Hak dan kewajiban anak berkebutuhan kusu

BAB I
PEDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pendidikan Luar Biasa mengalami perkembangan sangat pesat dalam

beberapa dasa warsa terakhir. Perkembangan terjadi dalam berbagai aspek,
termasuk definisi dan peristilahan, kriteria seleksi, sistem layanan, pembelajaran,
asesmen, dan juga pada tehnologi adaptif, sarana dan prasarana penunjang bagi
anak berkebutuhan khusus. Dalam hal definisi dan peristilahan, cakupan anak
berkebutuhan khusus (ABK) terlihat semakin luas, dari yang semula hanya
meliputi anak – anak penyandang kelainan yang mencolok dan secara signifikan
jauh berbeda dari anak-anak normal, menjadi semua anak yang memang
memerlukan layanan khusus untuk dapat mengikuti pembelajaran bersama teman
sebayanya. Dalam hal sistem penempatan, berbagai alternatif semakin tersedia,
dari lingkungan yang sepenuhnya segregatif (paling terbatas / terikat) sampai yang
sepenuhnya inklusif.
Perkembangan pesat tersebut di atas berpengaruh terhadap strategi
pengelolaan kurikulum / materi pembelajaran dan proses pembelajaran. Kebijakan
standarisasi semua aspek pendidikan menuntut kurikulum yang standar bagi

sekolah, termasuk bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Sebaliknya,
kecenderungan peningkatan perhatian atas perbedaan individu peserta didik lebih
menuntut kurikulum fleksibel dan individual. Pembelajaran yang semula berfokus
pada guru semakin bergeser ke arah learner centered learning, yang
memungkinkan peserta didik memanfaatkan berbagai sumber belajar dengan
pergeseran peran guru ke arah sebagai fasilitator belajar. Perubahan dan
perkembangan ini perlu difahami oleh semua pihak yang terlibat dalam
pendidikan dan pembelajaran, baik dalam konteks pendidikan umum/regular
maupun dalam konteks pendidikan khusus.

1

1.2

Rumusan Masalah
1.2.1. Apa definisi berkebutuhan khusus ?
1.2.2. Jenis Anak berkebutuhan khusus ?
1.2.3. Penyebab dan dampak berkebutuhan khusus ?
1.2.4. Apa kebutuhan serta hak dan kewajiban bagi anak berkebuuhan


khusus ?
1.2.5. Pelayanan seperti apa yang akan diberikan kepada anak
berkebutuhan khusus ?

1.3

Tujuan Makalah
1.3.1. Mengetahui definisi berkebutuhan khusus dan jenis anak

berkebutuhan khusus.
1.3.2. Mengetahui hak serta kewajiban dan pelayan anak berkebutuhan
khusus.
1.3.3. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas akhir
semester satu mata kuliah ORTOPEDAGOGIK dosen pembimbing Ganda
Sumekar dan Ahmad Asep Sopandi.

2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jenis Serta Penyebab Dan Dampak Anak Berkebutuhan
Khusus.
2.1.1 Definisi Keluarbiasaan/ Berkebutuhan Khusus
Keluarbiasaan adalah penyimpangan yang signifikan dari kondisi normal.
Anak

Berkebutuhan

Khusus

(ABK)

adalah

anak

yang

menunjukkan


penyimpangan yang signifikan dari anak normal, baik yang di atas normal
maupun yang di bawah normal, sehingga dampak penyimpangan tersebut
memerlukan pengaturan khusus dalam pelayanan pendidikan.
Keluarbiasaan merupakan kata benda yang berasal dari kata sifat luar
biasa, yang dapat disejajarkan dengan kata exceptional dalam bahasa Inggris.
Secara harfiah keluarbiasaan berarti menggambarkan sesuatu yang luar biasa,
dapat berupa sesuatu yang sangat positif atau sebaliknya yang negatif. Anak yang
luar biasa adalah anak yang mempunyai sesuatu yang luar biasa yang secara
signifikan

membedakannya

dengan

anak-anak

seusia

pada


umumnya.

Keluarbiasaan itu dapat berada di atas rata-rata anak normal, dapat pula berada di
bawah rata-rata anak normal. Pada anak luar biasa, kekurangan atau kelebihan
atau yang sering disebut penyimpangan tersebut, menunjukkan perbedaan yang
sangat jelas dengan anak-anak normal pada umumnya.

