Islam Negara dan Perlindungan Hak Hak Is

Journal of Governance, Desember 2016

Volume 1, No. 1

Islam, Negara dan Perlindungan Hak-Hak Islam Minoritas

Ahmad Solikhin
Dosen Ilmu Pemerintahan, FISIP
Universitas Islam Darul ‘Ullum Lamongan
[email protected]

Abstrak: Tulisan ini mendiskusikan tentang hilangnya peran Negara dalam
menegakkan kebebasan politik kelompok Islam minoritas di Indonesia.
Kebebasan politik yang dijamin dalam konstitusi bagi setiap warga Negara hanya
didominasi oleh kelompok Islam mayoritas.Kelompok Islam mayoritas dengan
mendominasi kekuasaan cenderung menciptakan kebijakan politik yang
mendeskriminasi kelompok Islam Minoritas.Akibatnya Islam minoritas tidak
mendapatkan hak-hak politiknya sebagai warga Negara Indonesia yang
berasaskan “Bhineka Tunggal Ika.”
Kata Kunci : Negara, Agama, Hak-Hak Islam Minoritas


Abstract: This paper discusses the loss of the State's role in upholding the freedom
of minority political Islamic groups in Indonesia. Political freedom guaranteed by
the Constitution to every citizen of the State is dominated by Islamist groups to
dominate the majority of Islamic mayoritas.Kelompok power tends to create
political policy mendeskriminasi Islamist group Islamic Minoritas.Akibatnya
minorities do not get their political rights as citizens of Indonesia who berasaskan
"Bhineka Tunggal Ika. "
Keywords: Country, Religion, Islam Minority Rights

menyatakan bahwa tetap melindungi

Pendahuluan
Indonesia

merupakan

negara

dan tidak memaksakan kehendaknya


yang berpenduduk Muslim terbesar

terhadap

di dunia yang mengklaim sebagai

keagamaan,

penyokong dan pengadopsi sistem

minoritas,

pemerintahan demokrasi. Indonesia

LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan

meskipun berpendudukuk Muslim

Transgender). Hal ini bisa terjadi


sebagai mayoritas, tetapi Negara ini

karena

kelompok

minoritas

pemeluk

keyakinan

masyarakat

penduduk

adat,

dan


Indonesia

Solikhin, Islam, Negara dan Perlindungan Hak-Hak Islam Minoritas

39

memegang teguh prinsip ‘Bhineka

tidak

Tunggal Ika” serta mempraktekkan

Indonesia ini.Isu-isu konflik tersebut

keberagamaan yang toleran dalam

banyak menyangkut persoalan etnis

kehidupan mereka sehari-hari.Tetapi,


dan

klaim dan pernyataan tersebut perlu

konflik-konflik yang muncul dengan

dipertanyakan ketika saat ini banyak

membawa nama agama.

praktek

diskriminasi

berhenti

menghiasi

agama.


Sehingga

bumi

banyak

terhadap

Agama yang ada di Indonesia

minoritas keagamaan, etnis, budaya,

senantiasa menampakkan dua sisinya

dan gaya hidup lainnya selama 12

yang berbeda. Pada satu sisi agama

tahun terakhir ini. Praktek intoleransi


menawarkan

dan

sekelompok

ketenangan dan ketentraman, akan

terhadap

tetapi disisi lain menampakkan sisi

kekerasan

masyarakat

oleh
tertentu

perdamaian,


beberapa kelompok minoritas juga

kekerasan.

banyak menghiasi pemberitaan di

muncul ketika kebenaran satu agama

media nasional dan internasional.

tertentu

Pasca

reformasi

tahun

Sisi


kekerasan

berbenturan

akan

dengan

1998

kebenaran agama yang lain. Seperti

kondisi Indonesia semakin marak

yang dinyatakan oleh J. Efendi

melanda

kekerasan


bahwa agama pada suatu waktu

notabene

memproklamirkan perdamaian, jalan

berbhinneka tunggal ika ini. Konflik-

menuju keselamatan, persatuan dan

konflik yang disinyalir sudah lama

persaudaraan.

Akan

ada yang bersifat laten, dengan

waktu


lain

munculnya

menjadi

dirinya sebagai sesuatu yang tercatat

yang

dalam sejarah menimbulkan konflik,

tindak

diIndonesia

yang

reformasi

konflik-konflik

manifest

yang

tetapi

pada

menampakkan

dampaknya sangat luar biasa bagi

hingga

kehidupan sosial. Delapan belas

peperangan.1Wajah

tahun sudah era reformasi digulirkan,

inilah yang menunjukkan adanya

serasa selama itu pula kian lama

mekanisme peran agama yang rentan

kebhinekaan negara ini semakin

terhadap kekerasan.

terancam.Dinamika

konflik

ke

kekerasan
ganda

dan
agama

yang

berujung pada kekerasan seakan

1

Kahmad, Dadang, Sosiologi Agama, Rosda
Karya: Bandung, 2006, hal. 217.

40 Journal of Governance, Desember 2016

Peran agama menjadi terkait erat
dengan

kekerasan

dijadikan

ketika

sebagai

agama

kerangka

Volume 1, No. 1

tetapi terkait dengan agama; Islam
merupakan agama yang mayoritas
dianut

oleh

masyarakat

penafsiran religius hubungan sosial

Indonesia.Konflik kekerasan yang

(fungsi ideologis, agama sebagai

mengatasnamakan agama tersebut

faktor identitas dan agama sebagai

dapat diamati dari pemberitaan di

legitimasi

hubungan.)2Peran-

etis

peran yang dimainkan oleh agama
tersebut menunjukkan rentannya sisi
agama

yang

dikaitkan

dengan

media-media

terlebih

pasca

reformasi 1998.
Pemberitaan di media-media baik
media

massa

maupun

media

timbulnya fenomena kekerasan yang

elektronik tidak bisa lepas dari

semakin sering nampak di Indonesia

persoalan konflik dan kekerasan

akhir-akhir ini. Akan tetapi sering

yang

muncul pembelaan yang menyatakan

beberapa kasus, agama menghasilkan

bahwa

perbedaan

agama

mengajarkan

berkedok

agama.

