Analisis Hubungan antara Kedalaman Tanah
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KEDALAMAN TANAH DENGAN KEMIRINGAN
LERENG PADA BENTUKLAHAN LERENG BAWAH VULKANIK SUB DAS KODIL
PROVINSI JAWA TENGAH
Garri Martha Kusuma Wardhana
[email protected]
Junun Sartohadi
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji distribusi kemiringan lereng, 2) mengkaji
distribusi kedalaman tanah, 3) mengkaji hubungan antara kedalaman tanah dengan kemiringan
lereng, dan 4) evaluasi deskriptif pemanfaatan lahan terkait dengan lereng dan kedalaman tanah
pada bentuklahan lereng bawah vulkanik Gunungapi Sumbing di Sub DAS Kodil. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan pedogeomorfologi. Analisis
hubungan antara kedalaman tanah dengan kemiringan lereng menggunakan tabel silang dan
evaluasi deskriptif pemanfaatan lahan terkait lereng dan kedalaman tanah dilakukan dengan
survai lapangan. Hasil penelitian menunjukkan klas sudut lereng tidak memiliki pola morfologi
global dari lereng gunungapi. Klas sudut lereng 1 hingga klas sudut lereng 5 menunjukkan
hubungan berbanding terbalik dengan klas kedalaman tanah, sehingga semakin besar sudut lereng
maka semakin dangkal tanah dan sebaliknya. Pemanfaatan lahan di daerah penelitian terutama di
lereng – lereng curam masih banyak dimanfaatkan untuk sawah. Hal ini akan menyebabkan
ancaman erosi yang besar.
Kata kunci: Kemiringan lereng, kedalaman tanah, tabel silang, lereng bawah vulkanik,
pemanfaatan lahan
ABSTRACT
This Study aims to 1) examine distribution of slope, 2) examine distribution of soil depth, 3)
examine relationship between soil depth and slope, and 4) descriptive evaluation of landuse
associated with soil depth and slope in downslope of Sumbing volcano in Kodil catchment area.
This study use descriptive-qualitative method on pedeogeomorphological approach. Analysis of
the relationship between soil depth and slope use crosstab. Descriptive evaluation of landuse
associated with soil depth and slope use field survey methods. The results showed slope classes
shows no pattern of global morphology of slopes of the volcano. Slope class 1 to class 5 showed
the slope class is inversely related to soil depth class, thus the greater slope, the more shallow
soildepth. Landuse in the research area, especially on steep slopes are still widely used for rice
fields. It will cause a great threat of erosion.
Keyword: slope, soil depth, crosstab, downslope of volcanic, landuse
1
PENDAHULUAN
Definisi tanah dapat ditinjau dari
berbagai sudut pandang, baik dari geologi,
geomorfologi, pertanian, peternakan, ataupun
keteknikan. Tanah dari sudut pandang
geomorfologi merupakan akumulasi tubuh
alam yang memiliki sifat lepas-lepas yang
menempati hampir seluruh bagian bumi, hasil
lapukan bahan induk sebagai akibat dari
pengaruh organisme dan iklim pada relief
tertentu dan dalam jangka waktu yang
panjang serta mampu untuk menumbuhkan
tanaman (Jamulya & Suratman 1993).
Perkembangan tanah di permukaan
bumi sangat bervariasi di setiap satuan
bentuklahan (Malo dkk, 1974). Menurut
Webb (1994) dalam Webb & Burgham
(1997),
pemetaan
tanah
seringkali
menggunakan dasar batasan bentuklahan.
Variasi perkembangan tanah tersebut muncul
sebagai fungsi dari aspek relief, batuan induk
dan asal proses bentuklahan. Aspek relief
yang dicerminkan melalui lereng merupakan
salah satu faktor penting dalam menentukan
pembentukan tanah, khususnya variasi
kedalaman tanah.
Informasi kedalaman tanah sangat
penting untuk diketahui terutama untuk
pertanian,
konservasi,
perencanaan
pembuatan jalan atau keteknikan lainnya.
Faktor
kedalaman
tanah
menentukan
perencanaan konservasi tanah (Arsyad, 1989).
Sebagai salah satu ciri morfologi tanah, faktor
kedalaman tanah sangat mempengaruhi
produktivitas tanaman. Tanaman akan sulit
tumbuh jika kedalaman tanahnya dangkal
terutama tanaman – tanaman keras yang
memiliki akar tunggang. Kedalaman tanah
dari sisi kebencanaan merupakan salah satu
faktor penentu proses longsor, sehingga dapat
digunakan sebagai dasar dalam pemetaan
potensi longsor (Hardyatmo, 2006). Informasi
data kedalaman tanah tersebut sangat penting,
namun hingga saat ini ketersediaannya masih
sangat kurang.
Distribusi kedalaman tanah secara
spasial ditentukan oleh kemiringan lereng
(Gessler dkk, 2000). Kemiringan lereng dapat
diidentifikasi berdasarkan klas sudut lereng.
Semakin besar sudut lereng maka kecepatan
aliran permukaan semakin tinggi sehingga
mampu memindahkan material permukaan
termasuk tanah menuju area yang ada
dibawahnya yang lebih datar. Material tanah
yang terangkut dari lereng atas dengan sudut
lereng besar diendapkan pada area yang datar.
Pengendapan material tanah pada area yang
datar atau sudut lereng yang kecil terjadi
karena kecepatan aliran permukaan rendah
sehingga tanahnya menjadi tebal. Akibat
proses itulah kemiringan lereng dapat
menentukan kedalaman tanah. Maka perlu
adanya penelitian lebih lanjut mengenai
kedalaman tanah dan hubungannya dengan
kemiringan lereng.
Salah satu lokasi yang menarik
untuk dikaji tentang hubungan kedalaman
tanah dengan kemiringan lereng adalah pada
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik.
Bentuklahahn lereng bawah vulkanik
merupakan
bentuklahan
hasil
proses
vulkanisme baik berupa intrusi maupun
ekstrusi. Bentuklahan lereng bawah vulkanik
menghasilkan detail toposekuen yang cukup
jelas dari mulai puncak bukit, lereng atas,
lereng tengah, lereng bawah hingga lembah.
Perbedaan lereng yang cukup tegas pada
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
memudahkan dalam melakukan analisis
kemiringan lereng. Kajian kedalaman tanah
pada litologi material vulkanik Gunungapi
muda juga masih sangat jarang dilakukan.
Lokasi bentuklahan lereng bawah
vulkanik yang representatif untuk dikaji
terletak di Sub DAS Kodil. Perkembangan
bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub
DAS Kodil sangat intensif yang ditandai
dengan adanya material Gunungapi Sumbing
muda yang tersebar diseluruh lokasi
penelitian. Keragaman topografi pada
bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub
DAS kodil mencakup kemiringan lereng,
morfologi, bentuk dan arah hadap lereng.
Studi geomorfologi yang mencakup
bentuklahan menjadi dasar analisis dalam
ilmu geografi. Bentuklahan dikontrol oleh
faktor morfologi, struktur, stadium dan
morfoaransemen.
Manfaat
pendekatan
bentuklahan
yang
berdasarkan
pada
morfologi,
struktur,
stadium
dan
morfoaransemen bagi ilmu geografi dapat
digunakan sebagai landasan manajemen lahan
(Sartohadi, 2012). Pendekatan bentuklahan
dapat
menjelaskan
tentang
besaran
kemiringan lereng, elevasi, proses yang
terjadi, litologi dan umur batuan, material
permukaan serta pengaruhnya terhadap
kondisi lingkungan sekitar. Semua penjelasan
inilah yang digunakan sebagai dasar untuk
manajemen lahan yang didapat dari
pendekatan bentuklahan. Manfaat lain
pendekatan bentuklahan adalah untuk
pemetaan tanah terutama kedalaman tanah
karena proses geomorfologi yang bekerja
pada bentuklahan melibatkan tanah yang
menutup
permukaan
bumi.
Satuan
bentuklahan lereng bawah vulkanik yang ada
di daerah penelitian perlu diketahui untuk
melakukan analisis mengenai hubungan
antara kedalaman tanah dengan klas sudut
lereng.
Studi eksplanatif tentang soillandscape relationship telah berkembang
hampir di seluruh dunia. Parameter yang
digunakan untuk studi ini juga bermacam –
macam, diantaranya kedalaman tanah dengan
kemiringan lereng, sifat fisik tanah dengan
morfologi dan yang paling sering digunakan
adalah sifat – sifat tanah dengan bentuklahan.
Studi pembuktian teori terutama untuk
hubungan antara kedalaman tanah dengan
kemiringan lereng di Indonesia masih sangat
sedikit terutama di daerah penelitian. Maka
perlu dilakukan penelitian tentang hubungan
antara kedalaman tanah dengan kemiringan
lereng dan bagaimana distribusi kedalaman
tanah pada tiap perbedaan klas lereng.
Tanah dan lereng dalam hal ini klas
sudut lereng memiliki hubungan yang cukup
kuat (Richard dkk, 1984). Analisis hubungan
antara dua variabel yaitu kedalaman tanah
dengan klas sudut lereng dapat dilakukan
secara kuantitatif (statistik) maupun kualitatif
deskriptif. Keunggulan analisis kuantitatif
yaitu dapat menjelaskan angka besaran angka
pengaruh variabel klas sudut lereng terhadap
kedalaman tanah misalnya 0 sampai 100%.
