Rancang Bangun Prototype Kolektor Surya Tipe Plat Datar Bersirip untuk Penghasil Panas pada Pengering Produk Pertanian dan Perkebunan

(1)

RANCANG BANGUN DAN ANALISA

KOLEKTOR SURYA TIPE PLAT DATAR BERSIRIP

UNTUK PENGHASIL PANAS PADA PENGERING HASIL

PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ANDRI M. SIJABAT NIM. 110421037

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebab kasih dan anugrah yang melimpah sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul

Rancang Bangun Prototype Kolektor Surya Tipe Plat Datar Bersirip untuk Penghasil Panas pada Pengering Produk Pertanian dan Perkebunan. Skripsi ini disusun dan diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Fakultas Teknik, Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang dihadapi penulis, namun berkat dorongan, semangat, doa, nasihat dan bantuan baik materil, maupun moril dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banya terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

2. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST., MT. selaku dosen pembimbimg yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Tulus Burhanudin Sitorus, ST., MT. selaku Dosen Pembanding I dan bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku dosen pembanding II yang telah memberikan banyak masukan dalam perbaikan skripsi ini. 4. Ibu S. Farah Dina sebagai pembimbing lapangan yang telah banyak

memberikan masukan, arahan dan juga motivasi sehingga penulis dapat tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Para staff pengajar dan pegawai di Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.

6. Orang Tua penulis yang senantiasa mendukung penulis dalam daya, dana dan doa.

7. Bapak Jufrizal yang menjadi abang dan sahabat penulis selama pengerjaan skripsi yang selalu memberi semangat dan motivasi juga ilmu sehingga penulis terbantu dalam menyelesaikan beberapa permasalahan.


(6)

8. Aprizal Nasution dan Muhardityah, rekan satu team yang telah bersama-sama dengan penulis baik hujan dan terik matahari dalam memulai hingga menyelesaikan skripsi ini.

9. Dan yang terakhir sekali kepada seluruh rekan, teman dan sahabat se-pelayanan di YAKPM BPC-Medan yang terus berdoa, mendukung dan memberikan semangat dalam suka dan duka kepada penulis sehingga penulis dapat terus berjuang menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Juni 2014 Penulis,


(7)

Abstrak

Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kadar air. Proses pengeringan yang umum dikenal adalah penjemuran secara langsung di bawah sinar matahari dan yang paling sering digunakan oleh para petani yang ada di Indonesia untuk mengeringkan hasil pertanian mereka. Cara ini masih sangat konvensional dan memiliki banyak kendala salah satunya adalah factor cuaca. Cuaca yang tidak menentu akan sangat mempengaruhi kualitas dari hasil panen yang dijemur. Kadar air yang terlalu tinggi akibat panas yang tidak cukup untuk mengurangi kadar air akan memicu berkembangnya mikroba atau jamur yang dapat mengakibatkan pembusukan. Oleh karena itu, dirancang sebuah alat untuk dapat membantu petani memaksimalkan pengeringan hasil pertanian mereka. Alat yang dirancang adalah kolektor surya tipe plat datar bersirip dengan ukuran 2 m x 2 m x 0,17 m. Kolektor surya terdiri dari lapisan kayu, sterofoam dan rockwoll sebagai isolator, plat alumunium sebagai penyerap panas dan kaca sebagai penutup. Selain kolektor, dirancang juga ruang pengering sebagai tempat pengeringan hasil pertanian dengan ukuran 2 m x 1 m x 1 m. Sampel yang digunakan dalam pengujian alat ini adalah ubi kayu (cassava) dan cabai merah. Untuk mendapatkan efisiensi daripada kolektor dilakukan pengujian selama 2 (dua) hari pada kondisi cuaca cerah. Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh panas radiasi rata-rata yang dapat diserap kolektor adalah 1856,755 watt, kehilangan panas rata-rata pada kolektor adalah 442,57 watt dan efisiensi rata-rata dari kolektor surya yang didapat selama proses pengujian adalah 69,70%


(8)

Abstract

Drying is one way to reduce the water content. The drying process is commonly known direct drying in the sun and are most commonly used by farmers in Indonesia to dry their crops. This is still a very conventional way and had a lot of obstacles one of which is the weather factor. Erratic weather will greatly affect the quality of the crop is dried. The water content is too high due to heat is not sufficient to reduce the moisture content will lead to the development of microbes or fungi that can lead to decay. Therefore, a tool designed to help farmers maximize their drying agricultural products. Is a tool designed solar collectors flat plate type finned with size 2 mx 2 mx 0.17 m. Solar collector consists of a layer of wood, sterofoam and rockwoll as insulators, aluminum plate as a heat sink and as a cover glass. In addition to the collector, drying chamber is also designed as a drying agricultural products with a size of 2 mx 1 mx 1 m. The samples used in the testing of this tool is manioc (cassava) and red chili. To obtain the efficiency of the collector rather than testing for 2 (two) days in sunny conditions. From the results obtained by the analysis carried an average heat radiation that can be absorbed by the collector is 1856.755 watts, the average heat loss in collector is 442.57 watts and the average efficiency of the solar collector obtained during the testing process is 69.70 %


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GRAFIK ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Tujuan ... 3

1.3.Manfaat Penelitian ... 3

1.4.Batasan Masalah ... 3

1.5.Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Pengeringan ... 5

2.1.1. Jenis-jenis Pengeringan ... 6

2.2. Kolektor dan Jenis-jenisnya ... 8

2.3. Sirip (Fin)... 12

2.3.1. Efisiensi Sirip (Fin Efficiency) ... 13

2.3.2. Efisiensi Sirip Menyeluruh (Overall Fin Efficiency) ... 14

2.4. Pemanfaatan Energi Matahari ... 15

2.5. Tinjauan Pindahan Panas ... 18

2.5.1. Perpindahan Panas Konduksi ... 18

2.5.2. Perpindahan Panas Konveksi ... 20

2.5.3. Perpindahan Panas Radiasi ... 25

2.5. Tinjauan Mekanika Fluida ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27


(10)

3.3. Perancangan Alat dan Pemilihan Bahan ... 28

3.3.1Kaki Penyangga Alat Pengering ... 28

3.3.2. Perancangan Lemari Pengering ... 28

3.3.3. Perancangan Kolektor Surya ... 29

3.3.3.1. Perancangan Pelat Absorber dan Sirip ... 29

3.3.3.2. Perancangan Kaca Penutup ... 30

3.3.3.3. Perancangan Isolasi... 30

3.4. Alat dan Bahan Pengujian yang Digunakan ... 30

3.4.1. Peralatan Pengujian ... 30

3.4.2. Bahan Pengujian ... 36

3.5. Experimental Set Up ... 38

BAB IV RANCANG BANGUN DAN HASIL DATA ... 39

4.1. Rancang Bangun Alat ... 39

4.1.1. Penyangga Alat Pengering ... 39

4.1.2. Lemari Pengering ... 40

4.1.3. Kolektor Surya ... 40

4.2. Perhitungan dan Hasil Data ... 42

4.2.1. Analisis Intensitas Radiasi Matahari (Solar Radiation)... 43

4.2.2. Perhitungan Kolektor Surya ... 45

4.2.2.1. Menghitung Kecepatan Profil (v) Kolektor ... 46

4.2.2.2. Menghitung Temperatur Masuk Lemari Pengering 48 4.2.2.3. Menghitung Koefisien Konveksi ... 49

4.2.2.4 Menghitung Kehilangan Panas ... 52

4.2.2.5. Menghitung Panas Masuk (Qin) pada Kolektor .... 57

4.2.2.6. Menghitung Panas Digunakan (Qu) pada Kolektor 57 4.2.3. Menghitung Efisiensi Kolektor ... 57

4.3. Menghitung Efisiensi Sirip ... 58

4.3.1. Menghitung Kehilangan Panas pada Kolektor Bersirip... 60

4.3.2. Menghitung Panas Masuk (Qin) pada Kolektor Bersirip... 61

4.3.3. Menghitung Panas Digunakan (Qu) pada Kolektor Bersirip 61 4.4. Menghitung Efisiensi ( ) pada Kolektor Bersirip ... 62


(11)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

5.1. Kesimpulan ... 68 5.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema sistem pengering dengan energi surya ... 8

Gambar 2.2 Komponen-komponen umum kolektor ... 9

Gambar 2.3 Kolektor surya pelat datar ... 10

Gambar 2.4 Kolektor surya prismatic ... 10

Gambar 2.5 Kolektor Surya Konsentrator ... 11

Gambar 2.6 Evacuated Tube Collector ... 12

Gambar 2.7 Sketsa Penampang Sirip ... 13

Gambar 2.8 Penampang Multi Sirip ... 14

Gambar 2.9 Hubungan Matahari dan Bumi ... 15

Gambar 2.10 Energi yang masuk ke Bumi ... 17

Gambar 2.11 Perpindahan Panas Konduksi ... 19

Gambar 2.12 Perpindahan Panas Konduksi Pada Kolektor ... 19

Gambar 2.13 Perpindahan Panas Konveksi Paksa dan Konveksi Natural ... 20

Gambar 2.14 Perpindahan Panas Konveksi Plat Datar ... 21

Gambar 2.15 Konveksi Natural dan Tebal Lapisan Batas pad Bidang Miring 23

Gambar 2.16 Perpindahan Panas Radiasi ... 25

Gambar 2.17 Penampang Saluran Nozel ... 26

Gambar 3.1 Laptop ... 31

Gambar 3.2 Agilient 34972 A ... 31

Gambar 3.3 Hobo Microstation data logger ... 32

Gambar 3.4 (a) Weight Display (b) load cell ... 35

Gambar 3.5 Ubi Kayu ... 36

Gambar 3.6 Cabai Merah... 37

Gambar 3.7 Experimental Set Up... 38

Gambar 4.1 Alat Pengering ... 39

Gambar 4.2 Rangka Pengering ... 39

Gambar 4.3 Lemari Pengering ... 40

Gambar 4.4 Sirip Kolektor ... 41

Gambar 4.5 Dimensi Kolektor Surya ... 41

Gambar 4.6 Penampang Kolektor Surya ... 42


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Spesifikasi Pyranometer ... 33

Tabel 3.2 Spesifikasi Wind Velocity Sensor ... 33

Tabel 3.3 Spesifikasi Ambient Measurement Apparatus ... 34

Tabel 3.4 Spesifikasi T dan RH Smart Sensor ... 34

Tabel 4.1 Konduktivitas Bahan ... 42

Tabel 4.2 Data Intensitas Radiasi Matahari Tanggal 25 Maret 2014 ... 43

Tabel 4.3 Data Intensitas Radiasi Matahari Tanggal 10 April 2014 ... 44

Tabel 4.4 Data Suhu dan Intensitas Radiasi Matahari Maksimum 25 Maret 2014 ... 46

