Harga Diri Seksual Kompulsivitas Seksual

Jurnal Psikologi
Volume 43, Nomor 1, 2016: 52 – 65

Harga Diri Seksual, Kompulsivitas Seksual, dan Perilaku
Seks Berisiko pada Orang dengan HIV/AIDS
Wahyu Rahardjo1
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat
Irfan Irwansyah Hutagalung
Save Us Foundation, Tangerang, Banten

Abstract. The aim of this study was to measure the role of sexual self-esteem, the general and the
specific one which describe the sexual competence, and sexual compulsivity to risky sexual
behavior. The participants of this research are 84 men and women with HIV/AIDS. This is a
quantitative research using path analysis. The result shows that the empirical model has goodness
of fit which is mean fit with the data collected. This finding shows the role of sexual self-esteem
and sexual compulsivity to risky sexual behavior. Another finding is fact that sexual self-esteem
that describe in sexual competence has more significant influence on risky sexual behavior.
Keywords: sexual self-esteem, sexual kompulsivity, risky sexual behavior
Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur pengaruh harga diri seksual, baik
yang sifatnya umum maupun yang spesifik mengenai kompetensi seksual, dan juga kompulsivitas
seksual terhadap perilaku seks berisiko seperti hubungan seks usia dini, jumlah pasangan seks,

dan seks dengan orang asing yang dilakukan oleh orang dengan HIV/AIDS. Partisipan penelitian
ini berjumlah 84 orang pria dan wanita dengan HIV/AIDS. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitaif dengan menggunakan analisis jalur. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa model
empiris yang didapatkan memiliki goodness of fit atau cocok dengan data. Artinya, harga diri
seksual dan kompulsivitas seksual memiliki peran terhadap dilakukannya perilaku seks berisiko
pada orang dengan HIV/AIDS. Temuan lainnya adalah bahwa harga diri seksual dalam hal
kompetensi seksual memiliki peran lebih banyak dalam memengaruhi individu melakukan
perilaku seks berisiko.
Kata kunci: harga diri seksual, kompulsivitas seksual, perilaku seks berisiko

Penyebaran1 HIV/AIDS menjadi masalah yang kini dihadapi oleh dunia, dan
tidak hanya menjadi permasalahan milik
beberapa negara saja. Di Indonesia,
peningkatan jumlah individu yang
terpapar HIV/AIDS (lebih sering disebut
sebagai ODHA) juga tergolong mencengangkan dan memprihatinkan. Indonesia
disebut sebagai negara yang mengalami
peningkatan jumlah orang dengan HIV/
AIDS tertinggi di ASEAN sejak 2001
Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat

dilakukan melalui: wahyu_rahardjo@yahoo.com
1

52

hingga sekarang (Kebijakan AIDS Indonesia, 2015). Keadaan ini tentu memaksa
pemerintah dan banyak institusi yang
berkepentingan bekerja keras untuk menekan laju pertumbuhan pengidap HIV/
AIDS di Indonesia.
Sosialisasi dan pendampingan terhadap orang dengan HIV/AIDS sangat
diperlukan bukan hanya untuk menguatan sisi psikologis mereka tetapi juga
pembinaan agar keterlibatan terhadap
perilaku seks berisiko bisa ditekan sehingga mengurangi kemungkinan penyebaran
JURNAL PSIKOLOGI

HARGA DIRI SEKSUAL, KOMPULSIVITAS SEKSUAL

virus tersebut. Sementara itu, perilaku
seks berisiko sendiri pada dasarnya
dilakukan oleh banyak kelompok, bukan

hanya mereka yang sudah terinfeksi
HIV/AIDS saja. Hal ini terjadi karena
banyak yang memandang rendah perilaku
seks aman (Lewis, Litt, Cronce, Blayne, &
Gilmore, 2014). Pada titik ini, tentu
menjadi penting artinya untuk memahami
perilaku seks berisiko yang mungkin
masih dilakukan oleh banyak orang
dengan HIV/AIDS.
Perilaku seks berisiko adalah aktivitas
seksual yang dilakukan dengan konseksuensi bukan hanya kehamilan yang
tidak diinginkan tetapi juga terpapar
HIV/AIDS. Beberapa aktivitas seks yang
tergolong ke dalam perilaku seks berisiko
adalah hubungan seks usia dini, banyaknya pasangan seks yang dimiliki, inkonsistensi penggunaan kondom, dan hubungan
seks dengan orang asing atau orang yang
belum diketahui secara pasti status
kesehatan seksualnya (Rahardjo, 2013).
Beberapa hal dianggap memengaruhi
individu dalam melakukan perilaku seks