Dalam

pemahaman.Beberapa

menentang

perbedaan tersebut muncul secara

manusia

mudah sebagai dasar moralitas yang

untuk

digunakansebagai alasan bagi aksi-

kepentingan pribadi atau kelompok

aksi kekerasan, dan intensitas ritual

sehingga

yang digunakan sebagai alat untuk

perdamaian

dan

kekerasan.Ironisnya
menyalahgunakannya

menyulut

kekerasan.Adanya konflik dan tindak

melakukan

aksi

kekerasan tidak dapat dilepaskan dari

perbedaan

lainnya

adanya

faktor

perbedaan yang lebih mendalam dan

kepentingan

menjadi bagian dan inti agama

tidak bisa lepas dari upaya mengusai

itu.Citra agama tentang perjuangan

dan dikuasai oleh kaum mayoritas

yang gampang dikenali, dan konsep-

terhadap

konsep tentang perang yang dahsyat

perbedaan

kepentingan.Berbicara

merupakan

dan

minoritas.Indonesia
negara

yang

plural

berasaskan Bhineka Tunggal Ika,
Haryatmoko, Etika Politik dan Kekuasaa,
.Kompas: Jakarta, 2003, hal. 263.

merupakan

telah dilakukan dalam perjuanganperjuangan
peperangan

2

itu.Perbedaan-

sosialnya.Ketika
itu

diimpi-impikan

sebagaimana yang muncul dalam

41

Solikhin, Islam, Negara dan Perlindungan Hak-Hak Islam Minoritas

rencana manusia, akhirnya hal itu

bertanggungjawab

atas

mereka tuangkan menjadi kenyataan

berbagai

melalui aksi-aksi kekerasan.3

ini.Penegakan hukum di Indonesia

tindak

terjadinya
kekerasan

gagal

harus ditegaskan dan harus mampu

melindungi kaum minoritas dari

mengadili setiap pelaku kekerasan,

kekerasan dan intoleransi atas nama

serta mampu menjelaskan strategi

agama. Menurut laporan Human

untuk memerangi kekerasan atas

Rights

nama agama.

Pemerintah

Indonesia

sepanjang

120

halaman,

“Atas

Nama

Agama:

Human Rights Watch melakukan

terhadap

Minoritas

riset di 10 provinsi di Jawa, Madura,

Indonesia,”

merekam

Sumatra,

Indonesia

mewawancarai lebih dari 115 orang

gerombolan-

dari berbagai kepercayaan.Mereka

gerombolan militan, yang melakukan

termasuk 71 korban kekerasan dan

intimidasi dan penyerangan rumah-

pelanggaran, maupun ulama, polisi,

rumah ibadah serta anggota-anggota

jaksa, milisi, pengacara dan aktivis

agama.4Kegagalan

masyarakat sipil. Hasilnya pejabat

berjudul

Pelanggaran
Agama

di

kegagalan
dalam

pemerintah
mengatasi

minoritas
pemerintah

Indonesia

dalam

dan

Timor,

serta

daerah sering menyikapi pembakaran

mengambil sikap dan melindungi

atau

kaum minoritas dari intimidasi dan

menyalahkan korban minoritas, para

kekerasan,

pelaku menerima hukuman ringan

merupakan

olok-olok

kekerasan

dengan

terhadap klaim bahwa Indonesia

atau

adalah

yang

dihukum.5Dalam dua kasus, pejabat

hak

asasi

daerah

manusia.Kepemimpinan

nasional

keputusan Mahkamah Agung yang

dalam

memberikan hak kepada dua jemaat

negara

melindungi

sangat
3

demokratis

esensial

Mark Juergensmeyer, Terror in the Mind of
God: The Global Rise of Religious Violence
(Berkeley – Los Angeles – London:
University of California Press, 2000), 8.
4
Laporan Kerja Human Right Watch, “Atas
Nama Agama: Pelanggaran terhadap
Minoritas Agama di Indonesia (The United
States of America, 2013)

sama

sekali

justru

menolak

tidak

menjalankan

minoritas untuk membangun rumah
ibadah mereka.Pejabat pusat sering
membela
namun
5

Ibid.

kebebasan
ada

jugayang

beragama
justru

42 Journal of Governance, Desember 2016

mengeluarkan

pernyataan

diskriminatif.
Diskusi

Volume 1, No. 1

aliran dalam bentuk penyerangan
fisik

mengenai

minoritas

di

dikaitkan

dengan

persoalan

Indonesia

harus

pembiacaraan

atau

prilaku

diskriminatif

terjadi?Sebab, seperti yang diketahui
dari

berbagai

minoritas

kasus,

tentu

kelompok

menjadi

korban

tentang Islam di Indonesia.Islam

pertama jika hal-hal tersebut terjadi

merupakan agama mayoritas dari sisi

dalam

penganut, aspek sosial dan juga

pertanyaan ini tentu harus dilihat

aspek politik. Kondisi ini memainkan

secara saksama mengingat variabel

peran yang sangat signifikan dalam

yang menjadi pemicu konflik sangat

proses pembuatan kebijakan Negara

beragam seperti; disparitas ekonomi,

mengenai hak kaum minoritas di

kesenjangan

Indonesia. Bagaimana masyarakat

pendidikan dan kesempatan memiliki

Indonesia

kadar dan skala intensitas yang juga

memandang

kelompok

minoritas, siapa saja yang termasuk

masyarakat.

Pertanyaan-

sosial,

perbedaan

berbeda.

di dalamnya serta bagaimana negara
mengatur hak dan kewajiban mereka

“Defining

di ruang publik, sangat ditentukan

Konteks

oleh aspirasi dan sudut pandang umat

Negara Bhineka Tunggal Ika

Islam.Sehingga

pertanyaan

yang

Minority”
Islam

dalam

Mayoritas

dan

Istilah minoritas di Indonesia

layak diangkat ke permukaan ketika

tidak

membicarakan nasib dan peran kaum

pemahaman yang searagam dan tidak

minoritas serta peran yang harus

ada satu batasan yang pasti siapa saja

dilakukan negara dalam kaitannya

yang

dengan konflik social, yakni;Apakah

kelompok minoritas.Kamus Umum

memang secara legal regulasi negara

Bahasa

telah memberikan pengakuan dan

mendefinisikan

perlindungan
terhadap

yang

kelompok

semestinya
minoritas

?;

Apakah yang harus dilakukan oleh
negara jika sebuah konflik politik

didasarkan

pada

dikategorikan

Indonesia

satu

sebagai

misalnya

minotas

sebaga

kelompok

kecil.6 Kamus

Bahasa

Indonesia

Online

6

mendefinisikan

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum
Bahas indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2006), Hal. 769.

43

Solikhin, Islam, Negara dan Perlindungan Hak-Hak Islam Minoritas

minoritas

sebagai

goloantar

sesamanya dan membagi bersama

PBB

lebih kecil jika dibandingkan dengan
golongan lain dl suatu masyarakat
dan karena itu didiskriminasikan
oleh golongan lain itu.7 Menurut
Theodorson & Theodorson (1979:
minoritas

(minority groups) adalah kelompokkelompok yang diakui berdasarkan
perbedaan

ras,

atausukubangsa,

yang

agama,

(prejudice) ataudiskriminasi istilah
ini pada umumnya dipergunakan
sebuah

istilah

teknis,

danmalahan, ia sering dipergunakan
untuk menunjukan pada kategori
perorangan,
kelompok.

dari
Dan

padakelompokseringkali

juga

kepada kelompak mayoritas daripada

mengacu

pada

definisi

minoritas menurut Pelapor Khusus

definisi

di

atas,

yang

dimaksud sebagai minoritas adalah:
Pertama, secara numerik jumlahnya
lebih kecil dari sisa populasi lainnya
dalam

suatu

negara.

