Mengkaji Ulang Teori Kritis dan Peneliti
MENGKAJI ULANG TEORI
KRITIS DAN PENELITIAN
KUALITATIF
(Joe L. Kincheloe & Peter L. McLaren)
MUHAMMAD NUR ADNAN
C1B1 11 026
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
2014
Asal–Usul Penelitian
Kritis
Teori kritis disebut juga sebagai
mazhab Frankfurt karena terma ini
mengacu pada tradisi teoretis yang
dilahirkan oleh para peneliti Ilmu-Ilmu
Sosial dari University of Frankfurt. Para
teoritisi yang dimaksud antara lain: Max
Horkheimer, Theodor Adorno, dan
Herbert Marcuse (Denzin dan Lincoln,
2010: 171).
.
Teori kritis (mazhab Frankfurt) bermula dari upaya
penentangan oleh para teoretisi dari University of
Frankfurt terhadap ortodoksi Marxis yang sangat
berkembang di Jerman sejak Perang Dunia I. Dengan
memfokuskan pada sifat kapitalisme yang berubah, ahliahli teori kritis awal menganalisis berbagai bentuk
dominasi yang berubah yang menyertai perubahan
(Giroux, 1983; McLaren, 1989).
Penelitian Partisan dalam
Budaya Akademik yang Netral
Di dalam tradisi kaum kritikalis, secara
esensial dikenali empat mazhab baru
penelitian sosial:
Tradisi teori kritis neo-Marxis yang
dihubungkan paling dekat dengan karya
Horkheimer, Adorno, dan Marcuse;
Tulisan-tulisan
genealogis
Michel
Foucault;
.
Praktik-praktik
dekonstruksi
poststrukturalis yang dikaitkan dengan Derrida;
Aliran-aliran kaum post-modernis yang
dihubungkan dengan Derrida, Foucault,
Lyotard, Ebert, dan yang lainnya (Denzin
dan Lincoln, 2010: 173).
.
Penelitian kritis dapat
dipahami sebaik-baiknya
dalam konteks pemberdayaan
individu-individu. Penelitian
yang berkeinginan untuk
menyandang gelar kritis harus
dikaitkan dengan sebuah
usaha untuk menentang
ketidakadilan dalam suatu
masyarakat tertentu atau
kungkungan kekuasaan di
dalam masyarakat (Denzin
dan Lincoln, 2010: 174).
.
Perbedaan antara “peneliti tradisional”
dengan “peneliti kritis” menurut Horkheimer
(1972, dalam Denzin dan Lincoln, 2010:
174):
Para peneliti tradisional berpegang teguh
pada alur aman netralitas, sedangkan
para peneliti kritis justru sering kali
memperlihatkan sikap memihak mereka
demi memperjuangkan sebuah dunia
yang lebih baik.
.
Para peneliti tradisional melihat tugas
mereka
sebagai
pendeskripsian,
interpretasi, atau usaha menghidupkan
kembali sepenggal realitas, sedangkan
para peneliti kritis memandang penelitian
mereka sebagai langkah awal menuju
bentuk-bentuk tindakan politik yang
dapat memulihkan ketidakadilan yang
ditemukan dalam bidang tersebut, atau
yang terkonstruksikan dalam tindakan
penelitian itu sendiri.
.
Di kalangan peneliti kritis, ada keyakinan
kuat bahwa ideologi bukan sekadar relasi
mental yang imajiner dan menipu yang
dijalani oleh individu dan kelompok terkait
dengan
kondisi
material
eksistensi
mereka, namun juga tertanam kuat dalam
materialitas praktik-praktik sosial dan
institusional (Kincheloe, 1993; McLaren,
1989).
Etnograf Kritis:
Memulihkan Warisan Marxis
pada Masa Kemunduran
Sosialis
Lenyapnya minat yang diberikan pada teori
Marxis tentu saja merupakan penjelasan parsial
bagi gairah baru – dan kadang-kadang narsistis
– etnografi kritis pada kecenderungan tertentu
dalam kombinasi berubah-ubah teori sosial
post-modern yang telah banyak menghiasi
tulisan-tulisan para ahli etnografi kritis (Denzin
dan Lincoln, 2010: 175).
.
Tak dapat disangkal bahwa salah satu
kelemahan diskursus Marxis yang cukup
serius adalah kegagalannya secara terusmenerus memasukkan karya tradisi-tradisi
revolusioner borjuis dan warisan sosialis
revolusioner Marxian ke dalam sistem
diskursus itu sendiri (Denzin dan Lincoln,
2010: 176).
.
Krisis Marxisme yang
terjadi saat ini tidaklah
memberikan gagasan
kepada kita bahwa
diskursus Marxis telah
mati dan seharusnya
dipamerkan. Dalam
pengertian yang lebih
post-modern, kritik
Marxisme tidak
terbujur kaku.
Bayi-Bayi di Toyland:
Teori Kritis dalam HyperReality
Kebudayaan Post-Modern
“Hiperrealitas” adalah sebuah terma
yang
dipakai
untuk
menjabarkan
masyarakat informasi yang secara
sosial dipenuhi oleh berbagai bentukbentuk representasi/ sajian yang terus
meningkat (Denzin dan Lincoln, 2010:
177).
.