Kelemahan analisis kuantitatif jika ada data
yang tidak wajar (outlier) akan tetap
diperhitungkan jika belum dihilangkan serta
jumlah data harus sesuai dengan statistik
minimal 30 data. Keunggulan analisis
kualitatif deskriptif adalah dapat digunakan
dengan jumlah data yang terbatas dan dapat
mewakili. Kelemahan analisis kualitatif
deskripitf tidak dapat menjelaskan besaran
angka pengaruh variabel kemiringan lereng
terhadap kedalaman tanah. Penelitian ini
berupaya menggunakan metode analisa
sederhana yang mampu menjelaskan secara
logis dan informatif tentang hubungan antara
bentuklahan,
kemiringan
lereng
dan
kedalaman tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk 1)
mengkaji distribusi kemiringan lereng, 2)
mengkaji distribusi kedalaman tanah, 3)
mengkaji hubungan antara kedalaman tanah
dengan kemiringan lereng, dan 4) evaluasi
deskriptif pemanfaatan lahan terkait dengan
lereng dan kedalaman tanah pada bentuklahan
lereng bawah vulkanik Gunungapi Sumbing
di Sub DAS Kodil.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif dengan pendekatan
pedogeomorfologi.
Pembuatan
peta
kemiringan lereng dilakukan dengan analisis
DEM dan survai lapangan. Pengambilan data
distribusi kedalaman tanah dilakukan dengan
survai lapangan. Analisis hubungan antara
kedalaman tanah dengan kemiringan lereng
menggunakan tabel silang dan evaluasi
deskriptif pemanfaatan lahan terkait lereng
dan kedalaman tanah dilakukan dengan survai
lapangan.
Alat dan bahan yang digunakan
adalah Peta Rupa Bumi Indonesia lembar
1408-231 Purworejo, lembar 1408-233 Kepil
dan lembar 1408-511 Kaliangkrik Skala
1:25.000, kompas geologi dan abney level
untuk menghitung kemiringan lereng, sekop
dan sutil untuk membuat profil tanah, pita
ukur untuk mengukur kedalaman tanah, GPS
untuk melakukan ploting lokasi sampel.
Objek penelitian yaitu kedalaman
tanah, klas sudut lereng dan bentuklahan
merupakan
penelitian
survai
dengan
pengamatan lapangan. Metode pengambilan
sampel mengacu pada probabilistik sampel
dengan teknik stratified line sampling.
Artinya, sampel di ambil berdasarkan strata
atau tingkatan tertentu dengan menggunakan
jalur transek dalam suatu area poligon. Strata
yang dijadikan sebagai pedoman pengambilan
sampel adalah klas sudut lereng. Kedalaman
tanah diukur dari permukaan hingga zona
tembus akar ataupun batuan keras lapuk atau
lapisan padas lainnya. Data kedalaman tanah
diambil dengan mencari atau membuat profil
di daerah yang memiliki lereng relatif miring
dengan mengunakan sekop atau sutil.
Kemiringan
lereng
diukur
dengan
menggunakan abney level atau kompas
geologi. Data kemiringan lereng diambil pada
titik yang sama dengan data kedalaman tanah.
Data kedalaman tanah dan kemiringan lereng
kemudian di klassifikasikan berdasarkan
kondisi di lapangan (Tabel 1 dan Tabel 2).
Tabel 1. Klas Sudut Lereng Berdasarkan
Daerah Penelitian
No.
1
2
3
4
5
6
Klas
Lereng
I
II
III
IV
V
VI
Derajat
(o)
0–2
2–4
4–7
7 – 12
12 – 20
>20
Keterangan
Datar
Berombak
Bergelombang
Agak miring
Miring
Curam
Sumber: Olah Data Sekunder, 2013
Tabel 2. Klasifikasi Kedalaman Tanah
Daerah Penelitian
Klas
I
II
III
IV
Kedalaman
Tanah (m)
0–1
1–2
2–3
>3
Deskripsi
Dangkal
Sedang
Dalam
Sangat Dalam
Sumber: Olah data lapangan, 2013
Data klas sudut lereng dan
kedalaman tanah dilakukan analisis tabulasi
tabel silang. Tabel silang dapat digunakan
untuk mengetahui hubungan antara kedua
variabel tersebut secara kualitatif. Pembuatan
subkesatuan kedua variabel harus dilakukan
terlebih dahulu sebelum data dimasukkan
kedalam tabel. Subkesatuan variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
pembuatan klas sudut lereng dan klas
kedalaman tanah. Kedalaman tanah yang
diukur sampai dengan zona perakaran atau
batuan lapuk diklaskan berdasarkan pada hasil
sampel kedalaman tanah dilapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng pada bentuklahan
vulkanik Gunungapi Sumbing di DAS Kodil
cukup beragam. Nilai kemiringan lereng
bervariasi antara 1o hingga 45o. Daerah
penelitian didominasi oleh kemiringan lereng
klas 1 (0 -2o), klas 3 (4 – 7o) dan klas 4 (7 –
12o) dengan persentase mencapai lebih dari
20% dari total luas wilayah penelitian (Tabel
3).
Tabel 3. Persentase Klas Sudut Lereng pada
Bentuklahan Lereng Bawah Vulkanik Gunungapi
Sumbing Sub DAS Kodil.
Klas
Luas
Sudut
Area
Persentase
No. Lereng (o) (Km2)
(%)
1 1 (0 - 2)
1.61
27.75
2 2 (2 - 4)
0.79
13.58
3 3 (4 - 7)
1.36
23.31
4 4 (7 - 12)
1.22
21.01
5 5 (12 - 20)
0.43
7.35
6 6 (>20)
0.41
7.00
Sumber: Olah Data Lapangan, 2013
Kemiringan
lereng
klas
1
mendominasi bagian utara dan barat daerah
penelitian. Hal ini karena bagian utara dan
barat bentuklahan lereng bawah vulkanik
Gunungapi Sumbing merupakan puncak bukit
dan batas sebelah barat dari DAS Kodil.
Puncak bukit merupakan daerah yang
memiliki morfologi datar hingga landau
dengan rerata kemiringan lereng antara 0o
hingga 3o. Daerah pada lembah – lembah
sungai dibagian hulu dari bentuklahan lereng
bawah vulkanik Gunungapi Sumbing
didominasi oleh kemiringan lereng klas 5 (12
– 20o) dan klas 6 (>20o). Lembah – lembah
sungai dibagian hulu memiliki lereng yang
relatif curam karena proses erosi vertikal
sangat dominan. Dominannya erosi vertikal
oleh aliran sungai dibagian hulu menjadikan
lembah berbentuk v curam.
Bagian selatan dan timur bentuklahan
lereng bawah vulkanik Gunungapi Sumbing
didominasi oleh kemiringan lereng klas 3 dan
klas 4. Bagian selatan dan timur bentuklahan
lereng bawah vulkanik Gunungapi Sumbing
memiliki lembah sungai berbentuk v lebar
hingga u. Lembah sungai yang berbentuk u
ini memiliki kemiringan lereng yang tidak
terlalu curam. Bagian tengah didominasi oleh
kemiringan lereng klas 1 dan klas 2 (2 – 4o).
Daerah yang cukup datar di bagian tengah
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing menjadikan proses
limpasan permukaan yang tidak terlalu besar,
terutama pada penggunaan lahan kebun
campuran. Limpasan permukaan yang tidak
terlalu besar menyebabkan proses translokasi
material pun cenderung kecil.
Distribusi kemiringan lereng pada
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing jika dilihat secara global
seharusnya memiliki pola. Pola kemiringan
lereng secara global pada bentuklahan
vulkanik adalah semakin ke lereng bawah
semakin landai. Kemiringan lereng jika
dilihat secara lebih detail hanya pada daerah
penelitian maka tidak terlihat adanya pola.
Tidak adanya pola di daerah penelitian ini
dipengaruhi oleh mirko relief di daerah
penelitian. Mikro relief di daerah penelitian di
kontrol oleh sistem sungai hulu dari Sub DAS
Kodil. Sistem sungai hulu ini membuat relief
di daerah penelitian bersifat bergelombang
(rolling).
Distribusi Kedalaman Tanah
Gunungapi Sumbing cukup bervariasi.
Kedalaman tanah mulai dari 1 m hingga lebih
dari 3 m. Kedalaman tanah paling sering
dijumpai di daerah penelitian adalah pada
kedalaman 2 m hingga 3 m (Klas 3).
Kedalaman tanah pada bentuklahan lereng
bawah vulkanik Gunungapi Sumbing di Sub
Das Kodil didominasi oleh klas 3 dan klas 4
(> 3 m). Kedalaman tanah klas 3 seluas 2.61
Km2 atau 45% dari luas total area penelitian.
Kedalaman tanah klas 4 (> 3 m) seluas 2.47
Km2 atau 42% dari luas total area penelitian.
Kedalaman tanah klas 2 (1 – 2 m) seluas 0.74
km2 atau 13% dari luas total area penelitian.
Kedalaman tanah klas 1 (0 – 1 m) tidak
ditemukan di area penelitian. Hal ini
memperlihatkan bahwa kondisi kedalaman
tanah pada bentuklahan lereng bawah
vulkanik Gunungapi Sumbing relatif dalam.
Tabel 4. Luas Area Masing – Masing Klas
Kedalaman Tanah pada Bentuklahan Lereng
Bawah Vulkanik Gunungapi Sumbing sub DAS
Kodil
Klas Kedalaman Luas Area
Tanah (m)
(Km2)
1 1 (0 -1)
0.00
2 2 (1 - 2)
0.74
3 3 (2 - 3)
2.61
4 4 (> 3)
2.47
Sumber: Olah Data Lapangan, 2013
No.
Gambar 1. Diagram Persentase Luas Klas
Kedalaman Tanah
Distribusi kedalaman tanah pada
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing dibagi menjadi lima
bagian, yaitu bagian utara, bagian timur,
bagian selatan, bagian barat dan bagian
tengah. Kedalaman tanah bagian utara
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing didominasi oleh klas 3
dan klas 4. Kedalaman tanah bagian utara
bervariasi antara 2 m sampai lebih dari 3 m.