2.1.2 Jenis Keluarbiasaan/ Berkebutuhan khusus
Kategori berkebutuhan khusus berdasarkan jenis penyimpangan, menurut
Mulyono Abdulrachman (2000), kategorinya sebagai berikut :
a.

Kelompok yang mengalami penyimpangan dalam bidang intelektual,

terdiri dari anak yang luar biasa cerdas (intellectually superior) dan anak yang
tingkat kecerdasannya rendah atau yang disebut tunagrahita.
b.

Kelompok yang mengalami penyimpangan atau keluarbiasaan yang terjadi


karena hambatan sensoris atau indera, terdiri dari anak tunanetra dan tunarungu.
3

c.

Kelompok anak yang mendapat kesulitan belajar dan gangguan

komunikasi.
d.

Kelompok anak yang mengalami penyimpangan perilaku, yang terdiri dari

anak tunalaras, dan penyandang gangguan emosi.
e.

Kelompok anak yang mempunyai keluarbiasaan/ penyimpangan ganda

atau berat dan sering disebut tunaganda.
Kategori berkebutuhan khusus dilihat dari arah penyimpangan yaitu :
a.


Keluarbiasaan yang berada di atas normal
Kondisi seseorang yang melebihi batas normal dalam bidang kemampuan.

Anak yang mempunyai kelebihan ini disebut anak berbakat atau gifted and
talented person.
b.

Keluarbiasan yang berada di bawah normal
a. Ttunanetra,
b. Tunarungu,
c. Tunadaksa,
d. Gangguan komunikasi,
e. Tunagrahita,
f. Tunalaras,
g. Berkesulitan belajar, dan
h. Tunaganda.

2.1.2 Penyebab Keluarbiasaan/ Berkebutuhan Khusus
Berdasarkan waktu terjadinya penyebab berkebutuhan khusus dapat dibagi

menjadi tiga kategori seperti berikut:
a.

Penyebab Prenatal
Penyebab yang terjadi pada saat anak masih dalam kandungan. Pada saat

ini mungkin sang ibu terserang virus, mengalami trauma, atau salah minum obat.
b.

Penyebab Perinatal
Penyebab yang terjadi pada saat proses kelahiran, seperti terjadinya

benturan atau infeksi ketika melahirkan, proses kelahiran dengan penyedotan, atau
pemberian oksigen yang terlalu lama bagi anak premature.

4

c.

Penyebab Postnatal

Penyebab yang muncul setelah kelahiran, misalnya kecelakaan, jatuh atau

kena penyakit tertentu.

2.1.3 Dampak Keluarbiasaan
Dampak keluarbiasaan sangat bervariasi, baik bagi anak, keluarga/orang
tua, maupun masyarakat.
a.

Dampak Keluarbiasaan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Keluarbiasaan di atas normal dapat berdampak positif maupun negatif

bagai anak. Mereka akan merasa bangga dengan keluarbiasaan yang dimilikinya,
tetapi keluarbiasaan tersebut akan menjadi masalah kalau menyebabkan ia
sombong dan merasa superior. Anak berbakat juga akan menghadapi masalah
apabila ia terpaksa hidup diantara orang dewasa, sementara ia masih merasa
sebagai anak-anak. Sebaliknya, bagi anak yang mempunyai keluarbiasaan di
bawah normal, pada umumnya akan terhambat perkembangannya, kecuali jika ia
mendapat pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan. Dampak spesifik juga dapat
terjadi terhadap anak luar biasa, misalnya penderita tunarungu akan mendapat

hambatan dalam berkomunikasi, anak tunanetra mendapat hambatan dalam
mobilitas, anak tunagrahita akan mendapat hambatan dalam banyak hal. Tingkat
keluarbiasaan juga menghasilkan dampak yang berbeda bagi anak. Anak yang
menderita keluarbiasaan yang bersifat ringan mungkin masih mampu menolong
diri sendiri. Makin parah tingkat keluarbiasaan, dampaknya bagi anak juga
semakin parah.
b.

Dampak Keluarbiasaan bagi Keluarga
Dampak keluarbiasaan anak bagi keluarga bervariasi. Ada orang tua yang

merasa terpukul, pasrah menerima keadaan dan ada pula yang acuh terhadap
keluarbiasaan tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi/sikap
keluarga terhadap keluarbiasaan antara lain : tingkat pendidikan, latar belakang
budaya, status sosial ekonomi keluarga, dan juga jenis dan tingkat keluarbiasaan.

5

c.