Di arena politik, kaum
tradisionalis membentengi
gerbong-gerbong budaya
mereka dan menyingkirkan
hantu-hantu khayalan seperti
humanis sekuler, “liberal
ekstrem”, dan kaum utopianis,
tidak menyadari dampak yang
ditimbulkan oleh hiperrealitas
post-modern terhadap
lembaga-lembaga mereka
yang disakralkan (Denzin dan
Lincoln, 2010: 177).
.
Teori Sosial Post-Modern
Post-modernisme berbeda dengan postmodernitas. Post-modernitas mengacu
pada kondisi post-modern yang telah kami
gambarkan
sebagai
hiperrealitas,
sedangkan terma teori post-modernisme
sebagai sebuah terma induk yang
mencakup tulisan antifondasionalis dalam
filsafat dan ilmu-ilmu sosial (Denzin dan
Lincoln, 2010: 178).
.
Kritik post-modern menjadikan gagasan yang
menyatakan
bahwa
makna
dibentuk
oleh
kejenakaan yang terus-menerus dari sang penanda
(signifier) sebagai titik tolaknya, sedangkan sasaran
kritiknya
diarahkan
untuk
mendekonstruksi
metanarasi
Barat
tentang
kebenaran
dan
etnosentrisme yang tersirat dalam pandangan orangorang Eropa tentang sejarah sebagai gerak maju
unilinier rasio universal.
Post-Modernisme yang
Menggelikan dan
Resisten
Kritik post-modernis tidak bersifat
monolitik karena memiliki dua
aliran teoritis, yaitu postmodernisme yang menggelikan
dan post-modernisme resistensi.
.
Dari Teressa Ebert (1991), postmodernisme yang menggelikan (ludic
postmodernism) – sebuah pendekatan
terhadap teori sosial yang jelas-jelas
memiliki
keterbatasan
kemampuan
dalam mengubah rezim kekuasaan
sosial dan politik yang menindas.
.
Para peneliti kritis harus berhati-hati
terhadap kritik post-modernisme yang
menggelikan karena menurut Ebert, kritik
tersebut cenderung meneguhkan kembali
status quo dan mereduksikan sejarah
sekadar sebagai pelengkap signifikansi atau
jejak tekstualitas yang mengambang (Denzin
dan Lincoln, 2010: 178).
.
Teori sosial post-modernisme resistensi
merupakan penyeimbang bagi teori postmodernisme yang menggelikan. Postmodernisme resistensi memasukkan
intervensi materialis ke dalam kritik yang
menggelikan, karena kritik tesebut tidak
didasarkan semata-mata pada teori
perbedaan
tekstual,
namun
lebih
didasarkan pada teori dalam bidang
sosial dan sejarah (Denzin dan Lincoln,
2010: 179).
.
Sinergisme percakapan antara post-modern
resistensi dengan teori kritis melibatkan pengaruh
timbal balik antara praksis ketidakpastian kritis
post-modern dengan ketidakpastian radikal postmodern. Teori kritis memberikan landasan
normatif bagi paparan post-modern (sebuah
dasar untuk membedakan antara relasi sosial
yang menindas dengan relasi sosial yang
membebaskan). Tanpa landasan yang demikian,
maka paparan post-modern sangat mudah
mengarah ke nihilisme dan kemandekan (Denzin
dan Lincoln, 2010: 179).
Satu Langkah Melampaui yang
Empiris:
Penelitian Kritis
Proyek penelitian kritis bukan hanya
penyajian ulang empiris terhadap
dunia, namun juga untuk
memperlihatkan bahwa penelitian
merupakan rangkaian praktik
ideologis.
.
Menurut pandangan kaum analis
kritis, interpretasi teori mencakup
pemahaman hubungan antara yang
partikuler dengan yang menyeluruh dan
antara subyek dengan obyek analisis.
Berbeda
dengan
kaum
empiris
tradisional yang menegaskan bahwa
teori pada dasarnya merupakan upaya
untuk mengelompokkan data obyektif
(Denzin dan Lincoln, 2010: 180).
.
Center for Contemporary Cultural Studies (CCCS)
di University of Birmingham menjadi salah satu
lokasi studi yang menghasilkan penelitian kritis
berciri teoritis. Telaah kondisi sosial yang ditinjau
dalam penelitian kritis adalah kasus gender
dalam dunia kerja (penelitian Paul Willis dan
Christine Grifin) serta narasi kebudayaan dalam
kehidupan sekolah (penelitian Peter McLaren).
.
Studi
tentang gender: Kehadiran
post-strukturalisme
telah
menjadikan patriarki sebagai unsur
yang menjiwai seluruh aspek sosial
dan secara efektif dapat membentuk
kehidupan kaum perempuan.
Studi tentang pendidikan: Para siswa
melakukan
upaya
perlawanan
terhadap sekolah yang berusaha
meminggirkan
kebudayaan
dan
pengetahuan jalanan mereka (Denzin
dan Lincoln, 2010: 180-181).
Satu Contoh:
Para Pekerja sebagai
Peneliti Kritis
Satu contoh bagaimana penelitian
kualitatif yang didasarkan pada teori kritis
post-modern dapat diterapkan mencakup
adanya pembahasan tentang para pekerja
sebagai peneliti kritis. Klaim-klaim
penelitian tradisional mengenai kepuasan
kerja dan keterlibatan pekerja dalam
pengelolaan tempat kerja tidak lolos uji.
Lanjutan . .
.