posisinya

tidak

konteks

negara.Ketiga,

dominan

Kedua,
dalam
adanya

perbedaan etnik, agama dan budaya
dengan populasi lainnya.Keempat,
memiliki solidaritas agama, bahasa,
tradisi,

kelompokminoritas.8
Jika

Dari

mengalami

kerugian sebagai akibat prasangka

bukanlah

hak

“A group numerically
inferior to the rest of the
population of a state, in a
non dominant position,
whose
members
being
nationals of the state-posses
ethnic, religion or linguistic
characteristic differing from
those of the rest of the
population and show, if only
implicitly a sense of
solidarity, direct toward
preserving their culture,
traditions,
religion
or
language.”9

sosial yang jumlah warganya jauh

kelompok

perlindungan

minoritas, Francesco Capotorti:

keinginan untuk melestarikan ngan

258-259),

untuk

budaya

dan

kepentingan

untuk meraih persamaan dimuka
hukum dengan populasi diluarnya.10

7

http://kamusbahasaindonesia.org/minoritas#
ixzz1dkM3UwPd (di akses pada 27/06/2016,
14:00 WIB)
8
Theodorson, George A, and Achilles G.
Theodorson, 1979,A Modern Dictionary of
Sociology.(New York, Hagerstown, San
Francisco, London: Barnes & Noble Books).
Hal. 258-259

9

Muhammad Subhi, Islam dan Politik
Minoritas
di
Indonesia
(Makalah
dipresentasikan pada Public Lectur ISIF
Cirebon pada 7 Maret 2013)
10
Tim Penulis ILRC, Bukan Jalan Tengah,
(Jakarta : ILRC, 2010), Hal. 63

44 Journal of Governance, Desember 2016

Volume 1, No. 1

Agama Islam di Indonesiasecara

dianggap paling tepat sebagai dasar

teoritis tidak pernah mendefinisikan

dalam kehidupan berbangsa dan

siapa saja kelompok minoritas di

bernegara.11

Indonesia.

Namun

dalam

pola

Katagori yang agak lebih tegas

hubungan dengan entitas lain seperti

mengenai

negara maupun agama lain, Islam

sebagai

kerapkali

dijelaskan dalam Peraturan Kapolri

menempatkan

dirinya

siapa

yang

kelompok

dimaksud

minoritas

ini

sebagai kelompok mayoritas yang

No.

harus diperlakukan berbeda dari

Implementasi Prinsip dan Standar

yang

Hak

lain.

mengenai

Dalam

perdebatan

sejumlah

peraturan

perundang-undangan
misalnya,

umat

keagamaan

Islam

kerapkali

8

tahun

Asasi

2009

tentang

Manusia

dalam

Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Negara

Republik

Indonesia.

Peraturan ini memberi contoh bahwa

berusaha memasukkan norma dan

kelompok

doktrin Islam menjadi bagian dalam

kelompok etnis, agama, penyandang

peraturan

cacat, dan orientasi seksual.Kategori

perundang-undangan

tersebut.

Jimly

Asshiddiqie

ini

tidak

minoritas

itu

memasukkan

adalah

kategori

mengakui bahwa salah satu materi

kepercayaan lokal dan bahasa yang

penting

muatan

dalam pandangan hak asasi manusia

negara.

adalah

yang

konstitusi

menjadi

adalah

dasar

juga

kategori

minoritas.

Pembahasan mengenai dasar negara

Perserikatan

dalam proses pembuatan konstitusi

misalnya

selalu melahirkan perdebatan yang

minoritas ke dalam 4 kategori: suku

tajam dan mendalam. Hal ini karena

bangsa, kebudayaan, agama dan

dasar negara menjadi pijakan utama

bahasa.12

Bangsa-Bangsa
membagi

kelompok

yang menentukan arah dan cara
penyelenggaraan negara. Di sisi lain,
tiap-tiap faksi atau kelompok dalam
masyarakat

apalagi

yang

sangat

plural seperti Indonesia, memiliki
cita-cita dan ideologi tersendiri yang

11

Jimly Asshiddiqie, pengantar untuk
Pancasila dan Islam, oleh Erwin Kusuma
dan Khairul, ed., (Jakarta: BAUR
Publishing, 2008), vii.
12
Baca United
Nations
Minorities
Declaration yang diadopsi Majelis Umum
PBB tahun 1992, Pasal 1

45

Solikhin, Islam, Negara dan Perlindungan Hak-Hak Islam Minoritas

Islam

penganut agama mayoritas dalam hal

Indonesia

ini Islam. (2) agama-agama di luar

kelompok-

enam agama yang disebutkan secara

kelompok Islam yang dianut oleh

eksplisit dalam UU ini. (3) aliran-

sebagian besar penduduk Islam yang

aliran

ada di Indonesia.Selain itu Islam

dengan

Mayoritas juga dijadikan sebagai

keyakinan/kepercayaan

refrensi dalam berbagai urusan yang

Tuhan Yang Maha Esa. (5) dalam

berhubungan dengan hokum-hukum

konteks indigenous people, adalah

dalam penentuan kasus-kasus yang

agama-agama

dialami

masyarakat adat seperti Agama Adan

Islam
utama)

Mayoritas
yang

mengarah

ada

(arus
di

kepada

oleh

umat

Islam

saat

keagamaan

yang

pandangan

yang

utama.

(4)

kepada

dianut

bagi

(dalam

van

Agama Salih bagi Komunitas Orang

Bruinessen) diwakili oleh Majelis

Rimba “Kubu”, Agama Kaharingan

Ulama

bagi Suku Dayak, Agama Patuntung

Indonesia

Martin

(MUI),

dan

didalam kelompok ini juga termasuk

Sedulur

oleh

ini.Islam Mainstreamatau ortodoksi
bahasa

Komunitas

berbeda

Sikep,

bagi komunitas Orang Kajang dll.14

organisasi-organisasi
kemasyarakatan yang ada didalam

Hubungan Islam Mayoritas dan

naungan MUI. Ahlus Sunnah wal

“Inside Minority”

Jama’ah merupakan ‘mainstream’
Islam

yang ortodoks

yang

Indonesia adalah jaminan terhadap

menyimpang dari paham tersebut

hak-hak kelompok minoritas dalam

adalah sempalan atau sesat.13Dalam

suatu agama (inside minorities),

konteks UU No. 1 PNPS tahun 1965

termasuk

tentang

Penodaan

dikategorikan inside minority dalam

Agama, pengertian minoritas dapat

Islam Indonesia adalah kelompok,

diartikan: (1) agama-agama yang

aliran dan pemikiran yang dianggap

penganutnya

menyimpang

Pencegahan

lebih

dan

Salah satu problem minoritas di

kecil

dari

Islam.Yang

mainstream.Keberadaan

sering

dari
mereka

13

Martin
Van
Bruinessen,
Gerakan
Sempalan di Kalangan Umat Islam
Indonesia: Latar Belakang Sosial Budaya.
(Ulumul Qur’an vol. III, No. 1)Hal. 17

14

Tim Penulis ILRC, Bukan Jalan Tengah,
hal. 65.