Dampak Keluarbiasaan bagi Masyarakat
Sikap masyarakat terhadap keluarbiasaan mungkin juga akan bervariasi,

tergantung dari dari latar belakang budaya dan tingkat pendidikan. Ada
masyarakat yang bersimpati , ada yang acuh tak acuh, mungkin juga bersikap
antipati.

2.2

Kebutuhan Serta Hak dan Kewajiban Bagi Berkebutuhan

Khusus
2.2.1 Kebutuhan Penyandang Keluarbiasaan
Secara umum tidak terdapat perbedaan kebutuhan antara anak normal
dengan anak luar biasa. Namun karena keluarbiasaannya itu ada kebutuhankebutuhan spesifik yang lebih dibutuhkan oleh anak luar biasa/ berkebutuhan
khusus. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik/ kesehatan,
kebutuhan sosial/emosional, dan kebutuhan pendidikan.
a.

Kebutuhan fisik/kesehatan
Kebutuhan fisik bagi penyandang keluarbiasaan akan terkait erat dengan jenis

keluarbiasaannya.
Bagi penyandang tunadaksa yang menggunakan kursi roda, akan
membutuhkan sarana khusus untuk masuk ke gedung-gedung dengan jalan
miring, sebagai pengganti tangga.
Penyandang tunanetra perlu tongkat dan penyandang tunarungu mungkin
memerlukan alat alat bantu dengar.
Berbagai layanan khusus di bidang kesehatan diperlukan bagi para
penyandang keluarbiasaan. Layanan tersebut antara lain : physical therapy dan
occupational therapy, yang keduanya berkaitan erat dengan keterampilan gerak
(motor skills), dan speech theraphy atau bina wicara bagi para tunarungu. Para
ahli yang terlibat dalam menangani kesehatan para penyandang keluarbiasaan
terdiri dari dokter umum, dokter gigi, ahli physical theraphy dan ahli occupational
theraphy, ahli gizi, ahli bedah tulang, ahli THT, dokter spesialis mata dan perawat.
b.

Kebutuhan sosial/emosional
6

Karena keluarbiasaan yang disandangnya, kebutuhan yang diperlukan
kadang-kadang sulit dipenuhi. Berbagai kondisi/ keterampilan seperti mencari
teman, memasuki masa remaja, mencari kerja, perkawinan, kehidupan seksual,
dan membesarkan anak merupakan kondisi yang menimbulkan masalah bagi
penyandang keluarbiasaan. Oleh karena itu bantuan para pekerja sosial , para
psikolog, dan ahli bimbingan juga dibutuhkan oleh para keluarga.
c.

Kebutuhan Pendidikan
Jenis pendidikan yang diperlukan sangat terkait dengan keluar-biasaan yang

disandangnya. Secara khusus;
-Penyandang tunarungu memerlukan bina persepsi bunyi yang diberikan oleh
speech therapist,
-Tunanetra memerlukan bimbingan khusus dalam mobilitas dan huruf Braille,
-Tunagrahita memerlukan bimbingan keterampilan hidup.

2.2.2 Hak Anak Berkebutuhan Khusus/ Keluarbiasaan

Tidak ada perbedaan hak antara penyandang berkebutuhan khusus
dibandingkan dengan anak normal, terutama dalam bidang pendidikan. Dalam
pasal 31 UUD 45 disebutkan bahwa semua warga negara berhak mendapatkan
pendidikan. Ketentuan dalam pasal tersebut diatur lebih lanjut pada pasal 6 dan
pasal 8 UU No.2/Tahun 1989, dalam Bab III, yang berbunyi:

Pasal 6

7

Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan , kemampuan dan
keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan
dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.
Pasal 8
a.

Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak

memperoleh pendidikan luar biasa.
b.

Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa

berhak memperoleh perhatian khusus.
Dari dua pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa anak luar biasa
berhak atas pendidikan sampai tamatan SMP.
Pendidikan anak luar biasa disamping dijamin oleh UUD 45, secara
internasional juga tercantum dalam Deklarasi Umum Hak-Hak Kemanusiaan 1948
(The 1948 Universal Declaration of Human Right) yang diperbaharui pada
Konferensi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua (Educational For All).
Konferensi tersebut juga menyepakati suatu kerangka kerja untuk Pendidikan
Anak Luar Biasa yang dapat dijadikan pegangan bagi setiap negara dalam
penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa.
Dalam kerangka kerja tersebut disebutkan bahwa :
a.

