Manajemen Issue dan Krisis PR

Manajemen
Issue dan
Krisis PR
Manajemen Issue dan
Krisis PR
Zulmi Savitri M.Ikom

Abstract

Kompetensi

Isu yang tidak dikelola dengan
baik akan menyebabkan krisis dan
krisis berpotensi mengancam
reputasi perusahaan

Pemahaman manajemen krisis, isu
dan kaitan dengan reputasi.

Pembahasan
1. Manajemen Krisis

Kata krisis berasal dari bahasa Yunani Krisis, yang berarti “keputusan”. Ketika
krisis terjadi, perusahaan harus memutuskan apa yang harus dilakukan. Dalam
bahasa Cina, Krisis diucapkan dengan wei-iji dan mempunyai dua arti, yaitu
“bahaya” dan “peluang”. Two side in the same coin. Krisis Public Relations adalah
peristiwa, rumor, atau informasi yang membawa pengaruh buruk terhadap reputasi,
citra, dan kredibilitas perusahaan. Krisis juga dianggap sebagai “turning point in
history life”, yaitu suatu titik balik dalam kehidupan yang dampaknya memberikan
pengaruh signifikan, ke arah negative maupun positif, tergantung reaksi yang
diperlihatkan oleh individu, kelompok, masyarakat, atau suatu bangsa. Umumnya
krisis dilihat sebagai situasi atau kejadian yang lebih banyak mempunyai ilmplikasi
negative pada organisasi daripada sebaliknya.
Krisis pada dasarnya adalah sebuah situasi yang tidak terduga, artinya
organisasi umumnya tidak dapat menduga bahwa akan muncul situasi yang dapat
mengancam kelangsungan hidup atau keberadaan organisasi. Krisis juga sebagai
suatu peristiwa yang menyebabkan suatu perusahaan atau organisasi menjadi
sorotan kelompok-kelompok lain seperti: konsumen, pemegang saham, karyawan,
keluarga karyawan atau kelompok-kelompok yang mempunyai interest pada aktifitas
perusahaan tersebut.
Public Relations pada hakekatnya adalah kegiatan komunikasi, kendati agak
lain dengan kegiatan komunikasi lainnya, karena ciri hakiki dari komunikasi Public

Relations adalah two way communication (komunikasi dua arah/timbal balik). Arus
komunikasi timbal balik ini yang harus dilakukan dalam kegiatan Public Relations,
sehingga terciptanya umpan balik yang merupakan prinsip pokok dalam Public
Relations (Rahmadi , 2005: 11).
Secara keseluruhan tujuan dari public relations adalah untuk menciptakan
citra baik perusahaan sehingga dapat menghasilkan kesetiaan publik terhadap
produk yang di tawarkan oleh perusahaan (Mulyana, 2007). Peran humas menurut
Cutlip, Center and Broom dalam bukunya Effective Public Relations, yaitu :

1. Expert Presciber
Seorang praktisi humas yang berpengalaman dan memiliki kemampuan tinggi
dapat membantu mencarikan solusi dalam penyelesaian masalah hubungan
dengan publiknya (public relationship). Pelaksanaan program kerja humas tentu
menuntut humas untuk memiliki pengetahuan serta pengalaman di bidang
kehumasan terutama bagaimana cara menjalin hubungan baik dengan publiknya
atau stakeholder.
2. Communication Facilitator
Dalam hal ini, humas bertindak sebagai fasilitator atau mediator untuk membantu
pihak manajemen dalam hal mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan
oleh publiknya.

