Review 10 Jurnal Internasional Akuntansi
KOMENTAR JURNAL
AKUNTANSI FORENSIK
Disusun Oleh:
MUHAMMAD RUSYDI AZIZ
NIM. 166020310111022
Dosen:
Achmad Zaky, SE.,MSA.,Ak.,SAS.,CMA
JOINT PROGRAM AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
KOMENTAR AUDIT FORENSIK
1. Application of Beneish M-Score Models and Data Mining to Detect Financial Fraud
Tarjo dan Herawati (2015) meneliti pengaplikasian Model Beneish M-Score dan Data
Mining untuk mendeteksi kecurangan keuangan. Penelitian tersebut bertujuan untuk
menganalisis kemampuan Beneish M-Scored dalam mendeteksi kecurangan keuangan. Objek
penelitian disini adalah perusahaan-perusahaan yang melakukan fraud berdasarkan Otoritas
jasa keuangan pada perode 2001-2014. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara
keseluruhan model Beneish M-Score mampu untuk mendeteksi kecurangan keuangan.
Sedangkan secara parsial, indeks margin kotor, indeks depresiasi, indeks beban penjualan dan
admin umum, dan total akrual secara signifikan mampu untuk mendeteksi kecurangan
keuangan. Sedangkan indeks penjualan, indeks kualitas aset, dan indeks leverage secara
statistik tidak berpengaruh signifikan dalam mendeteksi fraud. Melihat hasil penelitian ini,
menurut saya Beneish M-Score ini dapat menjadi sebuat alat yang bisa digunakan bagi
auditor, pemerintah, mahasiswa, maupun pihak lain sebagai dasar awal mengetahui apakah
perusahaan ini terindikasi kecurangan laporan keuangan. Meskipun alat ini mampu untuk
mendeteksi kecurangan keuangan, tetap saja alat ini belum bisa menjadi media utama untuk
menentukan perusahaan tertentu melakukan kecurangan atau tidak. Hal itu dikarenakan
karena ada beberapa bagian dari beneish M-score yang tidak memberikan hasil yang
signifikan seperti indeks penjualan dan lain sebagainya. Meskipun begitu, M-score tetap bisa
digunakan dan dapat mempermudah pekerjaan terutama pekerjaan auditor.
Tarjo dan Herawati, Nurul. 2015. Application of Beneish M-Score Models and Data Mining
to Detect Financial Fraud. Social and Behavioral Science. Volume 211. Hal. 924-930.
Diakses 28 September 2016
2. Catch the “Warning Signals”: The Fight against Fraud and Abuse in Non-Profit
Organizatioins
Arshad dkk. (2015) menyatakan dalam jurnalnya bahwa Fraud tidak hanya terjadi
pada organisasi orientasi laba, namun juga sering terjadi pada organisasi nirlaba (NPO atau
non profit organization). Padahal NPO bergerak di bidang amal dan kedermawanan, namun
kenyataan yang terjadi tidak menutup kemungkinan terjadinya Fraud di NPO. Jurnal yang di
kemukakan oleh Arshad dkk. (2015) memberikan kontribusi dalam bentuk sinyal peringatan
atas kecurangan dan penggelapan dalam NPO sehingga dapat meminimalisir keterjadian
kecurangan dan penggelapan dalam NPO. Selain itu, jurnal ini juga memberikan kontribusi
dalam membangun serta implementasi manajemen risiko yang efektif melalui pendekatan
berbasis risiko dan perspektif efektivitas dewan pengawas dalam melindungi NPO sehingga
tidak menjadi korban kecurangan dan penggelapan. Warning Signal disini sebagai indikasi
bahwa sesuatu yang tidak biasa telah terjadi sehingga dikhawatirkan dapat menuju ke praktik
kecurangan maupun penggelapan. Menurut saya, penggunaan “Warning Signals” sebagai
upaya untuk melindungi NPO dari praktik kecurangan dan penggelapan sangat bagus. NPO
diharapkan bisa mengidentifikasi apa saja “Warning Signal” yang bisa menuntun kepada
kemungkinan kecurangan dan penggelapan sehingga NPO bisa mengambil langkah untuk
menghindari kecurangan maupun penggelapan tersebut. Meskipun begitu, jurnal ini memiliki
kelemahan yaitu penggunaan “Warning Signal” disini masih belum diuji secara empiris atau
dengan kata lain belum terbukti dengan kenyataan yang sebenarnya. Sehingga perlu ada
penelitian yang menjawab pertanyaan apakah “Warning Signal” mampu untuk membantu
NPO untuk mengatasi permasalahan kecurangan dan penggelapan.
Arshad, R., Razali, W. A. A. W. M., Bakar, N. A. 2015. Catch the “Warning Signals”: The
Fight against Fraud and Abuse in Non-Profit Organizatioins. Procedia Economics and
Finance. Volume 28. Hal. 114-120. Diakses 28 September 2016
3. Detecting and Preventing Fraud with Data Analytics
Banarescu (2015) dalam jurnalnya Detecting and Preventing Fraud with Data
Analytics menjelaskan berbagai cara serta berbagai alat yang digunakan dalam menganalisis
Fraud. Hal ini penting karena Fraud pasti selalu ada dalam kehidupan sehari-hari. Jurnal
tersebut menjelaskan berbagai metode seperti data mining, Risk Analysis, Statistical
Analysis, dan sebagainya yang mana Adrian (2015) menjelaskan berbagai kelebihan serta
kelemahan. Selain itu, Banarescu (2015) dalam jurnalnya juga menjelaskan berbagai alat
yang digunakan untuk menganalisis Fraud seperti Microsoft Excel, Microsoft Access, SAP,
ACL, dan lain sebagainya yang mana penggunaan Microsoft Excel paling banyak di
organisasi di dunia. Inti dari jurnal Banarescu (2015) adalah bukan untuk menunjukkan salah
satu metode analisis Fraud merupakan metode terbaik atau salah satu alat analisis Fraud
merupakan alat terbaik, akan tetapi Banarescu (2015) dalam jurnalnya bertujuan untuk
menyemangati para manajemen untuk melawan segala bentuk Fraud dengan memberikan
berbagai opsi metode maupun alat yang dapat digunakan untuk melawan Fraud itu sendiri.