berisiko, di mana dua di antaranya adalah
harga diri seksual dan kompulsivitas
seksual. Harga diri secara umum telah
lama dianggap memengaruhi perilaku
seks berisiko. Secara spesifik, harga diri
seksual merupakan penilaian positif individu tentang seksualitas yang dimiliki
individu (Snell, 1998). Harga diri seksual
berkaitan dengan kepuasan seks (McCabe
& Taleporos, 2003), hal ini kerap membawa individu untuk terdorong lebih ekspresif dalam melakukan aktivitas seksual.
Di sisi lain, kompulsivitas seksual di
dalam beberapa penelitian empiris telah
terbukti berpengaruh secara langsung
terhadap perilaku seks berisiko (Shuper,
Joharchi, & Rehm, 2014; Smolenski, Ross,
Risser, & Rosser, 2009). Kompulsivitas
seksual dianggap menyebabkan individu
JURNAL PSIKOLOGI

menjadi kian permisif, terutama dalam
melakukan perilaku seks berisiko sehingga

memunculkan efek domino seperti permasalahan kesehatan psikososial dan peningkatan kasus paparan HIV/AIDS (Parsons,
Grov, & Golub, 2012). Kompulsivitas
seksual sendiri, di dalam memengaruhi
perilaku seks berisiko bukan hanya terjadi
pada pria yang dipandang permisif dalam
seksualitas, namun juga pada wanita
(Stupiansky, Reece, Middlestat, Finn, &
Sherwood-Laughlin, 2009).
Kompulsivitas Seksual
Kompulsivitas seksual pada dasarnya
merupakan permasalahan klinis individu.
Kompulsivitas seksual merupakan keadaan di mana individu mengalami permasalahan dalam mengendalikan pikiran,
perasaan, dan
perilaku seksualnya
(Berberovic, 2013). Pada titik ini, kendali
diri dikatakan memiliki peran yang krusial
dalam konsep kompulsivitas seksual
(Giugliano, 2008; Kalichman & Cain, 2004).
Secara lebih lanjut juga ditekankan oleh
Berberovic (2013) bahwa berkurangnya

kendali atas perilaku seks yang dilakukan
mengakibatkan individu terus terlibat
dalam perilaku tersebut meskipun mengetahui konsekuensi negatifnya.
Konsekuensi
dari
kompulsivitas
seksual yang dirasakan tentu bukan hanya
fisik seperti terinfensi penyakit menular
seksual karena permisivitas seksual yang
dilakukan, tetapi juga pada aspek sosial
dan emosi, dan bahkan spiritual serta
keuangan (McBride, Reece, & Sanders,
2008). Temuan Reece dan Dodge (2004)
memperlihatkan bahwa permisivitas seksual yang muncul karena kompulsivitas
seksual tersebut membuat individu terintervensi kehidupan sosialnya, termasuk
penurunan tanggung jawab dan berkurangnya aktivitas keseharian.

53

RAHARDJO & HUTAGALUNG


Harga Diri Seksual

Perilaku Seks Berisiko

Harga diri seksual adalah pandangan
positif individu tentang bagaimana dirinya dapat melakukan dan menikmati
aktivitas seksual tertentu (Brassard,
Dupuy, Bergeron, & Shaver, 2015).
Adapun Mayers, Heller, dan Heller (2003)
melihat harga diri seksual sebagai produk
masa lalu yang dimanifestasikan pada
masa kini dan berpengaruh terhadap
pencarian informasi terkait seksualitas dan
memandu bagaimana individu ingin
berperilaku secara seksual. Secara lebih
lanjut Brassard et al. (2015) menyatakan
bahwa konstruk harga diri seksual secara
empiris memiliki korelasi dengan banyak
variabel terkait seksualitas seperti relasi

seks, dan kepuasan seks. Namun,
kemungkinan hal ini dapat terjadi ketika
konstruk harga diri seksual dipandang
sebagai sesuatu yang lebih umum dan
kurang spesifik. Harga diri seksual secara
umum merupakan konstruk yang dibawa
oleh Snell (1998) di dalam beberapa
penelitian seksnya.