3. Problem Solving Facilitator :
Peranan humas dalam proses pemecahan masalah merupakan bagian dari tim
manajemen. Maksudnya untuk membantu pimpinan perusahaan baik sebagai
penasehat (advisor) hingga mengambil tindakan eksekusi (keputusan) dalam
mengatasi persoalan atau krisis yang tengah dihadapi secara rasional dan
professional.
4. Technician Communication
Dalam hal ini humas berperan sebagai pelaksana teknis komunikasi. Humas
hanya menyediakan layanan teknis komunikasi, sementara kebijakan dan
keputusan teknik komunikasi mana yang akan digunakan bukan merupakan
keputusan humas, melainkan keputusan manajemen dan humas hanya
melaksanakannya (Cutlip et al., 2000: 37).
Bagi sebuah perusahaan, badan pemerintah, dan individu, image dan
reputasi sangatlah penting. Karena itu bila reputasi jatuh, dibutuhkan sumber daya
yang besar untuk memulihkan. Dalam bahasan sehari-hari, reputasi dimaksudkan
sebagai image yang menancap di benak stakeholder terhadap sebuah organisasi
berdasarkan fakta seberapa baik suatu organisasi memenuhi harapan mereka. Pada
dasarnya, setiap krisis mengancam reputasi organisasi. Dalam konteks ini,
komunikasi krisis yang efektif akan meminimalkan kerusakan reputasi akibat krisis.
Dengan kata lain, ketika terjadi krisis, komunikasi krisis yang efektif menjadi alat

dalam upaya membangun, memulihkan dan mempertahankan reputasi positif.
Pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi organisasi memainkan peran
penting dalam situasi krisis. Disini perusahaan menyediakan informasi untuk mereka
yang terkena dampak krisis dan membantu mengurangi kerusakan dan dampak
krisis terhadap organisasi.

Krisis merupakan ujian bagi eksistensi diri kita, baik perusahaan maupun
sebagai individu. Kita tidak pernah tahu dengan pasti kapan krisis akan datang
menghampiri. Kita dapat mempersiapkan diri menghadapi krisis dengan memahami
prinsip – prinsip yang benar. Tiga pendekatan yang dapat dilakukan dalam situasi
krisis adalah sebagai berikut :




Hindari krisis
Tangani krisis dengan segera sebelum krisis menjadi semakin buruk
Temukan cara untuk mengubah krisis menjadi sebuah kesempatan
Krisis sebaiknya tidak hanya dianggap sebagai suatu petaka melainkan juga


momentum untuk perbaikan. Walaupun di dalam krisis terdapat ancaman, tetapi kita
harus mencari peluang – peluang yang ada di balik sebuah krisis. Kita harus
memiliki persepsi mengenai krisis dari sudut pandang positif, yaitu optimis, sehingga
krisis dapat direspon dengan cepat dan dimanfaatkan dengan sebaik – baiknya
(Firsan Nova, 2011:66).
Krisis public relations adalah peristiwa, rumor, atau informasi yang membawa
pengaruh bururk terhadap reputasi, citra, dan kredibilitas perusahaan. Banyak
perusahaan berpikir bahwa krisis PR hanya akan menyerang perusahaan besar,
padahal krisis dapat menyerang siapa saja, baik individu, organisasi, maupun
perusahaan, kapan dan di mana saja (Firsan Nova, 2011:67).
Steven Fink dalam Crisis Management Planning for The Inevitabl,
mendefinisikan krisis sebagai berikut:
“A crisis is an unstable time or state of affairs in which a decisive change is
impending-either one with distinct possibility of a highly desirable and extremely
positible outcome, or one with the distinct possibility of a highly undesirable
outcome. It is usually a 50-50 proposition, but you can improve the odds”.
Definisi tentang krisis dikemukakan juga oleh Robert P. Powell (2005) bahwa
krisis adalah kejadian yang tidak diharapkan, berdampak dramatis, kadang belum
pernah terjadi sebelumnya yang mendorong organisasi kepada suatu kekacauan
(chaos) dan dapat menghancurkan organisasi tersebut tanpa adanya tindakan

nyata. Krisis tidak memiliki batas (no boundaries) dan dapat terjadi kapan saja, di
mana saja terhadap setiap organisasi (profit dan nonprofit, publik dan privat) (Firsan
Nova, 2011:69). Krisis menyerang ketika organisasi berhenti menemukan
permasalahan yang ditimbulkan oleh lingkungan tempat mereka berada (Thomas
Kuhn, 1996). Kondisi ekonomi global dan politik dapat memperbesar dampak dari