Menurut saya, isi dari jurnal ini sudah sangatlah bagus yang mana jurnal ini memberikan
berbagai metode serta alat yang dapat digunakan untuk menganalisis Fraud serta
memberikan kelebihan dan kelemahan atas metode yang ada sehingga jurnal ini memberikan
banyak manfaat terutama bagi para manajemen. Namun, menurut saya jurnal ini kurang
secara jelas memberikan masukan pada saat kapan sebaiknya menggunakan metode tertentu
dan pada saat kapan sebaiknya menggunakan aplikasi tertentu untuk menganalisis Fraud.
Selain itu, penggambaran metode analisis Fraud kurang secara jelas digambarkan dalam
jurnal ini.
Banarescu, Adrian. 2015. Detecting and Preventing Fraud with Data Analytics. Procedia
Economics and Finance. Volume 32. Hal. 1827-1836. Diakses 28 September 2016
4. Effectiveness of Fraud Prevention and Detection Techniques in Malaysian Islamic
Banks
Penelitian Rahman dan Anwar (2014) betujuan untuk memberikan wawasan pada
persepsi bankir kepada keefektifan teknik pencegahan dan deteksi kecurangan di Bank Islam
Malaysia. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah melalui kuesioner yang
diberikan kepada manajer dan petugas bank Islam di Malaysia. Rahman dan Anwar (2014)
menyatakan bahwa meskipun Bank Islam di Malaysia sudah berbasiskan Islam, namun tetap
saja peluang untuk terjadi kecurangan masih ada. Hasil penelitian menyatakan bahwa
rekonsiliasi bank, perlindungan password, dan tinjauan serta pengembangan internal kontrol
adalah teknik yang paling efektif secara independen dalam melindungi Bank Islam di
Malaysia dari praktik kecurangan. Menurut saya, jurnal ini sudah cukup bagus dalam
memberikan berbagai opsi pengendalian yang dapat dilakukan Bank Syariah di Malaysia
untuk mengatasi permasalahan Fraud. Selain itu dari segi pendahuluan, jurnal ini juga
memberi informasi keadaan sebenarnya apakah di Bank Syariah Malaysia telah terjadi
berbagai kasus kecurangan sehingga pernyataan “Fraud juga terjadi pada Bank Islam
Malaysia yang bahkan menggunakan sistem syariah dalam pelaksanaannya” menjadi
pernyataan yang lebih kuat karena terdapat kondisi nyata yang terjadi. Namun, dari segi
pengumpulan data, menurut saya sebaiknya juga menyertakan data berupa wawancara untuk
memperkuat hasil penelitian. Dengan wawancara, peneliti lebih bisa mengetahui persepsi
lebih mendalam mengenai persepsi baik manager maupun petugas bank Islam di Malaysia
mengenai keefektifan teknik deteksi dan pencegahan kecurangan serta apa saja kendala
dalam mewujudkan teknik-teknik tersebut.
Rahman, R. A. dan Anwar, I. S. K. 2012. Effectiveness of Fraud Prevention and Detection
Techniques in Malaysian Islamic Banks. Social and Behavioral Science. Volume 145. Hal.
97-102. Diakses 28 September 2016
5. Forensic Accounting Training: A Proposal for Turkey
Akyel (2012) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa perlunya akuntansi forensik dalam
kegiatan keuangan saat ini terlebih lagi sekarang globalisasi dan perkembangan terutama di
bidang bisnis sangat pesat yang menyebabkan reliabilitas dari aktifitas keuangan menjadi
penting secara signifikan. Dengan adanya Akuntansi Forensik ini terutama di Turki
diharapkan mampu memberikan bantuan dalam hal akuntansi. Aykel (2012) menjelaskan
berbagai model pelatihan yang diajukan dalam jurnalnya mengenai akuntansi forensik.
Menurut saya, model pelatihan yang disampaikan sudah sangatlah lengkap sebagai proposal
seperti mengapa dibutuhkan akuntan forensik? Kemampuan apa saja yang dibutuhkan
akuntan forensi? Dimana saja area kerja akuntan forensik? Dan lain sebagainya. Saran atas
langkah yang harus ditempuh juga disertakan dalam jurnal sehingga pemerintah Turki
mengerti apa yang harus dilakukan untuk menciptakan para akuntan forensik. Namun,
kekurangan dalam jurnal ini adalah kurangnya contoh empiris bahwa Turki memang benarbenar membutuhkan akuntan forensik dalam kegiatan bisnis di negara Turki. Contoh empiris
disini maksudnya seperti kejadian-kejadian Fraud maupun penggelapan yang dilakukan pada
sektor bisnis sehingga untuk mengatasi hal ini diperlukan akuntan forensik. Contoh empiris
yang disebutkan dapat meningkatkan urgensi serta alasan mengapa akuntan forensik benarbenar diperulakan di Turki.
