BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Mekanisme Penegakan Hukum Humaniter Dan Hubungannya Dengan Hak Asasi Manusia Terhadap Penduduk Sipil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang Dunia Pertama ternyata membawa kesengsaraan yang luar biasa

  pada umat manusia. Berjuta-juta orang, baik militer maupun sipil, menjadi korban untuk itu maka perlu adanya perlindungan Hak Asasi Manusia. Jika terjadi konflik bersenjata atau perang dalam suatu wilayah, yang selalu menjadi korban selain dari mereka yang bertikai dalam konflik bersenjata, mau tidak mau akan jatuh korban pada pihak sipil oleh karena itu perlu adanya perlindungan Hak Asasi Manusia terhadap penduduk sipil tersebut.

  Perlindungan Hak Asasi Manusia didasarkan atas Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai Perlindungan Korban Perang yang dikenal juga dengan nama Konvensi Palang Merah dimana dalam konvensi ini terdapat tentang perlindungan orang-orang sipil. Karena suatu peperangan modern pada hakikatnya meliputi seluruh masyarakat dan tidak hanya anggota angkatan perang saja, maka setiap orang wajib mengetahui konvensi-konvensi Jenewa tahun 1949. Eratnya hubungan Konvensi Jenewa 1949 mengenai Perlindungan Korban Perang dengan asas prikemanusiaan ini menyebabkan mengapa konvensi-konvensi ini disebut juga konvensi-konvensi humaniter. Untuk pertama kali dalam sejah hukum internasional, konvensi ini juga memuat ketentuan mengenai perlakuan terhadap

   tawanan perang. Pada dasarnya dalam setiap perang yang merupakan sengketa antara negara yang satu dengan negara yang lain, yang dipergunakan sebagai pendukung utama dari perang itu adalah angkatan perang dari masing-masing negara yang bersangkutan. Warga negara yang bukan tergolong angkatan perang baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak turut dalam gerakan-gerakan permusuhan itu. Mereka ini disebut orang-orang sipil yang tidak boleh diserang. Tetapi bila kita lihat kenyataan yang ada dalam perang, bahwa penduduk sipil ini seringkali mendapat serangan dari pihak lawan, bahkan tidak jarang penduduk sipil tersebut mendapatkan perlakuan yang sangat menyakitkan dari pihak-pihak yang turut dalam perang itu sendiri. Perlindungan penduduk sipil harus sama kuatnya dengan perlindungan yang diberikan bagi para kombatan dan mereka yang telah berhenti bertempur (hors de combat) artinya terhadap penduduk sipil tidak dijadikan

   sasaran militer.

  Disamping itu ingin kita lihat dan mengetahui bagaimana tindakan dunia internasional yang berwenang dan berkewajiban dalam hal penyelesaian pertikaian yang terjadi di suatu negara. Apakah dunia internasional membuka mata terhadap perlakuan yang biadap terhadap penduduk sipil di daerah peperangan yang statusnya sebagai orang yang harus diberi perlindungan dan hak serta masa depan mereka yang telah hancur, diperhatikan oleh dunia.

  Eksistensi Konvensi Jenewa 1949 serta Perlindungan yang ada terhadap penduduk sipil dalam perang mencuatnya ke permukaan hak-hak asasi manusia selama beberapa dekade belakang ini yang merupakan salah satu isu global yang dihadap banyak negara merupakan bahasan dalam kerangkan internasional.

  Inilah awal dimulainya langkah reformasi politik dimana pemerintah memberikan toleransi kepada rakyat untuk menikmati tiga kebebasan dasar (three

  

fundamental freedoms) yaitu, kebebasan berkumpul (freedom of assembly),

  kebebasan berekspresi (freedom of expression) dan kebebasan berorganisasi

  

(freedom to form an organization) . Tiga kebebasan dasar tersebut merupakan

  dasar yang menentukan bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Mustahil membangun demokrasi tanpa kehadiran tiga kebebasan dasar tersebut. Tanpa kehadiran tiga kebebasan dasar itu mustahil rakyat dapat mengaktualisasikan hak- hak politiknya. Sementara pelanggaran Hak Asasi Manusia baru terus terjadi penyelesaian terhadap kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di masa lalu tak kunjung dilakukan. Keadaan ini membuat banyak orang pesimis terhadap upaya perbaikan kondisi Hak Asasi Manusia di Indonesia.