suatu krisis sehingga menjadikan krisis sebagai hal yang biasa terjadi pada
perusahaan (Gene Klann, 2003).
Karakteristik krisis pada umumnya adalah adanya ketidakstabilan tinggi yang
berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap kelangsungan hidup organisasi.
Krisis dapat membedakan masa lalu dengan masa depan organisasi, membedakan
pemimpin yang efektif, dan tidak serta mengubah organisasi secara signifikan
(Firsan Nova, 2011:69).
Krisis biasanya ditimbulkan oleh suatu keadaan darurat yang justru
memperparah dampak krisis tersebut. Beberapa keadaan yang dapat dikategorikan
sebagai krisis bagi sebuah perusahaan contohnya: kegagalan produksi, hostile
takeover, krisis keuangan global, tuntutan pengadilan, bencana alam, kerusuhan,
perang, pergantian pemimpin, unjuk rasa pekerja, dan lain – lain.
Krisis juga dapat dikategorikan berdasarkan dampaknya. Ketiga kategori
tersebut adalah:

1. Krisis level 1: dampak dari krisis ini mengakibatkan tercemarnya nama organisasi
serta adanya hambatan dalam mewujudkan misi,
2. Krisis level 2: krisis ini berdampak pada cedera fisik, kemungkinan korban jiwa,
rusaknya properti, hancurnya reputasi perusahaan atau kombinasinya.
3. Krisis level 3: krisis ini mengakibatkan adanya korban jiwa, kerusakan properti
yang serius serta kemungkinan kebangkrutan.
Krisis juga dianggap sebagai “turning point in history/life”, suatu titik balik
dalam kehidupan yang dampaknya memberikan pengaruh signifikan, ke arah negatif
maupun positif, tergantung reaksi yang diperlihatkan oleh individu, kelompok atau
suatu bangsa. Jika dipandang dari sudut bisnis, krisis akan menimbulkan hal berikut:



Intensitas permasalahan akan bertambah
Masalah akan menjadi sorotan publik baik melalui media massa atau




informasi dari mulut ke mulut

Masalah akan mengganggu kelancaran bisnis
Masalah dapat merusak sistem kerja dan mengguncang perusahaan secara




keseluruhan
Masalah yang dihadapi membuat perusahaan dan masyarakat panik
Masalah akan membuat pemerintah ikut melakukan intervensi.
Dalam menghadapi krisis, optimisme untuk menyusun langkah – langkah

agar dapat ke luar dari krisis merupakan modal utama. Krisis sering dinyatakan
sebagai “zero hour”. Artinya, tidak ada waktu untuk berdiam diri, harus segera
direspon secara cepat dan tepat.

2. Isu
Munculnya sebuah isu dalam sebuah perusahaan atau organisasi tidak dapat
diprediksi sebelumnya, oleh sebab itu perusahaan atau organisasi diminta untuk
selalu siap mengatasi isu-isu yang memungkinkan dapat membuat perusahaan atau
organisasi tersebut menjadi krisis. Penanganan isu oleh perusahaan atau organisasi

ini beragam, hal ini sangat berkaitan seberapa besar potensi isu yang muncul
tersebut mempengaruhi perusahaan atau organisasi.
Kemunculan sebuah isu awalnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian
pengertian yang dimiliki oleh pihak manajemen dan public perusahaan, untuk lebih
memahami definisi dari isu, berikut beberapa isu yang dikemukakan dari berbagai
sumber : Isu terjadi ketika sebuah masalah menjadi terfokus pada satu pertanyaan
khusus yang bisa mengarahkan pada pertikaian dan beberapa jenis resolusi.
Pengertian Isu adalah suatu pertanyaan tentang fakta, nilai, atau kebijakan yang
dapat di perdebatkan. Jadi dari pengertiannya makna isu menjurus kepada adanya
suatu masalah dalam suatu organisasi, lembaga, kelompok yang membutuhkan
penanganan. Jadi sebenarnya dari pengertiannya isu mengacu kepada adanya
adanya suatu bibit permasalahan yang kemudian menyebabkan timbulnya
perdebatan.
Isu merupakaan perbedaan pendapat yang diperdebatkan, masalah fakta,
evaluasi, atau kebijakan yang penting bagi pihak-pihak yang berhubungan. Lalu
yang terakhir didefinisikan bahwa isu merupakan sebuah konsekuensi dari tindakan
yang diusulkan seseorang atau pihak lain yang dapat membawa dampak dalam
negosiasi pribadi dan penyesuaian, sipil dan criminal litigasi, atau hal yang dapat
menjadi sebuah masalah dari kebijakan public melalui legislatif aturan tindakan.
Definisi sederhana lainnya menurut Regester dan Larkin bahwa sebuah isu