Aykel, Nermin. 2012. Forensic accounting training: A proposal for Turkey. Social and
Behavioral Science. Volume 55. Hal. 77-86. Diakses 28 September 2016
6. Fraud Detection and Prevention Methods in the Malaysian Public Sector:
Accountants’ and Internal Auditors’ Perceptions
Othman dkk. (2015) dalam jurnalnya mengidentifikasi metode-metode yang
digunakan untuk mendeteksi serta mencegah kecurangan dan korupsi dalam ranah sektor
publik di Malaysia dengan menggunakan persepsi akuntansi melalui kuesioner. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pencegahan serta deteksi fraud yang paling
efektif adalah audit operasional, komite audit yang diperkuat, kontrol internal yang
ditingkatkan, implementasi kebijakan pelaporan kecurangan, rotasi staf, hotline kecurangan,
dan akuntan forensik. Menurut saya, jurnal ini sangat detail daam memberikan pencegahan
serta deteksi pada kecurangan. Tidak hanya itu, jurnal ini juga memberikan teknologiteknologi apa saja yang digunakan dalam mengatasi kecurangan sehingga dapat menjadi
contoh di perusahaan lain bahkan di negara lain meskipun hasil penelitian belum tentu
berbeda. Tidak hanya itu, jurnal ini juga menilai kesadaran responden atau praktik
kecuranganSelain itu, data tidak hanya berbentuk kuesioner, namun juga berbentuk
wawancara sehingga peneliti bisa mengetahui secara langsung atas apa yang terjadi di
lapangan. Namun, meskipun penelitian ini memberikan saran kepada pemerintah, saran yang
diberikan serasa masih belum jelas karena sebatas memberikan “perintah” namun tanpa cara
atau langkah-langkah efektif yang mungkin bisa diapliasikan pemerintah dalam mewujudkan
kebijakan whistle-blowing, hotline kecurangan, dan akuntan forensik.
Othman, R., Aris, N. A., Mardziyah, A., Zainan, N., Amin, N. M. 2015. Fraud Detection and
Prevention Methods in the Malaysian Public Sector: Accountants’ and Internal Auditors’
Perceptions. Procedia Economics and Finance. Volume 28. Hal. 59-67. Diakses 28
September 2016
7. Perceived “Tone From the Top” During a Fraud Risk Assessment
Rubasundram (2015) dalam jurnalnya menyatakan bahwa pada tahun terakhir
mekanisme kontrol dan pemerintahan yang baik meningkat secara signifikan karena jumlah
pada kegagalan industri kalangan atas yang disebabkan tindakan curang oleh top
management. Jurnal ini menganalisis pentingnya dukungan manajemen yang dirasakan dan
dampaknya pada budaya organisasi pada penilaian risiko kecurangan dengan menggunakan
action research. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa pada penilaian awal, kemungkinan
kecurangan yang melibatkan top executive sangatlah besar atau sering disebut dengan white
collar crime. Pemasangan kontrol internal untuk mencegah tindakan curang dalam organisasi
hanya bisa efektif saat “nada dari atas” atau “tone from the top” kuat. Hal itu dikarenakan top
executif memiliki kemampuan atas hak akses, hak pembuatan keputusan, dan lain sebagainya.
Hal itu diperkuat dengan kurangnya komitmen dari karyawan untuk mengembangkan
perusahaan menjadi lebih baik sehingga segala keputusan dari pihak atas akan selalu
diterima. Oleh karena itu perlunya peran dari manajer dan karyawan lainnya untuk proaktif
dalam melawan keputusan yang tidak etis yang mana bisa membawa ke tindakan curang.
Menurut saya, penelitian ini sangat fokus sekali pada white collar crime yang dilakukan oleh
top executive yang dihubungkan kepada team penilaian risiko kecurangan. Penulis
menjelaskan secara detail bagaimana hubungan team penilai risiko kecurangan ini dengan
istilah tone from the top. Peneliti juga memberikan solusi atas kasus white collar crime yang
terjadi melalui fraud risk assessment, meskipun solusi yang diberikan masih kurang jelas dan
kebanyakan hanya mengacu pada fraud risk assessment.
Rubasundram, G. A. 2015. Perceived “Tone From the Top” During a Fraud Risk Assessment.
Procedia Economics and Finance. Volume 28. Hal. 102-106. Diakses 28 September 2016
8. The Legal Overview on Falsification, Fraud and Forgery
Hadi dkk. (2015) dalam jurnalnya menyatakan bahwa pemalsuan dokumen,
pemalsuan tanda tangan, dan kecurangan dikategorikan sebagai white colour crime.
Pemalsuan dokumen dan tanda tangan merupakan mekanisme untuk melakukan kecurangan.
Pemalsuan (falsification) berdasarkan seksi 477a Penal Code adalah tindakan
menghancurkan, mengubah, memutilasi, atau memalsukan dokumen asli. Dalam konteks
akuntansi, pemalsuan berkenaan dengan pemalsuan akuntansi yang mana adalah pemalsuan,
penyembunyian, atau pengancuran catatan. Setiap pelaku tindakan curang memiliki niat yang
menjadikannya sebagai unsur dari kecurangan, pemalsuan dokumen dan tanda tangan. Dalam
bidang reformasi hukum, Standarisasi kerangka hukum harus dilakukan untuk menghindari
kebingungan hukum dan kontradiksi. Standar yang diusulkan adalah untuk memperkenalkan
ketentuan baru di bawah Penal Code. Untuk tujuan penyelidikan, pengaturan unit "white
color crime" yang khusus dalam kejahatan keuangan diidentifikasi harus ditetapkan. Ini
termasuk dengan memberikan lebih banyak kekuatan melalui hukum baik untuk mengakses
dan mengumpulkan bukti-bukti untuk tujuan penuntutan. Dengan demikian, bantuan timbal
balik antara berbagai instansi harus efektif dilakukan untuk memenuhi kebutuhan untuk
penyelidikan. Menurut saya, peneliti dengan jelas menjelaskan tinjauan hukum dari
pemalsuan dokumen dan tanda tangan serta perilaku kecurangan dengan begitu tujuan jurnal
sendiri yaitu, memeriksa elemen-elemen, kontradiksi dan tujuan untuk membentuk kembali
standarisasi aspek fakta pada klaim kriminal maupun sipi berdasarkan pada kasus hukum
yang dilaporkan, dapat terjawab. Namun, menurut saya, mungkin sebaiknya diberi
kesimpulan atas jurnal sehingga pembaca lebih mudah memahami jurnal.