Perilaku seks berisiko merupakan
aktivitas seksual yang dilakukan oleh
individu dengan risiko terpapar HIV/
AIDS. Sederhananya, risiko perilaku seks
ini bukan hanya sekedar kehamilan yang
tidak diinginkan, melainkan juga terinfeksi penyakit menular seksual, termasuk
terpapar HIV/AIDS.

Di sisi lain, harga diri sendiri ditemukan oleh banyak penelitian seks yang lebih
spesifik seperti perilaku seks berisiko
sebagai salah satu variabel penyebabnya

(Boden & Horwood, 2006; Robinson,
Holmbeck, & Paikoff, 2007). Bahkan dalam
kasus yang lebih spesifik juga ditemukan
bahwa harga diri seksual berkaitan
dengan perilaku seks berisiko yang dilakukan (van Bruggen, Runtz, & Kadlec,
2006). Hal ini mungkin terjadi karena
konstruk harga diri seksual yang lebih
menitikberatkan pada kompetensi seksual.
Artinya pengaruh yang muncul bisa jadi
bersifat positif ketika individu merasa
berharga karena memiliki kompetensi
seksual maka menjadi semakin permisif
dalam berbagai aktivitas seksual (Snell,
Fisher, & Schuh, 1992).

54

Rahardjo (2013) menyatakan bahwa
pada dasarnya, perilaku seks berisiko
dapat dilihat pada empat aktivitas yang

berbeda. Pertama adalah hubungan seks
usia dini. Hubungan seks usia dini ditengarai memberikan dasar penting bagi
terbentuknya perilaku-perilaku seks berisiko berikutnya yang mungkin dilakukan
individu di masa yang akan datang
(Binggeli, 2005). Individu yang sudah
melakukan hubungan seks semenjak usia
dini dianggap lebih mudah untuk terlibat
dalam aktivitas seks berisiko lainnya.
Aktivitas seks berisiko berikutnya
adalah jumlah pasangan seks. Kepemilikan pasangan seks dalam jumlah banyak
merupakan hal yang lazim dijumpai baik
pada pria maupun wanita, apa pun
orientasi seksnya (Binson et al., 2001; He et
al., 2006). Kemudian yang ketiga adalah
hubungan seks dengan orang asing atau
dengan siapa individu paling sering
terlibat aktivitas seks berisiko. Ini adalah
bentuk seks kasual di mana individu bisa
berhubungan seks dengan orang yang
baru ditemui, atau teman yang sudah

dikenal namun tidak diketahui secara
pasti status kesehatan seksnya, apakah
teman tersebut HIV positif atau HIV
negatif (Grello, Welsh, & Harper, 2006).
Berdasarkan penjelasan yang telah
disebutkan sebelumnya maka hipotesis
penelitian ini adalah terdapat peran harga
diri seksual dan juga kompulsivitas seksual terhadap perilaku seks berisiko pada
orang dengan HIV/AIDS.
JURNAL PSIKOLOGI