46 Journal of Governance, Desember 2016

dipermasalahkan
berbeda
menodai

karena

pada penilaian sebagai partly free

dianggap

(dengan peng-angkaan 1 (free) – 7

selain

juga

karena

atau

Volume 1, No. 1

melecehkan

(unfree)

seperti

penilaian

dalam

Islam.Menarik untuk diperhatikan

Freedom Index).16 Index kebebasan

bagaimana berbagai pihak melihat

beragama Indonesia sebagai negara

permasalahan kebebasan beragama

demokratis di angka 5 di peringkat

yang dihadapi dengan kacamata yang

yang sama dengan negara – negara

berbeda. Bahkan, sidang Dewan

otoriter seperti Mesir, Libya, dan

HAM PBB (United Nations Human

Syria.Dalam survei yang dilakukan

Rights Council) melalui mekanisme

CSIS di delapan propinsi (Jawa

universal periodic review menyoroti

Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

dengan

intoleransi

Nusa Tenggara Timur, Sulawesi

Indonesia.15

Utara, Sumatera Barat, DKI Jakarta,

Permasalahan kebebasan beragama

dan Bali) ditemukan kecenderungan

di Indonesia pun tidak hanya disoroti

pandangan toleransi beragama yang

dari beberapa kasus kekerasan yang

terbatas. Penelitian dilakukan dalam

mencuat (anecdotal) ataupun jumlah

bentuk

kasus

masyarakat di ibu kota propinsi dan

serius

beragama

isu

di

intoleransi

daerah.Dinilai

di

secara

berbagai
akademis

satu

jajak

kabupaten

pendapat

dalam

publik

propinsi

yang

tersebut.17Survei ini juga dilanjutkan

sistematis dan terukur, Indonesia

dengan wawancara mendalam tokoh

juga

masyarakat daerah tersebut.

dengan

standar

penilaian

diindikasikan

permasalahan

dalam

mempunyai

Kebebasan memeluk agama dan

kebebasan

berkeyakinan yang merupakan hak

beragama.
Dalam studi kebebasan beragama
di seluruh negara di dunia oleh
Hudson

Institute,

Indonesia

mendapat klasifikasi 5 yang merujuk

15

http://www.thejakartapost.com/news/2012/
09/18/ri-refuses-comply-with-un-humanrights.html

16

Paul A. Marshall, Religious Freedom in
the World, Rowman & Littlefield Publishers,
2008.
17
Philips J. Vermonte dan Tobias Basuki,
Masalah
Intoleransi,
Toleransi
dan
Kebebasan Beragama Di Indonesia(Jurnal
Maarif Vol. 7, No. 1 – Tahun 2012), Hal.
36(Survei berlangsung 16-25 September
2012, melibatkan 1200 responden yang
dipilih dengan metode multistage random
sampling)

47

Solikhin, Islam, Negara dan Perlindungan Hak-Hak Islam Minoritas

konstitusional

warga

Indonesia

hukum

yang

jelas.

dasar

Penulis

secara umum disetujui oleh semua.

menemukan

hukum

yang

Tetapi, pengertian dan pandangan

menetapkan bahwa keenam agama

terhadap kebebasan memeluk dan

“resmi” Indonesia adalah: Islam,

berkeyakinan tersebut masih terbatas

Kristen, Katolik, Buddha, dan Hindu,

kepada apa yang dianggap “agama

yang ditambah menjadi enam dengan

resmi”. Hal ini menjadi masalah dari

Kong Hu Cu setelah era reformasi.

dua sisi.

Satu-satunya dasar konsep ‘agama

Pertama, secara konseptual dan

resmi’ adalah penjelasan dalam UU

filosofis menentukan agama resmi

No. 1 PNPS 1965 terhadap pasal 1

dan tidak resmi dalam dirinya sendiri

dalam UU tersebut yang menyatakan

bisa

“... dilarang ... menganjurkan atau

dianggap

sebagai

intoleransi

sebuah
dan

mengusahakan

dukungan

umum,

diskriminasi.Pengaturan

terhadap

untuk melakukan penafsiran tentang

keyakinan

negara

ataupun

sesuatu

merupakan

invasi

Indonesia.” Disamping permasalahan

dalam

konseptual dan filosofis, landasan

yaitu

hukum adanya ‘agama resmi’-pun

kebebasan hati nurani (freedom of

sangat lemah.Akan tetapi, pandangan

conscience).

adanya ‘agama resmi’ yang diakui

oleh

masyarakat
terhadap

elemen

kebebasan

Kedua,

utama

beragama,

secara

legal

definisi

agama

yang

dianut

di

negara merupakan hal yang sangat

agama resmi dan tidak resmipun bisa

umum

di masyarakat

dan juga

dikatakan tidak mempunyai landasan

pemimpin serta tokoh masyarakat.

48 Journal of Governance, Desember 2016

Volume 1, No. 1

Gambar. 1. Hak Kepercayaan Warga Indonesia

Hak Kepercayaan
Setuju
98.40%

Tidak Setuju

81.00%
40.50%

55.80%

13.80%

1.60%
Warga Indonesia bebas
Memilih dan Memeluk
agama masing-masing

Hanya Boleh ada 6
Agama resmi di
Indonesia

Kebebasan memilih
termasuk agama yang
bukan agama "resmi"

Dalam survei CSIS tersebut,

kebebasan tersebut turun drastis,

ditemukan bahwa hampir semua

menjadi 40.5 persen dan yang tidak

responden (98,4 persen) mengakui

setuju berjumlah 55.8 persen.

hak memeluk agama. Namun pada

Toleransi beragama juga amat

saat bersamaan, mayoritas responden

dipengaruhi

oleh

persepsi

(81 persen) berpandangan bahwa

masyarakat

agama

terhadap

hanya ada enam ‘agama resmi’ di

pandangan dan interpretasi yang

Indonesia.Toleransi

terhadap

berbeda.Penyebab konflik (points of

kebebasan

tersebut

conflict and points of contention)

beragama

berkurang drastis ketika responden

yang

ditanya apakah kebebasan beragama

masyarakat terhadap pandangan yang

tersebut termasuk memilih agama

berbeda.

yang tidak ‘resmi’.Yang menyetujui

sensitif

adalah

sentimen

49

Solikhin, Islam, Negara dan Perlindungan Hak-Hak Islam Minoritas

Gambar. 2. Interpretasi Masyarakat tentang Pandangan yang Berbeda
Interpretasi
Setuju

Tidak Setuju

Tidak Tahu
75.20%

56.40%

52.90%

51.30%

37.00%

33.60%

31.50%
20.80%

Ajaran Kitab Suci Semua
Harus diikuti secara
Harfiah ?

responden

4.10%

Hanya Ada Satu Cara Ajaran Pemimpin Agama Pemahaman Agama yang
Tidak Boleh ditentang berbeda dari penafsiran
Pandang dalam
umum merupakan
Menafsirkan Kitab Suci dan pasti paling benar.
penghinaan Agama

Dari data diatas setidaknya, 31.5
persen

17.20%

10.10%

10.00%

menganggap

Protestan, dan Konghucu).Namun
demikian, transisi Indonesia menuju

adalah

demokrasi dan stabilitas ekonomi

penghinaan, dengan 17.5 persen

telah ternodai oleh kekerasan antar-

menyatakan

kelompok,

pandangan

berbeda

tidak

tahu.Tidak

serangan

teroris,

berlebihan untuk berasumsi bahwa

pertumbuhan kelompok ekstremis,

kurang lebih separuh dari responden

dan

secara potensial dapat terprovokasi

terhadap kelompok agama minoritas

dalam kemarahan terhadap kelompok

dan

berbeda, apalagi bila berkelindan

“heterodoks”.Pemerintah

dengan kepentingan politis maupun

melakukan

ekonomi.