Tabel 4.5 Sifat Fisik Udara pada Temperatur Film 337,23 K ... 46

Tabel 4.6 Sifat Fisik Udara pada Temperatur Film 309,775 K ... 49

Tabel 4.7 Sifat Fisik Udara pada Temperatur Film 360,965 K ... 51

Tabel 4.8 Data Temperatur Kolektor Tanggal 25 Maret 2014 ... 62

Tabel 4.9 Data Kolektor Bersirip dan Tanpa Sirip Tanggal 25 Maret 2014 63 Tabel 4.10 Data Temperatur Kolektor Tanggal 10 April 2104 ... 64 Tabel 4.11 Data Kolektor Bersirip dan Tanpa Sirip Tanggal 25 April 2014 66


(14)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Grafik Intensitas Radiasi Matahari Tanggal 25 Maret 2014 ... 44 Grafik 4.2 Grafik Intensitas Radiasi Matahari Tanggal 10 April 2014 ... 45 Grafik 4.3 Grafik Waktu vs Temperatur Tanggal 25 Maret 2014 ... 63 Grafik 4.4 Grafik Waktu vs Intensitas Radiasi Matahari dan Efisiensi

Kolektor Bersirip dan Tanpa Sirip Tanggal 25 Maret 2014 ... 64 Grafik 4.5 Grafik Waktu vs Temperatur Tanggal 10 April 2014 ... 65 Grafik 4.6 Grafik Waktu vs Intensitas Radiasi Matahari dan Efisiensi


(15)

Abstrak

Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kadar air. Proses pengeringan yang umum dikenal adalah penjemuran secara langsung di bawah sinar matahari dan yang paling sering digunakan oleh para petani yang ada di Indonesia untuk mengeringkan hasil pertanian mereka. Cara ini masih sangat konvensional dan memiliki banyak kendala salah satunya adalah factor cuaca. Cuaca yang tidak menentu akan sangat mempengaruhi kualitas dari hasil panen yang dijemur. Kadar air yang terlalu tinggi akibat panas yang tidak cukup untuk mengurangi kadar air akan memicu berkembangnya mikroba atau jamur yang dapat mengakibatkan pembusukan. Oleh karena itu, dirancang sebuah alat untuk dapat membantu petani memaksimalkan pengeringan hasil pertanian mereka. Alat yang dirancang adalah kolektor surya tipe plat datar bersirip dengan ukuran 2 m x 2 m x 0,17 m. Kolektor surya terdiri dari lapisan kayu, sterofoam dan rockwoll sebagai isolator, plat alumunium sebagai penyerap panas dan kaca sebagai penutup. Selain kolektor, dirancang juga ruang pengering sebagai tempat pengeringan hasil pertanian dengan ukuran 2 m x 1 m x 1 m. Sampel yang digunakan dalam pengujian alat ini adalah ubi kayu (cassava) dan cabai merah. Untuk mendapatkan efisiensi daripada kolektor dilakukan pengujian selama 2 (dua) hari pada kondisi cuaca cerah. Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh panas radiasi rata-rata yang dapat diserap kolektor adalah 1856,755 watt, kehilangan panas rata-rata pada kolektor adalah 442,57 watt dan efisiensi rata-rata dari kolektor surya yang didapat selama proses pengujian adalah 69,70%


(16)

Abstract

Drying is one way to reduce the water content. The drying process is commonly known direct drying in the sun and are most commonly used by farmers in Indonesia to dry their crops. This is still a very conventional way and had a lot of obstacles one of which is the weather factor. Erratic weather will greatly affect the quality of the crop is dried. The water content is too high due to heat is not sufficient to reduce the moisture content will lead to the development of microbes or fungi that can lead to decay. Therefore, a tool designed to help farmers maximize their drying agricultural products. Is a tool designed solar collectors flat plate type finned with size 2 mx 2 mx 0.17 m. Solar collector consists of a layer of wood, sterofoam and rockwoll as insulators, aluminum plate as a heat sink and as a cover glass. In addition to the collector, drying chamber is also designed as a drying agricultural products with a size of 2 mx 1 mx 1 m. The samples used in the testing of this tool is manioc (cassava) and red chili. To obtain the efficiency of the collector rather than testing for 2 (two) days in sunny conditions. From the results obtained by the analysis carried an average heat radiation that can be absorbed by the collector is 1856.755 watts, the average heat loss in collector is 442.57 watts and the average efficiency of the solar collector obtained during the testing process is 69.70 %


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengolahan pasca panen hasil pertanian atau perkebunan mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Namun kualitas produk pasca panen ini bisa terbilang masih sangat rendah. Ini dikarenakan para petani masih menjemur atau mengeringkan hasil panen secara langsung di bawah sinar matahari dan udara terbuka seringkali terkendala oleh factor cuaca. Kondisi cuaca yang tidak menentu terutama saat musim hujan akan mengakibatkan proses pengeringan alami berlangsung tidak optimal, menjadikan hasil pertanian berjamur dan rusak karena lembabnya udara. Umumnya kadar air yang tinggi memicu berkembangnya jamur dan mikroba. Tingkat kekeringan yang rendah berdampak pada kualitas dan harga produk. Akibatnya, harga jual produk menjadi rendah dan petani pun mengalami kerugian yang tidak sedikit.

Untuk mencegah kerugian yang dialami para petani, diperlukan suatu alat pengering yang dapat mengurangi kerusakan produk akibat jamur dan mikroba atau bahkan meniadakannya sehingga kerugian akibat kerusakan produk dapat di minimalisir. Untuk itu dibuatlah suatu alat yang dapat membantu proses pengeringan produk pertanian tersebut. Agar petani tidak dibebani ongkos pengeringan yang tinggi, sumber energi alat pengering haruslah berasal dari sumber yang ekonomis, ramah lingkungan, dan dapat diperbarui..

Sebagai negara yang terletak di daerah khatulistiwa, yaitu pada 6 °LU – 11 ºLS dan 95 ºBT – 141°BT, dan dengan memperhatikan peredaran matahari dalam setahun yang berada pada daerah 23,5 °LU dan 23,5 ºLS akan mengakibatkan suhu di Indonesia cukup tinggi (antara 26°C – 35 ºC) dan bila saat cuaca cerah akan disinari matahari selama 6 – 7 jam dalam sehari. Bagian barat Indonesia mendapat rata-rata radiasi sebesar 4,5 KWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 10% dan bagian timur 5,1 kWH/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Sifat radiasi matahari yang di peroleh di daerah ini dapat dikatakan lebih kecil perubahannya terhadap rata-rata tiap tahunnya. Di lain pihak, pancaran


(18)

radiasi ini sifatnya periodik setiap hari dan setiap tahunnya secara terus menerus. Bisa disimpulkan bahwa Indonesia memiliki sinar matahari cukup melimpah.

Energi surya (matahari) merupakan sumber energi yang ramah lingkungan karena tidak memancarkan emisi karbon berbahaya yang berkontribusi terhadap perubahan iklim seperti pada bahan bakar fosil. Setiap watt energi yang dihasilkan dari matahari berarti kita telah mengurangi pemakaian bahan bakar fosil, dan dengan demikian kita benar-benar telah mengurangi dampak perubahan iklim. Penelitian terbaru melaporkan bahwa rata-rata sistem rumah surya mampu mengurangi 18 ton emisi gas di lingkungan setiap tahunnya. Energi surya juga tidak memancarkan oksida nitrogen atau sulfur dioksida yang berarti tidak menyebabkan hujan asam atau kabut asap.

Energi surya adalah salah satu gelombang elektromagnetik yang memancarkan energi ke permukaan bumi secara terus-menerus. Bumi menerima daya radiasi surya sekitar 108 PW (1PW = 1015W), atau dalam 1 tahun total energi surya yang sampai di permukaan bumi sekitar 3.400.000 EJ (1EJ=1018J). Hanya diperlukan 2 jam radiasi sinar surya untuk memenuhi kebutuhan energi dunia selama satu tahun sebesar 474 EJ (data tahun 2008). Tetapi, potensi energi yang sangat besar ini belum dimanfatkan secara optimal dan masih terbuang begitu saja. Suatu studi menyebutkan energi surya yang sudah dimanfaatkan sebesar 5 GW melalui sel surya dan 88 GW melalui pemanas air. Jumlah ini tidak ada artinya dibandingkan dengan radiasi yang diterima bumi.

Melihat dari data tersebut maka dikembangkanlah suatu teknologi tepat guna yang memanfaatkan sinar matahari sebagai energi alternatif dalam bidang pengeringan berupa Pengering Tenaga Surya.

Kolektor surya merupakan salah satu teknologi tepat guna yang sudah dikembangkan dan terus diteliti. Kolektor surya ini dapat mengumpulkan panas matahari yang diterimanya melalui radiasi. Kolektor surya yang sudah diteliti sebelumnya adalah kolektor surya tipe plat datar.

Pada penelitian dan perancangan kali ini akan ditambahkan sirip dengan posisi menyilang pada penampang kolektor yang nantinya diharapkan akan dapat meningkatkan efisiensi kolektor alat pengering tenaga surya.


(19)

Dari penelitian ini nantinya diharapkan akan meningkatkan kualitas produk pertanian yang bisa menjadi pemasukan devisa negara dan karena alat ini menggunakan energi matahari sebagai sumber energinya maka akan dapat juga mengurangi pemakaian energi berbahan fosil yang semakin hari semakin menipis dan dapat mengurangi global warming dampak dari meningkatnya pemakaian listrik.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Merancang bangun satu unit alat pengering tenaga surya tipe plat datar bersirip.

2. Mengetahui jumlah energi panas dan radiasi pada alat pengering tenaga surya.

3. Mendapatkan efisiensi kolektor alat pengering tenaga surya.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Diharapkan nantinya alat ini dapat membantu proses pengeringan hasil produk pertanian agar lebih cepat sehingga dapat menjaga kualitas mutu dan meningkatkan harga jual produk pasca panen.

2. Diharapkan alat ini dapat mengurangi penggunaan energi listrik dan penggunaan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui.

3. Memberikan pemodelan alat pengering tenaga surya untuk pengembangan dan pengaplikasian teknologi surya di Indonesia.

4. Agar dapat digunakan oleh masyarakat yang belum mendapatkan fasilitas dan jaringan listrik yang memadai.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Lokasi penelitian di kota Medan yang terletak pada posisi 3,43 ºLU–98,44 ºBT dan ketinggian 37,5 meter dari permukaan laut.


(20)

2. Produk hasil pertanian yang dipakai sebagai sampel pengujian adalah ubi kayu (cassava) dan cabai merah.

3. Pengujian dilakukan pada pukul 08.00 WIB–17.00 WIB. 4. Pengujian dilakukan pada kondisi cuaca cerah.

5. Sudut kemiringan kolektor yang dipakai dalam penelitian adalah 45o.

1.5 Sistematika Penulisan

Agar penulisan skripsi ini tersusun secara sistematis dan mudah untuk dipahami, maka skripsi ini disusun ke dalam beberapa bagian.