HARGA DIRI SEKSUAL, KOMPULSIVITAS SEKSUAL

Metode
Variabel-variabel yang digunakan di
dalam penelitian ini adalah harga diri
seksual sebagai variabel eksogen, kompulsivitas seksual sebagai variabel mediator, dan perilaku seks berisiko sebagai
variabel endogen. Perilaku seks berisiko
dipaparkan menjadi tiga variabel yang
terpisah sebagai konsekuensi dari sifat
multidimensi
yang
melekat,
yaitu
hubungan seks usia dini, jumlah pasangan
seks, dan seks dengan orang asing.
Penelitian ini melibatkan 84 orang
partisipan ODHA atau orang dengan
HIV/AIDS yang tinggal di kota Salatiga,
Jepara, Yogyakarta, dan Jakarta. Seluruh
partisipan penelitian adalah individu
lajang yang belum menikah. Partisipan
ditemui saat pertemuan internal baik
dalam suasana formal maupun informal
yang diikuti oleh salah satu peneliti
sebagai pegiat kesehatan komunitas HIV/
AIDS. Pertimbangan ini diambil karena
perilaku seks berisiko pada individu
lajang biasanya lebih permisif serta
pertimbangan tambahan bahwa individu
yang sudah menikah biasanya hanya atau
lebih banyak berhubungan seks dengan
suami atau istrinya.
Dari jumlah tersebut, 55 orang di
antaranya adalah pria, dan 39 sisanya
merupakan partisipan wanita. Mayoritas
partisipan mengaku memiliki orientasi
seksual sebagai heteroseksual (n = 44;
52.38%), diikuti oleh gay (n = 21; 25%),
biseksual (n = 15; 17.85%), dan lesbian (n =
4; 4.76%). Usia partisipan terentang antara
22 hingga 51 tahun (M = 32.64; SD = 5.86).
Harga diri seksual. Harga diri seksual
adalah kecenderungan umum bagi individu untuk melakukan evaluasi secara
positif terhadap kapasitas dirinya dalam
melakukan dan mengalami perilaku
seksual tertentu secara memuaskan (Snell,
JURNAL PSIKOLOGI

1998). Skala harga diri seksual yang
digunakan di dalam penelitian ini disusun
berdasarkan sintesis cukilan skala milik
Snell, Fisher, dan Schuh (1992) yang
menitikberatkan terhadap persepsi akan
kompetensi seksualitas (contoh aitem,
“Kemampuan seks saya lebih baik dari
kebanyakan orang”), dan skala milik Snell
(1998) yang melihat harga diri seksual
secara lebih umum (contoh aitem, “Saya
memiliki kebanggaan diri mengenai cara
saya memenuhi kebutuhan seks saya”).
Skala ini memiliki aitem sejumlah 10 butir
dengan reliabilitas sebesar 0.784.
Kompulsivitas seksual. Kompulsivitas
seksual merupakan suatu kebutuhan yang
sifatnya mendesak dalam menampilkan
perilaku seksual tertentu yang sifatnya
mendalam dan repetitif (Kalichman &
Rompa, 1995). Skala kompulsivitas seksual
yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan skala milik Kalichman
(2011). Salah satu contoh aitemnya adalah
“Gairah saya terhadap seks sudah mengganggu kegiatan sehari-hari saya”. Pilihan
jawaban untuk skala ini terentang 1-5
mulai dari Sangat Sesuai hingga Sangat
Tidak Sesuai. Skala ini memiliki aitem
sejumlah 10 butir dengan reliabilitas
sebesar 0.954.
Perilaku seks berisiko. Perilaku seks
berisiko adalah keterlibatan individu
dalam aktivitas seksual yang memungkinkan dirinya terpapar penyakit seksual
seperti HIV/AIDS (Guin, 2005). Perilaku
seks berisiko di dalam penelitian ini
dilihat dari tiga hal, yaitu (1) hubungan
seks usia dini, (2) jumlah pasangan seks,
dan (3) hubungan seks dengan orang asing
atau orang yang tidak diketahui secara
pasti
status
kesehatan
seksualnya.
Hubungan seks usia dini diketahui dari
kolom isian singkat melalui pertanyaan
“Anda melakukan hubungan seksual
pertama kali usia ….. tahun”. Demikian
55

RAHARDJO & HUTAGALUNG

pula jumlah pasangan seks diketahui
melalui kolom isian singkat melalui
pertanyaan “Di dalam kurun waktu 6
bulan terakhir, Anda melakukan hubungan seks vaginal/anal dengan ……
orang”. Sementara itu, hubungan seks
dengan orang asing diketahui dengan
“Dengan siapa Anda paling sering berhubungan seks dalam kurun waktu 6 bulan
terakhir?” dan pilihannya jawabannya
adalah kekasih, teman, dan pekerja seks
komersial.
Pertimbangan kurun waktu enam
bulan terakhir adalah merupakan rentang
waktu paling ideal dalam mencakup
variasi jumlah pasangan seks dan pertimbangan memori dari partisipan mengenai
jumlah pasangan seksnya. Jika menggunakan kriteria tiga bulan dianggap terlalu
sebentar dan 12 bulan dianggap terlalu
lama. Beberapa penelitian mengenai
perilaku seks berisiko sebelumnya menggunakan kriteria enam bulan sebagai salah
satu kriteria inklusinya (Cooperman,
Arnsten, & Klein, 2007; Neilands, Steward,
& Choi, 2008; Rahardjo, 2013; Rahardjo,
Saputra, & Hapsari, 2015).
Di dalam penelitian ini, teknik analisis
data yang dilakukan yang paling utama
adalah dengan menggunakan analisis jalur
dan uji perbedaan untuk beberapa
kategori lainnya.