Dalamnya kedalaman tanah pada bagian utara
daerah penelitian dipengaruhi oleh lereng
yang datar hingga bergelombang. Lereng
yang cukup datar dibagian utara yang
merupakan puncak bukit menjadikan proses
erosi sangat kecil sekali terjadi sehingga tanah
relatif dalam. Bagian utara yang letaknya
lebih dekat dengan Gunungapi Sumbing juga
menjadi faktor lain mengapa tanahnya relatif
dalam. Hasil erupsi Gunungapi Sumbing yang
berkembang menjadi tanah banyak terdapat di
bagian utara daerah penelitian.
Kedalaman tanah bagian timur
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing cukup bervariasi.
Kedalaman tanah yang terukur antara 1 m
hingga lebih dari 3 m atau termasuk kedalam
klas 2 hingga 4. Variasi kemiringan lereng
menjadi penyebab bervariasinya kedalaman
tanah di bagian timur daerah penelitian.
Penyebab kedalaman tanah yang cukup dalam
adalah bagian timur daerah penelitian
merupakan bagian lembah atau titik elevasi
terendah dimana proses sedimentasi terjadi.
Proses sedimentasi berupa pengendapan
material tanah pada daerah bawahnya
membuat tanah menjadi dalam. Kedalaman
tanah bagian selatan bentuklahan lereng
bawah vulkanik Gunungapi Sumbing juga
bervariasi mulai dari 1 m hingga 4 m. Bagian
selatan daerah penelitian memiliki kemiringan
lereng yang bervariasi sehingga menyebabkan
kedalaman tanah juga bervariasi.
Kedalaman tanah bagian barat
didominasi oleh klas 2, klas 3 dan klas 4 atau
kedalaman antara 2 m hingga lebih dari 3 m.
Bagian barat merupakan puncak bukit dengan
lereng yang relatif datar sehingga kedalaman
tanah relatif dalam hampir sama pada bagian
utara daerah penelitian. Adanya kedalaman
tanah klas 2 di bagian barat daerah penelitian
salahsatunya disebabkan oleh material hasil
erupsi Gunungapi Sumbing yang tidak
sebanyak di bagian utara. Penyebab lain, yaitu
di beberapa tempat di bagian barat daerah
penelitian memiliki lereng yang dominan
bergelombang sehingga terjadi proses erosi
walaupun dengan intensitas yang tidak terlalu
besar.
Kedalaman tanah bagian tengah lereng
bawah vulkanik Gunungapi Sumbing
memiliki kondisi yang hampir serupa dengan
bagian timur dan selatan. Variasi kemiringan
lereng menyebabkan kedalaman tanah di
bagian tengah daerah penelitian juga
bervariasi. Kedalaman tanah berkisar antara 1
m hingga lebih dari 3 m.
Kedalaman
tanah
secara
teori
memiliki pola, yaitu semakin ke arah hilir
tanah akan semakin dalam. Daerah hilir
merupakan daerah yang datar dan tempat
sedimentasi material dari hulu. Proses
sedimentasi ini yang membuat kondisi tanah
di daerah hilir menjadi tebal. Daerah
penelitian memiliki sistem sungai hulu – hilir.
Bagian hulu terdapat di bagian utara dan barat
daerah penelitian sedangkan bagian hilir
terdapat di bagian selatan daerah penelitian.
Terlihat pada Gambar 4.5. kondisi kedalaman
tanah semakin ke daerah hilir tidak semakin
dalam. Beberapa lokasi di daerah hulu kondisi
tanah justru dalam dan di daerah hilir kondisi
tanah tidak terlalu dalam. Hal ini karena pola
distribusi kedalaman tanah mengikuti pola
distribusi kemiringan lereng. Kemiringan
lereng di daerah hulu penelitian tidak selalu
curam dan kemiringan lereng di daerah hilir
penelitian tidak selalu datar sehingga
kedalaman tanah pun tidak mengikuti pola
semakin ke hilir semakin dalam. Asumsi lain
tidak terpolanya kedalaman tanah hulu ke
hilir adalah akibat dari hasil erupsi Gunungapi
Sumbing. Semakin dekat dengan sumber
letusan yaitu di daerah utara penelitian (hulu)
maka semakin dalam kondisi tanahnya. Hasil
erupsi Gunungapi Sumbing merupakan
material pembentuk tanah di daerah
penelitian.
Analisis Profil Melintang
Jalur transek yang digunakan untuk
analisis berjumlah 3 karena 3 transek lainnya
dibeberapa titik sampel kedalaman tanah
belum ditemukan batuan dasar atau zona
padas lainnya. Hasil transek yang diolah
menjadi
profil
melintang
akan
memperlihatkan kecenderungan kedalaman
tanah pada daerah yang memiliki lereng
curam atau datar. Profil melintang juga dapat
digunakan untuk analisis bentuk lereng yang
juga berpengaruh terhadap kedalaman tanah.
Transek A – B dilakukan di bagian
utara daerah penelitian dengan arah azimuth
135o atau dari barat ke timur. Transek A – B
pada daerah puncak memiliki tanah yang
cukup dalam. Tanah pada lereng cekung dan
curam pada lereng – lereng dibawahnya
menunjukkan kedalaman yang lebih dangkal.
Hal ini karena pada lereng cekung dan curam
limpasan permukaan lebih tinggi sehingga
mampu memindahkan material tanah dan
diendapkan di lereng bawahnya. Lereng
bagian bawah yang berbentuk cembung dan
cukup
datar
merupakan
hasil
dari
pengendapan material yang terangkut. Proses
yang terjadi di lereng cekung pada jalur
transek A – B tidak hanya erosi melainkan
proses sedmintasi. Lambat laun proses
sedimentasi yang terjadi membuat kedalaman
tanah semakin dalam pada lereng – lereng
cekung. Kondisi demikian terjadi pada jalur
transek A – B (Gambar 2)
pasir sehingga mudah mengalami translokasi
oleh air menuju lereng yang ada di bawahnya.
Tabel 5. Lokasi Transek A - B
Tabel 6. Lokasi Transek C - D
z
No x
y
(mdpal)
1 392917 9170879
661
2 393208 9170606
646
3 393504 9170308
640
4 393673 9170218
636
5 394224 9169890
627
6 394643 9169494
608
Sumber: Olah Data Lapangan, 2013
Soil
Depth
(m)
2.38
1.95
2.3
1.5
2.8
1.76
Slope
(o)
10
18
16
10
7
1
Gambar 2. Profil Melintang A – B.
Transek C – D dilakukan di bagian
selatan daerah penelitian dengan azimuth
115o. Transek dilakukan dari bagian puncak
hingga lembah. Transek C – D memiliki
kedalaman tanah raata – rata lebih dari 2 m.
kedalaman tanah pada lokasi lembah sungai
mencapai lebih dari 3 m. Kondisi tanah yang
dalam pada lembah sungai merupakan hasil
dari sedimentasi material tanah dari lereng
atasnya. Kondisi kemiringan lereng yang
relatif datar juga menjadikan kondisi
kedalaman tanah pada lembah sungai jalur
transek C – D sangat dalam. Dalamnya
kondisi tanah akan meningkatkan kapasitas
menyimpan air yang dibutuhkan untuk
perkembangan tanah. Titik terakhir jalur
transek C – D memiliki kedalaman tanah yang
tidak terlalu dalam dengan kemiringan lereng
yang agak curam (Tabel 5). Lembah Sungai
lokasi transek C – D memiliki batuan dasar
breksi andesit namun tanah yang terbentuk
berasal dari abu Gunungapi Sumbing yang
memiliki tekstur geluh berpasir. Tekstur geluh
berpasir memiliki ikatan antar partikel yang
lemah namun materialnya lebih halus dari
Soil
z
Depth
No x
y
(mdpal) (m)
1 392768 9168520
574
2.7
2 392968 9168491
568
2.2
3 393248 9168507
563
1.75
4 393531 9168432
552
3.98
5 393821 9168378
554
2.98
6 394175 9168282
532
1.76
Sumber: Olah Data Lapangan, 2013
Slope
(o )
7
14
14
3
10
22
Gambar 3. Profil Melintang C – D.
Transek yang terakhir adalah transek
E – F. Jalur transek E – F berada di bagian
timur daerah penelitian dengan azimuth 180o
atau dari utara ke selatan. Jalur transek E – F
memiliki karakteristik yang sama dengan jalur
transek A – B. Jalur transek E – F memiliki
lereng cekung dengan kemiringan lereng yang
agak curam dan cembung dengan kemiringan
lereng yang landau. Kondisi kedalaman tanah
pada jalur transek E – F berkisar antara 1.7 m
hingga lebih dari 3 m. Kondisi tanah yang
dalam karena kemiringan lereng landai hingga
bergelombang mendominasi (Tabel 6).
Tabel 7. Lokasi Transek E – F
No
1
2
x
394175
394165
y
9170185
9169576
z
(mdpal)
588
575
Soil
Depth
(m)
2.17
2
Slope
(o )
8
13
3
394093
9169254
571
3.13
7
4
394115
9168894
554
1.73
12
5 394024 9168652
538
6 394161 9168124
520
Sumber : Olah Data Lapangan, 2013
3
2.13
Gambar 4. Profil Melintang E – F
Analisis Tabel Silang
Hasil tabel silang menunjukkan bahwa
klas lereng 1 (0 – 2o) dan klas lereng 2 (2 – 4o)
memiliki klas kedalaman tanah 4 (> 3 m).