Setiap anak mempunyai hak yang fundamental untuk mendapatkan

pendidikan, dan harus diberi kesempatan untuk mencapai dan memelihara tahap
belajar yang dapat diterimanya;
b.

Setiap anak punya karakteristik, minat, kemampuan, dan kebutuhan yang

unik;
c.

Sistem

pendidikan

harus

dirancang

dan

program

pendidikan

diimplementasikan dengan mempertimbangkan perbedaan yang besar dalam
karakteristik dan kebutuhan anak;

d.

Mereka yang mempunyai kebutuhan belajar khusus (anak luar biasa) harus

mempunyai akses ke sekolah biasa yang seyogyanya menerima mereka dalam

8

suasana pendidikan yang berfokus pada anak sehingga mampu memenuhi
kebutuhan mereka, serta
e.

Sekolah biasa dengan orientasi inklusif (terpadu) ini merupakan sarana

paling efektif untuk melawan sikap deskriminatif, menciptakan masyarakat yang
mau menerima kedatangan anak luar biasa, membangun masyarakat yang utuh
terpadu dan mencapai pendidikan untuk semua, dan lebih-lebih lagi sekolah biasa
dapat menyediakan pendidikan yang efektif bagi mayoritas anak-anak serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya bagi seluruh sistem pendidikan.
Undang-undang No.4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
Pasal 5:
Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama
dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Pasal 6: setiap penyandang cacat memperolah:
Ayat 1: pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
Pasal 48:
Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 tahun
untuk semua anak.
Pasal 49:
Negara, pemerintah, keluarga dan orang tua wajib memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
Pasal 51:
Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan
yang sama dan asesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan
luar biasa.
Pasal 52:
Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksebilitas
untuk memperoleh pendidikan khusus.
Pasal 53:

9

Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan
dan/atau bantuan Cuma-Cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga
kurang mampu, anak terlancar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah
terpencil.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Pasal 5:
Ayat 1: setiap warga negara mempunyai Hak Yang Sama untuk
memperoleh pendidkan yang bermutu.
Ayat 2: warga negara mempunyai kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidkan khusus.
Pasal 32:
Ayat

1: pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik

yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa.
Ayat

2: pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta

didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil
dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tingkat mampu dari segi
ekonomi.
Pasal 61:
1) Sertifikat berbentuk ijzah dan sertifikat kompetensi
2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi
belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian
yang diselengarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan
lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai
pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu
setelah lulus ujian kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan
pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
Pasal 33:

10

1) Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam
pendidikan nasional
2) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap
awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/
atau keterampilan tertentu
3) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan
pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing
peserta didik.

2.2.3 kewajiban anak berkebutuhan khusus


Menghormati orang tua, wali, dan guru;



Mencintai keluarga, masyarakat, dan memyayangi teman;



Mencintai tanah air, bangsa, dan negara;



Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.

Pelayanan Bagi Anak Luar Biasa

2.3

2.3.1 Definisi Pelayanan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, pelayanan memiliki tiga makna;
(1) Perihal atau cara melayani;
(2) Usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan
(uang);
(3) Kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa.

2.3.2 Makna dan Jenis Pelayanan bagi Anak Luar Biasa

11

Bagi penyandang keluarbiasaan, layanan mempunyai makna yang cukup
besar karena memang mereka memerlukan pelayanan ekstra, yang berbeda dari
layanan

yang

diberikan

kepada

orang-orang

yang

tidak

menyandang

keluarbiasaan.
Sesuai dengan kebutuhan para penyandang keluarbiasaan ada jenis
pelayanan dapat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu:
a.

Layanan yang berkaitan dengan bidang kesehatan dan fisik, seperti

kebutuhan yang berkaitan dengan koordinasi gerakan anggota tubuh dan berbagai
jenis gangguan kesehatan.
b.

Layanan yang berkaitan dengan kebutuhan emosional sosial seperti

kebutuhan yang berkaitan dengan konsep diri, penyesuaian diri terhadap
lingkungan.
c.

Layanan yang berkaitan dengan kebutuhan pendidikan yang merupakan

kebutuhan terbesar para penyandang keluarbiasaan.
Ketiga jenis pelayanan di atas tentu sangat bermakna bagi ABK karena
tanpa tersedianya layanan tersebut, para ABK kemungkinan besar tidak akan
mampu mengembangkan potensinya secara optimal. Oleh karena itu pelayanan
bagi ABK merupakan kebutuhan dasar yang disediakan oleh negara dan
masyarakat.