Pertama-tama, berbagai
pekerjaan dalam bidang
jasa dan informasi pada
dasarnya adalah pekerjaan
dengan keterampilan dan
upah yang rendah. Bertolak
belakang dengan pesan
media,
pekerjaan
yang
menghasilkan
barangbarang menuntut upah yang
lebih
tinggi
daripada
pekerjaan dalam bidang
jasa dan informasi.
U
A
N
G
Lanjutan . .
.
Kedua,
kaum
perempuan
memegang lebih dari separuh
pekerjaan dalam perekonomian
jasa dan informasi, namun
secara tradisional kaum Hawa
menerima uang dan kekuasaan
mengambil keputusan di tempat
kerja lebih sedikit daripada kaum
Adam. Feminisasi pekerjaan
dalam bidang jasa dan informasi
ini dipandang tidak baik bagi
prospek jangka panjang dalam
upaya mendemokratisasi kerja
(Harris, 1981; Wirth, 1983).
Lanjutan . .
.
Para pekerja sebagai peneliti menemukan
bahwa kepedulian terhadap perkembangan
intelektual dan moral bagi tenaga kerja
sering kali tidak memperoleh perhatian serius
dalam suasana diskursus bisnis yang “tak
mengenal omong kosong”. Berhadapan
dengan corak kondisi post-modern yang
antidemokratis, para pekerja sebagai peneliti
kualitatif kritis pun menjadi penafsir
demokrasi dalam lanskap yang berkembang
secara hegemonis (Denzin dan Lincoln,
2010: 182-183).
Lanjutan . .
.
Yang dilakukan oleh para pekerja
sebagai peneliti kritis bukan hanya
berusaha untuk mengubah realitas
kerja yang merendahkan diri, tetapi
mereka juga berusaha keras untuk
mengubah diri mereka sendiri.
Lanjutan . .
.
Ringkasan hasil penelitian para pekerja yang didasarkan
pada teori kritis (Denzin dan Lincoln, 2010: 186-188):
Perancangan Penelitian yang Lebih Berguna
dan Relevan tentang Pekerja.
Penelitian pekerja memberikan paparan tentang
dunia dan perspektif marjinal para pekerja,
mempertimbangkan perspektif pengusaha dan
buruh (Hartsock, 1989). Para peneliti pekerja
mengajukan pertanyaan tentang berbagai kondisi
pekerjaan yang relevan bagi pekerjaan yang lain
(Garrison, 1989).
Lanjutan . .
.
Legitimasi bagi Ilmu Pengetahuan Pekerja.
Para pekerja dan ilmu pengetahuan praktis yang
telah diakumulasi oleh kaum modernis tradisional
seputar pekerjaan mereka dikesampingkan dari
diskursus tentang ilmu pengetahuan. Penelitian
pekerja yang didasarkan pada teori post-modern
kritis membantu melegitimasi pengetahuan pekerja
dengan menunjukkan keterposisian dan
keterbatasan-keterbatasan “penelitian ahli”.
Pemberdayaan Pekerja.
Penelitian pekerja kritis bekerja berdasarkan
asumsi yang menyatakan bahwa validasi bagi ilmu
pengetahuan pekerja dapat mengarah ke
pemberdayaan mereka (Garrison, 1989).
Lanjutan . .
.
Reorganisasi Tempat Kerja secara Paksa.
Penelitian pekerja kritis meruntuhkan susunan
hierarkis tempat kerja yang sudah ada (mengetahui
dan yang diketahui, peneliti dan yang diteliti, ahli
dan praktisi ilmiah) sewaktu menentang asumsiasumsi yang menjadi landasan bagi pemujaan pakar
dan manajemen ilmiah. Tanpa struktur epistemologis
Cartesian untuk menjustifkasinya, binerisme
hierarkis ilmu pengetahuan secara signifkan
melemah (Butler, 1990; Garrison, 1989; McLaren,
1992).
Lanjutan . .
.
Inspirasi bagi Demokratisasi Ilmu Pengetahuan.
Ketika para pekerja ikut serta dalam penelitian dan
melegitimasi ilmu pengetahuannya sendiri, maka
penelitian ilmiah akan lebih mampu untuk melayani
tujuan-tujuan demokratis progresif (Garrison, 1989).
Pengangsiran Rasionalitas Teknik.
Di dalam hierarki tempat kerja kaum modernis, para
manajer memulai penelitian yang dirancang oleh para
ahli dan melatih para pekerja sesuai dengan hasilhasil penelitian tersebut. Sebaliknya, sebuah tempat
kerja yang kritis memulai penelitian yang dilakukan
oleh para pekerja itu sendiri menurut kondisi
pekerjaan mereka.
Lanjutan . .
.
Meningkatkan Kesadaran akan Kognisi
Pekerja.
Penelitian pekerja kritis mendorong hubungan
dengan hasil produksi pekerja yang terungkap
dalam bentuk apresiasi estetis terhadap proses dan
hasil kerja seseorang, kesadaran akan hubungan
antara pekerjaan dengan dunia, dan solidaritas
dengan pekerja-pekerja lain. Sebagai peneliti kritis,
para pekerja belajar untuk mendidik diri mereka
sendiri dan melihat berbagai peristiwa secara
dekonstruktif, cara-cara yang menyingkap oposisi
biner yang diistimewakan dalam diskursus
logosentris yang tidak serta-merta muncul sebelum
direnungkan secara kritis (Feinberg dan Horowitz,
1990; Kincheloe, 1993; Wirth, 1983).