menangani jaringan teroris, tetapi

Indonesia dicita-citakan oleh para

intoleransi

yang

meningkat

kelompok
telah

langkah

kelompok-kelompok

dalam

seperti

FPI

founding father memiliki tradisi

tetap memiliki pengaruh politik yang

negara

sangat

yang

toleran,

hal

ini

besar

melalui

mobilisasi

besar

sejumlah besar pengikutnya.Kegiatan

komunitas agama yang beragam di

mereka, yang terkadang didukung

Indonesia berjalan secara terbuka

oleh

dan dengan beberapa pembatasan,

pemimpin agama Muslim, mengirim

terutama enam agama yang diakui

pesan yang mengerikan ke kelompok

menjadikan

sebagian

(Islam, Buddha, Hindu, Katolik,

pejabat

pemerintah

dan

50 Journal of Governance, Desember 2016

agama minoritas di Indonesia, yang
jumlahnya antara 38 dan 42 juta.

Volume 1, No. 1

Organisasi

ini

tersusun

dari

berbagai kelompok Muslim, mulai

Majelis Ulama Indonesia (MUI)

dari

organisasi

seperti

merupakan representasi dari Islam

Muhammadiyah, NU, dan Persatuan

Mayoritas

mendapatkan

Islam, hingga yang terbaru macam

legitimasi untuk mengeluarkan fatwa

Majelis MujahidinIndonesia, Hizbut

dan

Tahrir Indonesia, dan Front Pembela

yang

kebijakan

terkait

persoalan

ummat Islam di Indonesia. Jika kita

Islam.

telisik lebih dalam terkaitMUI ia

menolak

merupakan badan ulama tertinggi

Ahmadiyah,

umat Islam di Indonesia yang terdiri

menganggap keduanya “sesat dan

dewan penasihat danbadan eksekutif

menyesatkan.”Tiada prosedur pasti

dengan 12 komisi. MUI merupakan

bagaimana

lembaga

bergabung

semi-pemerintah

yangmengeluarkan

fatwa

dan

Dalam

sejarahnya,

anggota

Syiah

dan

pengawasan

dan

kemudian

seseorang
ke

MUI

MUI.

dapat
Tiadapula

kelembagaan

meski

membentuk kebijakan pemerintah

beberapa organisasi Muslim sesekali

seputar urusan Islam.MUIsebagian

mengkritikMUI pada saat mereka

didanai lewat Kementerian Agama

percaya

atau melalui anggaran pemerintah

memenuhi harapan mereka.Sebagai

provinsi dan daerah, tapi tanpa audit

lembaga nasional MUI berdiri pada

badan pengawas keuangan negara.

1975

Ada

MUIdi

untukmenjadi jembatan antara para

Indonesia.141Manajemen MUI Pusat

pemuka Muslim dan pejabat negara.

di Jakarta terdiri 273 individu,

Kegiatan

termasuk

wakil

fatwa,

empat

(persaudaraan)

di

anggota kabinet, beberapa politisi,

Islam,mewakili

kalangan

pensiunan

dalam pertemuan dengan organisasi

ratusan

kantor

beberapa

dariorganisasi

Muslim,

jenderal,akademisi,

pengusaha, novelis, bintang film,
model,

dan

anggota

kelompokkelompokIslam.

dari

lembaga

semasa

tersebut

Presiden

tidak

Suharto

utamanyamengeluarkan
memperkuat

keagamaan

lain,

silaturahmi
antara

umat
Muslim

danbertindak

51

Solikhin, Islam, Negara dan Perlindungan Hak-Hak Islam Minoritas

sebagai penghubung antara kalangan

membekukan

ulama dan pejabat pemerintah.18

menutup

MUI mulai gencar memainkan

organisasi,
semua

dan
tempat

kegiatannya.20 Amidhan, wakil ketua

pengaruh pada tahun-tahun terakhir

MUI

rezim Suharto.Iamengeluarkan fatwa

Kementerian Agama, mengatakan

atas berbagai isu, termasuk sertifikat

MUI

halal, pemantauan danpengawasan

“mendukung pluralisme”:

Syariah,

dan

isu-

isulingkungan. Pada Juli 2005, MUI
menerbitkan
menentang

sejumlah

fatwa

pluralisme,sekularisme,

liberalisme,

doa

lintas-iman,

pernikahan beda agama, dan semua
penafsiranalternatif

atas

mantan

“menolak

pejabat

kekerasan”

dan

“Kalau
pluralisme
dianggap
seakan-akan
semua agama itu sama,
maka itutidak baik. MUI
menghormati kebebasan
beragama.
Makna
pluralism menurut MUI
adalah tidak semua agama
sebaik agama yang lain ….
Kamitidak mau kompromi
soal agama kami.Kalau
seseorang
menghina
agamakami
maka
21
kekerasan muncul.”

bank berbasis Syariah, memediasi
keuangan

dan

ayat-ayat

suci Al-Qur’an.19 Fatwa-fatwa MUI
kadang dipakai sebagai dasar bagi
pembuatan hukum dan kebijakan

Fatwa MUI dilevel pusat diikuti

diIndonesia.Pada Juli 2005, MUI

oleh berbagai fatwa di daerah-daerah

mengeluarkan fatwa dan menetapkan

tingkat

Ahmadiyah sebagai “aliran yang

kabupaten.Misalnya, pada September

berada di luar Islam, sesat dan

2007,

menyesatkan.
tersebut

Juli

menetapkan

Indonesia
penyebaran

18

”Fatwa

MUI

diSumatra

atau

Barat

menerbitkan fatwa terhadap tarekat

pemerintah

berkewajiban
paham

2005

provinsi

melarang

Ahmadiyah,

Deliar Noer, Administration of Islam in
Indonesia (Jakarta: Equinox, 2010) Hal. 8190.
19
Jeremy Menchik, “Illiberal but not
intolerant: Understanding the Indonesian
Council of Ulamas,” Inside Indonesia, 26
November 2007.

