Sistem Pendidikan Nasional Makalah Di su

Sistem Pendidikan Nasional
Makalah

Di susun untuk mememuhi tugas
Mata kuliah Ilmu Pendidikan

Dosen Pengampu :
Drs. Kunaryo, M.pd

Oleh
Fauzan Adhiman
1301416039

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah atas segala petunjuk dan hidayah sang pemilik ilmu Allah
SWT kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul

“SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL” meski dalam bentuk yang sangat sederhana, serta
salam dan salawat tercurah kepada Rasulullah SAW mengiring untaian kalimat syukur itu,
dan ucapan terima kasih kepada para Dosen khususnya dosen Ilmu Pendidikan (Dr. Kunaryo,
M.Pd) dan teman-teman yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu dalam
penulisan makalah ini.
Selama dalam penulisan makalah ini, penulis menemukan berbagai macam hambatan
namun berkat bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak maka makalah ini dapat
terselesaikan.
Walaupun dalam penulisan makalah ini masih jauh dari unsur kesempurnaan, untuk
itu penulis membutuhkan saran dan kritikan yang subjektif. Akhirnya, semoga makalah ini
dapat mendatangkan manfaat, Amin

Semarang, 15 April 2017

Penulis

ii

DAFTAR ISI


Sampul Depan .........................................................................................................

i

Kata Pengantar ........................................................................................................

ii

Daftar Isi ..................................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................

1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................
1.3 Tujuan........................................................................................................


1
2
2

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................
2.1 Sistem Pendidikan Nasional ....................................................................
2.2 Standar Pendidikan Nasional ...................................................................
2.3 Karakter Pendidik Menurut Undang-undang no. 20 tahun 2003.............
2.4 Dasar Hukum Pendidikan Nasional.........................................................
2.5 Implementasi Sistem Pendidikan menurut Undang-undang ...................

3
3
5
6
7
9

BAB III PENUTUP..................................................................................................


12

3.1 Simpulan......................................................................................................12
3.2 Saran.............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

13

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Berdasarkan pembukaan UUD 1945 bahwa salah satu tujuan nasional Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini
diperkuat dalam UUD 1945 pasal 31 yang intinya menjelaskan bahwa setiap warga
negara Indonesia berhak memperoleh pengajaran (pendidikan). Jadi Negara mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab


untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui

pendidikan.
Dalam pendidikan sendiri mempunyai tujuan yang berubah-ubah setiap tahun
atau periodenya tergantung dengan kemajuan tuntutan dan kemajuan teknologi. Setiap
proses yang bertujuan tentunya mempunyai ukuran sudah sampai dimana perjalanan
pendidikan kita dalam mencapai suatu tujuan tersebut. Dalam pendidikan diperlukan
standar yang dicapai dalam kurun waktu untuk mecapai tujuan yang diinginkan. Di
Indonesia system pendidikan yang mengatur standar pendidikan disebut sebagai Sistem
Pendidikan Nasional.
Standar Pendidikan Nasional (SPN) merupakan kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penetapan standar sebagaimana dimaksudkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003,
setidaknya menggambarkan optimisme Pemerintah dan DPR untuk mendongkrak mutu
pendidikan nasional sehingga tidak tertinggal jauh dibanding negara-negara lainnya di
Asia khususnya dan dunia pada umumnya. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 selain
menjelaskan tentang Standar Pendidikan Nasional di Indonesia, di dalamnya juga
menjelaskan tentang UU Sisdiknas sehingga selain standar yang dibutuhkan untuk
mewujudkan pendidikan yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan juga system

pendidikan di tingkatkan untuk mempermudah mencapai tujuan pendidikan yang
menjadi cita-cita bangsa.
Dalam mewujudkan manusia yang mempunyai sikap yang berbudaya,
mempunyai norma dan prilaku baik serta berilmu, dunia pendidikan tidak bisa lepas
dari manusia tersebut. Pendidikan tersebut mulai dari pendidikan anak usia dini (TK),
pendidikan Sekolah Dasar(SD), Pendidikan di Sekolah Menengah (SMP, SMA, serta
pendidikan lainnya yang setara) atau yang lebih tinggi (Universitas). Untuk itu undangundang ikut serta dalam mengatur pendidikan itu yang terdapat dalam UU No 20 tahun
1