Bab I Pendahuluan

Membahas mengenai latar belakang dari judul skripsi, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Membahas mengenai dasar teori-teori yang berhubungan dengan penulisan skripsi dan digunakan sebagai landasan dalam memecahkan masalah. Dasar teori diperoleh dari berbagai sumber dan literatur, diantaranya: buku-buku literatur, jurnal, e-book, dan website.

Bab III Metodologi

Membahas mengenai metode yang akan digunakan untuk menyelesaikan penulisan skripsi. Pada bab ini dibahas mengenai langkah-langkah penelitian data dan analisa data yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dari topik yang diangkat, dan beberapa aspek yang menunjang metode penelitian.

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Pada bab ini akan dianalisa dan dibahas mengenai data-data yang telah diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Di dalam bab ini berisi kesimpulan dari penulisan tugas akhir dan saran-saran yang dapat digunakan sebagai tindak lanjut dari penelitian yang telah dilakukan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengeringan

Pengeringan merupakan salah satu unit operasi energi paling intensif dalam pengolahan pascapanen. Unit operasi ini diterapkan untuk mengurangi kadar air produk seperti buah-buahan, sayuran dan produk pertanian lainnya setelah panen. Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan massa uap air secara simultan yang memerlukan panas untuk menguapkan air dari permukaan bahan tanpa mengubah sifat kimia dari bahan tersebut. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dan bahan yang dikeringkan. Laju pemindahan kandungan air dari bahan akan mengakibatkan berkurangnya kadar air dalam bahan tersebut.

Pada prinsipnya, pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada bahan sampai pada kadar air yang diinginkan. Tujuan mengurangi kadar air adalah untuk memperpanjang kehidupan rak-produk bio-asal dengan mengurangi kadar air ke tingkat yang cukup rendah sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme, reaksi enzimatik, dan reaksi lainnya yang memperburuk produk pertanian tersebut.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengeringan adalah suhu, kelembaban udara, laju aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar air akhir bahan.

a. Proses perpindahan panas

Proses perpindahan panas terjadi karena adanya perbedaan suhu udara pengering dengan suhu bahan yang dikeringkan, dimana suhu udara pengering lebih tinggi dari suhu bahan. Panas yang dialirkan melalui udara pengering akan meningkatkan suhu bahan, sehingga air dalam bahan berubah menjadi uap air.


(22)

b. Proses perpindahan Massa Uap Air

Peningkatan suhu bahan karena proses perpindahan panas akan menyebabkan tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dari tekanan uap air pada udara pengering, sehingga terjadi perpindahan uap air bahan ke udara.

Kelembaban relatif udara pengering akan turun dengan adanya peningkatan suhu udara pengering, Hal ini menyebabkan kelembaban relatif udara pengering lebih rendah dari kelembaban relatif bahan. Selanjutnya panas yang dialirkan ke permukaaan bahan akan meningkatkan tekanan uap air bahan sehingga tekanan uap air bahan lebih tinggi dari tekanan uap air udara pengering. Dengan kondisi demikian akan terjadi perpindahan massa uap air dari bahan ke udara pengering dan disebut sebagai proses penguapan. Proses penguapan air dari bahan akan terus berlangsung sampai terjadi kesetimbangan tekanan uap air antara bahan dengan pengering.

2.1.1. Jenis-Jenis Pengeringan

Jenis-jenis pengeringan berdasarkan karakteristik umum dari beberapa pengering konvensional dibagi atas 8 bagian, yaitu: (Arun S. Mujumdar, Chung Lim Law, 2009)

a) Baki atau wadah

Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan meletakkan material yang akan dikeringkan pada baki yang lansung berhubungan dengan media pengering. Cara perpindahan panas yang umum digunakan adalah konveksi dan perpindahan panas secara konduksi juga dimungkinkan dengan memanaskan baki tersebut.

b) Rotary

Pada jenis ini ruang pengering berbentuk silinder berputar sementara material yang dikeringkan jaruh di dalam ruang pengering. Medium pengering, umumnya udara panas, dimasukkan ke ruang pengering dan bersentuhan dengan material yang dikeringkan dengan arah menyilang. Alat penukar kalor yang dipasang di dalam ruang pengering untuk memungkinkan terjadinya konduksi.


(23)

c) Flash

Pengering dengan flash (flash dryer) digunakan untuk mengeringkan kandungan air yang ada di permukaan produk yang akan dikeringkan. Materi yang dikeringkan dimasukkan dan mengalir bersama medium pengering dan proses pengeringan terjadi saat aliran medium pengering ikut membawa produk yang dikeringkan. Setelah proses pengeringan selesai, produk yang dikeringkan akan dipisahkan dengan menggunakan hydrocyclone.

d) Spray

Teknik pengeringan spray umumnya digunakan untuk mengeringkan produk yang berbentuk cair atau larutan suspensi menjadi produk padat. Contohnya, proses pengeringan susu cair menjadi susu bubuk dan pengeringan produk-produk farmasi. Cara kerjanya adalah cairan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk tetesan oleh atomizer dan dijatuhkan dari bagian atas. Medium pengering (umumnya udara panas) dialirkan dengan arah berlawanan atau searah dengan jatuhnya tetesan. Produk yang dikeringkan akan berbentuk padatan dan terbawa bersama medium pengering dan selanjutnya dipisahkan dengan hydrocyclone.

e) Fluidized bed

Pengeringan dengan menggunakan kecepatan aliran udara yang relatif tinggi menjamin medium yang dikeringkan terjangkau oleh udara. Jika dibandingkan dengan jenis wadah, jenis ini mempunyai luas kontak yang lebih besar.

f) Vacum

Pengeringan dengan memanfaatkan ruangan bertekanan udara rendah. Dimana pada ruangan tersebut tidak terjadi perpindahan panas, tetapi yang terjadi adalah perpindahan massa pada suhu rendah.

g) Membekukan

Pengeringan dengan menggunakan suhu yang sangat rendah. Biasanya digunakan pada produk-produk yang bernilai sangat tinggi, seperti produk farmasi dan zat-zat kimia lainnya.


(24)

h) Batch dryer

Pengeringan jenis ini hanya baik digunakan pada jumlah material yang sangat sedikit, seperti penggunaan pompa panas termasuk pompa panas kimia.

Pada Tugas Akhir ini akan dilakukan simulasi pengeringan tipe wadah dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi pemanas udara pengering.

Kaca

Solar Kolektor

Ud ara lua

r

Drying chamber

Cerobong

isolator

Solar collector Glass cover

Gambar 2.1 Skema sistem pengering dengan energi surya

2.2. Kolektor dan Jenis-jenisnya

Pengering surya adalah suatu sistem pengering yang memanfaatkan energi surya. Sistem pengering surya terdiri dari dua bagian utama yaitu kolektor surya dan ruang pengering. Kolektor surya adalah suatu alat yang dapat mengumpulkan atau menyerap radiasi surya dan mengkonversikan menjadi panas


(25)

Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama. Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen utama, yaitu:

1. Cover berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan.

2. Absorber berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari. 3. Kanal berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja .

4. Isolator berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari

absorber menuju lingkungan.

5. Frame berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor.

Gambar 2.2 Komponen-komponen umum kolektor

Berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimiliki, kolektor surya dibagi atas 4 macam yaitu:

1. Flat-Plate Collectors (Kolektor Plat Datar)

Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya plat datar adalah bahwa memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari dan juga karena desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri.

Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari absorber-nya yang berupa plat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal


(26)

tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri.

Gambar 2.3 Kolektor surya plat datar

(Sumber: http://www.rainharvest.co.za/2010/08/solar-geyser-collector-types/)

2. Prismatic Solar Colector (Kolektor Surya Prismatik)

Kolektor surya tipe prismatik dapat digolongkan dalam kolektor plat datar dengan permukaan kolektor berbentuk prisma yang tersusun dari 4 bidang yang membentuk prisma, 2 bidang berbentuk segitiga sama kaki dan 2 bidang yang lain berbentuk segi-empat siku-siku. Keunggulan dari kolektor surya tipe prismatik ini adalah kemampuannya untuk dapat menerima energi radiasi matahari dari segala posisi matahari.

Gambar 2.4 Kolektor surya prismatic

(Sumber: Philip Kristianto & James Laeyadi, Jurnal Teknik Mesin Universitas Kristen Petra)


(27)

3. Concentrating Collectors (Kolektor Surya Konsentrasi)

Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur antara 100°C – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh absorber. Berdasarkan komponen

absorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu line focus dan point focus.

(a) (b)

Gambar 2.5 Kolektor Surya Konsentrator, (a) Line Focus, (b) Point Focus.

(Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Solar_thermal_collector)

4. Evacuated Tube Collectors

Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara

absorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar absorber menuju lingkungan.


(28)

Gambar 2.6 Evacuated Tube Collector

(Sumber: http://www.greenspec.co.uk/solar-collectors.php)

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan perancangan dan pembuatan alat pengering energi surya dengan menggunakan kolektor surya tipe plat datar. Pada penelitian kali ini kolektor akan dimodifikasi dengan penambahan sirip pada pada bagian absorbernya. Ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya. Tujuan dilakukannya modifikasi ini untuk mengetahui dan meningkatkan efisiensi alat pengering tersebut dibandingkan dari penelitian-penelitian sebelumnya.

2.3.Sirip (Fin)

Sirip (fin) adalah suatu peralatan tambahan yang digunakan untuk meningkatkan kinerja suatu peralatan mesin, yaitu sebagai pembuang panas agar peralatan mesin tidak rusak dan terbakar akibat temperatur yang sangat tinggi seperti yang terdapat pada bagian processor yang dikenal sebagai heat sink atau pada mesin sepeda motor dan juga sebagai penyerap panas seperti pada kolektor yang akan menjadi pembahasan dalam skripsi ini. Pada dasarnya penggunaan sirip bertujuan untuk menambah luas bidang perpindahan panas dengan bahan yang mempunyai konduktivitas yang baik. Adalah sangat mubazir menambahkan sirip tetapi aliran konduksi tidak mampu mensuplai aliran panas dikarenakan konduktivitas material pembentuk sirip terlalu kecil.


(29)

2.3.1. Efisiensi Sirip (Fin Efficiency)

Efisiensi sirip adalah perbandingan laju perpindahan panas aktual dari sebuah sirip dengan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin. Atau dapat ditulis dengan persamaan:

= ... (2.1) dimana qf adalah laju perpindahan panas yang sebenarnya dari sebuah sirip dan

besarnya tergantung pada jenis dan kondisi batas yang diketahui. Untuk sirip dengan penampang konstan besarnya qf adalah:

= sinh +( / ) cosh

cosh +( / ) sinh − ∞ ... (2.2) dimana besarnya m adalah:

m = ... (2.3) Sementara Qmax adalah laju perpindahan panas maksimum yang mungkin dari

sebuah sirip.