  Sedangkan dalam dunia internasional yang menyangkut perlindungan penduduk sipil dan kaitannya dengan hak asasi manusia, pada mulanya dicantumkan dalam Pasal 1 Konvensi mengenai penyelesaian sengketa-sengketa secara damai yang ditanda tangani di Den Haag pada Tanggal 18 Oktober 1907. penyelesaian sengketa secara damai merupakan konsekuensi langsung dari ketentuan Pasal 2 ayat 4 Piagam yang melarang negara anggota menggenakan kekerasan dalam hubungan satu sama lainnya. Yang kemudian dikukuhkan oleh

  Pasal 2 ayat 3 Piagam PBB dan selanjutnya oleh Deklarasi Prinsip-prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antara negara yang diterima oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 24 Oktober 1970, agar semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai demikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional dan keadilan tidak sampai terganggu.

B. Perumusan Masalah

  Dalam skripsi ini, ada beberapa hal yang akan dikemukakan sebagai permasalahan, antara lain yaitu :

  1. Bagaimanakah pengaturan hukum humaniter internasional tentang perlindungan penduduk sipil ?

  2. Bagaimanakah hubungan hukum humaniter dan hak asasi manusia ? C.

   Tujuan dan Manfaat Penulisan

  1. Tujuan

  Tujuan yang akan dicapai dengan ditulisnya skripsi ini, adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mendapatkan kepastian hukum tentang pengaturan hukum humaniter internasional terhadap perlindungan penduduk sipil.

  2. Guna mengetahui hubungan antara Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia

2. Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :

  Dari sisi teoritis akademis, sebagai bentuk penambahan pengetahuan dalam bidang perlindungan penduduk sipil menurut Hak Asasi Manusia dan humaniter. Merupakan bentuk sumbangsih bagi siapa saja yang merasa perlunya perlindungan penduduk sipil disaat damai dan disaat perang, serta menambah wawasan dan pengalaman tentang seluk beluk hak asasi manusia, yang paraktis, agar masyarakat, mengetahui arti penting dari suatu perlindungan hak asasi manusia, agar semua pihak saling menjaga sehingga tidak ada terjadi pelanggaran hak asasi manusia dikemudian hari. Semoga.

  D. Keaslian Penulisan

  Dalam penulisan skripsi yang berjudul ”Mekanisme Penegakan Hukum Humaniter dan Hubungannya Dengan Hak Asasi Manusia Terhadap Penduduk Sipil” adalah asli tulisan penulis sendiri, karena menurut data yang ada pada administrasi skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, tulisan dengan judul yang sama belum pernah diangkat dan diulas oleh pihak lain. Apabila ada tulisan yang hampir mirip, mungkin itu hanya dari segi redaksi saja, karena muatan / substansinya jelas berbeda dengan tulisan karya ilmiah ini.

  E. Tinjauan Kepustakaan

  Hukum Humaniter Internasional memiliki sejarah yang singkat namun penuh peristiwa. Baru pada pertengahan abad XIX, Negara-negara melakukan kesepakatan tentang peraturan-peraturan internasional untuk menghindari penderitaan yang semestinya akibat perang peraturan-peraturan dalam suatu konvensi yang mereka setuju sendiri untuk mematuhinya. Sejak saat itu, perubahan sifat pertikaian bersenjata dan daya merusak persenjataan modern menyadarkan perlunya banyak perbaikan dan perluasan hukum humaniter melalui negosiasi panjang yang membutuhkan kesabaran. Lembar fakta ini menelusuri perkembangan hukum humaniter internasional dan memberi gambaran terkini tentang ruang lingkup dan pengertian hukum humaniter internasional bagi tentara maupun masyarakat sipil yang terperangkap dalam pertikaian bersenjata.

  Perkembangan hukum internasional yang berhubungan dengan perlindungan bagi korban perang dan penduduk sipil dengan hukum tentang perang sangat dipengaruhi oleh perkembangan hukum perlindungan hak asasi manusia setelah Perang Dunia Kedua. Penetapan instrumen internasional yang penting dalam bidang hak asasi manusia seperti yang di sebutkan dalam bentuk Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (1950) dan Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (1966) memberikan sumbangan untuk memperkuat pandangan bahwa semua orang berhak menikmati hak asasi manusia, baik dalam keadaan damai maupun perang. Selama keadaan perang atau keadaan darurat berlangsung, pemenuhan hak asasi tertentu mungkin

   dibatasi berdasarkan kondisi-kondisi tertentu.

  Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) merupakan tonggak penting dalam sejarah gerakan hak asasi manusia di dunia. Gerakan hak asasi manusia telah berkembang sangat banyak dalam lingkup dalam beberapa tahun terakhir. Konsep gerakan hak asasi manusia modern memiliki asal-usul pada masa setelah Perang Dunia Kedua dan pembantukan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

  Ketika tentara Perancis dan Austria berperang dalam pertempuran Solferino di utara Italia pada Juni 1859, terlintas ide dalam pikiran Henri Dunant, seorang pemuda Swiss, tentang langkah internasional untuk mengurangi penderitaan orang yang sakit dan terluka dalam perang. Dunant sendiri kebetulan berada di antara ribuan orang Perancis dan Austria yang terluka setelah pertempuran, dan bersama beberapa sukarelawan lain melakukan apa saja yang dapat dilakukan untuk meringankan penderitaan mereka.

  Terkejut dengan apa yang dilihatnya, Dunant kemudian menulis buku berjudul Un Souvenir de Solferino, diterbitkan tahun 1862. dalam buku itu Dunant memberi saran untuk membentuk perkumpulan nasional untuk merawat orang yang sakit atau terluka tanpa memandang ras, kebangsaan atau agama. Dunant juga mengusulkan agar Negara-negara membuat perjanjian yang mengakui kegiatan organisasi ini dan menjamin perlakuan yang lebih baik terhadap orang yang terluka. Bersama empat rekannya, Hennri Dunant lalu membentuk Komite Internasional untuk Pertolongan bagi orang yang terluka (kemudian diubah namanya menjadi Komite Palang Merah Internasional). Ide Dunant mendapat tanggapan luas. Pada beberapa negara didirikan perkumpulan nasional dan dalam Konperensi diplomatik di Jenewa 1864, degelasi dari 16 bangsa Eropa menetapkan Konvensi untuk Perbaikan Kondisi terhadap Tentara yang terluka dalam Perang. Dokumen ini, Konvensi Jenewa Pertama, mencakup aturan pokok universal dan toleransi dalam hal ras, kebangsaan dan agama. Sebagai lambang, palang merah dengan latar belakang putih, ditetapkan sebagai tanda pengenal bagi personel kesehatan militer. Di Negara Islam, lambang ini berupa bulan sabit merah berlatar belakang putih. Sejak itu staf dan fasilitas kesehatan dianggap netral. Konvensi Jenewa ini secara formal meletakkan dasar-dasar hukum

   humaniter internasional.

  F. Metode Penelitian

  Dalam penelitian skripsi ini, dilakukan dengan metode Study Kepustakaan yakni ; dengan melakukan pengumpulan referensi yang berkaitan dengan obyek penelitian, yang meliputi : Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan meletakkan penelitian pada ; Bahan hukum primer, Bahan hukum sekunder, Bahan hukum tertier.

  G. Sistematika Penulisan

  Penulisan skripsi ini sebanyak lima BAB, di dalam bab-bab terdiri dari beberapa bagian-bagian bab, sebagai berikut :

  BAB I : Pendahuluan, yang berisikan ; Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II : Pengertian Perkembangan Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia, yang mengulas secara umum tentang beberapa pengertian Hak Asasi Manusia dan Humaniter, yang terdiri dari ; Pengertian Humaniter dan Hak Asasi Manusia, Sejarah Perkembangan Humaniter dan Hak Asasi Manusia, serta sumber- sumber Humaniter dan Hak Asasi Manusia.

  BAB III : Perkembangan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Humaniter, yang menguraikan secara umum mengenai ; Perkembangan Hak Asasi Manusia dalam Humaniter, yang berisikan ; Masalah Hak Asasi Manusia dan konflik, Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Hak Asasi Manusia Internasional dan Hukum Humaniter

  Internasional. Serta mekanisme Penegakan Hak Asasi Manusia Internasional.

  BAB IV : Perlindungan Hak Asasi Manusia terhadap Penduduk Sipil, yang bermaterikan ; Penerapan Hukum Humaniter Internasional pada orang sipil dan Perlindungannya dalam Pertikaian Bersenjata, kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap Penduduk Sipil dan Analisanya, Serta Kajian Hubungan Hukum Humaniter Internasional dan Hak Asasi Manusia.

  BAB V : Penutup yang berisikan, kesimpulan dan saran.