Hadi, K. A. A., Paino, H., Pauzi., S. F. M. 2015. The Legal Overview on Falsification, Fraud
and Forgery. Procedia Economics and Finance. Volume 31. Hal. 581-586. Diakses 28
September 2016
9. The Model of Fraud Detection in Financial Statements by Means of Financial Ratios
Kanapickiene dan Grundiene (2015) melakukan analisis rasio keuangan sebagai salah
satu metode yang mudah untuk mendeteksi kecurangan. Jurnal ini menggunakan rasio laba
kotor terhadap penjualan (GP/SAL) dan rasio laba kotor terhadap total aset (GP/TA).
Penelitian ini menganalisis 40 tindakan curang pada laporan keuangan dan menganalisis 125
tindakan tidak curang pada laporan keuangan. Tujuan penelitian adalah untuk membedakan
rasio keuangan, nilai yang mana bisa menjadi mengindikasi kecurangan dalam laporan
keuangan. Hasil penelitian ditemukan bahwa kebanyak kasus, frauddialkukan untuk
menunjukkan bahwa perusahaan tetap berkembang dan memenuhi kondisi kewajiban.
Analisis teoritis menunjukkan bawah rasio profitabilitas, likuiditas, aktivitas, dan struktur
dianalisa paling banyak. 51 rasio keuangan diinvestigasi selama penelitian empiris. Rasio
keuangan, nilai yang mana dapat mengindikasi tentang kecurangan dalam laporan keuangan
dibedakan. Sebuah model regresi logistik dibentuk untuk mempredisksi fraud dalam laporan
keuangan pada basil rasio keuangan. Model yang di desain dapat digunakan oleh pengguna
eksternal atas informasi laporan keuangan saat membuat keputusan untuk investasi dan
penilaian perusahaan. Menurut saya, jurnal ini kurang menjelaskan pada hasil penelitian.
Tidak hanya hasil penelitian, kesimpulan yang di dapat masih terasa secara umum bukan
kesimpulan atas rasio-rasio yang digunakan seperti GP/SAL maupun GP/TA.
Kanapickiene, R., Grundiene, Z. 2015. The Model of Fraud Detection in Financial Statements
by Means of Financial Ratios. Social and Behavioral Sciences. Volume 213. Hal. 321-327.
10. Assessing Fraud Risk Factors of Assets Misappropriation: Evidences from Iranian
Banks
Nia dan Said (2015) menyatakan bahwa kasus penyalahgunaan Aset di industri
perbankan Iran sedang berada pada tingkat yang mengkhawatirkan sejak dekade terakhir
yang mana menyebabkan banyak bank kolaps dan banyak dana investor serta depositor
terperangkap. Hal tersebut disebabkan karena praktik penyalahgunaan aset yang lazim untuk
dilakukan terutama pada industri jasa keuangan yang mana hal tersebut lazim dilakukan oleh
karyawan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pandangan lebih dalam
mengenai alasan kejahatan yang memengaruhi aset oleh karyawan bank di Iran. Penelitian
menggunakan metode kuantitatif dan memakai kuesioner yang disebar kepada karyawan
bank di Iran. Hasil yang didapatkan adalah memang sebagian besar karyawan melakukan
kecurangan dalam penyalahgunaan aset dan merasa hal tersebut biasa saja. Dari sini bisa
dilihat bahwa persepsi atas kecurangan masih sangatlah kecil sehingga karyawan merasa
tidak bersalah atau biasa saja dan merasa bukan tindakan yang salah. Akibatnya, banyak
industri terutama di jasa keuangan yaitu perbankan di Iran menderita kerugian yang besar
karena kecurangan atas penyalahgunaan aset. Oleh karena itu perlu peran pemerintah dan
indsutri jasa keuangan untuk memperbaiki persepi karyawan atas penggunaan aset. Menurut
saya, penelitian ini bagus dalam memberikan hasil yang mampu menjawab mengapa
permasalahan terjadi. Namun ada beberapa kelemahan yaitu kurang memberikan saran yang
tepat atas permasalahan yang terjadi. Selain itu penggunaan metode wawancara sangat
diperlukan untuk memperlengkap informasi atas kondisi yang terjadi. Dan juga penulis
sebaiknya memberikan saran untuk mengatasi hal seperti ini terutama atas penyalahgunaan
aset yang disebabkan karena persepsi dari karyawan bank di Iran.
Nia, E. H., Said, J. 2015. Assessing Fraud Risk Factors of Assets Misappropriation:
Evidences from Iranian Banks. Procedia Economics and Finance. Volume 31. Hal. 919-924.
PERTANYAAN
1. Dalam sebuah kasus korupsi? Selain pelaku, pihak mana saja yang bisa ikut terkena
jeratan hukum? Dan hukum mana yang bisa menjerat pihak yang bukan pelaku
tersebut?
2. Adakah batas terakhir atas pelaporan atau kasus tindak korupsi?
3. Apa yang menjadi kendala utama dalam sebuah kasus korupsi di Indonesia?
4. Apa pertimbangan-pertimbangan yang menyebabkan hukuman mati atau tindak
korupsi tidak berlaku di Indonesia?
5. Apa yang harus dilakukan pihak KPK maupun pihak lain jika hasil korupsi disimpan
di negara yang tidak menjalin hubungan keamanan seperti Swiss?