2003. Begitu pentingnya undang-undang untuk mengatur pendidikan. Makalah ini akan
mencoba membahas permasalahan tersebut.
1.2

Rumusan Masalah
1. Apa itu Sistem Pendidikan Nasional?
2. Mengapa Standar Pendidikan Nasional itu penting?
3. Bagaimana Karakter Pendidik Menurut Undang-undang no. 20 tahun 2003?
4. Apa Dasar Hukum Pendidikan Nasional?
5. Bagaimana Implementasi Sistem Pendidikan Nasional?


1.3

Tujuan
(1) Memahami sistem pendidikan nasional
(2) Mendeskripsikan pentingnya standar pendidikan nasional
(3) Mengetahui dan memahami karakter yang sesuai dengan Undang-Undang
(4) Supaya kita bisa yakin dengan Hukum Pendidikan Nasional
(5) Bisa mengemplementasikannya jika kita nanti jadi seorang pengajar

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang pernah dimiliki Indonesia yaitu
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang selanjutnya lebih di kenal dengan nama UUSPN. Kedua
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
selanjutnya lebih dikenal dengan nama UU SISDIKNAS, digantinya UUSPN menjadi
UU SISDIKNAS diharapkan system pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik dari

sebelumnya. Sebelum adanya kedua Undang-undang yang mengatur tentang system
pendidikan nasional, Indonesia hanya memiliki Undang-undang tentang pokok-pokok
pengajaran dan pendidikan yaitu Undang-undang Nomor 4 tahun 1950.
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 merupakan hasil rumusan panjang yang
dilakukan oleh para cendekiawan, dibuat setelah mendeklarasikan kemerdekaan di
Indonesia yang kemudian diadakan kongres yang menghasilkan berupa rencana pokok
pendidikan dan pengajaran yang kemudian menjadi pedoman bagi pemerintah dalam
menyelenggarakan pendidikan. Rencena undang-undang ini kemudian diserahkan kepada
DKNIP pada tahun 1949 dan disahkan oleh DKNIP pada tanggal 27 Desember 1949 (B.
Suryosubroto, 1990:35-36).
Dalam pasal 20 UU No 4/1950 dinyatakan:
1)
Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid
menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut;
2)
Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur
dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan,
bersama-sama dengan Menteri Agama. Namun demikian, undang-undang ini
mengamanatkan tersusunnya undang-undang tersendiri yang mengatur pendidikan
agama ini. (lihat UU No. 4 Tahun 1950 Pasal 2 ayat 1 dan 2, dan Pasal 20).

RUU SPN No. 2 tahun 1989 memberikan warna baru untuk lembaga pendidikan
islam. diberlakukannya UUSPN No 2 tahun 1989 madrasah-madrash mendapat
perlakuan yang sama dengan sekolah umum ditambah dengan pelajaran agama sebanyak
tujuh mata pelajaran. Sedangkan Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 sebagai
produk sebuah perundang-undangan dalam mengatur sistem pendidikan nasional
tersusun atas tiga bagian. Ketiga bagian tersebut yaitu 1) pendahuluan, 2) batang tubuh,
dan 3) penutup.
a. Ketentuan Umum tentang Sistem Pendidikan Nasional menurut Undang-undang
No. 20 tahun2003
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.