Penelitian Post-Modern Kritis:
Pertimbangan-Pertimbangan
Lebih Lanjut
Sepanjang peneliti kritis mengklaim
mampu melihat makna yang luput dari
pengamatan pihak-pihak lain, maka
penelitian post-modern kritis menghargai kompleksitas dunia sosial.
.
Penelitian tradisional
berpandangan bahwa
satu-satunya cara untuk
menghasilkan informasi
yang valid adalah melalui
penerapan metodologi
yang mengikuti
serangkaian prosedur
obyektif yang tegas, yang
memisahkan para peneliti
dengan yang ditelitinya
(Denzin dan Lincoln,
2010: 188).
.
Sejumlah analis berpandangan bahwa
validitas mungkin merupakan terma yang
tidak sesuai dalam konteks penelitian
kritis, karena semata-mata mencerminkan
pertimbangan agar diterima dalam konsep
positivis keketatan penelitian.
.
Penelitian
tradisional
telah
memandang
validitas internal sebagai tingkat kesesuaian
antara observasi dan pengukuran seorang
peneliti dengan deskripsi tentang realitas tertentu
dan validitas eksternal sebagai tingkat yang
dengannya
deskripsi
tersebut
dapat
diperbandingkan
secara
akurat
dengan
kelompok-kelompok lain.
.
Keterpercayaan, menurut
pandangan banyak pihak,
adalah sebuah kata yang
lebih tepat untuk digunakan
dalam konteks penelitian
kritis. Kata ini lebih
membantu karena mengacu
pada serangkaian asumsi
yang berbeda tentang
tujuan-tujuan penelitian
daripada validitas (Denzin
dan Lincoln, 2010: 189).
.
Kriteria untuk menilai keterpercayaan
penelitian kritis menurut Anderson (1989,
dalam Denzin dan Lincoln, 2010: 189):
1. Kredibilitas dari gambaran realitas yang
dikonstruksi.
2. Akomodasi antisipatif.
.
Kredibilitas dari Gambaran Realitas yang
Dikonstruksi.
Para peneliti kritis menghargai kredibilitas
ketika konstruksinya dapat diterima/ masuk
akal oleh orang-orang yang menciptakannya,
dan bahkan hal tersebut boleh jadi memicu
perselisihan pendapat, karena peneliti bisa
jadi melihat dampak-dampak penindasan
dalam konstruk yang diteliti tersebut –
dampak-dampak yang bisa jadi tidak dilihat
oleh yang diteliti (Kincheloe, 1991).
Kriteria ini sebagai penolakan terhadap
validitas internal.
.
Akomodasi Antisipatif.
Kemampuan untuk membuat generalisasi
yang murni dari satu proyek penelitian ke
proyek penelitian yang lain mengandung arti
menerima sebuah semesta yang satu dimensi
dan berciri sebab-akibat. Para peneliti
mempelajari kesamaan dan perbedaan antarkonteks (Donmoyer, 1990; Kincheloe, 1991).
Kriteria ini sebagai penolakan terhadap
validitas eksternal.
.
Proyek penelitian kritis bertujuan untuk
bergerak melampaui pengalaman yang
membaur, mengungkapkan cara yang
digunakan ideologi untuk menghambat
kehendak ke arah bimbingan diri, dan
menentang cara kekuasaan menciptakan
dirinya sendiri dalam proses pembentukan
kesadaran manusia (Denzin dan Lincoln,
2010: 190).
.
Dengan mempertimbangkan tujuan-tujuan
tersebut, Patti Lather (1991) memperluas posisi
kita dengan gagasannya tentang validitas
katalitik (catalytyc validity) – menunjukkan
sejauh mana penelitian mendorong pihak-pihak
yang ditelitinya untuk memahami dunia dan
bagaimana dunia dibentuk agar mereka dapat
mengubahnya (dalam Denzin dan Lincoln,
2010: 190).
.
Berbagai tradisi penelitian kritis telah sampai
pada titik ketika para peneliti mengakui
bahwa klaim-klaim kebenaran selalu
terposisikan secara diskursif dan terlibat
dalam relasi-relasi kekuasaan.
Dari Phil Carspecken (1993), “Kebenaran
dihubungkan secara internal dengan makna
dalam suatu cara pragmatis melalui klaimklaim yang berciri normatif, intersubyektif,
subyektif, dan cara yang kita gunakan untuk
mendasarkan makna dalam kehidupan
sehari-hari secara langsung”.
.
Penelitian post-modern kritis
menuntut para peneliti agar
membangun persepsi
mereka tentang dunia
secara baru, dengan cara
yang mampu menghilangkan
apa yang tampak alami,
yang mempersoalkan apa
yang tampak sudah jelas
(Slaughter, 1989).
.
Terlibat dalam penelitian postmodern kritis berarti ikut serta
dalam proses penciptaan dunia
kritis, yang dipandu oleh sketsa
bayangan dari impian dunia yang
tidak dikondisikan oleh
kesengsaraan, penderitaan, dan
politik kebohongan. Ringkasnya,
penelitian post-modern kritis
nerupakan pengejawantahan
harapan pada zaman rasio sinis
(Denzin dan Lincoln, 2010: 193).
Pesan Super
(dari Mario Teguh)
Selesai ! ! !
Terima kasih
atas atensi
kawan-kawan!