Qmax = hAfin (Tb - T∞) ... (2.4)

dimana Afin adalah luas permukaan sirip dan hubungannya dengan keliling (p,

perimeter) dan panjang sirip (L) dapat dirumuskan:

Afin = pL + A ... (2.5)

Gambar 2.7 Sketsa Penampang Sirip (Sumber: Perpindahan Panas, JP. Holman.)


(30)

Perhatikan sirip berbentuk persegi pada gambar di atas. Misalkan lebar sirip adalah w, sementara Ac luas penampang atau cross sectional area, dapat

ditulis A dan Ap luas profil yang dikoreksi dan dirumuskan dengan persamaan: Ap = L.t... (2.6)

Untuk sirip yang sangat lebar, atau disbanding w, tebal sirip t menjadi sangat kecil. Untuk kasus ini, maka perimeter dapat disederhanakan menjadi:

p = 2w + 2t ≈ 2w ... (2.7)

2.3.2. Efisiensi Sirip Menyeluruh (Overall Fin Efficiency)

Pembahasan yang dilakukan ini adalah untuk sirip dengan kondisi tunggal. Sementara pada aplikasinya sirip biasanya digunakan secara banyak, dengan kata lain hampir tidak dijumpai sirip tunggal.

Gambar 2.8 Penampang Multi Sirip (Sumber: Perpindahan Panas, JP. Holman.)

Efisiensi total dari permukaan yang mempunyai banyak sirip dapat dirumuskan sebagai berikut:

� = =

( − ) ... (2.8) dimana qt adalah perpindahan panas total dari permukaan total At termasuk permukaan sirip dan permukaan base. Jika dimisalkan jumlah sirip N, maka luas total dapat dirumuskan dengan menjumlahkan luas permukaan tiap sirip As:


(31)

Sementara perpindahan panas total dari seluruh permukaan dapat dijabarkan sebagai penjumlahan perpindahan panas dari tiap sirip ditambah dari permukaan

base.

qt= N hAs(Tb - T∞) + hAb(Tb - T∞)... (2.10)

substitusi persamaan (2.9) untuk mengganti parameter Ab pada persamaan diatas, maka diperoleh:

qt= h[N As+ (At - NAs)](Tb - T∞)... (2.11)

atau

= h 1− � 1− � ( − ) ... (2.12) Substitusi persamaan (2.12) ke dalam persamaan (2.8) akan didapat hubungan efisiensi total dengan efisiensi masing-masing sirip, yaitu:

� = 1− � (1− �) ... (2.13) Dengan mengetahui efisiensi total sirip secara keseluruhan, maka laju perpindahan panas total dari kumpulan sirip dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.8)

2.4.Pemanfaatan Energi Matahari

Matahari mempunyai diameter 1,39×109 m. Bumi mengelilingi matahari dengan lintasan berbentuk ellipse dan matahari berada pada salah satu pusatnya. Jarak rata-rata matahari dari permukaan bumi adalah 1,49×1011 m (Duffie & Beckman, 1980). Lintasan bumi terhadap matahari berbentuk ellipse, maka jarak antara bumi dan matahari adalah tidak konstan. Karena adanya perbedaan jarak ini, menyebabkan radiasi yang diterima atmosfer bumi juga akan berbeda (Duffie, 1980).


(32)

Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis energi, khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun 1970-an mendapat perhatian yang cukup besar dari banyak negara di dunia. Di samping jumlahnya yang tidak terbatas, pemanfaatannya juga tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak lingkungan. Cahaya atau sinar matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan teknologi sel surya atau fotovoltaik.

Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4,8 kWh/m2/hari atau setara dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energi surya yang menargetkan kapasitas PLTS terpasang hingga tahun 2025 adalah sebesar 0,87 GWp atau sekitar 50 MWp/tahun. Jumlah ini merupakan gambaran potensi pasar yang cukup besar dalam pengembangan energi surya di masa depan.

Matahari merupakan sumber energi yang benar-benar bebas untuk digunakan oleh setiap orang. Tidak ada manusia yang memiliki matahari, jadi setelah menutupi biaya investasi awal, pemakaian energi selanjutnya dapat dikatakan gratis. Energi surya adalah salah satu pilihan energi terbaik untuk daerah-daerah terpencil, bilamana jaringan distribusi listrik tidak praktis atau tidak memungkinkan untuk diinstalasi. Mengingat ratio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 55% - 60% dan hampir seluruh daerah yang belum dialiri listrik adalah daerah pedesaan yang jauh dari pusat pembangkit listrik.

Sumber energi berjumlah besar dan kontinu terbesar yang tersedia bagi umat manusia adalah energi yang dipancarkan oleh matahari.


(33)

Gambar 2.10 Energi yang masuk ke Bumi

(Sumber: http://edro.wordpress.com/energy/earths-energy-budget/)

Setiap menit matahari meradiasikan energi sebesar 56 x 1026 kalori. Energi matahari persatuan luas pada jarak dari permukaan bola dengan matahari sebagai pusat bulatan dan jari-jari bulatan 150 juta km (jarak rata-rata bumi dengan matahari) adalah :

= 56 1026 . −1

4 15 1012 2 ... (2.14)

≈ 2,0 . −2. −1 = −1

S = 2,0 Ly menit-1, yang disebut konstana matahari

maka energi matahari yang diterima bumi dengan jari-jari 6370 km adalah: � = a2S ... (2.15) = 3,14 x (637 x 106cm)2x 2 kal cm-2menit-1

= 2,55 x 1018kal.menit-1 = 3,67 x 1021kal/hari

Radiasi adalah proses perpindahan panas tanpa melalui media. Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu bahan, maka sebagian akan dipantulkan (refleksi), sebagian lagi akan diserap (absorbsi) dan sebagian lagi akan diteruskan (transmisi). Kebanyakan benda padat tidak bisa mentransmisikan radiasi thermal sehingga penerapan transmisivitas dianggap nol. Terdapat dua jenis pantulan


(34)

radiasi yaitu spekular dan diffuse. Jika sudut pantulan radiasi sama, maka pantulannya disebut spektular. Jika sudut pantulannya beragam ke semua arah maka pantulannya adalah diffuse.

Atmosfer bumi terdiri atas empat lapisan dari yang terdekat dari permukaan bumi yaitu troposfer (0-10 km), stratosfer (10-30 km), mesosfer (30-50 km), dan thermosfer ((30-50-400 km). Radiasi yang sampai di lapisan thermosfer dilambangkan (Gon). Radiasi yang diteruskan ke permukaan bumi dilambangkan (Gbeam). Radiasi akibat pemantulan dan pembiasan dilambangkan (Gdiffuse).

Radiasi yang dapat ditangkap oleh luasan kolektor dengan asumsi effisiensi kaca 90%, intensitas radiasi diperoleh dari alat ukur, dan dihitung permenit, sehingga energi radiasi dapat di hitung mengunakan rumus (Duffie, 1980):

Q = �. .� ΔtF’ ... (2.16) dimana: Q = Energi Radiasi Masuk Kolektor (Watt)

I = Intensitas radiasi (W/m2) A = Luas penampang kolektor(m2) Δt = Selang waktu perhitungan (s)

F’ = Faktor efisiensi kolektor = 80% - 90% � = Transmisifitas kaca

= Absorbsifitas plat

2.5. Tinjauan Pindahan Panas

Dalam perencanaan suatu alat dengan pemanfaatan tenaga surya perlu diketahui semua jenis perpindahan panas yang terjadi selama siklus terjadi. Seperti ketika kolektor menerima panas dari matahari maka hal itu terjadi dengan cara radiasi, kemudian panas dari plat kolektor berpindah secara konveksi ke udara. Untuk lebih jelasnya dapat kita perhatikan semua jenis perpindahan panas yang terjadi.

2.5.1. Perpindahan Panas Konduksi

Konduksi adalah proses perpindahan panas yang mengalir dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah melalui


(35)

benda penghubung yang diam (tidak dalam mengalir). Besar kecil perpindahan panas ditentukan oleh karakteristik zat dan benda yang dilalui panas pada waktu perpindahan dari satu benda ke benda lain. Pada alat ini terjadi pada peristiwa kehilangan panas dari kolektor surya.

Gambar 2.11 Perpindahan Panas Konduksi

Laju perpindahan panas konduksi dapat dinyatakan dengan Hukum Fourrier. .

dx dT kA Qc 

... (2.17) dimana, Q

c = laju perpindahan panas (Watt) k = konduktivitas thermal ( W/m.K)

A = luas penampang yang terletak pada aliran panas (m2)

     

dx dT

= gradien temperatur dalam aliran panas (K/m)

Nilai angka konduktifitas termal menunjukan seberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu.

Gambar 2.12 Perpindahan Panas Konduksi Pada Kolektor

Kanal Lingkungan


(36)

Peristiwa perpindahan konduksi pada mesin pengering tenaga surya terjadi pada sisi-sisi kolektor yang diisolasi oleh rockwoll, sterofoam dan kayu. Energi panas hilang (Qloss) berpindah dari ruang dalam (kanal) kolektor menuju temperatur yang lebih dingin (temperatur lingkungan).

2.5.2. Perpindahan Panas Konveksi

Konveksi merupakan proses perpindahan panas dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah melalui media, dimana media tersebut haruslah memiliki sifat fluida (konduktivitas termal, kalor spesifik dan densitas). Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida. Perpindahan panas konveksi pada pengering terjadi pada fluida kerja yang digunakan (udara).

Jika suatu plat panas dibiarkan berada di udara sekitar tanpa ada sumber gerakan dari luar, maka udara itu akan bergerak sebagai akibat terjadinya gradien densitas di dekat plat itu, peristiwa ini dinamakan konveksi alamiah (natural convection) atau konveksi bebas (free convection), untuk konveksi paksa (forced convection) terjadi apabila udara itu dihembuskan pada plat dengan fan.

Gambar 2.13 Perpindahan Panas Konveksi Paksa dan Konveksi Natural.

Perpindahan panas konveksi pada saluran kolektor sangat dipengaruhi oleh bilangan Reynold, apakah laminar maupun turbulent.


(37)

Gambar 2.14 Perpindahan Panas Konveksi Plat Datar

(Sumber: http://bloghasnan.blogspot.com/2012/04/memahami-sifat-sifat-dasar-aliran.html)

Bilangan Reynold pada plat datar dirumuskan sebagai berikut: 

VL Re

... (2.18) dimana, Re = bilangan Reynold

V = kecepatan rata-rata dari fluida (m/s) L = panjang kolektor( m )

ρ = massa jenis ( kg/m3)

μ = viskositas dinamik (kg/m.s)

Dengan pembagian jenis aliran berdasarkan bilangan Reynold sebagai berikut: Re < 5x105 untuk aliran Laminar

Re > 5x105 untuk aliran Turbulen

Untuk laju perpindahan panas dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

Qh = hA(Ts - T∞) ... (2.19) dimana, h = koefisien konveksi (W/m2.K)

A = luas permukaan kolektor surya (m2) Ts = temperatur dinding (K)

T∞ = temperatur udara lingkungan (K) Qh = laju perpindahan panas (Watt)


(38)

Korelasi yang sering digunakan dalam menentukankoefisien perpindahan panas konveksi (hc) yaitu :

GrL =

2 3

�2

... (2.20) RaL =� x

... (2.21) Nux = .

