs intensitas radiasi matahari dan grafik waktu vs temperatur pada sampel kedua, pada tanggal 06 Maret 2013 (hari kedua) pukul 08:58-15:34 WIB.

Grafik 4.15 Grafik Waktu vs Intensitas Radiasi Matahari Pada Tanggal 06 Maret 2013


(2)

Grafik 4.16 Grafik Waktu vs Temperatur Pada Tanggal 06 Maret 2013

Perhitungan efisiensi kolektor tiap 15 menit pada tanggal 06 Maret 2013 pada pukul 08:58 WIB sampai dengan pukul 15:34 WIB diperoleh effisiensi kolektor rata-rata pada sampel kedua (hari kedua) adalah ƞ = 38.25 %.

Tabel 4.6 Data Perhitungan Efisiensi Kolektor Tiap 15 Menit Pada Tanggal 06 Maret 2013

No Waktu T1 T2 T3 T4 T5 I Qloss Qin ƞ

1 08:58 - 09:12 37.66 39.91 37.29 28.40 46.67 310.97 90.33 256.39 48.06

2 09:13- 09:27 38.76 40.27 34.10 28.64 45.81 226.78 92.40 186.98 37.53

3 09:28 - 09:42 39.79 41.02 34.01 28.92 46.33 281.54 94.98 232.12 43.84

4 09:43 - 09:57 34.97 50.50 42.09 30.83 61.69 582.87 169.56 480.57 48.02 5 09:58 - 10:12 34.84 50.15 41.88 30.53 62.01 512.71 173.64 422.72 43.72 6 10:13 - 10:27 35.40 54.37 42.83 30.41 67.14 595.45 207.96 490.94 42.77 7 10:28 - 10:42 36.71 56.38 42.45 31.34 70.43 668.37 229.21 551.06 43.34 8 10:43 - 10:57 36.37 56.55 39.94 30.69 71.55 681.13 247.20 561.59 42.52 9 10:58 - 11:12 35.87 55.54 37.34 31.31 68.45 642.05 229.40 529.36 42.04 10 11:13 - 11:27 36.19 57.43 36.66 31.62 73.19 767.79 264.73 633.04 43.17 11 11:28 - 11:42 38.45 59.95 38.60 31.90 74.56 717.20 268.44 591.33 40.51 12 11:43 - 11:57 38.30 60.67 38.27 32.46 76.43 786.21 281.04 648.23 42.03 13 11:58 - 12:12 37.58 56.29 37.43 32.31 68.63 676.79 226.56 558.01 44.07 14 12:13 - 12:27 39.29 58.08 38.97 32.36 72.39 663.96 249.48 547.43 40.38 15 12:28 - 12:42 38.85 47.99 36.40 31.78 53.09 246.45 122.61 203.20 29.42


(3)

18 13:13 - 13:27 34.16 42.56 35.55 31.05 47.26 216.79 88.74 178.74 37.36 19 13:28 - 13:42 33.61 43.18 34.62 30.62 47.20 204.21 92.45 168.37 33.46 20 13:43 - 13:57 32.80 40.74 33.57 30.22 44.63 200.62 79.92 165.41 38.35 21 13:58 - 14:12 32.37 40.54 33.31 29.78 46.48 218.88 94.46 180.46 35.36 22 14:13 - 14:27 33.58 39.93 32.63 29.27 46.17 235.20 96.19 193.92 37.39 23 14:28 - 14:42 33.53 42.92 33.35 29.72 51.31 345.37 126.83 284.76 41.15 24 14:43 - 14:57 34.54 45.56 33.82 29.86 54.08 351.30 143.83 289.64 37.35 25 14:58 - 15:12 34.24 53.73 36.05 30.98 66.41 524.95 219.55 432.82 36.56 26 15:13 - 15:27 33.90 51.05 35.81 30.80 60.30 367.05 177.61 302.62 30.65 27 15:28 - 15:34 33.24 47.71 34.60 30.80 54.66 215.44 141.85 177.63 14.94

Rata-Rata 35.71 48.88 36.72 30.71 58.18 429.43 162.41 354.06 38.25

Berikut hubungan efisiensi dan intensitas radiasi matahari pada sampel kedua, pada tanggal 06 Maret 2013 (hari kedua) pukul 08:58-15:34 WIB.