AKUNTANSI FORENSIK
Disusun Oleh:
MUHAMMAD RUSYDI AZIZ
NIM. 166020310111022
Dosen:
Achmad Zaky, SE.,MSA.,Ak.,SAS.,CMA
JOINT PROGRAM AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
KOMENTAR AUDIT FORENSIK
1. Application of Beneish M-Score Models and Data Mining to Detect Financial Fraud
Tarjo dan Herawati (2015) meneliti pengaplikasian Model Beneish M-Score dan Data
Mining untuk mendeteksi kecurangan keuangan. Penelitian tersebut bertujuan untuk
menganalisis kemampuan Beneish M-Scored dalam mendeteksi kecurangan keuangan. Objek
penelitian disini adalah perusahaan-perusahaan yang melakukan fraud berdasarkan Otoritas
jasa keuangan pada perode 2001-2014. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara
keseluruhan model Beneish M-Score mampu untuk mendeteksi kecurangan keuangan.
Sedangkan secara parsial, indeks margin kotor, indeks depresiasi, indeks beban penjualan dan
admin umum, dan total akrual secara signifikan mampu untuk mendeteksi kecurangan
keuangan. Sedangkan indeks penjualan, indeks kualitas aset, dan indeks leverage secara
statistik tidak berpengaruh signifikan dalam mendeteksi fraud. Melihat hasil penelitian ini,
menurut saya Beneish M-Score ini dapat menjadi sebuat alat yang bisa digunakan bagi
auditor, pemerintah, mahasiswa, maupun pihak lain sebagai dasar awal mengetahui apakah
perusahaan ini terindikasi kecurangan laporan keuangan. Meskipun alat ini mampu untuk
mendeteksi kecurangan keuangan, tetap saja alat ini belum bisa menjadi media utama untuk
menentukan perusahaan tertentu melakukan kecurangan atau tidak. Hal itu dikarenakan
karena ada beberapa bagian dari beneish M-score yang tidak memberikan hasil yang
signifikan seperti indeks penjualan dan lain sebagainya. Meskipun begitu, M-score tetap bisa
digunakan dan dapat mempermudah pekerjaan terutama pekerjaan auditor.
Tarjo dan Herawati, Nurul. 2015. Application of Beneish M-Score Models and Data Mining
to Detect Financial Fraud. Social and Behavioral Science. Volume 211. Hal. 924-930.
Diakses 28 September 2016
2. Catch the “Warning Signals”: The Fight against Fraud and Abuse in Non-Profit
Organizatioins
Arshad dkk. (2015) menyatakan dalam jurnalnya bahwa Fraud tidak hanya terjadi
pada organisasi orientasi laba, namun juga sering terjadi pada organisasi nirlaba (NPO atau
non profit organization). Padahal NPO bergerak di bidang amal dan kedermawanan, namun
kenyataan yang terjadi tidak menutup kemungkinan terjadinya Fraud di NPO. Jurnal yang di
kemukakan oleh Arshad dkk. (2015) memberikan kontribusi dalam bentuk sinyal peringatan
atas kecurangan dan penggelapan dalam NPO sehingga dapat meminimalisir keterjadian
kecurangan dan penggelapan dalam NPO. Selain itu, jurnal ini juga memberikan kontribusi
dalam membangun serta implementasi manajemen risiko yang efektif melalui pendekatan
berbasis risiko dan perspektif efektivitas dewan pengawas dalam melindungi NPO sehingga
tidak menjadi korban kecurangan dan penggelapan. Warning Signal disini sebagai indikasi
bahwa sesuatu yang tidak biasa telah terjadi sehingga dikhawatirkan dapat menuju ke praktik
kecurangan maupun penggelapan. Menurut saya, penggunaan “Warning Signals” sebagai
upaya untuk melindungi NPO dari praktik kecurangan dan penggelapan sangat bagus. NPO
diharapkan bisa mengidentifikasi apa saja “Warning Signal” yang bisa menuntun kepada
kemungkinan kecurangan dan penggelapan sehingga NPO bisa mengambil langkah untuk
menghindari kecurangan maupun penggelapan tersebut. Meskipun begitu, jurnal ini memiliki
kelemahan yaitu penggunaan “Warning Signal” disini masih belum diuji secara empiris atau
dengan kata lain belum terbukti dengan kenyataan yang sebenarnya. Sehingga perlu ada
penelitian yang menjawab pertanyaan apakah “Warning Signal” mampu untuk membantu
NPO untuk mengatasi permasalahan kecurangan dan penggelapan.
Arshad, R., Razali, W. A. A. W. M., Bakar, N. A. 2015. Catch the “Warning Signals”: The
Fight against Fraud and Abuse in Non-Profit Organizatioins. Procedia Economics and
Finance. Volume 28. Hal. 114-120. Diakses 28 September 2016
3. Detecting and Preventing Fraud with Data Analytics
Banarescu (2015) dalam jurnalnya Detecting and Preventing Fraud with Data
Analytics menjelaskan berbagai cara serta berbagai alat yang digunakan dalam menganalisis
Fraud. Hal ini penting karena Fraud pasti selalu ada dalam kehidupan sehari-hari. Jurnal
tersebut menjelaskan berbagai metode seperti data mining, Risk Analysis, Statistical
Analysis, dan sebagainya yang mana Adrian (2015) menjelaskan berbagai kelebihan serta
kelemahan. Selain itu, Banarescu (2015) dalam jurnalnya juga menjelaskan berbagai alat
yang digunakan untuk menganalisis Fraud seperti Microsoft Excel, Microsoft Access, SAP,
ACL, dan lain sebagainya yang mana penggunaan Microsoft Excel paling banyak di
organisasi di dunia. Inti dari jurnal Banarescu (2015) adalah bukan untuk menunjukkan salah
satu metode analisis Fraud merupakan metode terbaik atau salah satu alat analisis Fraud
merupakan alat terbaik, akan tetapi Banarescu (2015) dalam jurnalnya bertujuan untuk
menyemangati para manajemen untuk melawan segala bentuk Fraud dengan memberikan
berbagai opsi metode maupun alat yang dapat digunakan untuk melawan Fraud itu sendiri.