Klas lereng 3 (4 – 7o) memiliki klas
kedalaman tanah 3 (2 – 3 m) dan klas
kedalaman tanah 4 (> 3 m) dengan persentase
jumlah berturut – turut 80% dan 20%. Angka
80% dan 20% berarti pada poligon klas lereng
3 kemungkinan menemukan kedalaman tanah
2 – 3 m adalah 80% sedangkan 20% sisanya
adalah lebih dari 3 m. Klas lereng 4 (7 – 12 o)
memiliki klas kedalaman tanah 2 (1 – 2 m)
dan klas kedalaman tanah 3 dengan
persentase jumlah berturut – turut 25% dan
75%. Klas lereng 5 memiliki klas kedalaman
tanah 2 sebesar 57% dan klas kedalaman
tanah 3 sebesar 43%, sehingga klas lereng 5
memiliki kedalaman tanah berkisar antara 1
hingga 3 m. Klas lereng 6 memiliki klas
kedalaman tanah 2 sebesar 50% dan klas
kedalaman
tanah
3
sebesar
50%.
Kemungkinan menemukan kedalaman tanah 1
– 2 m dan 2 – 3 m di klas lereng 6 adalah 50%
berbanding 50%.
Klas lereng 1 hingga klas lereng 5
menunjukkan hubungan berbanding terbalik
dengan klas kedalaman tanah (Tabel 7). Klas
lereng yang semakin besar maka klas
kedalaman tanah semakin kecil. Klas lereng 1
dan 2 berada pada klas kedalaman tanah 4.
Klas lereng 3 dan 4 berada pada klas
kedalaman tanah 3. Klas lereng 5 berada pada
klas kedalaman tanah 2. Hal ini menunjukkan
9
9
bahwa pada bentuklahan lereng bawah
vulkanik Gunungapi Sumbing semakin besar
kemiringan lereng maka semakin dangkal
kedalaman tanah dan sebaliknya. Lereng yang
merupakan representasi dari salahsatu faktor
pembentuk tanah, yaitu relief, mampu
mengontrol persebaran kedalaman tanah pada
klas lereng 1 hingga 5. Kondisi berbeda
terjadi pada Klas lereng 6. Klas lereng 6
memiliki kedalaman tanah yang cukup dalam
yaitu klas 2 dan klas 3. Hal ini menunjukkan
bahwa kemiringan lereng tidak terlalu
berpengaruh terhadap kedalaman tanah. Ada
faktor – faktor lain yang mengontrol
kedalaman tanah seperti iklim, bahan induk
tanah, bentuk dan arah hadap lereng,
penggunaan lahan, aktivitas organisme dan
aktivitas manusia yang belum diperhatikan.
Artinya kemiringan lereng menjadi faktor
utama dan mampu mengontrol kedalaman
tanah namun dalam kondisi tertentu
kemiringan lereng bukan faktor utama dalam
menentukan kedalaman tanah.
Seberapa besar pengaruh kemiringan
lereng terhadap distribusi kedalaman tanah
masih belum dapat dihitung karena
keterbatasan data kedalaman tanah dan
metode analisis yang digunakan. Survey
lapangan yang dilakukan masih banyak titik
sampel yang belum diketahui kedalaman
tanahnya. Hal ini karena kedalaman tanah
pada bentuklahan lereng bawah vulkanik
Gunungapi Sumbing relatif dalam. Oleh
karena itu, perlu adanya metode lain untuk
mengetahui kedalaman tanah di daerah
penelitian, misalnya dengan menggunakan
metode seismik refraksi pada kondisi tanah
yang relatif dalam.
Tabel 8. Tabel Silang Hubungan antara Kedalaman Tanah dengan Kemiringan Lereng Bentuklahan
Lereng Bawah Vulkanik Gunungapi Sumbing
Klas Kedalaman Tanah
Klas
I
II
II
III
III
IV
IV
Lereng I
(Count) (%) (Count) (%) (Count) (%) (Count) (%)
I
0
0
0
0
0
0
1 100
II
0
0
0
0
0
0
1 100
III
0
0
0
0
4
80
1
20
IV
0
0
2
25
6
75
0
0
V
0
0
4
57
3
43
0
0
VI
0
0
1
50
1
50
0
0
Sumber: Olah Data Lapangan, 2013
Tabel 9. Evaluasi Pemanfaatan Lahan pada Bentuklahan Lereng Bawah Vulkanik
Gunungapi Sumbing
Klas
Pemanfaatan
Kedalaman
Klas Sudut
Lahan yang
Sesuai /
No Tanah
Lereng
Pemanfaatan Lahan
Sesuai
Tidak
Kebun (32%), Pemukiman
2 (1 - 2 m)
6 (>20o)
(27%), Sawah (41%)
Kebun, Hutan
Tidak
1
Kebun (38%), Pemukiman
5 (12o - 20o)
(29%), Sawah (33%)
Kebun, Hutan
Sesuai
Kebun (50%), Pemukiman
3 (2 - 3 m)
5 (12o - 20o)
(50%)
Kebun, Hutan
Sesuai
Kebun (30%), Pemukiman
2
4 (7o - 12o)
(35%), Sawah (35%)
Kebun, Hutan
Tidak
Kebun (29%), Pemukiman
3 (4o - 7o)
(30%), Sawah (41%)
Kebun, Hutan
Tidak
Kebun (29%), Pemukiman
Kebun, Hutan,
4 (>3 m)
2 (2o - 4o)
(43%), Sawah (28%)
Sawah
Sesuai
3
Kebun (31%), Pemukiman
Pemukiman,
1 (0o - 2o)
(34%), Sawah (35%)
sawah
Sesuai
Sumber: Olah Data Lapngan, 2013.
Evaluasi Pemanfaatan Lahan
Hasil
pengamatan
dilapangan
menunjukkan pada lereng – lereng yang
curam (klas sudut lereng 6) dan tanah yang
tidak terlalu dalam (klas kedalaman tanah 2)
masih banyak digunakan untuk penggunaan
lahan sawah (Tabel 8). Hal ini akan
berdampak pada terjadinya erosi. Lereng –
lereng yang curam dengan penggunaan lahan
sawah menjadikan air yang jatuh ke tanah
lebih banyak menjadi limpasan permukaan.
Lereng – lereng yang curam seharusnya
digunakan untuk kebun atau tanaman tahunan
agar limpasan permukaan kecil dan kapasitas
infiltrasi besar. Pemanfaatan lahan untuk
tanaman tertentu untuk mencegah terjadinya
erosi biasa disebut sebagai teknik konservasi
tanah secara vegetatif (Sartohadi dkk, 2012).
Pemanfaatan lahan pada lereng yang
landai dan datar pada klas sudut lereng 2 dan
klas sudut lereng 1 sudah sesuai. Pemanfaatan
lahan yang sesuai dapat mengurangi ancaman
erosi. Pemanfaatan lahan pada lereng landai
dan datar digunakan untuk sawah,
pemukiman dan beberapa kebun. Lereng –
lereng yang datar dan landai mampu
menurunkan laju limpasan permukaan.
Kedalaman tanah yang dalam dan bertekstur
pasiran mampu meningkatkan kapasitas
infiltrasi tanah.
KESIMPULAN
Distribusi kemiringan lereng pada
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing bervariasi mulai dari 1o
hingga 45o. Bagian utara dan barat didominasi
klas lereng 1 (0 – 2o). Bagian selatan dan
timur didominasi oleh kemiringan lereng klas
3 (4 – 7o) dan klas 4 (7 – 12o). Distribusi
kedalaman tanah pada bentuklahan lereng
bawah vulkanik Gunungapi Sumbing
bervariasi mulai dari 1 hingga lebih dari 3 m.
Kedalaman tanah bagian utara didominasi
oleh klas 3 (2 – 3 m) dan klas 4 (> 3 m).
Kedalaman tanah bagian selatan, timur dan
tengah didominasi oleh klas 2 (1 – 2 m) dan
klas 3 (2 – 3 m). Kedalaman tanah bagian
barat didominasi oleh klas 2 (1 – 2 m), klas 3
(2 – 3 m) dan klas 4 (> 3 m).
Nilai kedalaman tanah akan semakin
besar seiring dengan semakin kecilnya nilai
kemiringan lereng pada bentuklahan lereng
bawah vulkanik Gunungapi Sumbing.
Kemiringan lereng merupakan faktor utama
dalam mengontrol kedalaman tanah pada
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing, namun pada kondisi
tertentu kemiringan lereng bukan faktor
utama penentu kedalaman tanah. Faktor yang
perlu dipertimbangkan adalah iklim, bahan
induk tanah, bentuk dan arah hadap lereng,
penggunaan lahan, aktivitas organisme dan
aktivitas manusia.
Pemanfaatan lahan di lereng bawah
vulkanik Gunungapi Sumbing masih belum
sesuai tertutama di daerah – daerah dengan
morfologi yang cukup curam.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air.
IPB Press: Bogor
Gessler, P.E., O.A. Chadwick, F. Charman, L.
Althouse, & K. Holmes. 2000.
Modeling
Soil-Landscape
and
Ecosystem Properties Using Terrain
Attributes. Soil Science Society of
America Journal vol. 64 No. 6, p.
2046 – 2056. Soil Science Society of
America: Madison
Jamulya & Suratman. 1993. Pengantar
Geografi Tanah. Fakultas Geografi
UGM: Yogyakarta
Malo, D.D., B.K. Worcester, D.K. Cassel, &
K.D. Matzd. 1974. Soil-Landscape
Relationships in a Closed Drainage
System. Soil Science Society of
America Journal vol. 38 No. 5, p. 813
– 818. Soil Science Society of
America: Madison
Richards, K. 1984. Geomorphology and Soils.
George Allen & Unwin Ltd.: London
Sartohadi, J., Jamulya, & N.I.S. Dewi. 2012.