20

Fatwa
MUI
No.
11/Munas
VII/MUI/15/2005 ditandatangani pada 29
Juli 2005 anggota komisi fatwa MUI Ma’ruf
Amin (ketua) dan Hasanudin (sekretaris)
serta anggota rapat pleno Umar Shihab
(ketua) dan Din Syamsuddin (sekretaris).
21
Wawancara Human Rights Watch dengan
Amidhan dari MUI di Jakarta, 17 September
2011. Dalam Laporan Kerja Human Right
Watch, “Atas Nama Agama: Pelanggaran
terhadap Minoritas Agama di Indonesia
(The United States of America, 2013)

52 Journal of Governance, Desember 2016

Volume 1, No. 1

Al-Qiyadah Al-Islamiyah.Fatwalokal

dalam

ini gilirannya menggamit pengaruh

kelompok inside

pada MUI pusat, yang akhirnya

Indonesia. Melalui komisi Fatwa,

melarangAl-Qiyadah pada 2007.22

MUI telah menerbitkan berbagai

Pada 2 Januari 2012, MUI Sampang

fatwa mengenai berbagai aliran di

mengeluarkan fatwaanti-Syiah. MUI

dalam Islam, seperti Islam Jamaah,

provinsi Jawa Timur mengikutinya

Jamaah Inkarus Sunnah, Al Qiyadah

pada 21 Januari 2012,mendesak MUI

Al Islamiyah, Millah Ibrahim, Aliran

pusat mengumumkan ajaran Syiah

AKI hingga Ahmadiyah. Fatwa-

“sesat” dan mengusulkanpemerintah

fatwa

Indonesia

publik bahkan dijadikan sebagai

bertindak

terhadap

penyebaran ajaran Syiah. MUI juga
mengeluarkan

fatwa

penyikapan

ini

terhadap

minority Islam

disebarluaskan

secara

bukti di pengadilan.

terhadap

sebagian besar mereka yang berakhir

Mempertanyakan Peran Negara

didakwapasal

dalam Persoalan “Minority”

penodaan

agama.23Para ulama MUI mula-mula

Pemerintah

Indonesia

sudah

dan

seharusnya melindungi kebebasan

kemudianbekerja dengan polisi dan

baragama dan berkeyakinan, karena

jaksa,

kedua hal itu secara jelas dan tegas

mengajukan

fatwa

melalui

Pakem.Berbagai

sarana

Bakor

fatwamendahului

sudah

diatur

penuntutan penodaan agama dan

kita.Namun,

dikutip

tidak

sebagai

bukti

dalam

Konstitusi

pemerintahseringkali

tegas

dan

terkesan

mengabaikan hak beragama dan

persidanganpenistaan agama.
telah

berkeyakinan para warganya ini.

memainkan peran yang fundamental

Menurut Melissa Crouch, salah satu

Secara

khusus,

MUI

tantangan
22

Uli Parulian Sihombing, Menggugat Bakor
Pakem: kajian hukum terhadap pengawasan
agama dan kepercayaan di Indonesia
(Jakarta: Indonesian Legal Resource Center,
2008), hal. 37-38.
23
Fatwa MUI Jawa Timur No.Kep-01/SKFMUI/JTM/I/2012, ditandatangani pada 21
Januari 2012 oleh ketua KH.Abdusshomad
Buchori dan sekretaris Imam Tabroni.

terbesar

pada

hampir

semua pemerintah di banyak negara
adalah

bagaimana

mengatur

perbedaan agama para penduduknya,
juga bagaimana melindungi kaum
minoritas yang ada. Meskipun di

53

Solikhin, Islam, Negara dan Perlindungan Hak-Hak Islam Minoritas

Indonesia hanya ada 6 agama yang

konstruksi dasar hukum kita dimana

secara resmi diakui oleh pemerintah:

hak-hak individu (individual rights)

Islam, Protestan, Katholik, Budha,

utamanya secara eksplisit mendapat

Hindu, dan Konghucu, banyak sekali

perlindungan. Hampir semua prinsip

agama-agama

dan

yang berkenaan dengan hak asasi

berkembang di luar agama resmi itu.

manusia dapat ditemukan seperti hak

Dan ironisnya, meskipun reformasi

untuk hidup (Pasal 28A), hak untuk

dan demokratisasi di Indonesia pasca

mendapat informasi (Pasal 28F), hak

1998 membawa angin kebebasan

untuk tidak disiksa dan mencari

pada masyarakat, berbagai kasus dan

suaka

kejadian yang berkaitan dengan isu

pengakuan, jaminan, perlindungan

atau tuduhan “penodaan agama” oleh

dan kepastian hukum serta untuk

kelompok

diperlakukan

yang

berada

minoritas

juga

meningkat.24
Jika

(Pasal

28H),

sama

hak

di

atas

hadapan

hukum (Pasal 28D) atau hak bebas

fakta

yang

terpapar

dari diskriminasi atas dasar apapun

atas

(Pasal 28I). Karena itu secara umum

mendasar

dapat dikatakan bahwa komitmen

dalam hubungan relasional antar-

konstitusional yang tersurat bagi

warga di tanah air, lalu apakah

penegakan

sejatinya hal tersebut (utamanya

(individual rights) itu layak untuk

tentang konseptualisasi minoritas)

terus didorong.

sebagaimana
merupakan

diungkap
persoalan

di

memang diatur dalam perundangan

menunjukkan

pengakuan

berkebalikan

minoritas

dalam

eksistensi

konstitusi

individu

Tapi realitas di lapangan sering

kita. Dengan bahasa lain, adakah
terhadap

hak-hak

fakta-fakta
dengan

yang

ketentuan

kita

konstitusi di atas.Terbukti individu

(UUD 1945 hasil amandemen) dan

dan masyarakat tertentu sering kali

apa konsekuensinya? Secara umum,

harus atau secara terpaksa mengikuti

amandemen UUD 1945 memang

ketentuan pemerintah yang diatur di

membawa banyak perubahan dalam

bawah UUD 1945. Misalnya orang
Baduy yang menganut aliran Sunda

24

Asia Pacific Bulettin, Number 146,
January 26, 2012

Wiwitan, masyarakat Samin, atau

54 Journal of Governance, Desember 2016

Volume 1, No. 1

suku Dayak yang menganut agama

‘Pemerintah memajukan kebudayaan

Kaharingan, ketika membuat kartu

nasional Indonesia’ itu sendiri sangat

tanda penduduk atau mengajukan

kabur dan membingungkan. Apa

surat

yang

nikah

diharuskan

kita

temukan

selama

mencantumkan dan mengisi kolom

ternyata

agama dengan memilih satu di antara

kebudayaan daerah yang diusung

enam agama yang diakui sah oleh

oleh

pemerintah. Dengan begitu, tampak

kebanyakan berasal dari kebudayaan

jelas bahwa kebebasan beragama dan

tertentu itu) dan kemudian budaya

berkeyakinan

yang

tertentu itu “didefinisikan” sebagai

merupakan hak asasi manusia itu

‘kebudayaan nasional’ yang logika

harus berjalan beriringan dengan

dan sistemnya harus diikuti dan

logika

formal

diadopsi oleh kelompok-kelompok

sering

kali

masyarakat

negara.Pemerintah
menggunakan

hegemoni

ini

negara

sebuah

(karena

rezimnya

UU

(utamanya minoritas) lain. Inilah

Penyalahgunaan dan/atau Penodaan

contoh dari apa yang oleh Acciaioli

Agama sebagai dalil konstitusi untuk

disebut

menekan

exclusionary government discourse’

warga

yang

mencoba

membangkang.
Konsep

dimana

minority

rights

atau

sebagai

negara

mengukuhkan

model

secara

hegemoni

‘an
sadar
dengan

collective rights yang dilekatkan

konsep

kepada

kelompok-kelompok

(archipelagic culture) tersebut atas

minoritas tentu tidak secara ‘terang-

kebudayaan-kebudayaan daerah atau

benderang’