Menurut saya, isi dari jurnal ini sudah sangatlah bagus yang mana jurnal ini memberikan
berbagai metode serta alat yang dapat digunakan untuk menganalisis Fraud serta
memberikan kelebihan dan kelemahan atas metode yang ada sehingga jurnal ini memberikan
banyak manfaat terutama bagi para manajemen. Namun, menurut saya jurnal ini kurang
secara jelas memberikan masukan pada saat kapan sebaiknya menggunakan metode tertentu
dan pada saat kapan sebaiknya menggunakan aplikasi tertentu untuk menganalisis Fraud.
Selain itu, penggambaran metode analisis Fraud kurang secara jelas digambarkan dalam
jurnal ini.
Banarescu, Adrian. 2015. Detecting and Preventing Fraud with Data Analytics. Procedia
Economics and Finance. Volume 32. Hal. 1827-1836. Diakses 28 September 2016
4. Effectiveness of Fraud Prevention and Detection Techniques in Malaysian Islamic
Banks
Penelitian Rahman dan Anwar (2014) betujuan untuk memberikan wawasan pada
persepsi bankir kepada keefektifan teknik pencegahan dan deteksi kecurangan di Bank Islam
Malaysia. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah melalui kuesioner yang
diberikan kepada manajer dan petugas bank Islam di Malaysia. Rahman dan Anwar (2014)
menyatakan bahwa meskipun Bank Islam di Malaysia sudah berbasiskan Islam, namun tetap
saja peluang untuk terjadi kecurangan masih ada. Hasil penelitian menyatakan bahwa
rekonsiliasi bank, perlindungan password, dan tinjauan serta pengembangan internal kontrol
adalah teknik yang paling efektif secara independen dalam melindungi Bank Islam di
Malaysia dari praktik kecurangan. Menurut saya, jurnal ini sudah cukup bagus dalam
memberikan berbagai opsi pengendalian yang dapat dilakukan Bank Syariah di Malaysia
untuk mengatasi permasalahan Fraud. Selain itu dari segi pendahuluan, jurnal ini juga
memberi informasi keadaan sebenarnya apakah di Bank Syariah Malaysia telah terjadi
berbagai kasus kecurangan sehingga pernyataan “Fraud juga terjadi pada Bank Islam
Malaysia yang bahkan menggunakan sistem syariah dalam pelaksanaannya” menjadi
pernyataan yang lebih kuat karena terdapat kondisi nyata yang terjadi. Namun, dari segi
pengumpulan data, menurut saya sebaiknya juga menyertakan data berupa wawancara untuk
memperkuat hasil penelitian. Dengan wawancara, peneliti lebih bisa mengetahui persepsi
lebih mendalam mengenai persepsi baik manager maupun petugas bank Islam di Malaysia
mengenai keefektifan teknik deteksi dan pencegahan kecurangan serta apa saja kendala
dalam mewujudkan teknik-teknik tersebut.
Rahman, R. A. dan Anwar, I. S. K. 2012. Effectiveness of Fraud Prevention and Detection
Techniques in Malaysian Islamic Banks. Social and Behavioral Science. Volume 145. Hal.
97-102. Diakses 28 September 2016
5. Forensic Accounting Training: A Proposal for Turkey
Akyel (2012) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa perlunya akuntansi forensik dalam
kegiatan keuangan saat ini terlebih lagi sekarang globalisasi dan perkembangan terutama di
bidang bisnis sangat pesat yang menyebabkan reliabilitas dari aktifitas keuangan menjadi
penting secara signifikan. Dengan adanya Akuntansi Forensik ini terutama di Turki
diharapkan mampu memberikan bantuan dalam hal akuntansi. Aykel (2012) menjelaskan
berbagai model pelatihan yang diajukan dalam jurnalnya mengenai akuntansi forensik.
Menurut saya, model pelatihan yang disampaikan sudah sangatlah lengkap sebagai proposal
seperti mengapa dibutuhkan akuntan forensik? Kemampuan apa saja yang dibutuhkan
akuntan forensi? Dimana saja area kerja akuntan forensik? Dan lain sebagainya. Saran atas
langkah yang harus ditempuh juga disertakan dalam jurnal sehingga pemerintah Turki
mengerti apa yang harus dilakukan untuk menciptakan para akuntan forensik. Namun,
kekurangan dalam jurnal ini adalah kurangnya contoh empiris bahwa Turki memang benarbenar membutuhkan akuntan forensik dalam kegiatan bisnis di negara Turki. Contoh empiris
disini maksudnya seperti kejadian-kejadian Fraud maupun penggelapan yang dilakukan pada
sektor bisnis sehingga untuk mengatasi hal ini diperlukan akuntan forensik. Contoh empiris
yang disebutkan dapat meningkatkan urgensi serta alasan mengapa akuntan forensik benarbenar diperulakan di Turki.