3

2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan

perubahan zaman.
3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu.
5. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
7. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
8. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan.
9. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan
pendidikan suatu satuan pendidikan.
10. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan

pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan.
11. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
12. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
13. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
14. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
15. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik
dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi
komunikasi, informasi, dan media lain.
16. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan
kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai
perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
17. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
18. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga
negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
4

19. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
20. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.
21. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu
pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
22. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
23. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam
penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana,
sarana, dan prasarana.
24. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur
masyarakat yang peduli pendidikan.
25. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang
tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli
pendidikan.
26. Warga negara adalah warga negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
27. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang
mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
28. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
29. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau
pemerintah kota.
30. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.
2.2 Standar Pendidikan Nasional
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005
bab 1 pasal 1 ayat 1, yang dimaksud dengan standar nasional pendidikan adalah
kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Tujuan standar pendidikan nasional yaitu untuk menjamin mutu pendidikan
nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat. Dari fungsi dan tujuan tersebut dapat diketahui,
bahwa standarisasi pendidikan nasional ini merupakan bentuk ijtihad yang mencitacitakan suatu pendidikan nasional yang bermutu.
Dalam pelaksanaan peningkatan mutu pendidikan, haruslah ada yang
menjamin dan mengendalikan mutu pendidikan sehingga sesuai dengan Standar
5

Nasional Pendidikan. Dalam hal ini pemerintah melakukan evaluasi, akreditasi, dan
sertifikasi. Ketiga proses ini dilaksanakan untuk menentukan layak tidaknya lembaga
pendidikan yang berstandar nasional.
2.3 Karakter Pendidik Menurut Undang-undang no. 20 tahun 2003
Pendidikan karakter belakangan ini sering disebut-sebut lagi.
Banyak kalangan yang mensosialisasikannya, seperti sesuatu yang
baru. Namun setelah dipahami defenisi pendidikan dalam UU nomor
20 tahun 2003, pendidikan itu sudah mencakup pendidikan karakter
yang kini kembali disebut-sebut.
Menurut UU nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Jika dipahami lebih jauh, dalam UU ini sudah mencakup pendidikan
karekter. Misalnya pada bagian kalimat terakhir dari defenisi
pendidikan dalam UU tentang SISDIKNAS ini, yaitu memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Selain bagian dari defenisi pendidikan di Indonesia, bagian kalimat
tersebut juga menggambarkantujuan pendidikan yang mencakup tiga
dimensi. Yaitu dimensi ketuhanan, pribadi dan sosial. Artinya,
pendidikan bukan diarahkan pada pendidikan yang sekuler, bukan
pada pendidikan individualistik, dan bukan pula pada pendidikan
sosialistik. Tapi dari defenisi pendidikan ini, pendidikan yang diarahkan
di Indonesia itu adalah pendidikan mencari keseimbangan antara
ketuhanan, individu dan sosial.
Dimensi ketuhanan yang menjadi tujuan pendidikan ini tak
menjadikan pendidikan menjadi pendidikan yang sekuler. Karena
dalam pendidikan sekuler, agama hanya akan dijadikan sebagai salah
satu mata pelajaran tanpa menjadikannya dasar dari ilmu yang
dipelajari.
Namun terkadang kita bangga melihat corak dan karakteristik
pendidikan Barat yang unik dan maju. Tetapi tidak bisa
mengesampingkan kebobrokan moral dan etika yang menghancurkan
sendi-sendi kehidupan sosial manusia yang agung. Dan juga
menghilangkan ftrah asal manusia itu sendiri. Seperti teori Darwin.
Jadi pendidikan di Indonesia tidak memisahkan antara agama dan
pendidikan, namun keduanya disandingkan untuk mencapai generasi
yang berotak Jerman dan berhati Mekkah. Sehingga generasi yang
terbentuk itu tidak menjunjung tinggi nilai-nilai materialistik saja.
Dengan menjadikan agama sebagai landasasan, generasi Indonesia
menjadi generasi mempunyai karakterisitik sendiri sebagaimana yang
sering disebut dalam pendidikan karakter.