... (2.22) dimana, Grl = Bilangan Grashoff

= Massa jenis (kg/m3) = Gravitasi (m/s2)

= Koefisien udara pada temperatur film (1/K) = Panjang Kolektor (m)

� = Viskositas (N.s/m2) RaL = Bilangan Rayleigh

= Bilangan Prandt � = Bilangan Nusselt

= Lebar Kolektor (m)

= Koefisien konveksi (W/m2.K) = Konduktivitas termal (W/m.K)

Penentuan kondisi aliran pada kasus konveksi natural adalah menggunakan bilangan Ra yang telah didefenisikan pada persaman:

2 3 ) ( u L T T g

RaL   sr ... (2.23)

Menurut bidangnya, konveksi natural dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Bidang vertikal

Arah aliran fluida akibat konveksi natural pada bidang vertikal mempunyai dua kemungkinan. Pertama temperatur bidang lebih tinggi dari temperatur fluida sehingga fluidanya mengalir ke atas atau sebaliknya temperatur bidang lebih


(39)

rendah dari temperatur fluida, sehingga arahaliran ke bawah. Secara kuantitatif persamaan mencari nilai bilangan Nu adalah sama, hanya arahnya saja yang berbeda.

Parameter bilangan Rayleigh dihitung dengan menggunakan panjang bidang L dan dinyatakan dengan RaL Untuk kasus ini ada beberapa alternatif yang dapat digunakan. Persamaan yang paling sederhana dapat dijumpai pada Mc Adams (1954), Warner dan Arpaci (1968), dan Bayley (1955), yaitu:

Nu = 0,59RaL0,25 untuk 104≤ RaL ≤ 109 ... (2.24) Nu = 0,1RaL1/3 untuk 109 < RaL < 1013 ... (2.25)

2. Bidang miring

Bidang vertikal dapat dianggap sebagai bidang miring dengan kemiringan 90o. Dengan kata lain bidang miring adalah bidang vertikal yang sudut kemiringannya kurang dari 90o. Jika fakta ini dibawa ke kasus konveksi natural, maka semua persamaan pada bidang vertikal dengan satu catatan kemiringannya harus diperhitungkan. Untuk lebih jelasnya sebuah plat yang panas dimiringkan dengan sudut kemiringan 0

90 

 terhadap vertikal ditampilkan pada Gambar 2.13

Gambar 2.15 Konveksi Natural dan Tebal Lapisan Batas pada Bidang Miring

Pada ruang pengering (kanal) kolektor surya ini perpindahan panas yang terjadi menuju ruang pengering (drying chamber) adalah perpindahan panas


(40)

konveksi natural, sehingga aliran udara bergerak yang terjadi melalui kolektor adalah akibat perpindahan panas konveksi natural. Perpindahan panas pada kolektor dianalisa dengan plat absorber adalah plat miring dan dengan temperatur seragam.

Profil kecepatan dalam lapisan batas adalah:

= ( ) 1−

2

... (2.26) Dengan adalah tebal lapisan batas (m) adalah daerah yang mengalami hambatan karena adanya tegangan geser pada permukaan plat dan kaca sehingga partikel fluida terpaksa berhenti pada sekitar permukaan benda, baik di permukaan plat maupun di permukaan kaca.Vc(y) adalah kecepatan karakteristik yang merupakan fungsi jarak searah panjang plat (sumbu-y). Pada posisi y yang sama, kecepatan karakteristik ini sama sepanjang x. persamaan untuk mencari kecepatan karakteristik adalah:

( )= 3 20 21+

( − )

� 2 ... (2.27)

Dan tebal lapisan batas,

= 3,936 0,952 +2 0,25� −0,25... (2.28)

Konstanta gravitasi pada persamaan diatas adalah gravitasi yang searah dengan plat miring (g.cos ).

Pada gambar dapat dilihat bahwa pada bidang miring dengan sudut kemiringan  terhadap vertikal, percepatan gravitasi dapat diproyeksikan menjadi g.cos yang sejajar dengan bidang. Ini berarti bidang miring dapat dianggap sebagai plat vertikal tetapi percepatan gravitasinya menjadi g.cos . Maka untuk bidang miring semua persamaan pada kasus bidang vertikal dengan Ts dan q konstan dapat digunakan. Tetapi gravitasi g harus diganti menjadi gcos saat menghitung bilangan Ra.



 3

) (

cos T T L

g

RaL s r


(41)

2.5.3. Perpindahan Panas Radiasi

Radiasi adalah proses perpindahan panas dari benda bertemperatur tinggi ke benda bertemperatur rendah dimana tidak diperlukan zat atau benda penghubung, serta panas memancar dengan cara radiasi gelombang elektromagnetik. Perpindahan panas radiasi pada alat ini terjadi pada absorber

kolektor surya.Peristiwa radiasi yang dipancarkan oleh matahari, dan dikonversikan dalam bentuk panas terjadi pada plat absorber serta adanya pengaruh dari emisifitas permukaan benda hitam (plat absorber).

Gambar 2.16 Perpindahan Panas Radiasi

(Sumber: http://dedylondong.blogspot.com/2012/08/kenyamanan-suhu-dan-faktor-iklim-pada.html)

Perpindahan panas secara radiasi dirumuskan sebagai berikut: .

4 2 4

1 )

.( .

. A T T

Qr   ... (2.30) dimana: Qr = laju perpindahan panas radiasi (W)

 = emisivitas panas permukaan (0    1)

 = konstanta Stefan Boltzmann (5,67 x 10-8 W/m2K4) A = luas permukaan (m2)

Karakteristik Radiasi dari Permukaan Benda Hitam: 1. Emisi Permukaan

Sifat dari permukaan radiasi (emisivitas) didefinisikan sebagai perbandingan radiasi yang dihasilkan oleh permukaan benda hitam pada temperatur yang sama. Emisivitas mempunyai nilai yang berbeda tergantung

Fire (T2)

Person (T1)


(42)

kepada panjang gelombang dan arahnya. Nilai emisivitas bervariasi dari 0-1, di mana benda hitam mempunyai nilai emisivitas 1.

2. Absorbsivitas (Penyerapan)

Absorbsi adalah proses pada saat suatu permukaan menerima radiasi. Akibat langsung dari proses penyerapan ini adalah terjadinya peningkatan energi dari dalam medium yang terkena panas tersebut.

3. Transmisivitas

Transmisivitas adalah fraksi dari jumlah energi radiasi yang ditransmisikan perjumlah total energi radiasi yang diterima suatu permukaan.

2.6.Tinjauan Mekanika Fluida

Di samping tinjauan perpindahan panas pada kolektor, tinjauan tentang mekanika fluida juga harus kita ketahui karena juga memberikan pengaruh terhadap perancangan sebuah kolektor surya sebagai pengering produk pertanian. Fluida didefenisikan sebagai suatu zat yang berdeformasi secara terus menerus selama dipengaruhi suatu tegangan geser.

Dari persamaan kontinuitas, fluida yang mengalir melalui suatu penampang akan selalu memenuhi hukum kontinuitas yaitu laju massa fluida yang masuk akan selalu sama dengan laju massa fluida yang keluar. Persamaan kontinuitas dirumuskan:

tan

2 2 2 1 1

1AV  AVkons

 ... ... (2.31)


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014 sampai dengan bulan Mei 2014. Kegiatan penelitian ini mencakup perancangan dan pembuatan alat, pengujian sampai dengan pengambilan dan pengolahan data. Lokasi penelitian bertempat di Gedung Magister Pascasarjana Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3.2. Metode Desain

Perancangan merupakan kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang kebutuhannya dibutuhkan oleh masyarakat. Setelah perancangan selesai maka kegiatan yang menyusul adalah pembuatan produk. Cara merancang terdiri dari 4 tahap atau fase, yang masing-masing terdiri dari beberapa langkah (Pahl dan Beitz). Ke-4 fase tersebut adalah :

1. Fase Perumusan (Formulation Phase)

2. Fase Fungsi (Functional Phase)

3. Fase Perancangan (Design Phase)

4. Hasil (Result)

Perencanaan alat pengering meliputi kolektor dan lemari pengering. Kolektor yang dipilih dalam perancangan ini adalah kolektor plat datar bersirip menyilang. Tujuan dari modifikasi kolektor dengan penambahan sirip ini untuk meningkatkan efisiensi alat dengan memperluas bidang serap radiasi surya tanpa mengubah dimensi kolektor tersebut atau menambah terlalu besar dimensi dari kolektor. Perencanaan kolektor yang akan dibahas meliputi plat absorber dan sirip, penutup transparan (kaca) dan isolasi pada kolektor. Pada lemari terdapat rak/tray dan cerobong. Rak/tray berfungsi sebagai tempat meletakkan sampel, sementara cerobong berfungsi sebagai tempat keluarnya udara dari lemari.

Perencanaan alat pengering bertujuan untuk membantu para petani dalam mengolah hasil produksi perkebunan dan pertanian. Oleh karena itu pertimbangan


(44)

yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pengering, yaitu ekonomis, kuat, produktifitas tinggi, mudah pembuatan dan mudah dioperasikan.

3.3. Perancangan Alat dan Pemilihan Bahan 3.3.1. Kaki Penyangga Alat Pengering

Untuk kaki penyangga alat pengering ini haruslah kuat dan kokoh karena memiliki fungsi sebagai tumpuan kolektor dan dudukan lemari yang dirangkai dan dilas. Pemilihan bahan kaki penyangga mesin pengering ini mempertimbangkan beban yang akan dipikul oleh penyangga tersebut dengan kemiringan kolektor 450, oleh karena itu bahan yang dipilih adalah besi siku 30 mm.

3.3.2. Perancangan Ruang Pengering

Lemari pengering adalah tempat terjadinya proses pengeringan, dimana udara panas yang dihasilkan oleh kolektor disalurkan ke dalam lemari pengering untuk mengeringkan produk yang akan dikeringkan. Lemari pengering dirancang agar pada ruang lemari pengering dapat berada pada suhu minimal 450 C dan tidak lebih dari 800 C tujuannya untuk mendapatkan kualitas yang baik. Oleh karena itu dinding lemari pengering ditambahkan isolator berbahan Polycarbonat, yakni acrylic dan bagian bawah sterofoam tujuannya agar panas yang diperoleh dari kolektor dan akibat radiasi sinar matahari pada dinding dapat ditahan, tidak langsung terbuang ke lingkungan dari dinding lemari ketika matahari mulai terbenam sehingga suhu pada lemari pengering dapat terjaga dan dapat meningkatkan efisiensi pengeringan.