Pengantar Geografi Tanah. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta
Webb, & Burgham. 1997. Soil-Landscape
Relationships of Downlands Soils
Formed from Loess, Eastern South
Island, New Zealand. Australian
Journal of Soil Research 35(4) 827 –
842. Victoria: CSRIO
LERENG PADA BENTUKLAHAN LERENG BAWAH VULKANIK SUB DAS KODIL
PROVINSI JAWA TENGAH
Garri Martha Kusuma Wardhana
[email protected]
Junun Sartohadi
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji distribusi kemiringan lereng, 2) mengkaji
distribusi kedalaman tanah, 3) mengkaji hubungan antara kedalaman tanah dengan kemiringan
lereng, dan 4) evaluasi deskriptif pemanfaatan lahan terkait dengan lereng dan kedalaman tanah
pada bentuklahan lereng bawah vulkanik Gunungapi Sumbing di Sub DAS Kodil. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan pedogeomorfologi. Analisis
hubungan antara kedalaman tanah dengan kemiringan lereng menggunakan tabel silang dan
evaluasi deskriptif pemanfaatan lahan terkait lereng dan kedalaman tanah dilakukan dengan
survai lapangan. Hasil penelitian menunjukkan klas sudut lereng tidak memiliki pola morfologi
global dari lereng gunungapi. Klas sudut lereng 1 hingga klas sudut lereng 5 menunjukkan
hubungan berbanding terbalik dengan klas kedalaman tanah, sehingga semakin besar sudut lereng
maka semakin dangkal tanah dan sebaliknya. Pemanfaatan lahan di daerah penelitian terutama di
lereng – lereng curam masih banyak dimanfaatkan untuk sawah. Hal ini akan menyebabkan
ancaman erosi yang besar.
Kata kunci: Kemiringan lereng, kedalaman tanah, tabel silang, lereng bawah vulkanik,
pemanfaatan lahan
ABSTRACT
This Study aims to 1) examine distribution of slope, 2) examine distribution of soil depth, 3)
examine relationship between soil depth and slope, and 4) descriptive evaluation of landuse
associated with soil depth and slope in downslope of Sumbing volcano in Kodil catchment area.
This study use descriptive-qualitative method on pedeogeomorphological approach. Analysis of
the relationship between soil depth and slope use crosstab. Descriptive evaluation of landuse
associated with soil depth and slope use field survey methods. The results showed slope classes
shows no pattern of global morphology of slopes of the volcano. Slope class 1 to class 5 showed
the slope class is inversely related to soil depth class, thus the greater slope, the more shallow
soildepth. Landuse in the research area, especially on steep slopes are still widely used for rice
fields. It will cause a great threat of erosion.
Keyword: slope, soil depth, crosstab, downslope of volcanic, landuse
1
PENDAHULUAN
Definisi tanah dapat ditinjau dari
berbagai sudut pandang, baik dari geologi,
geomorfologi, pertanian, peternakan, ataupun
keteknikan. Tanah dari sudut pandang
geomorfologi merupakan akumulasi tubuh
alam yang memiliki sifat lepas-lepas yang
menempati hampir seluruh bagian bumi, hasil
lapukan bahan induk sebagai akibat dari
pengaruh organisme dan iklim pada relief
tertentu dan dalam jangka waktu yang
panjang serta mampu untuk menumbuhkan
tanaman (Jamulya & Suratman 1993).
Perkembangan tanah di permukaan
bumi sangat bervariasi di setiap satuan
bentuklahan (Malo dkk, 1974). Menurut
Webb (1994) dalam Webb & Burgham
(1997),
pemetaan
tanah
seringkali
menggunakan dasar batasan bentuklahan.
Variasi perkembangan tanah tersebut muncul
sebagai fungsi dari aspek relief, batuan induk
dan asal proses bentuklahan. Aspek relief
yang dicerminkan melalui lereng merupakan
salah satu faktor penting dalam menentukan
pembentukan tanah, khususnya variasi
kedalaman tanah.
Informasi kedalaman tanah sangat
penting untuk diketahui terutama untuk
pertanian,
konservasi,
perencanaan
pembuatan jalan atau keteknikan lainnya.
Faktor
kedalaman
tanah
menentukan
perencanaan konservasi tanah (Arsyad, 1989).
Sebagai salah satu ciri morfologi tanah, faktor
kedalaman tanah sangat mempengaruhi
produktivitas tanaman. Tanaman akan sulit
tumbuh jika kedalaman tanahnya dangkal
terutama tanaman – tanaman keras yang
memiliki akar tunggang. Kedalaman tanah
dari sisi kebencanaan merupakan salah satu
faktor penentu proses longsor, sehingga dapat
digunakan sebagai dasar dalam pemetaan
potensi longsor (Hardyatmo, 2006). Informasi
data kedalaman tanah tersebut sangat penting,
namun hingga saat ini ketersediaannya masih
sangat kurang.
Distribusi kedalaman tanah secara
spasial ditentukan oleh kemiringan lereng
(Gessler dkk, 2000). Kemiringan lereng dapat
diidentifikasi berdasarkan klas sudut lereng.
Semakin besar sudut lereng maka kecepatan
aliran permukaan semakin tinggi sehingga
mampu memindahkan material permukaan
termasuk tanah menuju area yang ada
dibawahnya yang lebih datar. Material tanah
yang terangkut dari lereng atas dengan sudut
lereng besar diendapkan pada area yang datar.
Pengendapan material tanah pada area yang
datar atau sudut lereng yang kecil terjadi
karena kecepatan aliran permukaan rendah
sehingga tanahnya menjadi tebal. Akibat
proses itulah kemiringan lereng dapat
menentukan kedalaman tanah. Maka perlu
adanya penelitian lebih lanjut mengenai
kedalaman tanah dan hubungannya dengan
kemiringan lereng.
Salah satu lokasi yang menarik
untuk dikaji tentang hubungan kedalaman
tanah dengan kemiringan lereng adalah pada
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik.
Bentuklahahn lereng bawah vulkanik
merupakan
bentuklahan
hasil
proses
vulkanisme baik berupa intrusi maupun
ekstrusi. Bentuklahan lereng bawah vulkanik
menghasilkan detail toposekuen yang cukup
jelas dari mulai puncak bukit, lereng atas,
lereng tengah, lereng bawah hingga lembah.
Perbedaan lereng yang cukup tegas pada
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
memudahkan dalam melakukan analisis
kemiringan lereng. Kajian kedalaman tanah
pada litologi material vulkanik Gunungapi
muda juga masih sangat jarang dilakukan.
Lokasi bentuklahan lereng bawah
vulkanik yang representatif untuk dikaji
terletak di Sub DAS Kodil. Perkembangan
bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub
DAS Kodil sangat intensif yang ditandai
dengan adanya material Gunungapi Sumbing
muda yang tersebar diseluruh lokasi
penelitian. Keragaman topografi pada
bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub
DAS kodil mencakup kemiringan lereng,
morfologi, bentuk dan arah hadap lereng.
Studi geomorfologi yang mencakup
bentuklahan menjadi dasar analisis dalam
ilmu geografi. Bentuklahan dikontrol oleh
faktor morfologi, struktur, stadium dan
morfoaransemen.
Manfaat
pendekatan
bentuklahan
yang
berdasarkan
pada
morfologi,
struktur,
stadium
dan
morfoaransemen bagi ilmu geografi dapat
digunakan sebagai landasan manajemen lahan
(Sartohadi, 2012). Pendekatan bentuklahan
dapat
menjelaskan
tentang
besaran
kemiringan lereng, elevasi, proses yang
terjadi, litologi dan umur batuan, material
permukaan serta pengaruhnya terhadap
kondisi lingkungan sekitar. Semua penjelasan
inilah yang digunakan sebagai dasar untuk
manajemen lahan yang didapat dari
pendekatan bentuklahan. Manfaat lain
pendekatan bentuklahan adalah untuk
pemetaan tanah terutama kedalaman tanah
karena proses geomorfologi yang bekerja
pada bentuklahan melibatkan tanah yang
menutup
permukaan
bumi.
Satuan
bentuklahan lereng bawah vulkanik yang ada
di daerah penelitian perlu diketahui untuk
melakukan analisis mengenai hubungan
antara kedalaman tanah dengan klas sudut
lereng.
Studi eksplanatif tentang soillandscape relationship telah berkembang
hampir di seluruh dunia. Parameter yang
digunakan untuk studi ini juga bermacam –
macam, diantaranya kedalaman tanah dengan
kemiringan lereng, sifat fisik tanah dengan
morfologi dan yang paling sering digunakan
adalah sifat – sifat tanah dengan bentuklahan.
Studi pembuktian teori terutama untuk
hubungan antara kedalaman tanah dengan
kemiringan lereng di Indonesia masih sangat
sedikit terutama di daerah penelitian. Maka
perlu dilakukan penelitian tentang hubungan
antara kedalaman tanah dengan kemiringan
lereng dan bagaimana distribusi kedalaman
tanah pada tiap perbedaan klas lereng.
Tanah dan lereng dalam hal ini klas
sudut lereng memiliki hubungan yang cukup
kuat (Richard dkk, 1984). Analisis hubungan
antara dua variabel yaitu kedalaman tanah
dengan klas sudut lereng dapat dilakukan
secara kuantitatif (statistik) maupun kualitatif
deskriptif. Keunggulan analisis kuantitatif
yaitu dapat menjelaskan angka besaran angka
pengaruh variabel klas sudut lereng terhadap
kedalaman tanah misalnya 0 sampai 100%.