lokal yang ada.25

ditemukan

dalam

mengenai

bagaimana

hal

ini

rumusan

adalah
tentang

nusantara

Pengakuan atas hak minoritas

konstitusi kita. Contoh yang cukup
jelas

kebudayaan

dalam UUD 1945 terdapat dalam
beberapa

pasal

yang

berkenaan

kebudayaan nasional yang dianggap

dengan ‘pengakuan’ atas collective

sebagai

rights (seperti dalam Pasal Otonomi

pertemuan

kebudayaan

kebudaya-an-

daerah.Kalau

kita

pada

konstitusi

maka

bahwa

ungkapan

seperti

Greg Acciaioli, “Archipelagic Culture’ as
an Exclusionary Government Discourse in
Indonesia,” The Asia Pacific Journal of
Anthropology 2, 1 (2001).
25

merujuk
terlihat

55

Solikhin, Islam, Negara dan Perlindungan Hak-Hak Islam Minoritas

Daerah).Tetapi

bentuk

Konstitusi

dan

Indonesia

semangatnya

harus

mengaturadanya desentralisasi dan

dimaknaisebagaicollective

rights

otonomi

yang

secara

teoritis

(hak-hak yang bisa diusung oleh

menjadiangin segar bagi klaim atas

warganegara)

hak-hak

ketika

ia

menjadi

kolektif.

ketika

diletakkan

dalam

bagian dari kelompok tertentu yang

kebijakan

‘didefinisikan’

konteks kabupaten maka terciptalah

negara.26Ini

dalam
lazimnya

aturan
ditujukan

ini

Tetapi,

kelompok-kelompok

kepada kelompok kecil, dimana hak-

kepentinganyang berafiliasi dalam

hak mereka dalam hal-hal tertentu

etnis

bersifat

tertentu.Hasilnya, dalam kehidupan

pengecualian

dan

kelompok

agama

(circumstances). Hak-hak tersebut

keagamaan

sebagai

juga bersifat afirmatif yang mengatur

regulasiyang

dihasilkan

bagaimana

tersebut

kebijakan desentralisasi itu secara

memproteksi atau mempertahankan

logis memunculkan regulasi yang

eksistensi mereka di hadapan cara

pastinya

pandang, kebudayaan, model prilaku

mayoritas dalam agama tersebut.Ini

dari kelompok besar (majority) atau

ditandai

kelompok

peraturan-peraturan daerah tentang

kelompok

kebanyakan

(mainstream).27

misal,

memihak

dari

kelompok

dengan

munculnya

penegakan syariat Islam di beberapa
kabupaten di tanah air. Lebih lanjut

Gary F. Bell, “Minority Rights and
Regionalism
in
Indonesia:
Will
Constitutional
Recognition
Lead
to
Disintegration
and
Discrimination?”
Singapore Journal of International and
Comparative Law 5 (2001): 793-4.
27
Sander
menyatakan
bahwa
dalam
prakteknya collective rights atau minority
rights ini terdiri atas 2 (dua) macam yakni
hak-hak yang diajukan secara individual
(individually exercised minority rights)
misalnya
hak
untuk
mendapatkan
pengajaran bahasa ibu bagi suku aborigin di
Kanada dan hak-hak yang diajukan secara
kolektif (collectively exercised minority
rigths) seperti pemberlakuan hukum-hukum
lokal sebagaimana terjadi di Australia. Lihat
Douglas Sanders, “Collective Rights,”
26

kelompok-kelompokini

dengan

intensitas politik Islamisme tertentu
di

beberapa

battleground

tempat
bagi

menjadi

penyemaian

‘campaign

against

the

meminjam

istilah

Olle,

heresy’
yakni

ideologi anti toleran atas ajaran atau
kelompok yang dianggap berbeda
Human Rights Quarterly 13 (1991): 368386.

56 Journal of Governance, Desember 2016

Volume 1, No. 1

dan menyimpang.28 Secara politis,

(memproteksi kelompok minoritas

agak sulit rasanya untuk memisahkan

dan

antara semangat penerapan syariah

Majority

Islam di beberapa kabupaten dengan

minority merupakan dua sisi dari

munculnya

untuk

koin demokrasi yang tidak bisa

melakukan penyerangan fisik atas

dipisahkan. Jika salah satunya tidak

mereka

diakui maka yang terjadi adalah

kesadaran

yang

dituduh

sebagai

menghargai

perbedaan).

dan

rules

protecting

‘penoda agama’ seperti Ahmadiyah

praktek-praktek

atau memobilisir penolakan atas

Harus diakui bahwa, sebagaimana

ideologi Islam yang liberal, plural

diungkap

dan sekular.

kelompok mayoritas yang dominan

Era reformasi seperti saat ini
memang

mampu

memperbaharui

otoritarianisme.

oleh

memberikan

Beyer,

warna

eksistensi

yang

sangat

kental dalam perumusan hukum

bangsa

negara.Dan pada gilirannya rumusan

berhasil

nilai atau hukum yang ekspresi dan

menciptakan sebuah pemerintahan

bentuknya diambil dari kelompok ini

yang

disisi

merupakan fenomena umum yang

berhasil

ditemukan di berbagai belahan dunia.

kulit

sistem

kenegaraan

Indonesia.Reformasi

demokratis,

laingerakan

ini

tetapi

menghadirkan apa yang menjadi

Tentu

bagian terpenting dalam kuasa yakni

mendefinisikan makna mayoritas dan

‘majority

minoritas dalam konteks ini: apakah

rules’

(kelompok

saja,

kita

harus

cermat

mayoritas menjadi penguasa). Ketika

ia

mayoritas berkuasa ia melupakan

numerik populasi; atau ia merujuk

elemen dan prasyarat penting lain

pada dominasi suatu kelompok atas

yang juga melekat dalam sistem

yang lain; atau konsep ini merujuk

demokrasi itu sendiri yakni ‘to

pada perbedaan etnik, agama dan

protect minority and differences’

linguistik sebagai misal.29

John Olle, “The Campaign against
‘Heresy’: State and Society in Negotiation in
Indonesia,” Paper presented to the 16th
Biennial Conference of the Asian Studies
Association of Australia in Wollonggong 26
June-29 June 2006.

merujuk

pada

perbandingan

28

29

Lihat lebih lanjut Hikmat Budiman (ed.),
Hak Minoritas: Dilema Multikulturalisme di
Indonesia, Jakarta: Yayasan Interseksi,
2007, 13-15.

57

Solikhin, Islam, Negara dan Perlindungan Hak-Hak Islam Minoritas

Oleh karena itu penting kiranya
ke

depan

untuk

melakukan

keras.Penganiayaan dan kekerasan
secara langsung terhadap kelompok

penelaahan yang lebih komprehensif

agama

atas hal-hal yang berkenaan dengan

infrastruktur hukum di Indonesia atas

perlindungan

ini.

nama “kerukunan umat beragama,”

tentang

yang praktiknya justru menggerogoti

Barth

kebebasan beragama. UUD 1945

menyebut konsep minority regime

dengan tegas menjaminkebebasan

dimana

agama,

Dalam

atas

literatur

minoritas

minoritas
studi

dan

negara,

sebagai

bagian

dari

minoritasditopang

sebagaimana

perlindungan terhadap kelompok-

Internasional

kelompok minoritas, telah terdapat

Politik yang diratifikasi Indonesia.

instumen-instrumen

dasar

Namun, pemerintah Indonesia juga

yang menjadi rujukan bagi upaya

sekian lama membuat, dandalam

tersebut.30

beberapa

hukum

Hak-hak

Kovenan

tahun

memperkokoh,
menjadikan

Kesimpulan
Indonesia dipuji atas keragaman

Sipil

dan

terakhir

peraturan

yang

agama-agamaminoritas

didiskriminasi

secara

resmi

dan

dan toleransi beragamanya, semenjak

menyudutkan penganutnya sehingga

era

rentandiserang

reformasi

kebebasan

yang

Indonesia.