Selain dari kolektor, panas yang masuk juga bisa berasal dari radiasi pada dinding lemari. Oleh karena itu bahan yang digunakan untuk lemari pengering ini harus memiliki konduktivitas termal yang baik sehingga penyerapan panas dapat maksimal. Dari pertimbangan di atas maka bahan yang dipilih untuk lemari pengering adalah plat alumunium dengan ketebalan 0,3 mm. Agar lemari pengering dapat kuat dan kokoh maka ditambahkan kerangka berbahan besi siku 25 mm yang disambung dengan cara pengelasan.

Pada lemari pengering dilengkapi dengan pintu untuk memasukkan dan mengeluarkan produk yang dikeringkan, rak sebagai tempat peletakan sampel


(45)

yang dikeringkan. Dan pada bagian atas lemari pengering dibuat cerobong udara, bertujuan untuk memperlancar sirkulasi udara pada proses pengeringan.

3.3.3. Perancangan Kolektor Surya

Pada rancang bangun ini kolektor surya dimodifikasi dengan penambahan sirip yang nantinya juga berfungsi sebagai absorber. Tujuan penambahan sirip ini adalah untuk memperluas bidang permukaan perpindahan panas sehingga energi matahari yang dapat diserap dan dipindahkan ke fluida kerja nantinya akan semakin besar. Kolektor surya sendiri terdiri dari beberapa bagian, yaitu absorber, kaca penutup dan isolator.

3.3.3.1.Perancangan Absorber

Absorber pada kolektor surya berfungsi untuk menyerap radiasi surya dan mengkonversikannya menjadi panas. Energi dialirkan melalui fluida kerja udara secara konveksi. Absorber yang dirancang disini, yakni plat absorber dan sirip. Dengan mengacu fungsinya sebagai absorber, maka dipilih sifat bahan antara lain:

 Absorbsivitas tinggi (α)  Emisifitas panas rendah ( )  Kapasitas panas kecil (Cp).  Konduktifitas besar (k)  Refleksi rendah (ρ)

 Tahan panas dan tahan korosi  Kaku dan mudah dibentuk  Ada di pasaran

Bahan-bahan yang biasa dipakai untuk plat pengumpul yaitu: seng, aluminium, tembaga, kuningan dan baja. Sesuai dengan pertimbangan di atas dalam perancangan ini digunakan plat alumunium dengan ketebalan 0,3 mm dan permukaannya dilakukan pelapisan dengan cat hitam kusam (dof), agar jangan terjadi korosi dan mempunyai absorbsivitas maksimum.


(46)

3.3.3.2.Perancangan Kaca Penutup

Kaca penutup berfungsi untuk meneruskan radiasi surya dan mencegah panas yang keluar dari kolektor ke lingkungan pada bagian atas. Berdasarkan fungsi ini maka kaca penutup harus mempunyai sifat:

 Transmisivitas tinggi (�)  Absorsivitas rendah (α)  Refleksivitas rendah (ρ)  Tahan panas

 Ada di pasaran dan kuat

Kaca yang dipilih sebagai penutup transparan adalah kaca bening dengan ketebalan 5 mm.

3.3.3.3.Perancangan Isolasi

Isolasi berfungsi untuk memperkecil panas yang hilang dari kolektor ke lingkungan pada bagian belakang dan samping kolektor. Pada isolasi terjadi perpindahan panas secara konduksi sehingga kehilangan panas dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan. Isolasi yang digunakan adalah:

 Konduktifitas termal bahan (k) kecil.  Mudah dibentuk dan praktis

 harga murah dan ada dipasaran  Tahan lama.

Isolasi yang dirancang pada kolektor surya terdiri dari 3 lapisan, tujuannya adalah agar dapat mengurangi panas yang terbuang ke lingkugan akibat perpindahan panas konduksi, yaitu rockwoll, sterofoam dan triplek yang berfungsi juga sebagai

frame daripada kolektor.

3.4. Alat dan Bahan Pengujian yang Digunakan 3.4.1. Peralatan Pengujian

Setelah rancang bangun ini nantinya selesai, maka akan dilakukan

pengujian untuk mendapatkan besarnya efisiensi kolektor. Efisiensi ini diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan data-data yang diperoleh dari alat


(47)

pengujian dan alat ukur seperti alat ukur intensitas radiasi matahari, alat ukur temperatur dan yang lainnya.

1. Laptop

Digunakan untuk menyimpan dan mengolah data yang telah didapatkan dari

Hobo Microstation data logger dan Agilient 34972 A.

Gambar 3.1 Laptop

2. Agilient 34972 A

Alat ini dihubungkan dengan termokopel yang dipasang pada titik-titik yang akan diukur temperaturnya. Pencatatan data pengukuran disimpan pada flashdisk

yang dihubungkan pada bagian belakang alat ini.

Gambar 3.2 Agilient 34972 A

Spesifikasi Alat: a. Daya 35 Watt

b. Jumlah saluran termokopel 20 buah c. Tegangan 250 Volt


(48)

e. Ketelitian termokopel 0,03o C

f. Dapat memindai data hingga 250 saluran per detik g. Mempunyai 8 tombol panel dan sistem kontrol

h. Fungsional antara lain pembacaan suhu termokopel, Resistance Temperature Detector (RTD), dan termistor, serta arus listrik AC

3. Hobo Microstation Data Logger

Alat ini di hubungkan ke data logger untuk kemudian dihubungkan ke komputer untuk diolah datanya.

Spesifikasi Alat :

a. Skala pengoperasian: 20 oC-50 oC dengan baterai alkalin 40 oC-70 oC dengan baterai lithium

b. Input Processor: 3 buah sensor pintar multi channel monitoring

c. Ukuran: 8,9 cm x 11,4 cm x 5,4 cm d. Berat: 0,36 Kg

e. Memori: 512 kb Penyimpanan data nonvolatile flash

f. Interval Pengukuran: 1 detik - 18 jam (tergantung pengguna) g. Akurasi Waktu: 0 detik - 2 detik

Terdapat beberapa alat ukur pada Hobo Micro station data logger yaitu :

Gambar 3.3 Hobo Microstation data logger

Keterangan :

1) Pyranometer, adalah alat untuk mengukur radiasi matahari pada suatu lokasi. Satuan alat ukur ini adalah W/m2.

1 3

2


(49)

Tabel 3.1 Spesifikasi Pyranometer

Parameter pengukuran Intensitas radiasi dengan interval 1 detik Rentang Pengukuran 0 sampai 1280 W/m2

Temperatur kerja Temperature: -40° C to 75 °C (-40° F to 167 °F)

Akurasi ± 10,0 W/m

2

or ± 5%. Tambahan temperatur error 0,38 W/m2/°C from 25 °C (0,21 W/m2/°F from 77 °F)

Resolusi 1,5 W/m2

Penyimpangan < ± 2% per Year Panjang kabel 3 Meters (9,8 ft)

Berat 120 grams (4,0 oz)

Dimensi 41 mm Height x 32 mm Diameter (1 5/8" x 1 1/4")

2) Wind Velocity Sensor, adalah alat untuk mengukur kecepatan angin. Satuan alat ukur ini adalah m/s.

Tabel 3.2 Spesifikasi Wind Velocity Sensor

Parameter pengukuran Kecepatan angin rata-rata Kecepatan angin tertinggi Data Channels 2 Channel, 1 Port

Rentang pengukuran 0 to 45 m/s (0 to 100 mph)

Operasi kerja Temperatur: -40oC to 75oC (-40 oF to 167 oF)

Akurasi ±1.1 m/s (2.4 mph) atau 4%

Resolusi 0,38 m/s (0,85 mph)

Ambang batas awal 1 m/s (2,2 mph) Kecepatan angin maksimum 54 m/s (120 mph) Radius pengukuran 3 Meter

Housing 3 buah Anemometer dengan bantalan Teflon Bearings dan poros Hardened Beryllium Panjang kabel 3,0 Meters (10 ft)

Dimensi 190 cm x 51 cm (7,5" x 3,2")


(50)

3) Ambient Measurement Apparatus, adalah alat untuk mengukur temperatur lingkungan sekitar. Satuan alat ukur ini adalah °C.

Tabel 3.3 Spesifikasi Measurement Apparatus

Rentang pengukuran -40 °C to 125 °C (-40 °F to 257 °F)

Akurasi ±0,22 °C at 25 °C (±0.4 °F at 77 °F) see Diagram

Resolusi 0,02 °C @ 25 °C (0,04 °F @ 77 °F)

Penyimpangan 0,05 °C/yr + 0,1 °C/1000 hrs above 100 °C Waktu Respon Water: 3,5 minutes to 90%

Air: 10 minutes to 90% ( Moving at 1 m/sec) Akurasi Waktu ±2 Minutes per Month at 25 °C (77 °F) Sampling Rate 1 Second to 18 Hours

Kapasitas penyimpanan data 43,000 12-bit Samples/Readings Konstruksi housing 316L Stainless Steel with O-ring seal Tekanan/kedalaman kerja 2200 psi (1500 m/4900 ft) maximum Lingkungan kerja Air, Water, Steam (0 to 100% RH)

Berat 72 g (2,5 oz)

Dimensi 10,1 cm long x 1,75 cm diameter

4) T and RH Smart Sensor, adalah alat untuk mengukur kelembaban udara. Besarnya nilai yang diukur oleh alat ini dalam persen (%).

Tabel 3.4 Spesifikasi T dan RH Smart Sensor

Channel 1 Channel kelembapan

Rentang pengukuran -40 °C - 100 °C (-40 °F - 212 °F)

Akurasi < ±0.2 °C - 0 °C sampai 50 °C (< ±0.36 °F @ 32 °C - 122 °F)

Resolusi < ±0,03 °C dari 0 °C - 50 °C (< ±0,054°F dari 32°F - 122°F) Penyimpangan < ±0,1 °C (0,18 °F)/tahun


(51)

gerakan udara

Housing Stainless Steel Sensor Tip

Pilihan operasi pengukuran Tersedia

Kondisi Lingkungan Kabel dan Sensor Tahan air selama 1 tahun dengan Temperatur sampai 50 °C

Berat w/ 17 Meter Cable: 880 grams (12,0 oz)

Dimensi 7 mm x 38 mm (0,28" x 1,50") - (Sensor saja)

4. USB Load cell

Load Cell terhubung ke komputer dan digunakan untuk mengukur berat produk yang akan dikeringkan secara real time. Pada komputer terdapat software yang berfungsi mencatat hasil pengukuran selama pengeringan. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar pengurangan berat produk setelah mengalami proses pengeringan dengan alat pengering.

(a) (b)

Gambar 3.4 (a) Weight Display (b) load cell

Spesifikasi:

 Material : Alloy steel atau stainless steel

 Kapasitas : 5 kg

 Temperatur kerja max : 60 ºC


(52)

3.4.2 Bahan Pengujian

Untuk bahan pengujian yang digunakan sebagai sampel adalah ubi kayu (cassava) dan cabai merah.