Hasil
Secara keseluruhan dapat diketahui
bahwa harga diri seksual partisipan, baik
persepsi secara umum maupun yang
terkait dengan kompetensi seksual tergolong sedang. Begitu pula dengan rerata
empirik kompulsivitas seksual partisipan
yang juga tergolong sedang. Adapun usia
hubungan seks pertama kali keseluruhan
partisipan adalah 18.39 tahun. Sementara
itu, jumlah pasangan seks yang dimiliki
dalam kurun waktu 6 bulan terakhir
sekitar 2.69 atau hampir sebanyak 3 orang.
Data deskriptif lain juga menunjukkan
bahwa mayoritas partisipan melakukan
hubungan seks pertama kali dengan
teman (n = 44; 52.38%), diikuti oleh
kekasih (n = 34; 40.47%), pekerja seks
komersil (n = 4; 4.76%), dan famili (2.38%).
Untuk pemakaian kondom, mayoritas
tergolong tidak konsisten dalam menggunakan kondom setiap berhubungan seks
(n = 56; 66.66%), dan sisanya tergolong
konsisten (n = 28; 33.33%). Status konsistensi penggunaan kondom adalah partisipan yang memiliki keterangan yang
sama akan jumlah hubungan seks yang
dilakukan selama kurun waktu 6 bulan
terakhir dan jumlah pemakaian kondom
setiap melakukan hubungan seks tersebut.

Tabel 1
Rerata Empirik untuk Semua Variabel
Skor
Skor
Minimum Maksimum
Harga diri seksual:
Persepsi umum
Harga diri seksual:
kompetensi seksual
Kompulsivitas seksual
Usia hubungan seks
pertama kali
Jumlah pasangan seks

56

Rerata
Empirik

Standar Deviasi
Empirik

Kategori

7

23

16.99

3.79

Sedang

9

24

14.15

3.90

Sedang

11
12

50
28

32.75
18.39

8.12
2.60

Sedang
-

1

10

2.69

1.98

-

JURNAL PSIKOLOGI

HARGA DIRI SEKSUAL, KOMPULSIVITAS SEKSUAL

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat
bahwa rangsangan pasangan seks adalah
alasan yang paling banyak disebut sebagai
hal yang menyebabkan individu melakukan hubungan seks pertama kali.
Alasan-alasan lain yang mengikuti adalah
ketidakmampuan menahan gairah seks,
rasa ingin tahu terhadap seksualitas,
kemauan sendiri, ajakan dan pengaruh
teman, pengaruh alcohol, pengaruh obatobatan terlarang, dan cinta. Sementara itu
jika dilihat alasan mengapa tetap melakukan perilaku seks berisiko dalam keadaan
sudah tahu bahwa dirinya terpapar
HIV/AIDS, maka hal yang paling banyak
disebut adalah untuk menyalurkan gairah
seks, diikuti oleh sebagai ekspresi cinta
dan kasih sayang, rangsangan pasangan
seks, prinsip bahwa seks merupakan
sesuatu yang harus dinikmati, pengaruh
teman, eksperimen seksualitas, gaya

hidup, dan pelarian dari masalah
Berdasarkan Tabel 2 juga dapat
bahwa kebutuhan menyalurkan
seks menjadi alasan yang paling
disebut mengapa individu tetap
kukan perilaku seks berisiko.

hidup.
dilihat
gairah
sering
mela-

Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa
hal yang paling sering disebut oleh partisipan mengenai alasan mengapa pernah
tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks adalah karena kondom
dianggap mengurangi kenikmatan saat
berhubungan seks. Alasan-alasan lainnya
adalah karena malas menggunakan,
dianggap mengganggu proses hubungan
seks yang sedang dilakukan, pasangan
seks tidak menghendaki pemakaian kondom, persepsi agar lebih menyatu dengan
pasangan, dan persepsi supaya pasangan
tidak kehilangan kepercayaan terhadap
individu.