Di

terbukalah
kian
sisilain,

era

luas

di

militansi

oleh

komunitas

mayoritas yang tak segan main
hakim sendiri.

Sebagaimana

Satu analisis menyatakan bahwa

tulisan ini mengulas, pemerintah

pada tingkat aplikasi, Perda-Perda

tidakmenanggapi dengan tegas saat

Syariah telah menimbulkan perasaan

intoleransi

tertekan

agama

menguat.

diungkapkan

melalui

pemeluk

(minoritas),

kekerasan, membentuk situasi yang

menimbulkan kesewenang-wenangan

melonggarkan

terhadap masyarakat. Kenyataan ini

lebih

di

sisi

lain

pelanggaran hukum,intimidasi, dan

serangan

dan

agama

lain

berpotensi menimbulkan perasaan
30

Lihat William Kurt Barth, On Cultural
Rights: The Equality of Nations and the
Minority Legal Tradition, Leiden-Boston:
Martinus Nijhoff Publishers, 2008.

“tidak enak” yang bisa mengganggu
kehidupan

beragama

di

58 Journal of Governance, Desember 2016

Volume 1, No. 1

Indonesia.Ibarat rumah, Indonesia

universal yang diunggulkan oleh

telah dikavling kelompok-kelompok

masing-masing agama.

dominan

di

wilayah

tertentu.

Anggota keluarga yang lain memang
tidak diusir, namun mereka diletakan
di pojok dan tidak berkutik dengan
tingkah

polah

anggota

keluarga

(mayoritas) lainnya.31
Negara sebagai lembaga publik
yang bersifat inklusif berkewajiban
melindungi hak dan kepentingan
segenap warganya, termasuk hak
meyakini dan mengamalkan ajaran
agamanya, tanpa membeda-bedakan
antara penganut agama yang satu dan
penganut

agama

lainnya

atau

penganut satu aliran agama dengan
penganut

aliran

lainnya.Negara

harus

agama
berperan

preventif dalam hal menjaga agar
relasi

antar

umat

penganut

agama/keyakinan yang berbeda tetap
dalam harmoni, tidak terjerumus
dalam konflik horizontal antar umat
yang dapat meruntuhkan persatuan
bangsa dan keutuhan Negara.Selain
itu Negara harus berperan promotif
untuk

mengimplementasikan

memajukan
31

nilai-nilai

dan
luhur

Ahmad Suaedy, dkk.,Politisasi Agama dan
Konflik Komunal (Jakarta: The Wahid
Institute, 2007), Hal. 35

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Asshiddiqie, Jimly. 2008. Pengantar
untuk Pancasila dan Islam,
oleh Erwin Kusuma dan
Khairul, ed. Jakarta: BAUR
Publishing.
Budiman, Hikmat (ed.). 2007. Hak
Minoritas:
Dilema
Multikulturalisme
di
Indonesia. Jakarta: Yayasan
Interseksi.
Barth, William Kurt. 2008.On
Cultural Rights: The Equality
of Nations and the Minority
Legal Tradition. LeidenBoston: Martinus Nijhoff
Publishers.
Haryatmoko.2003.Etika Politik dan
Kekuasaa, .Kompas: Jakarta.
Juergensmeyer, Mark.2000. Terror
in the Mind of God: The
Global Rise of Religious
Violence. Berkeley – Los
Angeles

London:
University of California Press
Kahmad, Dadang.2006. Sosiologi
Agama.
Rosda
Karya:
Bandung.
Laporan Kerja Human Right Watch.
2013“Atas Nama Agama:
Pelanggaran
terhadap
Minoritas
Agama
di
Indonesia. The United States
of America.
Marshall, Paul A. 2008.Religious
Freedom in the World,
Rowman
&
Littlefield
Publishers.
Noer, Deliar. 2010. Administration of
Islam in Indonesia. Jakarta:
Equinox.

Solikhin, Islam, Negara dan Perlindungan Hak-Hak Islam Minoritas

Poerwadarminta,W.J.S. 2006.Kamus
Umum Bahas indonesia Edisi
Ketiga.
Jakarta:
Balai
Pustaka.
Sihombing,
Uli
Parulian.
2008.Menggugat
Bakor
Pakem:
kajian
hukum
terhadap pengawasan agama
dan
kepercayaan
di
Indonesia.
Jakarta:
Indonesian Legal Resource
Center.
Suaedy,
Ahmad,
dkk.
2007.
Politisasi Agama dan Konflik
Komunal.Jakarta: The Wahid
Institute.
Subhi, Muhammad. 2013.Islam dan
Politik
Minoritas
di
Indonesia.
Makalah
dipresentasikan pada Public
Lectur ISIF Cirebon pada 7
Maret 2013.
Theodorson, George A, and Achilles
G. Theodorson, 1979, A
Modern
Dictionary
ofSociology. New York,
Hagerstown, San Francisco,
London: Barnes & Noble
Books.
Tim Penulis ILRC. 2010.Bukan
Jalan Tengah. Jakarta :
ILRC.
Jurnal
Douglas
Sanders,
“Collective
Rights,”
Human
Rights
Quarterly 13 (1991): 368-386
Greg
Acciaioli,
“Archipelagic
Culture’ as an Exclusionary
Government Discourse in
Indonesia,” The Asia Pacific

59

Journal of Anthropology 2, 1
(2001).
Gary F. Bell, “Minority Rights and
Regionalism in Indonesia:
Will
Constitutional
Recognition
Lead
to
Disintegration
and
Discrimination?” Singapore
Journal of International and
Comparative Law 5 (2001):
793-4.
John Olle, “The Campaign against
‘Heresy’: State and Society in
Negotiation in Indonesia,”
Paper presented to the 16th
Biennial Conference of the
Asian Studies Association of
Australia in Wollonggong 26
June-29 June 2006.
Jeremy Menchik, “Illiberal but not
intolerant: Understanding the
Indonesian
Council
of
Ulamas,” Inside Indonesia,
26 November 2007
Martin Van Bruinessen, Gerakan
Sempalan di Kalangan Umat
Islam
Indonesia:
Latar
Belakang Sosial Budaya.
(Ulumul Qur’an vol. III, No.
1)
Philips J. Vermonte dan Tobias
Basuki, Masalah Intoleransi,
Toleransi dan Kebebasan
Beragama Di Indonesia
(Jurnal Maarif Vol. 7, No. 1 –
Tahun 2012),
Internet
http://www.thejakartapost.com/news/
2012/09/18/ri-refusescomply-with-un-humanrights.html