1. Ubi Kayu (Cassava)

Ubi Kayu (Cassava) yang juga di sebut Manihot Utilisima merupakan sumber pangan alternatif dengan kandungan gizi relatif sama dengan beras maupun gandum. Tanaman Ubi kayu dapat memberikan hasil yang tinggi walaupun tumbuhnya pada lahan yang kurang subur atau lahan dengan curah hujan yang rendah sekitar 1.000-1.500 mm per tahun. Umbi Ubi kayu

mengandung zat tepung yang tinggi. Pemanfaatan umbi dapat digunakan segar dan dengan proses pengeringan. Produk umbi adalah bahan pangan yang mudah rusak, sekitar 2-5 hari setelah panen umbi sudah berubah warna. Oleh sebab itu sangat diperlukan perlakuan pasca panen. Ubi kayu umumnya mempunyai kadar-kadar air sebesar 65 %, yang akan dikeringkan untuk mencapai kadar air ≤ 10 %, merupakan standar kering ubi kayu. Sampel ini dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm.

Gambar 3.5 Ubi Kayu

2. Cabai Merah

Cabai merah besar (Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Cabai merah memiliki sifat mudah rusak. Sifat mudah rusak ini dipengaruhi oleh kadar air dalam cabai yang sangat tinggi sekitar 90% dari kandungan cabai merah itu sendiri. Kandungan air yang sangat tinggi ini dapat menjadi penyebab kerusakan cabai pada saat musim panen. Hal ini dikarenakan


(53)

hasil panen yang melimpah sedangkan proses pengeringan tidak dapat berlangsung secara serentak, sehingga menyebabkan kadar air dalam cabai masih sangat tinggi, sehingga menyebabkan pembusukan. Cabai merah pada umumnya dapat dipanen pada umur 2,5-4 bulan dengan tingkat kematangan lebih dari 60%. Cabai merah memiliki ciri fisik antara lain warna buah merah tua menyala dengan bentuk ujung yang mengecil, bobot buah 10 gr, panjang 10-15 cm.

Cabai merah termasuk dalam kelompok sayuran buah. Umumnya sayur-sayuran mengandung kadar air 70-90% bb, tergantung dari jenis sayur-sayurannya. Menurut Dumanauw (1991) cabai merah keriting yang dipanen pada umur 2,5 bulan memiliki kadar air sekitar 75% bb, sedangkan yang dipanen pada umur 3-4 bulan memiliki kadar air antara 77-83% bb. Menurut Siebel (1892) dalam Henderson dan Perry (1993), panas jenis (Cp) suatu bahan dapat diketahui berdasarkan kadar air awal dalam persentase basis basah (% bb). Untuk cabai merah yang memilki kadar air awal sebesar 70-90% bb memiliki nilai panas jenis antara 3,22-3,90 kJ/kg0C dengan nilai konduktivitas termal cabai merah, yaitu sebesar 0,26 W/mK (Food Resources, 2000).


(54)

3.5. Experimental Set Up

Kabel-kabel termokopel yang terhubung ke agilent ditempelkan ke plat

absorber, kaca, kayu, inti ubi dan ruang pengering (drying chamber) untuk memperoleh data-data temperatur dalam setiap menitnya (interval waktu

perekaman dapat disesuaikan). Lalu pada bagian belakang agilent dipasang flash disk untuk merekam data-data temperatur dari setiap kabel-kabel tersebut,

kemudian tekan tombol scan pada agilent. Pada load cell alat untuk mencatat data perubahan massa dari sampel dipasang di dalam ruang pengering, lalu

dihubungkan ke laptop menggunakan kabel data USB. Setelah itu program load cell kit dijalankan untuk merekam perubahan dari massa dari sampel. Setelah proses perekamam selesai, data dari kedua alat ukur ini dapat dilihat pada laptop dalam bentuk Microsoft excel.


(55)

BAB IV

RANCANG BANGUN DAN HASIL DATA

4.1. Rancang Bangun Alat

Gambar 4.1 Alat Pengering

4.1.1. Penyangga Alat Pengering

Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, rangka alat pengering ini memiliki fungsi sebagai tumpuan kolektor dan dudukan lemari pengering. Oleh karena itu haruslah kuat dan kokoh, maka bahan yang dipilih yaitu besi siku 30 mm. Pada rancang bangun ini, rangka alat pengering memiliki dimensi dengan panjang 2 m, lebar 1 m dan dengan mempertimbangkan kemiringan kolektor 450 dan panjang kolektor 2 m, maka tinggi dari rangka adalah ± 1,414 m.

Gambar 4.2 Rangka Pengering

Cerobong

Ruang Pengering Penyangga Alat

Pengering


(56)

4.1.2. Lemari Pengering

Pada rancang bangun ini lemari pengering menggunakan plat aluminium dengan ketebalan 0,35 mm. Pada lemari pengering terdapat rak-rak bertingkat tempat bahan uji sebanyak 4 rak dengan bahan kasa yang dibingkai dengan besi holo 16 dan cerobong sebagai keluarnya udara dan uap air hasil dari pengeringan. Lemari pengering ini memiliki dimensi panjang 2 m, lebar 1 m dan tinggi 1 m. Lemari pengering dilapisi isolator berbahan fiber pada bagian samping dan atas yaitu acrylic dengan ketebalan 2 mm dan jarak antara lemari pengering dan acrylic 20 mm, sedangkan pada bagian bawah lemari pengering diberi isolator sterofoam. Tujuan diberikannya isolator ini untuk menjaga kalor yang diperoleh dari kolektor dan akibat radiasi sinar matahari pada dinding dapat ditahan, tidak langsung terbuang ke lingkungan dari dinding lemari pengering ketika matahari mulai terbenam sehingga efisiensi alat pengering pun tinggi.

Gambar 4.3 Lemari Pengering

4.1.3. Kolektor Surya

Kolektor surya pada rancang bangun ini adalah tipe plat datar bersirip . Panjang daripada kolektor surya ini adalah 2 m dengan lebar 2 m. Berikut ini adalah gambar detail kolektor surya beserta ukurannya [dalam mm].


(57)

Gambar 4.4 Sirip Kolektor

Gambar 4.5 Dimensi Kolektor Surya

Kolektor pengering terdiri atas 4 lapisan yaitu berupa kayu, sterofoam, rockwoll dan plat alumunium.

base

permukaan sirip


(58)

Gambar 4.6 Penampang Kolektor Surya

Tabel 4.1 Konduktivitas Bahan (Sumber Incropera, 1985)

Kalumunium = 237 W/m.K Kstyrofoam = 0,036 W/m.K Kkayu = 0,140 W/m.K Kkaca = 0,761 W/m.K Krockwoll = 0,042 W/m.K Kacrylic = 0,19 W/m.K

Berikut dimensi dari kolektor surya:

(Keterangan: A = Luas; p = panjang; l = lebar; t = tebal)

A1 = p1 x l1 = 2 m x 0,16935 m = 0,3387 m2

A2 = p2 x l2 = 2 m x 0,16035 m = 0,3207 m2

A3 = p3 x l3 = 2 m x 0,11035 m = 0,2207 m2

A4 = p4 x l4 = 2 m x 0,05035 m = 0,1007 m2

A5 = p5 x l5 = 2 m x 1,7613 m = 3,5226 m2

A6 = p6 x l6 = 2 m x 1,762 m = 3,524 m2

A7 = p7 x l7 = 2 m x 1,886 m = 3,772 m2

A8 = p8 x l8 = 2 m x 2 m = 4 m2

t1 = t8 = 7 mm

t2 = t7 = 50 mm

t3 = t6 = 60 mm

t4 = t5 = 0,3 mm

4.2. Perhitungan dan Hasil Data

Pada penelitian ini, perhitungan dan hasil data diperoleh dari pengujian alat yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 25 Maret 2014 dan 10 April 2014 pada saat kondisi matahari cerah.


(59)

4.2.1. Analisis Intensitas Radiasi Matahari (Solar Radiation)

Intensitas radiasi matahari diukur dengan menggunakan alat ukur sensor radiasi yaitu pyranometer yang terdapat pada Hobo Micro Station Data Logger.

Alat ukur ini berada di Laboratorium Magister Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Univesitas Sumatera Utara.

Berikut data hasil pengukuran Hobo terhadap Intensitas Radiasi Matahari pada tanggal 25 Maret 2014.

Tabel 4.2 Data Intensitas Radiasi Matahari Tanggal 25 Maret 2014

Waktu Radiasi Matahari (W/m²) Waktu Radiasi Matahari (W/m²)

8:00 203.1 12:45 840.6

8:15 259.4 13:00 830.6

8:30 291.9 13:15 430.6

8:45 323.1 13:30 793.1

9:00 350.6 13:45 738.1

9:15 390.6 14:00 726.9

9:30 449.4 14:15 661.9

9:45 446.9 14:30 619.4

10:00 478.1 14:45 561.9

10:15 543.1 15:00 578.1

10:30 535.6 15:15 540.6

10:45 609.4 15:30 249.4

11:00 678.1 15:45 459.4

11:15 716.9 16:00 376.9

11:30 720.6 16:15 148.1

11:45 766.9 16:30 288.1

12:00 744.4 16:45 136.9

12:15 691.9 17:00 149.4

12:30 761.9


(60)

Grafik 4.1 Grafik Intensitas Radiasi Matahari Tanggal 25 Maret 2014

Radiasi rata-rata intensitas radiasi matahari pada tanggal 25 Maret 2014 dari pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB adalah 515,9973 W/m2.

(Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran)

Berikut data hasil pengukuran Hobo terhadap Intensitas Radiasi Matahari pada tanggal 10 April 2014.

Tabel 4.3 Data Intensitas Radiasi Matahari Tanggal 10 April 2014

Waktu Radiasi Matahari, W/m2 Waktu Radiasi Matahari, W/m2

8:00 269.4 12:45 291.9

8:15 313.1 13:00 643.1

8:30 365.6 13:15 368.1

8:45 404.4 13:30 685.6

9:00 460.6 13:45 290.6

9:15 506.9 14:00 556.9

9:30 531.9 14:15 646.9

9:45 535.6 14:30 548.1

10:00 608.1 14:45 578.1

10:15 175.6 15:00 623.1

10:30 504.4 15:15 498.1


(61)

11:00 840.6 15:45 288.1

11:15 851.9 16:00 211.9

11:30 809.4 16:15 404.4

11:45 374.4 16:30 305.6

12:00 255.6 16:45 280.6

12:15 584.4 17:00 250.6

12:30 773.1

(Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran)

Grafik 4.2 Grafik Intensitas Radiasi Matahari Tanggal 10 April 2014

Radiasi rata-rata intensitas radiasi matahari pada tanggal 10 April 2014 dari pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB adalah 468,2892 W/m2.

(Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran)

4.2.2. Perhitungan Kolektor Surya

Perhitungan panas dan efisiensi pada kolektor surya dilakukan setiap 30 menit. Untuk perhitungan pada laporan ini digunakan data pengujian pada hari pertama pengujian, yaitu pada tanggal 25 Maret 2104 saat intensitas radiasi matahari maksimum rata-rata yaitu pukul 12.07 WIB-12.37 WIB. Temperatur permukaan plat, permukaan kayu, permukaan kaca dan temperatur dalam kolektor diperoleh dari data Agilent rata-rata, sedangkan temperatur lingkungan dan intensitas radiasi matahari diambil dari data Hobo rata-rata.