Tabel 2
Paparan Alasan Partisipan Pertama Kali Berhubungan Seks dan Mengapa Tetap Melakukan
Perilaku Seks Berisiko Hingga Saat Ini
Disebut
Sebanyak (n)/
Persentase
Rangsangan pasangan seks
26 / 30.95%
Tidak bisa menahan gairah seks 25 / 29.76%
Rasa ingin tahu
12 / 14.28%
Kemauan sendiri
7 / 8.33%
Ajakan dan pengaruh teman
6 / 7.14 %
Pengaruh alkohol
5 / 5.95%
Pengaruh obat-obatan terlarang
2 / 2.38%
Cinta
1 / 1.19%
Alasan Pertama Kali
Berhubungan Seks

Alasan Tetap Melakukan Perilaku
Disebut
Seks Berisiko
Sebanyak (n)
/ Persentase
Hingga Saat Ini
Menyalurkan gairah seks
40 / 47.61%
Ekspresi cinta dan kasih sayang
20 / 23.80%
Rangsangan pasangan seks
12 / 14.28%
Prinsip bahwa seks harus dinikmati
4 / 4.76%
Pengaruh teman
2 / 2.38%
Eksperimen seksualitas
2 / 2.38%
Gaya hidup
2 / 2.38%
Pelarian masalah
2 / 2.38%

Tabel 3
Alasan Mengapa Pernah Tidak Menggunakan Kondom Saat Berhubungan Seks
Alasan
Mengurangi kenikmatan saat berhubungan seks
Malas menggunakan
Mengganggu proses hubungan seks yang sedang
dilakukan
Pasangan seks tidak menghendaki
Supaya lebih menyatu dengan pasangan
Supaya pasangan tidak kehilangan kepercayaan
JURNAL PSIKOLOGI

Disebut Sebanyak (n)

Persentase

35
19
14

41.66%
22.61%
16.66%

10
5
1

11.90%
5.95%
1.19%
57

RAHARDJO & HUTAGALUNG

Adapun analisis jalur memperlihatkan
bahwa model yang dibangun fit dengan
data. Chi-Square yang diperoleh oleh
model analisis jalur ini adalah sebesar
7.545 dan probabilitas sebesar 0.056 (p >
.05). Artinya, harga diri seksual secara
umum maupun yang berkaitan dengan
kompetensi seksual, beserta kompulsivitas
seksual berpengaruh terhadap usia hubungan seks pertama kali, jumlah
pasangan seks dalam kurun waktu enam
bulan terakhir, dan seks dengan orang
asing. Penjelasan yang lebih jelas dapat
dilihat pada Gambar 1.
Ketika dipaparkan mengenai pengaruh masing-masing variabel maka dapat
terlihat bahwa tidak semua garis dalam
model memperlihatkan pengaruh yang
signifikan. Beberapa yang tidak signifikan
adalah pengaruh harga diri secara umum
terhadap usia hubungan seks pertama kali

dan seks dengan orang asing, dan harga
diri spesifik mengenai kompetensi seksual
terhadap kompulsivitas seksual dan usia
hubungan seks pertama kali.
Sementara itu, beberapa pengaruh
yang signifikan adalah (1) harga diri seksual secara umum kepada kompulsivitas
seksual dan jumlah pasangan seks yang
dimiliki dalam kurun waktu enam bulan
terakhir, (2) harga diri seksual dalam hal
kompetensi seksual terhadap jumlah
pasangan seks dan seks dengan orang
asing, dan (3) kompulsivitas seksual
terhadap usia hubungan seks pertama
kali, jumlah pasangan seks dalam kurun
waktu enam bulan terakhir, dan seks
dengan orang asing. Guna mendapatkan
penjelasan yang lebih kongkrit dapat
dilihat paparan data pada Tabel 4 dan
Tabel 5.

Gambar 1. Model Analisis Jalur

58

JURNAL PSIKOLOGI

HARGA DIRI SEKSUAL, KOMPULSIVITAS SEKSUAL

Tabel 4
Deskripsi Bobot Regresi Antar Variabel terutama untuk Signifikansi
Estimate

S.E.

C.R.

P

KS