2.3.3 Berbagai Bentuk dan Jenis Layanan bagi Anak Luar Biasa
(ALB)
Dalam Pendidikan Luar Biasa dikenal dua bentuk layanan yang sampai
kini masih menimbulkan silang pendapat, yaitu layanan terpisah (segregasi) dan
layanan terpadu (integrasi). Layanan segregasi mendidik Anak Luar Biasa secara
terpisah dari anak norrnal, sedangkan layanan integrasi mendidik Anak Luar Biasa
di sekolah biasa bersama anak normal. Kedua bentuk layanan ini mempunyai
kekuatan dan kelemahan masing-masing. Di antara layanan integrasi dan
segregasi penuh dapat dikem-bangkan berbagai jenis layanan dengan tingkat
segregasi dan integrasi yang bervariasi. Dalam kondisi tertentu, integrasi dapat

12

berupa integrasi fisik, integrasi sosial, dan integrasi yang paling kompleks yaitu
integrasi dalam pembelajaran.
Model atau jenis pelayanan yang dapat disediakan bagi Anak
Berkebutuhan Khusus adalah:
(1) sekolah biasa,
(2) sekolah biasa dengan guru konsultan,
(3) sekolah biasa dengan guru kunjung,
(4) sekolah biasa dengan ruang sumber
(5) model kelas khusus
(6) model sekolah khusus, dan
(7) model panti asuhan/rehabilitasi.
Pendekatan kolaboratif dalam pelayanan ABK berasumsi bahwa layanan
terhadap ABK akan menjadi lebih efektif jika dilakukan oleh satu tim yang
berasal dari berbagai bidang keahlian, yang bekerja sama dalam memenuhi
kebutuhan ABK. Dalam menangani ABK yang ada di sekolah biasa, guru dapat
berkolaborasi dengan teman sejawat, kepala sekolah, dan orang tua siswa.

13

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Keluarbiasaan merupakan kata benda yang berasal dari kata sifat luar

biasa, yang dapat disejajarkan dengan kata exceptional dalam bahasa Inggris.
Secara harfiah keluarbiasaan berarti menggambarkan sesuatu yang luar biasa,
dapat berupa sesuatu yang sangat positif atau sebaliknya yang negatif. Anak yang
berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai sesuatu yang luar biasa
(khusus) yang secara signifikan membedakannya dengan anak-anak seusia pada
umumnya. Keluarbiasaan itu dapat berada di atas rata-rata anak normal, dapat
pula berada di bawah rata-rata anak normal. Pada anak berkebutuhan khusus,
kekurangan atau kelebihan atau yang sering disebut penyimpangan tersebut,
menunjukkan perbedaan yang sangat jelas dengan anak-anak normal pada
umumnya.
Penyediaan layanan bagi ABK di Indonesia tidak semaju di negara lain.
Namun, perhatian masyarakat dan pemerintah makin lama makin besar, sehingga
berbagai

sekolah

untuk

ABK

mulai

didirikan.

Perkembangan

yang

menggembirakan dari jumlah sekolah dan jumlah siswa merupakan pertanda
meningkatnya pelayanan bagi ABK. Meskipun peran swasta sangat besar dalam
penyediaan layanan bagi ABK, namun perhatian pemerintah juga terus meningkat.

3.2

Saran
Anak Berkebutuhan Khusus memerlukan pelayanan dan pelatihan yang

baik. Oleh karena itu marilah kita bangkitkan pelayanan untuk anak-anak
berkebutuhan khusus agar mereka dapat menjalani hidup seperti orang-orang
normal biasanya.

14

DAFTAR RUJUKAN
Ganda Sumekar,(2012), Ortopedagogik, UNP Press, Padang.hlm 49
Ganda Sumekar,(2009), Anak Berkebutuhan Khusus(cara membantu mereka agar
berhasil dalam pendidikan inklusif), UNP Press, Padang
Kirk, Samuel.A & Gallagher James. J, (1986), Pendidikan Anak Luar Biasa,
terjemahan: H. Moh. Amin & Ina Yusuf Kusumah, Jakarta, DNIKS.
Undang-undang No.4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
Wahyu Sri Ambar Arum, (2005), Perspektif Pendidikan Luar Biasa dan
Implikasinya Bagi Penyiapan Tenaga Kependidikan, Jakarta, Depdiknas.

15