Grafik 4.17Grafik Waktu vs Efisiensi dan Intensitas Radiasi Matahari Pada Tanggal 06 Maret 2013

Hasil analisis selama empat hari pada cuaca cerah diperoleh panas radiasi rata yang dapat diserap kolektor adalah 372.21 watt. Kehilangan panas rata-rata pada kolektor adalah 161.32 watt. Efisiensi teoritis rata-rata-rata-rata dari kolektor surya 40.13%.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dihasilkan dari pengujian ini adalah :

1. Telah dirancangbangun sebuah ruang pengering berukuran 0.5m x 0.5m x 0.7m yang menggunakan kolektor surya pelat datar sebagai sumber panasnya dengan ukuran 2m x 0.5m dan menggunakan panas matahari sebagai sumber energinya serta menggunakan ubi (cassava) sebagai sampelnya.

2. Dari perhitungan diperoleh panas radiasi rata-rata yang dapat diserap kolektor adalah 372.21 watt. Kehilangan panas rata-rata pada kolektor adalah 161.32 watt.

3. Efisiensi teoritis rata-rata dari kolektor surya 40.13%.

4. Adanya bias intensitas matahari antara pengukuran Hobo dan pengukuran di BMKG diakibatkan karena adanya perbedaan letak dan tempat pengukuran.

5.2 Saran

Adapun saran untuk perbaikan skripsi ini adalah:

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui besar nilai absorbsifitas pada jenis cat yang digunakan pada pelat absorber pada kolektor.

2. Diperlukan penelitian terhadap jenis kaca, jumlah kaca dan jarak antara kaca yang baik digunakan pada kolektor.

3. Menambah roda pada kaki-kaki mesin pengering agar mempermudah dalam proses pemindahan.

4. Menambahkan lapisan isolasi pada bagian ruang box pengering untuk mengurangi panas yang hilang.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ambarita, Himsar. 2011. Perpindahan Panas Konveksi dan Pengantar

Alat Penukar Kalor. Medan: Departemen Teknik Mesin FT USU.

[2] Bostan, Ion. et al. 2012. Resilent Energy System: Renewables: Wind, Solar, Hydro. Springer Dordrecht Heidelberg: New York.

[3] Camacho, F Eduardo. 2012. Control of Solar Energy Systems. Springer London Dordrecht Heidelberg: New York.

[4] Chen, Julian C. 2011. Physics of Solar Energy. John Wiley and Sons, Inc: Canada.

[5] Duffie A. John, Beckman A. William.1980. Solar Of Thermal Processes, Second Editions. John Wiley & Sons, Inc: New York.

[6] Holman, J.P. 1986. Heat Transfer, Sixth Edition. Mc Graw-Hill, Book Company, Inc : Singapore.

[7] Incropera, Frank P., David P. Dewitt. 1985. Fundamentals of Heat and Mass Transfer, Second Edition. John Wiley & Sons Inc. : New York. [8] Jansen, J. Ted. 1995. Teknologi Rekayasa Surya. Alih bahasa,

Arismunandar, Wiranto, Prof. Cetakan Pertama.Jakarta: Pradnya Paramita.

[9] Pahl, G. Beitz. 1998. Engineering Design A Systematic Approach (English Edition). Springer-Verlag: London.

[10] Reddy, T.A., Bouix, Ph. 1985. Solar thermal component and system testing. Division of Energy Technology Asian Institute of Technology Bangkok : Thailand.

[11] S.V. Jangam, Law Lim Chung, Mujumdar S. Arun. 2009. Drying Of Foods, Vegetables And Fruits.ISBN- 978-981-08-6759-1, Published in Singapore.

[12] T.Y. Tunde-Akintunde and A.A. Afon. 2009. Modelling of Hot-Air

Drying of Pretreated Cassava Chips. Agricultural Engineering


(6)

[13] Tambunan, H. Armansyah, dkk. 2001. Panduan praktis mujumdar untuk pengeringan industrial. Seri Pustaka IPB Press 2001: Bogor.

[14] Thaib, Gumbira Said dan Suteja Wiraatmadja. S. 1988. Operasi

Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT Mediatama Sarana

Perkasa: Jakarta

[15] Treybal, E. Robert. 1980. Mass-Transfer Operations. Mc Graw-Hill, Book Company, Inc: Singapore.

[16] Weiss, Werner and Josef Buchinger. 2010. Esthablishment Of A Production, Sales And Consulting Infrastructure For Solar Thermal

Plants In Zimbabwe. AEEINTEC: Austria.

[17] Yunus, A. Cengel. 2002. HeatTransfer A Practical Approach, Second Edition. Mc Graw-Hill, Book Company, Inc: Singapore.