Semoga
bermanfaat...
[SALAM SUPER ]
KRITIS DAN PENELITIAN
KUALITATIF
(Joe L. Kincheloe & Peter L. McLaren)
MUHAMMAD NUR ADNAN
C1B1 11 026
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
2014
Asal–Usul Penelitian
Kritis
Teori kritis disebut juga sebagai
mazhab Frankfurt karena terma ini
mengacu pada tradisi teoretis yang
dilahirkan oleh para peneliti Ilmu-Ilmu
Sosial dari University of Frankfurt. Para
teoritisi yang dimaksud antara lain: Max
Horkheimer, Theodor Adorno, dan
Herbert Marcuse (Denzin dan Lincoln,
2010: 171).
.
Teori kritis (mazhab Frankfurt) bermula dari upaya
penentangan oleh para teoretisi dari University of
Frankfurt terhadap ortodoksi Marxis yang sangat
berkembang di Jerman sejak Perang Dunia I. Dengan
memfokuskan pada sifat kapitalisme yang berubah, ahliahli teori kritis awal menganalisis berbagai bentuk
dominasi yang berubah yang menyertai perubahan
(Giroux, 1983; McLaren, 1989).
Penelitian Partisan dalam
Budaya Akademik yang Netral
Di dalam tradisi kaum kritikalis, secara
esensial dikenali empat mazhab baru
penelitian sosial:
Tradisi teori kritis neo-Marxis yang
dihubungkan paling dekat dengan karya
Horkheimer, Adorno, dan Marcuse;
Tulisan-tulisan
genealogis
Michel
Foucault;
.
Praktik-praktik
dekonstruksi
poststrukturalis yang dikaitkan dengan Derrida;
Aliran-aliran kaum post-modernis yang
dihubungkan dengan Derrida, Foucault,
Lyotard, Ebert, dan yang lainnya (Denzin
dan Lincoln, 2010: 173).
.
Penelitian kritis dapat
dipahami sebaik-baiknya
dalam konteks pemberdayaan
individu-individu. Penelitian
yang berkeinginan untuk
menyandang gelar kritis harus
dikaitkan dengan sebuah
usaha untuk menentang
ketidakadilan dalam suatu
masyarakat tertentu atau
kungkungan kekuasaan di
dalam masyarakat (Denzin
dan Lincoln, 2010: 174).
.
Perbedaan antara “peneliti tradisional”
dengan “peneliti kritis” menurut Horkheimer
(1972, dalam Denzin dan Lincoln, 2010:
174):
Para peneliti tradisional berpegang teguh
pada alur aman netralitas, sedangkan
para peneliti kritis justru sering kali
memperlihatkan sikap memihak mereka
demi memperjuangkan sebuah dunia
yang lebih baik.
.
Para peneliti tradisional melihat tugas
mereka
sebagai
pendeskripsian,
interpretasi, atau usaha menghidupkan
kembali sepenggal realitas, sedangkan
para peneliti kritis memandang penelitian
mereka sebagai langkah awal menuju
bentuk-bentuk tindakan politik yang
dapat memulihkan ketidakadilan yang
ditemukan dalam bidang tersebut, atau
yang terkonstruksikan dalam tindakan
penelitian itu sendiri.
.
Di kalangan peneliti kritis, ada keyakinan
kuat bahwa ideologi bukan sekadar relasi
mental yang imajiner dan menipu yang
dijalani oleh individu dan kelompok terkait
dengan
kondisi
material
eksistensi
mereka, namun juga tertanam kuat dalam
materialitas praktik-praktik sosial dan
institusional (Kincheloe, 1993; McLaren,
1989).
Etnograf Kritis:
Memulihkan Warisan Marxis
pada Masa Kemunduran
Sosialis
Lenyapnya minat yang diberikan pada teori
Marxis tentu saja merupakan penjelasan parsial
bagi gairah baru – dan kadang-kadang narsistis
– etnografi kritis pada kecenderungan tertentu
dalam kombinasi berubah-ubah teori sosial
post-modern yang telah banyak menghiasi
tulisan-tulisan para ahli etnografi kritis (Denzin
dan Lincoln, 2010: 175).
.
Tak dapat disangkal bahwa salah satu
kelemahan diskursus Marxis yang cukup
serius adalah kegagalannya secara terusmenerus memasukkan karya tradisi-tradisi
revolusioner borjuis dan warisan sosialis
revolusioner Marxian ke dalam sistem
diskursus itu sendiri (Denzin dan Lincoln,
2010: 176).
.
Krisis Marxisme yang
terjadi saat ini tidaklah
memberikan gagasan
kepada kita bahwa
diskursus Marxis telah
mati dan seharusnya
dipamerkan. Dalam
pengertian yang lebih
post-modern, kritik
Marxisme tidak
terbujur kaku.
Bayi-Bayi di Toyland:
Teori Kritis dalam HyperReality
Kebudayaan Post-Modern
“Hiperrealitas” adalah sebuah terma
yang
dipakai
untuk
menjabarkan
masyarakat informasi yang secara
sosial dipenuhi oleh berbagai bentukbentuk representasi/ sajian yang terus
meningkat (Denzin dan Lincoln, 2010:
177).
.