Kelemahan analisis kuantitatif jika ada data
yang tidak wajar (outlier) akan tetap
diperhitungkan jika belum dihilangkan serta
jumlah data harus sesuai dengan statistik
minimal 30 data. Keunggulan analisis
kualitatif deskriptif adalah dapat digunakan
dengan jumlah data yang terbatas dan dapat
mewakili. Kelemahan analisis kualitatif
deskripitf tidak dapat menjelaskan besaran
angka pengaruh variabel kemiringan lereng
terhadap kedalaman tanah. Penelitian ini
berupaya menggunakan metode analisa
sederhana yang mampu menjelaskan secara
logis dan informatif tentang hubungan antara
bentuklahan,
kemiringan
lereng
dan
kedalaman tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk 1)
mengkaji distribusi kemiringan lereng, 2)
mengkaji distribusi kedalaman tanah, 3)
mengkaji hubungan antara kedalaman tanah
dengan kemiringan lereng, dan 4) evaluasi
deskriptif pemanfaatan lahan terkait dengan
lereng dan kedalaman tanah pada bentuklahan
lereng bawah vulkanik Gunungapi Sumbing
di Sub DAS Kodil.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif dengan pendekatan
pedogeomorfologi.
Pembuatan
peta
kemiringan lereng dilakukan dengan analisis
DEM dan survai lapangan. Pengambilan data
distribusi kedalaman tanah dilakukan dengan
survai lapangan. Analisis hubungan antara
kedalaman tanah dengan kemiringan lereng
menggunakan tabel silang dan evaluasi
deskriptif pemanfaatan lahan terkait lereng
dan kedalaman tanah dilakukan dengan survai
lapangan.
Alat dan bahan yang digunakan
adalah Peta Rupa Bumi Indonesia lembar
1408-231 Purworejo, lembar 1408-233 Kepil
dan lembar 1408-511 Kaliangkrik Skala
1:25.000, kompas geologi dan abney level
untuk menghitung kemiringan lereng, sekop
dan sutil untuk membuat profil tanah, pita
ukur untuk mengukur kedalaman tanah, GPS
untuk melakukan ploting lokasi sampel.
Objek penelitian yaitu kedalaman
tanah, klas sudut lereng dan bentuklahan
merupakan
penelitian
survai
dengan
pengamatan lapangan. Metode pengambilan
sampel mengacu pada probabilistik sampel
dengan teknik stratified line sampling.
Artinya, sampel di ambil berdasarkan strata
atau tingkatan tertentu dengan menggunakan
jalur transek dalam suatu area poligon. Strata
yang dijadikan sebagai pedoman pengambilan
sampel adalah klas sudut lereng. Kedalaman
tanah diukur dari permukaan hingga zona
tembus akar ataupun batuan keras lapuk atau
lapisan padas lainnya. Data kedalaman tanah
diambil dengan mencari atau membuat profil
di daerah yang memiliki lereng relatif miring
dengan mengunakan sekop atau sutil.
Kemiringan
lereng
diukur
dengan
menggunakan abney level atau kompas
geologi. Data kemiringan lereng diambil pada
titik yang sama dengan data kedalaman tanah.
Data kedalaman tanah dan kemiringan lereng
kemudian di klassifikasikan berdasarkan
kondisi di lapangan (Tabel 1 dan Tabel 2).
Tabel 1. Klas Sudut Lereng Berdasarkan
Daerah Penelitian
No.
1
2
3
4
5
6
Klas
Lereng
I
II
III
IV
V
VI
Derajat
(o)
0–2
2–4
4–7
7 – 12
12 – 20
>20
Keterangan
Datar
Berombak
Bergelombang
Agak miring
Miring
Curam
Sumber: Olah Data Sekunder, 2013
Tabel 2. Klasifikasi Kedalaman Tanah
Daerah Penelitian
Klas
I
II
III
IV
Kedalaman
Tanah (m)
0–1
1–2
2–3
>3
Deskripsi
Dangkal
Sedang
Dalam
Sangat Dalam
Sumber: Olah data lapangan, 2013
Data klas sudut lereng dan
kedalaman tanah dilakukan analisis tabulasi
tabel silang. Tabel silang dapat digunakan
untuk mengetahui hubungan antara kedua
variabel tersebut secara kualitatif. Pembuatan
subkesatuan kedua variabel harus dilakukan
terlebih dahulu sebelum data dimasukkan
kedalam tabel. Subkesatuan variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
pembuatan klas sudut lereng dan klas
kedalaman tanah. Kedalaman tanah yang
diukur sampai dengan zona perakaran atau
batuan lapuk diklaskan berdasarkan pada hasil
sampel kedalaman tanah dilapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng pada bentuklahan
vulkanik Gunungapi Sumbing di DAS Kodil
cukup beragam. Nilai kemiringan lereng
bervariasi antara 1o hingga 45o. Daerah
penelitian didominasi oleh kemiringan lereng
klas 1 (0 -2o), klas 3 (4 – 7o) dan klas 4 (7 –
12o) dengan persentase mencapai lebih dari
20% dari total luas wilayah penelitian (Tabel
3).
Tabel 3. Persentase Klas Sudut Lereng pada
Bentuklahan Lereng Bawah Vulkanik Gunungapi
Sumbing Sub DAS Kodil.
Klas
Luas
Sudut
Area
Persentase
No. Lereng (o) (Km2)
(%)
1 1 (0 - 2)
1.61
27.75
2 2 (2 - 4)
0.79
13.58
3 3 (4 - 7)
1.36
23.31
4 4 (7 - 12)
1.22
21.01
5 5 (12 - 20)
0.43
7.35
6 6 (>20)
0.41
7.00
Sumber: Olah Data Lapangan, 2013
Kemiringan
lereng
klas
1
mendominasi bagian utara dan barat daerah
penelitian. Hal ini karena bagian utara dan
barat bentuklahan lereng bawah vulkanik
Gunungapi Sumbing merupakan puncak bukit
dan batas sebelah barat dari DAS Kodil.
Puncak bukit merupakan daerah yang
memiliki morfologi datar hingga landau
dengan rerata kemiringan lereng antara 0o
hingga 3o. Daerah pada lembah – lembah
sungai dibagian hulu dari bentuklahan lereng
bawah vulkanik Gunungapi Sumbing
didominasi oleh kemiringan lereng klas 5 (12
– 20o) dan klas 6 (>20o). Lembah – lembah
sungai dibagian hulu memiliki lereng yang
relatif curam karena proses erosi vertikal
sangat dominan. Dominannya erosi vertikal
oleh aliran sungai dibagian hulu menjadikan
lembah berbentuk v curam.
Bagian selatan dan timur bentuklahan
lereng bawah vulkanik Gunungapi Sumbing
didominasi oleh kemiringan lereng klas 3 dan
klas 4. Bagian selatan dan timur bentuklahan
lereng bawah vulkanik Gunungapi Sumbing
memiliki lembah sungai berbentuk v lebar
hingga u. Lembah sungai yang berbentuk u
ini memiliki kemiringan lereng yang tidak
terlalu curam. Bagian tengah didominasi oleh
kemiringan lereng klas 1 dan klas 2 (2 – 4o).
Daerah yang cukup datar di bagian tengah
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing menjadikan proses
limpasan permukaan yang tidak terlalu besar,
terutama pada penggunaan lahan kebun
campuran. Limpasan permukaan yang tidak
terlalu besar menyebabkan proses translokasi
material pun cenderung kecil.
Distribusi kemiringan lereng pada
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing jika dilihat secara global
seharusnya memiliki pola. Pola kemiringan
lereng secara global pada bentuklahan
vulkanik adalah semakin ke lereng bawah
semakin landai. Kemiringan lereng jika
dilihat secara lebih detail hanya pada daerah
penelitian maka tidak terlihat adanya pola.
Tidak adanya pola di daerah penelitian ini
dipengaruhi oleh mirko relief di daerah
penelitian. Mikro relief di daerah penelitian di
kontrol oleh sistem sungai hulu dari Sub DAS
Kodil. Sistem sungai hulu ini membuat relief
di daerah penelitian bersifat bergelombang
(rolling).
Distribusi Kedalaman Tanah
Gunungapi Sumbing cukup bervariasi.
Kedalaman tanah mulai dari 1 m hingga lebih
dari 3 m. Kedalaman tanah paling sering
dijumpai di daerah penelitian adalah pada
kedalaman 2 m hingga 3 m (Klas 3).
Kedalaman tanah pada bentuklahan lereng
bawah vulkanik Gunungapi Sumbing di Sub
Das Kodil didominasi oleh klas 3 dan klas 4
(> 3 m). Kedalaman tanah klas 3 seluas 2.61
Km2 atau 45% dari luas total area penelitian.
Kedalaman tanah klas 4 (> 3 m) seluas 2.47
Km2 atau 42% dari luas total area penelitian.
Kedalaman tanah klas 2 (1 – 2 m) seluas 0.74
km2 atau 13% dari luas total area penelitian.
Kedalaman tanah klas 1 (0 – 1 m) tidak
ditemukan di area penelitian. Hal ini
memperlihatkan bahwa kondisi kedalaman
tanah pada bentuklahan lereng bawah
vulkanik Gunungapi Sumbing relatif dalam.
Tabel 4. Luas Area Masing – Masing Klas
Kedalaman Tanah pada Bentuklahan Lereng
Bawah Vulkanik Gunungapi Sumbing sub DAS
Kodil
Klas Kedalaman Luas Area
Tanah (m)
(Km2)
1 1 (0 -1)
0.00
2 2 (1 - 2)
0.74
3 3 (2 - 3)
2.61
4 4 (> 3)
2.47
Sumber: Olah Data Lapangan, 2013
No.
Gambar 1. Diagram Persentase Luas Klas
Kedalaman Tanah
Distribusi kedalaman tanah pada
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing dibagi menjadi lima
bagian, yaitu bagian utara, bagian timur,
bagian selatan, bagian barat dan bagian
tengah. Kedalaman tanah bagian utara
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing didominasi oleh klas 3
dan klas 4. Kedalaman tanah bagian utara
bervariasi antara 2 m sampai lebih dari 3 m.