Aykel, Nermin. 2012. Forensic accounting training: A proposal for Turkey. Social and
Behavioral Science. Volume 55. Hal. 77-86. Diakses 28 September 2016
6. Fraud Detection and Prevention Methods in the Malaysian Public Sector:
Accountants’ and Internal Auditors’ Perceptions
Othman dkk. (2015) dalam jurnalnya mengidentifikasi metode-metode yang
digunakan untuk mendeteksi serta mencegah kecurangan dan korupsi dalam ranah sektor
publik di Malaysia dengan menggunakan persepsi akuntansi melalui kuesioner. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pencegahan serta deteksi fraud yang paling
efektif adalah audit operasional, komite audit yang diperkuat, kontrol internal yang
ditingkatkan, implementasi kebijakan pelaporan kecurangan, rotasi staf, hotline kecurangan,
dan akuntan forensik. Menurut saya, jurnal ini sangat detail daam memberikan pencegahan
serta deteksi pada kecurangan. Tidak hanya itu, jurnal ini juga memberikan teknologiteknologi apa saja yang digunakan dalam mengatasi kecurangan sehingga dapat menjadi
contoh di perusahaan lain bahkan di negara lain meskipun hasil penelitian belum tentu
berbeda. Tidak hanya itu, jurnal ini juga menilai kesadaran responden atau praktik
kecuranganSelain itu, data tidak hanya berbentuk kuesioner, namun juga berbentuk
wawancara sehingga peneliti bisa mengetahui secara langsung atas apa yang terjadi di
lapangan. Namun, meskipun penelitian ini memberikan saran kepada pemerintah, saran yang
diberikan serasa masih belum jelas karena sebatas memberikan “perintah” namun tanpa cara
atau langkah-langkah efektif yang mungkin bisa diapliasikan pemerintah dalam mewujudkan
kebijakan whistle-blowing, hotline kecurangan, dan akuntan forensik.
Othman, R., Aris, N. A., Mardziyah, A., Zainan, N., Amin, N. M. 2015. Fraud Detection and
Prevention Methods in the Malaysian Public Sector: Accountants’ and Internal Auditors’
Perceptions. Procedia Economics and Finance. Volume 28. Hal. 59-67. Diakses 28
September 2016
7. Perceived “Tone From the Top” During a Fraud Risk Assessment
Rubasundram (2015) dalam jurnalnya menyatakan bahwa pada tahun terakhir
mekanisme kontrol dan pemerintahan yang baik meningkat secara signifikan karena jumlah
pada kegagalan industri kalangan atas yang disebabkan tindakan curang oleh top
management. Jurnal ini menganalisis pentingnya dukungan manajemen yang dirasakan dan
dampaknya pada budaya organisasi pada penilaian risiko kecurangan dengan menggunakan
action research. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa pada penilaian awal, kemungkinan
kecurangan yang melibatkan top executive sangatlah besar atau sering disebut dengan white
collar crime. Pemasangan kontrol internal untuk mencegah tindakan curang dalam organisasi
hanya bisa efektif saat “nada dari atas” atau “tone from the top” kuat. Hal itu dikarenakan top
executif memiliki kemampuan atas hak akses, hak pembuatan keputusan, dan lain sebagainya.
Hal itu diperkuat dengan kurangnya komitmen dari karyawan untuk mengembangkan
perusahaan menjadi lebih baik sehingga segala keputusan dari pihak atas akan selalu
diterima. Oleh karena itu perlunya peran dari manajer dan karyawan lainnya untuk proaktif
dalam melawan keputusan yang tidak etis yang mana bisa membawa ke tindakan curang.
Menurut saya, penelitian ini sangat fokus sekali pada white collar crime yang dilakukan oleh
top executive yang dihubungkan kepada team penilaian risiko kecurangan. Penulis
menjelaskan secara detail bagaimana hubungan team penilai risiko kecurangan ini dengan
istilah tone from the top. Peneliti juga memberikan solusi atas kasus white collar crime yang
terjadi melalui fraud risk assessment, meskipun solusi yang diberikan masih kurang jelas dan
kebanyakan hanya mengacu pada fraud risk assessment.
Rubasundram, G. A. 2015. Perceived “Tone From the Top” During a Fraud Risk Assessment.
Procedia Economics and Finance. Volume 28. Hal. 102-106. Diakses 28 September 2016
8. The Legal Overview on Falsification, Fraud and Forgery
Hadi dkk. (2015) dalam jurnalnya menyatakan bahwa pemalsuan dokumen,
pemalsuan tanda tangan, dan kecurangan dikategorikan sebagai white colour crime.
Pemalsuan dokumen dan tanda tangan merupakan mekanisme untuk melakukan kecurangan.
Pemalsuan (falsification) berdasarkan seksi 477a Penal Code adalah tindakan
menghancurkan, mengubah, memutilasi, atau memalsukan dokumen asli. Dalam konteks
akuntansi, pemalsuan berkenaan dengan pemalsuan akuntansi yang mana adalah pemalsuan,
penyembunyian, atau pengancuran catatan. Setiap pelaku tindakan curang memiliki niat yang
menjadikannya sebagai unsur dari kecurangan, pemalsuan dokumen dan tanda tangan. Dalam
bidang reformasi hukum, Standarisasi kerangka hukum harus dilakukan untuk menghindari
kebingungan hukum dan kontradiksi. Standar yang diusulkan adalah untuk memperkenalkan
ketentuan baru di bawah Penal Code. Untuk tujuan penyelidikan, pengaturan unit "white
color crime" yang khusus dalam kejahatan keuangan diidentifikasi harus ditetapkan. Ini
termasuk dengan memberikan lebih banyak kekuatan melalui hukum baik untuk mengakses
dan mengumpulkan bukti-bukti untuk tujuan penuntutan. Dengan demikian, bantuan timbal
balik antara berbagai instansi harus efektif dilakukan untuk memenuhi kebutuhan untuk
penyelidikan. Menurut saya, peneliti dengan jelas menjelaskan tinjauan hukum dari
pemalsuan dokumen dan tanda tangan serta perilaku kecurangan dengan begitu tujuan jurnal
sendiri yaitu, memeriksa elemen-elemen, kontradiksi dan tujuan untuk membentuk kembali
standarisasi aspek fakta pada klaim kriminal maupun sipi berdasarkan pada kasus hukum
yang dilaporkan, dapat terjawab. Namun, menurut saya, mungkin sebaiknya diberi
kesimpulan atas jurnal sehingga pembaca lebih mudah memahami jurnal.