Di arena politik, kaum
tradisionalis membentengi
gerbong-gerbong budaya
mereka dan menyingkirkan
hantu-hantu khayalan seperti
humanis sekuler, “liberal
ekstrem”, dan kaum utopianis,
tidak menyadari dampak yang
ditimbulkan oleh hiperrealitas
post-modern terhadap
lembaga-lembaga mereka
yang disakralkan (Denzin dan
Lincoln, 2010: 177).
.
Teori Sosial Post-Modern
Post-modernisme berbeda dengan postmodernitas. Post-modernitas mengacu
pada kondisi post-modern yang telah kami
gambarkan
sebagai
hiperrealitas,
sedangkan terma teori post-modernisme
sebagai sebuah terma induk yang
mencakup tulisan antifondasionalis dalam
filsafat dan ilmu-ilmu sosial (Denzin dan
Lincoln, 2010: 178).
.
Kritik post-modern menjadikan gagasan yang
menyatakan
bahwa
makna
dibentuk
oleh
kejenakaan yang terus-menerus dari sang penanda
(signifier) sebagai titik tolaknya, sedangkan sasaran
kritiknya
diarahkan
untuk
mendekonstruksi
metanarasi
Barat
tentang
kebenaran
dan
etnosentrisme yang tersirat dalam pandangan orangorang Eropa tentang sejarah sebagai gerak maju
unilinier rasio universal.
Post-Modernisme yang
Menggelikan dan
Resisten
Kritik post-modernis tidak bersifat
monolitik karena memiliki dua
aliran teoritis, yaitu postmodernisme yang menggelikan
dan post-modernisme resistensi.
.
Dari Teressa Ebert (1991), postmodernisme yang menggelikan (ludic
postmodernism) – sebuah pendekatan
terhadap teori sosial yang jelas-jelas
memiliki
keterbatasan
kemampuan
dalam mengubah rezim kekuasaan
sosial dan politik yang menindas.
.
Para peneliti kritis harus berhati-hati
terhadap kritik post-modernisme yang
menggelikan karena menurut Ebert, kritik
tersebut cenderung meneguhkan kembali
status quo dan mereduksikan sejarah
sekadar sebagai pelengkap signifikansi atau
jejak tekstualitas yang mengambang (Denzin
dan Lincoln, 2010: 178).
.
Teori sosial post-modernisme resistensi
merupakan penyeimbang bagi teori postmodernisme yang menggelikan. Postmodernisme resistensi memasukkan
intervensi materialis ke dalam kritik yang
menggelikan, karena kritik tesebut tidak
didasarkan semata-mata pada teori
perbedaan
tekstual,
namun
lebih
didasarkan pada teori dalam bidang
sosial dan sejarah (Denzin dan Lincoln,
2010: 179).
.
Sinergisme percakapan antara post-modern
resistensi dengan teori kritis melibatkan pengaruh
timbal balik antara praksis ketidakpastian kritis
post-modern dengan ketidakpastian radikal postmodern. Teori kritis memberikan landasan
normatif bagi paparan post-modern (sebuah
dasar untuk membedakan antara relasi sosial
yang menindas dengan relasi sosial yang
membebaskan). Tanpa landasan yang demikian,
maka paparan post-modern sangat mudah
mengarah ke nihilisme dan kemandekan (Denzin
dan Lincoln, 2010: 179).
Satu Langkah Melampaui yang
Empiris:
Penelitian Kritis
Proyek penelitian kritis bukan hanya
penyajian ulang empiris terhadap
dunia, namun juga untuk
memperlihatkan bahwa penelitian
merupakan rangkaian praktik
ideologis.
.
Menurut pandangan kaum analis
kritis, interpretasi teori mencakup
pemahaman hubungan antara yang
partikuler dengan yang menyeluruh dan
antara subyek dengan obyek analisis.
Berbeda
dengan
kaum
empiris
tradisional yang menegaskan bahwa
teori pada dasarnya merupakan upaya
untuk mengelompokkan data obyektif
(Denzin dan Lincoln, 2010: 180).
.
Center for Contemporary Cultural Studies (CCCS)
di University of Birmingham menjadi salah satu
lokasi studi yang menghasilkan penelitian kritis
berciri teoritis. Telaah kondisi sosial yang ditinjau
dalam penelitian kritis adalah kasus gender
dalam dunia kerja (penelitian Paul Willis dan
Christine Grifin) serta narasi kebudayaan dalam
kehidupan sekolah (penelitian Peter McLaren).
.
Studi
tentang gender: Kehadiran
post-strukturalisme
telah
menjadikan patriarki sebagai unsur
yang menjiwai seluruh aspek sosial
dan secara efektif dapat membentuk
kehidupan kaum perempuan.
Studi tentang pendidikan: Para siswa
melakukan
upaya
perlawanan
terhadap sekolah yang berusaha
meminggirkan
kebudayaan
dan
pengetahuan jalanan mereka (Denzin
dan Lincoln, 2010: 180-181).
Satu Contoh:
Para Pekerja sebagai
Peneliti Kritis
Satu contoh bagaimana penelitian
kualitatif yang didasarkan pada teori kritis
post-modern dapat diterapkan mencakup
adanya pembahasan tentang para pekerja
sebagai peneliti kritis. Klaim-klaim
penelitian tradisional mengenai kepuasan
kerja dan keterlibatan pekerja dalam
pengelolaan tempat kerja tidak lolos uji.
Lanjutan . .
.