6

Jadi dalam pendidikan di Indonesia, beranjak dari UU no 20 tahun
2003, pendidikan yang mencakup dimensi ketuhanan akan
menjadikan agama sebagai landasan. Bukan memisahkan antara
keduanya. Karena ketika keduanya dipisahkan, bagaimana tidak
generasi yang dihasilkan itu adalah generasi muda yang
berkepribadian ganda dan berprilaku buruk. Dan ini menjadi salah satu
jalan pembentukan karakter bagi generasi muda Indonesia.
Kemudian pendidikan juga tidak mengajarkan pada pendidikan
individualistik, yaitu pendidikan yang mengunggulkan diri sendiri
namun hanya untuk kepentingan diri sendiri. Seperti yang disebutkan
dalam UU no 20 tahun 2003, pendidikan sebagai usaha sadar agar
peserta didik mengembangkan potensinya dalam pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia. Empat itu menjadi
landasan kedua setelah potensi spiritual keagamaan. Ketika peserta
didik melakukan usaha belajarnya dalam situasi tanpa landasan,
menjadi jalan bagi peserta didik berfokus pada pengumpulan harta
benda demi memuaskan diri sendiri. Tanpa pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulian, peserta didik yang
dihasilkan adalah manusia yang unggul secara individualistik. Unggul
secara individualistik menjadikan mereka rakus, dan menjadi manusia
yang mempunyai keberanian membunuh sesama demi mendapatkan
apa yang diinginkannya.
Pendidikan Indonesia juga tidak berupa pendidikan sosialistik yang
menempatkan pendidikan sebagai layanan publik dan membebankan
tanggung jawab penyedian-pembiayaan pendidikan kepada negara.
Menurut UU no 20 tahun 2003, pendidikan itu usaha sadar untuk
mengembangkan potensi keterampilan peserta didik dalam hal
keterampilan yang diperlukan diri peserta didik, masyarakat, bangsa
dan negara. Dengan keterampilan yang diberikan kepada peserta
didik, peserta didik dapat mengembangkan diri dengan petensi
tersebut. Ketika keterampilan ini benar-benar tercapai, tak ada lagi
manusia yang membebankan manusia lain. Masing-masingnya punya
keterampilan, maka dengan keterampilan masing-masing, masingmasing individu berpeluang mengembangkan dirinya. Jadi
tidak
membebankan semuanya pada negara. Bukan sekuler, bukan
individualistik dan bukan sosialistik, namun penyeimbangan dari
ketiganya.
Pendidikan dalam UU no 20 tahun 2003 itu adalah mengembangkan
potensi peserta didik yang menjadikan agama sebagai landasan
utama hidupnya, tidak mementingkan kepentingan sendiri dan
memiliki keterampilan yang berguna untuk dirinya dan orang-orang
sekitarnya.
2.4 Dasar Hukum Sistem Pendidikan Nasional
Tiap-tiap negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Landasan yuridis
pendidikan Indonesia juga mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan yang
menjadi titik tolak sistem pendidikan di Indonesia, yang meliputi :
Pembukaan UUD 1945
7

1. UUD 1945 sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Indonesia.
2. Pancasila sebagai Landasan Idiil Sistem Pendidikan Indonesia.
3. Ketetapan MPR sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Nasional
4. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai Landasan Yuridis
5. Keputusan Presiden sebagai Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional
6. Keputusan Menteri sebagai Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional
7. Instruksi Menteri sebagai Landasan yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional
Undang-Undang Pendidikan
1. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
2. Pada Pembukaan UUD 1945 yang menjadi landasan hukum pendidikan terdapat
pada Alinea Keempat.
3. Pendidikan menurut Undang-Undang 1945
Undang – Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Pasalpasal yang berkaitan dengan pendidikan Bab XIII yaitu pasal 31 dan pasal 32. Pasal 31
ayat 1 berisi tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, sedangkan
pasal 31 ayat 2-5 berisi tentang kewajiban negara dalam pendidikan. Pasal 32 berisi
tendang kebudayaan. Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling
mendukung satu sama lain.
1. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional
Undang-undang ini memuat 59 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum
(istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan , hak-hak
warga negara untuk memperoleh pendidikan, satuan jalur dan jenis pendidikan,
jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan,
kurikulum, hari belajar dan libur sekolah, bahasa pengantar, penilaian, peran serta
masyarakat, badan pertimbangan pendidikan nasional, pengelolaan, pengawasan,
ketentuan lain-lain, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan
nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilahistilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional,
prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan
masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar,
stándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta
masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan
pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan,
ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
3. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum
(istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan, prinsip
profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik,
hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi bagi guru dan
dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan
dan ketentuan penutup.
8