Hadi, K. A. A., Paino, H., Pauzi., S. F. M. 2015. The Legal Overview on Falsification, Fraud
and Forgery. Procedia Economics and Finance. Volume 31. Hal. 581-586. Diakses 28
September 2016
9. The Model of Fraud Detection in Financial Statements by Means of Financial Ratios
Kanapickiene dan Grundiene (2015) melakukan analisis rasio keuangan sebagai salah
satu metode yang mudah untuk mendeteksi kecurangan. Jurnal ini menggunakan rasio laba
kotor terhadap penjualan (GP/SAL) dan rasio laba kotor terhadap total aset (GP/TA).
Penelitian ini menganalisis 40 tindakan curang pada laporan keuangan dan menganalisis 125
tindakan tidak curang pada laporan keuangan. Tujuan penelitian adalah untuk membedakan
rasio keuangan, nilai yang mana bisa menjadi mengindikasi kecurangan dalam laporan
keuangan. Hasil penelitian ditemukan bahwa kebanyak kasus, frauddialkukan untuk
menunjukkan bahwa perusahaan tetap berkembang dan memenuhi kondisi kewajiban.
Analisis teoritis menunjukkan bawah rasio profitabilitas, likuiditas, aktivitas, dan struktur
dianalisa paling banyak. 51 rasio keuangan diinvestigasi selama penelitian empiris. Rasio
keuangan, nilai yang mana dapat mengindikasi tentang kecurangan dalam laporan keuangan
dibedakan. Sebuah model regresi logistik dibentuk untuk mempredisksi fraud dalam laporan
keuangan pada basil rasio keuangan. Model yang di desain dapat digunakan oleh pengguna
eksternal atas informasi laporan keuangan saat membuat keputusan untuk investasi dan
penilaian perusahaan. Menurut saya, jurnal ini kurang menjelaskan pada hasil penelitian.
Tidak hanya hasil penelitian, kesimpulan yang di dapat masih terasa secara umum bukan
kesimpulan atas rasio-rasio yang digunakan seperti GP/SAL maupun GP/TA.
Kanapickiene, R., Grundiene, Z. 2015. The Model of Fraud Detection in Financial Statements
by Means of Financial Ratios. Social and Behavioral Sciences. Volume 213. Hal. 321-327.
10. Assessing Fraud Risk Factors of Assets Misappropriation: Evidences from Iranian
Banks
Nia dan Said (2015) menyatakan bahwa kasus penyalahgunaan Aset di industri
perbankan Iran sedang berada pada tingkat yang mengkhawatirkan sejak dekade terakhir
yang mana menyebabkan banyak bank kolaps dan banyak dana investor serta depositor
terperangkap. Hal tersebut disebabkan karena praktik penyalahgunaan aset yang lazim untuk
dilakukan terutama pada industri jasa keuangan yang mana hal tersebut lazim dilakukan oleh
karyawan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pandangan lebih dalam
mengenai alasan kejahatan yang memengaruhi aset oleh karyawan bank di Iran. Penelitian
menggunakan metode kuantitatif dan memakai kuesioner yang disebar kepada karyawan
bank di Iran. Hasil yang didapatkan adalah memang sebagian besar karyawan melakukan
kecurangan dalam penyalahgunaan aset dan merasa hal tersebut biasa saja. Dari sini bisa
dilihat bahwa persepsi atas kecurangan masih sangatlah kecil sehingga karyawan merasa
tidak bersalah atau biasa saja dan merasa bukan tindakan yang salah. Akibatnya, banyak
industri terutama di jasa keuangan yaitu perbankan di Iran menderita kerugian yang besar
karena kecurangan atas penyalahgunaan aset. Oleh karena itu perlu peran pemerintah dan
indsutri jasa keuangan untuk memperbaiki persepi karyawan atas penggunaan aset. Menurut
saya, penelitian ini bagus dalam memberikan hasil yang mampu menjawab mengapa
permasalahan terjadi. Namun ada beberapa kelemahan yaitu kurang memberikan saran yang
tepat atas permasalahan yang terjadi. Selain itu penggunaan metode wawancara sangat
diperlukan untuk memperlengkap informasi atas kondisi yang terjadi. Dan juga penulis
sebaiknya memberikan saran untuk mengatasi hal seperti ini terutama atas penyalahgunaan
aset yang disebabkan karena persepsi dari karyawan bank di Iran.
Nia, E. H., Said, J. 2015. Assessing Fraud Risk Factors of Assets Misappropriation:
Evidences from Iranian Banks. Procedia Economics and Finance. Volume 31. Hal. 919-924.
PERTANYAAN
1. Dalam sebuah kasus korupsi? Selain pelaku, pihak mana saja yang bisa ikut terkena
jeratan hukum? Dan hukum mana yang bisa menjerat pihak yang bukan pelaku
tersebut?
2. Adakah batas terakhir atas pelaporan atau kasus tindak korupsi?
3. Apa yang menjadi kendala utama dalam sebuah kasus korupsi di Indonesia?
4. Apa pertimbangan-pertimbangan yang menyebabkan hukuman mati atau tindak
korupsi tidak berlaku di Indonesia?
5. Apa yang harus dilakukan pihak KPK maupun pihak lain jika hasil korupsi disimpan
di negara yang tidak menjalin hubungan keamanan seperti Swiss?