mempresentasikan suatu kesenjangan antara praktek koorporat dengan harapanharapan para stakeholdernya. Dengan kata lain, sebuah isu yang timbul ke
permukaan adalah suatu kondisi atau peristiwa, baik didalam maupun diluar
organisasi, yang jika dibiarkan akan menjadi efek yang signifikan pada fungsi atau
kinerja organisasi tersebut atau pada target-target organisasi tersebut dimasa
mendatang. Selain itu biasanya kita juga pernah kata rumor, rumor merupakan
beragam informasi dengan berbagai versi yang tidak jelas siapa sumbernya, tidak
jelas siapa yang pertama kali menyampaikannya dan tidak jelas pula kabar atau

informasi tersebut mengandung kebenaran atau tidak., istilah seperti ini sama halnya
dengan sebuah gossip, selentingan atau grapevine.
Isu bisa meliputi masalah, perubahan, peristiwa, situasi, kebijakan atau nilai
yang tengah berlangsung dalam kehidupan masyarakat. Munculnya sebuah isu
dapat disebabkan oleh :
1. Ketidakpuasan sekelompok masyarakat.
2. Terjadinya peristiwa dramatis.
3. Perubahan sosial.
4. Kurang optimalnya kekuatan pemimpin.
Dari apa yang dijelaskan diatas, terlihatlah bahwa pengertian isu menjurus
pada adanya masalah dalam suatu perusahaan atau organisasi yang membutuhkan
penanganan. Disebutkan diatas terdapat beberapa kesamaan makna bahwa setiap

perusahaan tidak pernah mengharapkan akan munculnya isu. Ketika isu mulai
muncul dalam sebuah perusahaan atau organisasi, maka dapat dipastikan akan
terjadi kesenjangan perusahaan dengan publiknya.
3. Manajemen Issue
Issue management dikenalkan oleh W.Howard Chase pada tahun 1976 dalam
sebuah risalahnya yang berjudul “Corporate Public Issue adn Their Management”
Volume 1 No.1. Dalam risalahnya menyebutkan bahwa tujuan – tujuan manajemen
isu adalah untuk mengelola isu yang beredar di publik (Firsan Nova, 2011:247).
Menurut Chase dan Barry Jone, manajemen isu merupakan sebuah alat yang dapat
digunakan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola
berbagai isu yang muncul ke permukaan serta bereaksi terhadap berbagai isu
tersebut sebelum isu – isu itu diketahui masyarakat luas.
Manajemen isu juga didefinisikan sebagai suatu usaha aktif untuk ikut serta
mempengaruhi dan membentuk persepsi, opini, dan sikap masyarakat yang
mempunyai dampak terhadap perusahaan (Wongsonagoro, 1995). Manajemen isu
adalah suatu proses manajemen yang bertujuan untuk membantu:





Melestarikan pasar
Mengurangi risiko
Menciptakan peluang
Mengelola citra sebagai aset organisasi atau perusahaan, baik untuk
kepentingan organisasi itu sendiri maupun para stakeholder (Firsan Nova,
2011:248).