Pertama-tama, berbagai
pekerjaan dalam bidang
jasa dan informasi pada
dasarnya adalah pekerjaan
dengan keterampilan dan
upah yang rendah. Bertolak
belakang dengan pesan
media,
pekerjaan
yang
menghasilkan
barangbarang menuntut upah yang
lebih
tinggi
daripada
pekerjaan dalam bidang
jasa dan informasi.
U
A
N
G
Lanjutan . .
.
Kedua,
kaum
perempuan
memegang lebih dari separuh
pekerjaan dalam perekonomian
jasa dan informasi, namun
secara tradisional kaum Hawa
menerima uang dan kekuasaan
mengambil keputusan di tempat
kerja lebih sedikit daripada kaum
Adam. Feminisasi pekerjaan
dalam bidang jasa dan informasi
ini dipandang tidak baik bagi
prospek jangka panjang dalam
upaya mendemokratisasi kerja
(Harris, 1981; Wirth, 1983).
Lanjutan . .
.
Para pekerja sebagai peneliti menemukan
bahwa kepedulian terhadap perkembangan
intelektual dan moral bagi tenaga kerja
sering kali tidak memperoleh perhatian serius
dalam suasana diskursus bisnis yang “tak
mengenal omong kosong”. Berhadapan
dengan corak kondisi post-modern yang
antidemokratis, para pekerja sebagai peneliti
kualitatif kritis pun menjadi penafsir
demokrasi dalam lanskap yang berkembang
secara hegemonis (Denzin dan Lincoln,
2010: 182-183).
Lanjutan . .
.
Yang dilakukan oleh para pekerja
sebagai peneliti kritis bukan hanya
berusaha untuk mengubah realitas
kerja yang merendahkan diri, tetapi
mereka juga berusaha keras untuk
mengubah diri mereka sendiri.
Lanjutan . .
.
Ringkasan hasil penelitian para pekerja yang didasarkan
pada teori kritis (Denzin dan Lincoln, 2010: 186-188):
Perancangan Penelitian yang Lebih Berguna
dan Relevan tentang Pekerja.
Penelitian pekerja memberikan paparan tentang
dunia dan perspektif marjinal para pekerja,
mempertimbangkan perspektif pengusaha dan
buruh (Hartsock, 1989). Para peneliti pekerja
mengajukan pertanyaan tentang berbagai kondisi
pekerjaan yang relevan bagi pekerjaan yang lain
(Garrison, 1989).
Lanjutan . .
.
Legitimasi bagi Ilmu Pengetahuan Pekerja.
Para pekerja dan ilmu pengetahuan praktis yang
telah diakumulasi oleh kaum modernis tradisional
seputar pekerjaan mereka dikesampingkan dari
diskursus tentang ilmu pengetahuan. Penelitian
pekerja yang didasarkan pada teori post-modern
kritis membantu melegitimasi pengetahuan pekerja
dengan menunjukkan keterposisian dan
keterbatasan-keterbatasan “penelitian ahli”.
Pemberdayaan Pekerja.
Penelitian pekerja kritis bekerja berdasarkan
asumsi yang menyatakan bahwa validasi bagi ilmu
pengetahuan pekerja dapat mengarah ke
pemberdayaan mereka (Garrison, 1989).
Lanjutan . .
.
Reorganisasi Tempat Kerja secara Paksa.
Penelitian pekerja kritis meruntuhkan susunan
hierarkis tempat kerja yang sudah ada (mengetahui
dan yang diketahui, peneliti dan yang diteliti, ahli
dan praktisi ilmiah) sewaktu menentang asumsiasumsi yang menjadi landasan bagi pemujaan pakar
dan manajemen ilmiah. Tanpa struktur epistemologis
Cartesian untuk menjustifkasinya, binerisme
hierarkis ilmu pengetahuan secara signifkan
melemah (Butler, 1990; Garrison, 1989; McLaren,
1992).
Lanjutan . .
.
Inspirasi bagi Demokratisasi Ilmu Pengetahuan.
Ketika para pekerja ikut serta dalam penelitian dan
melegitimasi ilmu pengetahuannya sendiri, maka
penelitian ilmiah akan lebih mampu untuk melayani
tujuan-tujuan demokratis progresif (Garrison, 1989).
Pengangsiran Rasionalitas Teknik.
Di dalam hierarki tempat kerja kaum modernis, para
manajer memulai penelitian yang dirancang oleh para
ahli dan melatih para pekerja sesuai dengan hasilhasil penelitian tersebut. Sebaliknya, sebuah tempat
kerja yang kritis memulai penelitian yang dilakukan
oleh para pekerja itu sendiri menurut kondisi
pekerjaan mereka.
Lanjutan . .
.
Meningkatkan Kesadaran akan Kognisi
Pekerja.
Penelitian pekerja kritis mendorong hubungan
dengan hasil produksi pekerja yang terungkap
dalam bentuk apresiasi estetis terhadap proses dan
hasil kerja seseorang, kesadaran akan hubungan
antara pekerjaan dengan dunia, dan solidaritas
dengan pekerja-pekerja lain. Sebagai peneliti kritis,
para pekerja belajar untuk mendidik diri mereka
sendiri dan melihat berbagai peristiwa secara
dekonstruktif, cara-cara yang menyingkap oposisi
biner yang diistimewakan dalam diskursus
logosentris yang tidak serta-merta muncul sebelum
direnungkan secara kritis (Feinberg dan Horowitz,
1990; Kincheloe, 1993; Wirth, 1983).