Dalamnya kedalaman tanah pada bagian utara
daerah penelitian dipengaruhi oleh lereng
yang datar hingga bergelombang. Lereng
yang cukup datar dibagian utara yang
merupakan puncak bukit menjadikan proses
erosi sangat kecil sekali terjadi sehingga tanah
relatif dalam. Bagian utara yang letaknya
lebih dekat dengan Gunungapi Sumbing juga
menjadi faktor lain mengapa tanahnya relatif
dalam. Hasil erupsi Gunungapi Sumbing yang
berkembang menjadi tanah banyak terdapat di
bagian utara daerah penelitian.
Kedalaman tanah bagian timur
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing cukup bervariasi.
Kedalaman tanah yang terukur antara 1 m
hingga lebih dari 3 m atau termasuk kedalam
klas 2 hingga 4. Variasi kemiringan lereng
menjadi penyebab bervariasinya kedalaman
tanah di bagian timur daerah penelitian.
Penyebab kedalaman tanah yang cukup dalam
adalah bagian timur daerah penelitian
merupakan bagian lembah atau titik elevasi
terendah dimana proses sedimentasi terjadi.
Proses sedimentasi berupa pengendapan
material tanah pada daerah bawahnya
membuat tanah menjadi dalam. Kedalaman
tanah bagian selatan bentuklahan lereng
bawah vulkanik Gunungapi Sumbing juga
bervariasi mulai dari 1 m hingga 4 m. Bagian
selatan daerah penelitian memiliki kemiringan
lereng yang bervariasi sehingga menyebabkan
kedalaman tanah juga bervariasi.
Kedalaman tanah bagian barat
didominasi oleh klas 2, klas 3 dan klas 4 atau
kedalaman antara 2 m hingga lebih dari 3 m.
Bagian barat merupakan puncak bukit dengan
lereng yang relatif datar sehingga kedalaman
tanah relatif dalam hampir sama pada bagian
utara daerah penelitian. Adanya kedalaman
tanah klas 2 di bagian barat daerah penelitian
salahsatunya disebabkan oleh material hasil
erupsi Gunungapi Sumbing yang tidak
sebanyak di bagian utara. Penyebab lain, yaitu
di beberapa tempat di bagian barat daerah
penelitian memiliki lereng yang dominan
bergelombang sehingga terjadi proses erosi
walaupun dengan intensitas yang tidak terlalu
besar.
Kedalaman tanah bagian tengah lereng
bawah vulkanik Gunungapi Sumbing
memiliki kondisi yang hampir serupa dengan
bagian timur dan selatan. Variasi kemiringan
lereng menyebabkan kedalaman tanah di
bagian tengah daerah penelitian juga
bervariasi. Kedalaman tanah berkisar antara 1
m hingga lebih dari 3 m.
Kedalaman
tanah
secara
teori
memiliki pola, yaitu semakin ke arah hilir
tanah akan semakin dalam. Daerah hilir
merupakan daerah yang datar dan tempat
sedimentasi material dari hulu. Proses
sedimentasi ini yang membuat kondisi tanah
di daerah hilir menjadi tebal. Daerah
penelitian memiliki sistem sungai hulu – hilir.
Bagian hulu terdapat di bagian utara dan barat
daerah penelitian sedangkan bagian hilir
terdapat di bagian selatan daerah penelitian.
Terlihat pada Gambar 4.5. kondisi kedalaman
tanah semakin ke daerah hilir tidak semakin
dalam. Beberapa lokasi di daerah hulu kondisi
tanah justru dalam dan di daerah hilir kondisi
tanah tidak terlalu dalam. Hal ini karena pola
distribusi kedalaman tanah mengikuti pola
distribusi kemiringan lereng. Kemiringan
lereng di daerah hulu penelitian tidak selalu
curam dan kemiringan lereng di daerah hilir
penelitian tidak selalu datar sehingga
kedalaman tanah pun tidak mengikuti pola
semakin ke hilir semakin dalam. Asumsi lain
tidak terpolanya kedalaman tanah hulu ke
hilir adalah akibat dari hasil erupsi Gunungapi
Sumbing. Semakin dekat dengan sumber
letusan yaitu di daerah utara penelitian (hulu)
maka semakin dalam kondisi tanahnya. Hasil
erupsi Gunungapi Sumbing merupakan
material pembentuk tanah di daerah
penelitian.
Analisis Profil Melintang
Jalur transek yang digunakan untuk
analisis berjumlah 3 karena 3 transek lainnya
dibeberapa titik sampel kedalaman tanah
belum ditemukan batuan dasar atau zona
padas lainnya. Hasil transek yang diolah
menjadi
profil
melintang
akan
memperlihatkan kecenderungan kedalaman
tanah pada daerah yang memiliki lereng
curam atau datar. Profil melintang juga dapat
digunakan untuk analisis bentuk lereng yang
juga berpengaruh terhadap kedalaman tanah.
Transek A – B dilakukan di bagian
utara daerah penelitian dengan arah azimuth
135o atau dari barat ke timur. Transek A – B
pada daerah puncak memiliki tanah yang
cukup dalam. Tanah pada lereng cekung dan
curam pada lereng – lereng dibawahnya
menunjukkan kedalaman yang lebih dangkal.
Hal ini karena pada lereng cekung dan curam
limpasan permukaan lebih tinggi sehingga
mampu memindahkan material tanah dan
diendapkan di lereng bawahnya. Lereng
bagian bawah yang berbentuk cembung dan
cukup
datar
merupakan
hasil
dari
pengendapan material yang terangkut. Proses
yang terjadi di lereng cekung pada jalur
transek A – B tidak hanya erosi melainkan
proses sedmintasi. Lambat laun proses
sedimentasi yang terjadi membuat kedalaman
tanah semakin dalam pada lereng – lereng
cekung. Kondisi demikian terjadi pada jalur
transek A – B (Gambar 2)
pasir sehingga mudah mengalami translokasi
oleh air menuju lereng yang ada di bawahnya.
Tabel 5. Lokasi Transek A - B
Tabel 6. Lokasi Transek C - D
z
No x
y
(mdpal)
1 392917 9170879
661
2 393208 9170606
646
3 393504 9170308
640
4 393673 9170218
636
5 394224 9169890
627
6 394643 9169494
608
Sumber: Olah Data Lapangan, 2013
Soil
Depth
(m)
2.38
1.95
2.3
1.5
2.8
1.76
Slope
(o)
10
18
16
10
7
1
Gambar 2. Profil Melintang A – B.
Transek C – D dilakukan di bagian
selatan daerah penelitian dengan azimuth
115o. Transek dilakukan dari bagian puncak
hingga lembah. Transek C – D memiliki
kedalaman tanah raata – rata lebih dari 2 m.
kedalaman tanah pada lokasi lembah sungai
mencapai lebih dari 3 m. Kondisi tanah yang
dalam pada lembah sungai merupakan hasil
dari sedimentasi material tanah dari lereng
atasnya. Kondisi kemiringan lereng yang
relatif datar juga menjadikan kondisi
kedalaman tanah pada lembah sungai jalur
transek C – D sangat dalam. Dalamnya
kondisi tanah akan meningkatkan kapasitas
menyimpan air yang dibutuhkan untuk
perkembangan tanah. Titik terakhir jalur
transek C – D memiliki kedalaman tanah yang
tidak terlalu dalam dengan kemiringan lereng
yang agak curam (Tabel 5). Lembah Sungai
lokasi transek C – D memiliki batuan dasar
breksi andesit namun tanah yang terbentuk
berasal dari abu Gunungapi Sumbing yang
memiliki tekstur geluh berpasir. Tekstur geluh
berpasir memiliki ikatan antar partikel yang
lemah namun materialnya lebih halus dari
Soil
z
Depth
No x
y
(mdpal) (m)
1 392768 9168520
574
2.7
2 392968 9168491
568
2.2
3 393248 9168507
563
1.75
4 393531 9168432
552
3.98
5 393821 9168378
554
2.98
6 394175 9168282
532
1.76
Sumber: Olah Data Lapangan, 2013
Slope
(o )
7
14
14
3
10
22
Gambar 3. Profil Melintang C – D.
Transek yang terakhir adalah transek
E – F. Jalur transek E – F berada di bagian
timur daerah penelitian dengan azimuth 180o
atau dari utara ke selatan. Jalur transek E – F
memiliki karakteristik yang sama dengan jalur
transek A – B. Jalur transek E – F memiliki
lereng cekung dengan kemiringan lereng yang
agak curam dan cembung dengan kemiringan
lereng yang landau. Kondisi kedalaman tanah
pada jalur transek E – F berkisar antara 1.7 m
hingga lebih dari 3 m. Kondisi tanah yang
dalam karena kemiringan lereng landai hingga
bergelombang mendominasi (Tabel 6).
Tabel 7. Lokasi Transek E – F
No
1
2
x
394175
394165
y
9170185
9169576
z
(mdpal)
588
575
Soil
Depth
(m)
2.17
2
Slope
(o )
8
13
3
394093
9169254
571
3.13
7
4
394115
9168894
554
1.73
12
5 394024 9168652
538
6 394161 9168124
520
Sumber : Olah Data Lapangan, 2013
3
2.13
Gambar 4. Profil Melintang E – F
Analisis Tabel Silang
Hasil tabel silang menunjukkan bahwa
klas lereng 1 (0 – 2o) dan klas lereng 2 (2 – 4o)
memiliki klas kedalaman tanah 4 (> 3 m).