4. Undang-Undang No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Undang-undang ini memuat 97 Pasal yang mengatur tentang Ketentuan
Umum, Lingkup, Fungsi dan Tujuan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi
Lulusan, Standar Pendidikan dan Tenaga Pendidikan, Standar Sarana dan Prasarana,
Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, Standar Penilaian Pendidikan, Badan
Standar Nasional Pendidikan, Evaluasi, Akreditasi, Sertifikasi, Penjamin Mutu,
Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup. Menurut Peraturan Pemerintah ini yang
dimaksud dengan: “Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Peraturan Pendidikan
1. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
2. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 Tentang Status Pendidikan Pancasila
dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap
program studi dan bersifat nasional
a. Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
b. Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan
c. Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksanan Peraturan Menteri
No. 22 dan No. 23
d. Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Kepala Sekolah
e. Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2007 dan Nomor 32 Tahun 2008 Tentang
Guru
f. Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan
g. Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian
h. Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007 dan Permen Nomor 33 Tahun 2008
tentang Standar Sarana Prasarana.
i. Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses
j. Peraturan Menteri Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Standar Isi
k. Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2008 Tentang TU
l. Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Perpustakaan
m. Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Laboratorium
n. Peraturan Menteri Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kesiswaan
o. Keputusan Menteri No. 3 Tahun 2003 Tentang Tunjangan Tenaga
Kependidikan
p. Keputusan Menteri No. 34/ U/03 Tentang Pengangkatan Guru Bantu
2.5 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MENURUT UUD 20 TAHUN 2003
Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang
secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang
dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik
merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah
berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri.
Tetapi untuk kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan dapat
dirumuskan secara jelas dan mudah dipahami oleh semua pihak yang terkait dengan
9

pendidikan, sehingga setiap orang dapat mengimplementasikan secara tepat dan benar
dalam setiap praktik pendidikan.
Untuk mengetahui definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kita telah
memiliki rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20
Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Berdasarkan definisi di atas, saya menemukan 3 (tiga) pokok pikiran utama
yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan
potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat
ketiga pokok pikiran tersebut.
1. Usaha sadar dan terencana.
Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan
bahwa
pendidikan adalah sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secara matang
(proses kerja intelektual). Oleh karena itu, di setiap level manapun, kegiatan
pendidikan harus disadari dan direncanakan, baik dalam tataran
nasional
(makroskopik), regional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik), institusional/
sekolah (mikroskopik) maupun operasional (proses pembelajaran oleh guru).
Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas), pada
dasarnya setiap kegiatan pembelajaran pun harus direncanakan terlebih dahulu
sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007. Menurut
Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata
pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian
kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
2. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif
mengembangkan potensi dirinya
Pada pokok pikiran yang kedua ini saya melihat adanya pengerucutan istilah
pendidikan menjadi pembelajaran. Jika dilihat secara sepintas mungkin seolah-olah
pendidikan lebih dimaknai dalam setting pendidikan formal semata (persekolahan).
Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini, pada pokok pikiran kedua ini,
saya menangkap pesan bahwa pendidikan yang dikehendaki adalah pendidikan yang
bercorak pengembangan (developmental) dan humanis, yaitu berusaha
mengembangkan segenap potensi didik, bukan bercorak pembentukan yang
bergaya behavioristik. Selain itu, saya juga melihat ada dua kegiatan (operasi)
utama dalam pendidikan: (a) mewujudkan suasana belajar, dan (b) mewujudkan
proses pembelajaran.
10

a.