Penelitian Post-Modern Kritis:
Pertimbangan-Pertimbangan
Lebih Lanjut
Sepanjang peneliti kritis mengklaim
mampu melihat makna yang luput dari
pengamatan pihak-pihak lain, maka
penelitian post-modern kritis menghargai kompleksitas dunia sosial.
.
Penelitian tradisional
berpandangan bahwa
satu-satunya cara untuk
menghasilkan informasi
yang valid adalah melalui
penerapan metodologi
yang mengikuti
serangkaian prosedur
obyektif yang tegas, yang
memisahkan para peneliti
dengan yang ditelitinya
(Denzin dan Lincoln,
2010: 188).
.
Sejumlah analis berpandangan bahwa
validitas mungkin merupakan terma yang
tidak sesuai dalam konteks penelitian
kritis, karena semata-mata mencerminkan
pertimbangan agar diterima dalam konsep
positivis keketatan penelitian.
.
Penelitian
tradisional
telah
memandang
validitas internal sebagai tingkat kesesuaian
antara observasi dan pengukuran seorang
peneliti dengan deskripsi tentang realitas tertentu
dan validitas eksternal sebagai tingkat yang
dengannya
deskripsi
tersebut
dapat
diperbandingkan
secara
akurat
dengan
kelompok-kelompok lain.
.
Keterpercayaan, menurut
pandangan banyak pihak,
adalah sebuah kata yang
lebih tepat untuk digunakan
dalam konteks penelitian
kritis. Kata ini lebih
membantu karena mengacu
pada serangkaian asumsi
yang berbeda tentang
tujuan-tujuan penelitian
daripada validitas (Denzin
dan Lincoln, 2010: 189).
.
Kriteria untuk menilai keterpercayaan
penelitian kritis menurut Anderson (1989,
dalam Denzin dan Lincoln, 2010: 189):
1. Kredibilitas dari gambaran realitas yang
dikonstruksi.
2. Akomodasi antisipatif.
.
Kredibilitas dari Gambaran Realitas yang
Dikonstruksi.
Para peneliti kritis menghargai kredibilitas
ketika konstruksinya dapat diterima/ masuk
akal oleh orang-orang yang menciptakannya,
dan bahkan hal tersebut boleh jadi memicu
perselisihan pendapat, karena peneliti bisa
jadi melihat dampak-dampak penindasan
dalam konstruk yang diteliti tersebut –
dampak-dampak yang bisa jadi tidak dilihat
oleh yang diteliti (Kincheloe, 1991).
Kriteria ini sebagai penolakan terhadap
validitas internal.
.
Akomodasi Antisipatif.
Kemampuan untuk membuat generalisasi
yang murni dari satu proyek penelitian ke
proyek penelitian yang lain mengandung arti
menerima sebuah semesta yang satu dimensi
dan berciri sebab-akibat. Para peneliti
mempelajari kesamaan dan perbedaan antarkonteks (Donmoyer, 1990; Kincheloe, 1991).
Kriteria ini sebagai penolakan terhadap
validitas eksternal.
.
Proyek penelitian kritis bertujuan untuk
bergerak melampaui pengalaman yang
membaur, mengungkapkan cara yang
digunakan ideologi untuk menghambat
kehendak ke arah bimbingan diri, dan
menentang cara kekuasaan menciptakan
dirinya sendiri dalam proses pembentukan
kesadaran manusia (Denzin dan Lincoln,
2010: 190).
.
Dengan mempertimbangkan tujuan-tujuan
tersebut, Patti Lather (1991) memperluas posisi
kita dengan gagasannya tentang validitas
katalitik (catalytyc validity) – menunjukkan
sejauh mana penelitian mendorong pihak-pihak
yang ditelitinya untuk memahami dunia dan
bagaimana dunia dibentuk agar mereka dapat
mengubahnya (dalam Denzin dan Lincoln,
2010: 190).
.
Berbagai tradisi penelitian kritis telah sampai
pada titik ketika para peneliti mengakui
bahwa klaim-klaim kebenaran selalu
terposisikan secara diskursif dan terlibat
dalam relasi-relasi kekuasaan.
Dari Phil Carspecken (1993), “Kebenaran
dihubungkan secara internal dengan makna
dalam suatu cara pragmatis melalui klaimklaim yang berciri normatif, intersubyektif,
subyektif, dan cara yang kita gunakan untuk
mendasarkan makna dalam kehidupan
sehari-hari secara langsung”.
.
Penelitian post-modern kritis
menuntut para peneliti agar
membangun persepsi
mereka tentang dunia
secara baru, dengan cara
yang mampu menghilangkan
apa yang tampak alami,
yang mempersoalkan apa
yang tampak sudah jelas
(Slaughter, 1989).
.
Terlibat dalam penelitian postmodern kritis berarti ikut serta
dalam proses penciptaan dunia
kritis, yang dipandu oleh sketsa
bayangan dari impian dunia yang
tidak dikondisikan oleh
kesengsaraan, penderitaan, dan
politik kebohongan. Ringkasnya,
penelitian post-modern kritis
nerupakan pengejawantahan
harapan pada zaman rasio sinis
(Denzin dan Lincoln, 2010: 193).
Pesan Super
(dari Mario Teguh)
Selesai ! ! !
Terima kasih
atas atensi
kawan-kawan!
Semoga
bermanfaat...
[SALAM SUPER ]