(62)

Berikut data suhu dan Intensitas Radiasi Matahari maksimum pada tanggal 25 Maret 2014 pukul 12.07-12.37 WIB.

Tabel 4.4 Data Suhu dan Intensitas Radiasi Matahari Maksimum 25 Maret 2014 Waktu

Suhu (0C)

Intensitas Matahari (W/m2) Plat Ruang

Kolektor Kaca Kayu Lingkungan

12.07– 12.37 94.40 81.53 63.06 39.49 34.06 764.91

4.2.2.1.Menghitung Kecepatan Profil (v) Kolektor

Perhitungan kecepatan profil (v) di dalam kolektor pada plat absorber digunakan untuk menentukan nilai koefisien udara yang dipengaruhi kecepatan angin (hw) pada rumus perhitungan kehilangan panas pada kaca/cover (Q3).

Temperatur Lingkungan (Tr) vs Temperatur Plat (Ts)

Temperatur Lingkungan (Tr) = 34,06 0C = 307,06 K Temperatur Plat Absorber (Tp) = 94,40 0C = 367,40 K Temperatur Film (Tf) = 64,23 0C = 337,23 K

Tabel 4.5 Sifat Fisik Udara pada Temperatur Film 337,23 K Tf

(K)

ρ (kg/m3)

Cp (J/kg.K)

μx 10-5 (N.s/m2)

k x 10-2 (W/m.K)

α x 10-5 (m2/s)

Pr

337,23 1.037399 1007.196 1.480069 2.916743 2.791504 0.6991741

 Menghitung bilangan Grashoff (GrL)

GrL =

. . �.� (� −� )�

ρ = massa jenis udara = 1,037399 kg/m3

g = gravitasi = 9,81 m/s2

= kemiringan kolektor = 450

β = koefisien udara = 1 = 0,00326/K L = panjang kolektor = 2 m

μ = viskositas udara = 1,480069 Ns/m2 maka:


(1)

11.17-11.47 90.76 78.44 60.93 38.55 33.7 11.47-12.17 87.38 76.83 59.96 39.12 33.64 12.17-12.47 82.93 74.11 57.55 38.47 33.95 12.47-13.17 83.28 72.06 57.08 38.52 33.53 13.17-13.47 72.38 65.18 51.32 37.21 33.59 13.47-14.17 79.91 72.59 54.87 37.54 32.8 14.17-14.47 78.61 72.56 54.64 37.87 33.03 14.47-15.17 70.1 65.73 50.98 37.6 33.16 15.17-15.47 62.8 59.41 46.92 36.83 32.51 15.47-16.17 60.36 57.45 46.39 37.34 32.28 16.17-16.47 53.76 52.49 43.56 37.13 32.72 16.47-17.17 43.82 42.82 38.15 35.85 32.29 Rata-rata 71.05 61.72 51.43 36.82 32.38 (Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran)

Grafik 4.5 Grafik Waktu vs Temperatur tanggal 10 April 2014

Dari Tabel 4.10 yang disajikan dalam Grafik 4.5 menunjukkan bahwa, dari 5 titik kondisi temperatur yang diukur dapat disimpulkan bahwa temperatur tertinggi terdapat pada permukaan plat absorber dengan suhu maksimum rata-rata sebesar 94,76 0C dan temperatur terendah yaitu pada temperatur lingkungan dengan suhu maksimum rata-rata sebesar 33,95 0C.


(2)

Tabel 4.11 Data Kolektor Bersirip dan Tanpa Sirip Tanggal 10 April 2014

Waktu I

(W/m2)

Tanpa Sirip Dengan Sirip

Qloss Qin Qloss Qin

08.17-08.47 386.86 66.86 1071.30 69.57% 66.91 1302.44 85.58% 08.47-09.17 465.46 121.97 1351.87 67.51% 122.06 1643.53 83.51% 09.17-09.47 526.53 132.45 1529.24 67.78% 132.6 1859.17 83.78% 09.47-10.17 602.07 299.22 1748.65 61.51% 299.5 212.92 77.51% 10.17-10.47 654.93 548.32 1902.16 52.81% 549.07 2312.56 68.80% 10.47-11.17 755.97 671.17 2195.63 51.52% 672.36 2669.34 67.49% 11.17-11.47 793.66 621.60 2305.08 54.19% 622.59 2802.41 70.17% 11.47-12.17 582.23 595.66 1691.02 48.07% 596.49 2055.85 64.04% 12.17-12.47 525.46 547.55 1526.13 47.58% 548.23 1855.39 63.56% 12.47-13.17 618.3 527.71 1795.78 52.40% 528.4 2183.22 68.38% 13.17-13.47 505.1 420.60 1467.00 52.93% 420.99 1783.51 68.92% 13.47-14.17 551.17 541.01 1600.81 49.13% 541.6 1946.19 65.11% 14.17-14.47 582.77 534.94 1692.59 50.75% 535.5 2057.77 66.74% 14.47-15.17 539.37 431.10 1566.54 53.78% 431.44 1325.77 69.78% 15.17-15.47 332.93 349.70 966.95 47.37% 349.92 1175.57 63.36% 15.47-16.17 367.59 324.93 1067.61 51.62% 325.11 1297.95 67.62% 16.17-16.47 305.99 248.03 888.70 53.49% 248.14 1080.44 69.50% 16.47-17.17 215.44 125.23 625.73 59.35% 125.28 760.73 75.36% Rata-rata 517.32 394.89 1449.6 55.08% 395.34 1684.71 71.07%


(3)

Garfik 4.6 Grafik Waktu vs Intensitas Radiasi Matahari dan Efisiensi Kolektor Bersirip dan Tanpa Sirip tanggal 10 April 2014

Dari Tabel 4.11 yang disajikan dalam Grafik 4.6 mengenai efisiensi rata-rata kolektor tanpa dan dengan sirip pada tanggal 10 April 2014 disimpulkan bahwa, kolektor dengan sirip memiliki efisiensi yang paling besar yaitu sebesar 71,07% dibandingkan dengan kolektor tanpa sirip yang hanya mencapai 55,08%

Dari hasil perhitungan terhadap kolektor tanpa sirip dan hasil pengujian yang telah dilakukan selama 2 (dua) hari pada kondisi cuaca cerah diperoleh panas radiasi rata-rata yang dapat diserap kolektor tanpa sirip adalah 1559,18 Watt, kehilangan panas 442,01 dan efisiensi rata-ratanya sebesar 53,715%, sedangkan pengujian yang dilakukan pada kolektor surya bersirip diperoleh panas radiasi rata-rata yang dapat diserap adalah sebsar 1856,755 Watt, kehilangan panas rata-rata sebesar 442,57 watt dan efisiensi rata-rata dari kolektor surya bersirip 69,70%.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari rancang bangun ini adalah:

1. Telah dirancang bangun sebuah alat pengering dengan menggunakan kolektor surya tipe plat datar bersirip menyilang sebagai penghasil panas. Adapun ukuran kolektor surya adalah 2 m x 2 m x 0,169 m yang tersusun atas 4 lapisan yaitu kayu (triplek), sterofoam, rockwoll sebagai isolator dan plat alumunium sebagai penyerap panas, sedangkan ukuran sirip adalah 1 m x 0,02 m x 0,001 m sebanyak 19 sirip, terbuat dari plat alumunium yang disusun menyilang. Dalam rancang bangun ini dibuat juga sebuah ruang pengering sebagai ruang pengeringan dan peletakan produk yang akan dikeringkan yang disusun di atas rak/tray dengan ukuran ruang pengering adalah 2 m x 1 m x 1 m. Pada sisi luar ruang pengering dilapisi dengan fiber yaitu acrylic dengan jarak 2 cm dari dinding ruang pengering yang bertujuan untuk menahan panas yang masuk tidak terbuang ke lingkungan akibat perubahan temperatur ketika matahari mulai terbenam. Dan satu komponen lagi yang dibuat adalah rangka yang berfungsi sebagai tempat dudukan ruang pengering dan tumpuan kolektor dengan ukuran 2 m x 1 m x 1,414 m

2. Dari hasil perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh prestasi kerja dari pada alat pengering sebagai berikut:

a. panas hilang dari kolektor (Qloss) = 442,57 watt b. panas masuk ke kolektor (Qin) = 1856,755 watt

c. efisiensi experimental ( ) rata-rata kolektor = 69,70%

5.2 Saran


(5)

kolektor dan lubang masuk pada ruang pengering dan juga pada bagian pintu sebagai keluar masuknya produk untuk mengurangi kehilangan panas yang dapat menurunkan efiseinsi alat pengering.

2. Perlu diperhitungkan dalam hal posisi peletakan alat pengering agar dapat menerima radiasi matahari secara maksimal mengingat pergerakan matahari yang berubah setiap bulannya atau dengan cara menambahkan roda pada alat pengering sehingga posisinya dapat diubah sesuai arah matahari.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Duffie, John A. and William A. Beckman. 1980. Solar Engineering of Thermal Processes 2th Edition, Madinson: John & Sons, Inc. New York 2. Sucipta, Made, I Made Suardamana dan Ketut Astawa, 2010 (88-92). Analisis

Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip, Jurnal Ilmiah, Teknik Mesin.

3. Pons, M. and J.J. Guilleminot, Design Of An Experimental Solar-Powered, Solid-Adsorption Ice Maker, Transactions of the ASME, Journal of Solar Energy Engineering 108 (1986) 332-337.

4. Holman, J.P., 1994 Perpindahan Kalor, Ahli bahasa Ir.E. Jasjfi M.Sc., Penerbit Eelangga.

5. Ambarita, Himsar, DR. Eng, 2011. Perpindahan Panas Konduksi (Penyelesaian Analitik dan Numerik), Buku Kuliah, Teknik Mesin Program Sarjana, USU

6. Auliya Burhanuddin, 1993. Karakteristik Kolektor Surya Plat Datar Dengan Variasi Jarak Penutup Dan Sudut Kemiringan Kolektor, UNS 7. Yusuf Suryo Utomo, Mamat, Sugiyatno, 1994. Pengujian Kolektor Tipe

Matriks, P3FT –LIPI

8. Sugiatno, Yusuf Suryo Utomo, Mamat, 1995. Analisa Kinerja Kolektor Energi Surya untuk Pengering Coklat Tipe Plat Aliran Udara di atas Absorber, P3FT-LIPI.

9. Rian, Fadly, Arikundo, 2013. Rancang Bangun Prototype Kolektor Surya Tipe Plat Datar untuk Penghasil Panas pada Pengering Produk Pertanian dan Perkebunan, Skripsi

10. http://hudileksono.blogspot.com/2014/05/keuntungan-acrylic-dibanding-kaca.html