Mewujudkan suasana belajar
Berbicara tentang mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapat
dilepaskan dari upaya menciptakan lingkungan belajar, diantaranya mencakup:
(a) lingkungan fisik, seperti:bangunan sekolah, ruang kelas, ruang
perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, taman sekolah
dan lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan
budaya belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi,
kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan aspek-aspek sosio–
emosional lainnya, lainnya yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan
aktivitas belajar.
Baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanya
didesan agar peserta didik dapat secara aktif
mengembangkan segenap
potensinya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini tampak
jelas bahwa keterampilan guru
dalam mengelola
kelas
(classroom
management) menjadi amat penting. Dan di sini pula, tampak bahwa peran
guru lebih diutamakan sebagai fasilitator belajar siswa .
b. Mewujudkan proses pembelajaran
Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk
menciptakankondisi dan pra kondisi agar siswa belajar, sedangkan proses
pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana mencapai tujuantujuan pembelajaran atau kompetensi siswa.
Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, maka guru
dituntut untuk dapat mengelola pembelajaran (learning management), yang
mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
pembelajaran (lihat
Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Di sini, guru
lebih berperan sebagai agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005),
tetapi dalam hal ini saya lebih suka menggunakan istilah manajer pembelajaran,
dimana guru bertindak
sebagai seorang planner, organizer dan evaluator
pembelajaran).
Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran,
proses
pembelajaran pun seyogyanya didesain agar peserta didik dapat secara
aktif mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, dengan
mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered)
dalam bingkai model dan strategi pembelajaran aktif (active learning), ditopang
oleh peran guru sebagai fasilitator belajar.
3. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Pokok pikiran yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisi
pendidikan sekaligus menggambarkan pula tujuan pendidikan nasional kita , yang
menurut hemat saya sudah demikian lengkap. Di sana tertera tujuan yang
berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya, pendidikan yang dikehendaki
bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan pula
11

pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yang mencari keseimbangan diantara
ketiga dimensi tersebut.
Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, dengan
melihat pokok pikiran yang ketiga dari definisi pendidikan ini maka sesungguhnya
pendidikan karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi bukanlah sesuatu yang
baru. Selanjutnya tujuan-tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan
pendidikan di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan
melalui tujuan pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru dalam proses
pembelajaran. Ketercapaian tujuan – tujuan pada tataran operasional memiliki arti
yang strategis bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan uraian di atas, kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan yang
tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya tidak hanya sekedar
menggambarkan apa pendidikan itu, tetapi memiliki makna dan implikasi yang luas
tentang siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa peserta didik (siswa) itu, bagaimana
seharusnya mendidik, dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan.

BAB III
PENUTUP
3.1

Simpulan
Indonesia dengan berpedoman Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
berpedoman untuk mencerdaskan bangsa dan dengan penerapan pendidikan di
Indonesia mempunyai cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa yang diwujudkan
melalui pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan mempunyai standar tersendiri yang
diatur dalam sebuah sistem. Sistem yang mengatur standar pendidikan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan Indonesia sesuai dengan zaman yang sedangterjadi maka
diaturl sistem pendidikan nasional di dalam UUD. UUD yang mengatur tentang system
pendidikan tidaklah tetap selamanya tetapi juga mengalami perubahan sesuai dengan
zamannya. Contohnya saja yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang UUSPN
terus diganti lagi karena sudah berbeda jauh zamannya menjadi Undang-Undang No.
20 tahun 2003 tentang UU SISDIKNAS, dari perubahan tersebut diharpakan menjadi
lebih baik mutu pendidikan di Indonesia.
A. Saran
Pentingnya pendidikan di Indonesia semakin hari semakin penting dengan
sebabitu dari pemerintah haruslah memperhatikan bagaimana dunia pendidikan itu,
oleh sebab itu dibuatlah sistem pendidikan nasional di Indonesia dan juga
pemerintahpun harus memperhatikan lebih lanjut tentang keefektipan sistem
12

pendidikan diterpkan di Indonesia, apakah sudah sesuai dengan apa yang tercantum
dalam Undang-Undang atau Undang-Undang hanyalah wacana belaka. Jika belum
sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang maka cita-cita Indonesia dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa juga tidak akan terlaksana dengan maksimal

13

DAFTAR PUSTAKA
Somantri,.Manap. 2013. Perencanaan Pendidikan. Bogor: IPB Press.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
PendidikanNasional(UU SISDIKNAS 2003).

20

Tahun

2003

tentang

Sistem

14

Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0

Perilaku Kesehatan pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakrta Angkatan 2012 pada tahun2015

8 93 81