Klas lereng 3 (4 – 7o) memiliki klas
kedalaman tanah 3 (2 – 3 m) dan klas
kedalaman tanah 4 (> 3 m) dengan persentase
jumlah berturut – turut 80% dan 20%. Angka
80% dan 20% berarti pada poligon klas lereng
3 kemungkinan menemukan kedalaman tanah
2 – 3 m adalah 80% sedangkan 20% sisanya
adalah lebih dari 3 m. Klas lereng 4 (7 – 12 o)
memiliki klas kedalaman tanah 2 (1 – 2 m)
dan klas kedalaman tanah 3 dengan
persentase jumlah berturut – turut 25% dan
75%. Klas lereng 5 memiliki klas kedalaman
tanah 2 sebesar 57% dan klas kedalaman
tanah 3 sebesar 43%, sehingga klas lereng 5
memiliki kedalaman tanah berkisar antara 1
hingga 3 m. Klas lereng 6 memiliki klas
kedalaman tanah 2 sebesar 50% dan klas
kedalaman
tanah
3
sebesar
50%.
Kemungkinan menemukan kedalaman tanah 1
– 2 m dan 2 – 3 m di klas lereng 6 adalah 50%
berbanding 50%.
Klas lereng 1 hingga klas lereng 5
menunjukkan hubungan berbanding terbalik
dengan klas kedalaman tanah (Tabel 7). Klas
lereng yang semakin besar maka klas
kedalaman tanah semakin kecil. Klas lereng 1
dan 2 berada pada klas kedalaman tanah 4.
Klas lereng 3 dan 4 berada pada klas
kedalaman tanah 3. Klas lereng 5 berada pada
klas kedalaman tanah 2. Hal ini menunjukkan
9
9
bahwa pada bentuklahan lereng bawah
vulkanik Gunungapi Sumbing semakin besar
kemiringan lereng maka semakin dangkal
kedalaman tanah dan sebaliknya. Lereng yang
merupakan representasi dari salahsatu faktor
pembentuk tanah, yaitu relief, mampu
mengontrol persebaran kedalaman tanah pada
klas lereng 1 hingga 5. Kondisi berbeda
terjadi pada Klas lereng 6. Klas lereng 6
memiliki kedalaman tanah yang cukup dalam
yaitu klas 2 dan klas 3. Hal ini menunjukkan
bahwa kemiringan lereng tidak terlalu
berpengaruh terhadap kedalaman tanah. Ada
faktor – faktor lain yang mengontrol
kedalaman tanah seperti iklim, bahan induk
tanah, bentuk dan arah hadap lereng,
penggunaan lahan, aktivitas organisme dan
aktivitas manusia yang belum diperhatikan.
Artinya kemiringan lereng menjadi faktor
utama dan mampu mengontrol kedalaman
tanah namun dalam kondisi tertentu
kemiringan lereng bukan faktor utama dalam
menentukan kedalaman tanah.
Seberapa besar pengaruh kemiringan
lereng terhadap distribusi kedalaman tanah
masih belum dapat dihitung karena
keterbatasan data kedalaman tanah dan
metode analisis yang digunakan. Survey
lapangan yang dilakukan masih banyak titik
sampel yang belum diketahui kedalaman
tanahnya. Hal ini karena kedalaman tanah
pada bentuklahan lereng bawah vulkanik
Gunungapi Sumbing relatif dalam. Oleh
karena itu, perlu adanya metode lain untuk
mengetahui kedalaman tanah di daerah
penelitian, misalnya dengan menggunakan
metode seismik refraksi pada kondisi tanah
yang relatif dalam.
Tabel 8. Tabel Silang Hubungan antara Kedalaman Tanah dengan Kemiringan Lereng Bentuklahan
Lereng Bawah Vulkanik Gunungapi Sumbing
Klas Kedalaman Tanah
Klas
I
II
II
III
III
IV
IV
Lereng I
(Count) (%) (Count) (%) (Count) (%) (Count) (%)
I
0
0
0
0
0
0
1 100
II
0
0
0
0
0
0
1 100
III
0
0
0
0
4
80
1
20
IV
0
0
2
25
6
75
0
0
V
0
0
4
57
3
43
0
0
VI
0
0
1
50
1
50
0
0
Sumber: Olah Data Lapangan, 2013
Tabel 9. Evaluasi Pemanfaatan Lahan pada Bentuklahan Lereng Bawah Vulkanik
Gunungapi Sumbing
Klas
Pemanfaatan
Kedalaman
Klas Sudut
Lahan yang
Sesuai /
No Tanah
Lereng
Pemanfaatan Lahan
Sesuai
Tidak
Kebun (32%), Pemukiman
2 (1 - 2 m)
6 (>20o)
(27%), Sawah (41%)
Kebun, Hutan
Tidak
1
Kebun (38%), Pemukiman
5 (12o - 20o)
(29%), Sawah (33%)
Kebun, Hutan
Sesuai
Kebun (50%), Pemukiman
3 (2 - 3 m)
5 (12o - 20o)
(50%)
Kebun, Hutan
Sesuai
Kebun (30%), Pemukiman
2
4 (7o - 12o)
(35%), Sawah (35%)
Kebun, Hutan
Tidak
Kebun (29%), Pemukiman
3 (4o - 7o)
(30%), Sawah (41%)
Kebun, Hutan
Tidak
Kebun (29%), Pemukiman
Kebun, Hutan,
4 (>3 m)
2 (2o - 4o)
(43%), Sawah (28%)
Sawah
Sesuai
3
Kebun (31%), Pemukiman
Pemukiman,
1 (0o - 2o)
(34%), Sawah (35%)
sawah
Sesuai
Sumber: Olah Data Lapngan, 2013.
Evaluasi Pemanfaatan Lahan
Hasil
pengamatan
dilapangan
menunjukkan pada lereng – lereng yang
curam (klas sudut lereng 6) dan tanah yang
tidak terlalu dalam (klas kedalaman tanah 2)
masih banyak digunakan untuk penggunaan
lahan sawah (Tabel 8). Hal ini akan
berdampak pada terjadinya erosi. Lereng –
lereng yang curam dengan penggunaan lahan
sawah menjadikan air yang jatuh ke tanah
lebih banyak menjadi limpasan permukaan.
Lereng – lereng yang curam seharusnya
digunakan untuk kebun atau tanaman tahunan
agar limpasan permukaan kecil dan kapasitas
infiltrasi besar. Pemanfaatan lahan untuk
tanaman tertentu untuk mencegah terjadinya
erosi biasa disebut sebagai teknik konservasi
tanah secara vegetatif (Sartohadi dkk, 2012).
Pemanfaatan lahan pada lereng yang
landai dan datar pada klas sudut lereng 2 dan
klas sudut lereng 1 sudah sesuai. Pemanfaatan
lahan yang sesuai dapat mengurangi ancaman
erosi. Pemanfaatan lahan pada lereng landai
dan datar digunakan untuk sawah,
pemukiman dan beberapa kebun. Lereng –
lereng yang datar dan landai mampu
menurunkan laju limpasan permukaan.
Kedalaman tanah yang dalam dan bertekstur
pasiran mampu meningkatkan kapasitas
infiltrasi tanah.
KESIMPULAN
Distribusi kemiringan lereng pada
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing bervariasi mulai dari 1o
hingga 45o. Bagian utara dan barat didominasi
klas lereng 1 (0 – 2o). Bagian selatan dan
timur didominasi oleh kemiringan lereng klas
3 (4 – 7o) dan klas 4 (7 – 12o). Distribusi
kedalaman tanah pada bentuklahan lereng
bawah vulkanik Gunungapi Sumbing
bervariasi mulai dari 1 hingga lebih dari 3 m.
Kedalaman tanah bagian utara didominasi
oleh klas 3 (2 – 3 m) dan klas 4 (> 3 m).
Kedalaman tanah bagian selatan, timur dan
tengah didominasi oleh klas 2 (1 – 2 m) dan
klas 3 (2 – 3 m). Kedalaman tanah bagian
barat didominasi oleh klas 2 (1 – 2 m), klas 3
(2 – 3 m) dan klas 4 (> 3 m).
Nilai kedalaman tanah akan semakin
besar seiring dengan semakin kecilnya nilai
kemiringan lereng pada bentuklahan lereng
bawah vulkanik Gunungapi Sumbing.
Kemiringan lereng merupakan faktor utama
dalam mengontrol kedalaman tanah pada
bentuklahan
lereng
bawah
vulkanik
Gunungapi Sumbing, namun pada kondisi
tertentu kemiringan lereng bukan faktor
utama penentu kedalaman tanah. Faktor yang
perlu dipertimbangkan adalah iklim, bahan
induk tanah, bentuk dan arah hadap lereng,
penggunaan lahan, aktivitas organisme dan
aktivitas manusia.
Pemanfaatan lahan di lereng bawah
vulkanik Gunungapi Sumbing masih belum
sesuai tertutama di daerah – daerah dengan
morfologi yang cukup curam.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air.
IPB Press: Bogor
Gessler, P.E., O.A. Chadwick, F. Charman, L.
Althouse, & K. Holmes. 2000.
Modeling
Soil-Landscape
and
Ecosystem Properties Using Terrain
Attributes. Soil Science Society of
America Journal vol. 64 No. 6, p.
2046 – 2056. Soil Science Society of
America: Madison
Jamulya & Suratman. 1993. Pengantar
Geografi Tanah. Fakultas Geografi
UGM: Yogyakarta
Malo, D.D., B.K. Worcester, D.K. Cassel, &
K.D. Matzd. 1974. Soil-Landscape
Relationships in a Closed Drainage
System. Soil Science Society of
America Journal vol. 38 No. 5, p. 813
– 818. Soil Science Society of
America: Madison
Richards, K. 1984. Geomorphology and Soils.
George Allen & Unwin Ltd.: London
Sartohadi, J., Jamulya, & N.I.S. Dewi. 2012.
Pengantar Geografi Tanah. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta
Webb, & Burgham. 1997. Soil-Landscape
Relationships of Downlands Soils
Formed from Loess, Eastern South
Island, New Zealand. Australian
Journal of Soil Research 35(4) 827 –
842. Victoria: CSRIO