Reaksi manajemen isu yang efektif didasarkan pada bagaimana
mengidentifikasi isu di awal pekembangannya dan membeikan reaksi yang
terorganisir dalam upaya menangani isu yang beredar di wilayah publik. Sifat
manajemen isu adalah proaktif, antisipatoris, dan terencana. Ada beberapa
pendekatan dalam menganalisis sebuah isu, yaitu:
1. Pendekatan Sistem (System Approach)
Pendekatan sistem terhadap manajemen isu merujuk pada teori sistem dan
prinsip manajemen bisnis. William G. Scott (1961) mengatakan bahwa
organisasi adalah sebuah sistem di mana semua bagian saling berhubungan
dan berinteraksi satu sama lain. Dalam pendekatan ini, tujuan manajemen isu
antara lain: manajemen isu berupaya meminimalisir “kejutan” dengan
berfungsi sebagai sitem peringatan dini bagi ancaman potensial dan
pendekatan ini mempromosikan respon yang lebih sistematis dan efektif
dengan bertindak sebagai kekuatan koordinasi dam integrasi di dalam
organisasi.
2. Pendekatan Stratejik (Strategic Reduction of Uncertainty Approach)
Pendekatan stratejik mereduksi ketidakpastian melengkapi pendekatan
sistem. Pendekatan stratejik menekankan pada orientasi kognitif aksi
organisasi dan perilaku individu. Perhatian utama dalam pendekatan ini
adalah bagaimana interpretasi individu atau kelompok terhadap sebuah isu,
bagaimana cara isu diidentifikasikan, dieksplorasi dan akhirnya mengarah
pada pembuatan keputusan. Isu strategik adalah peristiwa, perkembangan
atau tren yang dianggap memiliki implikasi bagi kinerja organisasi.
3. Pendekatan Retoris (Rethorical Approach)
Pendekatan ini muncul sebagai respon terhadap model manajemen isu
Chase, Jones, dan Crane yang kemudian dikembangkan oleh ilmuwan retoris
yang tertarik pada wacana korporat dan public relations. Menurut Crable dan
Vibbert mengidentifikasikan 3 hal dalam pendekatan ini, yaitu: (1). Pendekata
model proses manajemen isu berasumsi bahwa organisasi memiliki
wewenang yang sama dengan pemerintah ketika berhubungan dengan
penciptaan kebikajan publik. (2). Isu sebagai sebuah masalah yang belum
terselesaikan dan siap untuk sebuah keputusan. (3). Terdapat 3 strategi
respon terhadap isu, yaitu reaktif, adaptif, dan catalystic. Catalystic artinya
organisasi berupaya membawa isu melalui siklusnya sehingga dapat
diselesaikan sesuai dengan tujuan organisasi.
4. Pendekatan Terintegrasi

Dikenalkan oleh Taylor, Vasquez, dan Doorley melalui artikel mereka “Merck
AIDS Activities:Engagement as a Framework for Extending Issue
Management” yang diterbitkan pada September 2003. Ada 3 hal yang
dikemukakan dalam pendekatan ini, yaitu: (1). Manajemen isu membantu
organisasi tumbuh dan bertahan hidup karena memberikan organisasi alat
untuk memaksimalkan peluang. (2). Hubungan organisasi dan publik harus
tetap berlanjut walaupun siklus hidup sebuah isu telah berakhir. (3).
Pendekatan ini memfokuskan pada bagaimana organisasi melibatkan publik
sebelum, selama dan setelah sebuah isu melewati siklusnya.

Daftar Pustaka
1. Cutlip, Scott M. & Allen H. Center. 2000. “Efective Public Relations”. New
Jersey : Prentice Hall.
2. Nova, Firsan. 2011. “Crisis Public Relations”. Jakarta : RajaGrafindo
Persada.
3. Regester, Michael, Judy Larkin. Risk Issues and Crisis Management in
Public Relations. New Delhi: Crest Publishing House, 2003.
4. Wongsonagoro, Maria. “Crisis Management & Issues Management” (The
Basics of Public Relations). Jakarta: IPM Public Relations, 24 Juni 1995.