Pembentukkan Budaya Perilaku dan Kesadar

PEMBENTUKKAN BUDAYA, PERILAKU, DAN KESADARAN RAMAH LINGKUNGAN & ENERGI :
PENDEKATAN GREEN MANAGEMENT CAMPUS1
Oleh : H. Slamet, SE., MM., PhD2

A. PENGANTAR
Pemanasan global (global warning) dan perubahan iklim (climate change) telah menjadi isu utama
beberapa tahun belakangan ini. Tingkat kesadaran global mengenai lingkungan hidup dan perubahan
iklim pada beberapa tahun terakhir cukup bagus dan mendapat respon positif dari berbagai kalangan.
Hampir semua pihak, mulai pimpinan negara hingga masyarakat umum, lembaga negara hingga
lembaga sosial telah gencar menyuarakan permasalahan tersebut. Fenomena ini menyentuh semua
lapisan masyarakat dan institusi, karena menyangkut masa depan generasi di masa yang akan datang.
Gerakan green-green (go green ....) tengah berkembang pesat, tidak hanya bertujuan untuk melindungi
sumber daya alam, tetapi juga sebagai upaya efisiensi penggunaan energi dan meminimalisir
kerusakan lingkungan sekitar.
Gaya hidup memiliki peran penting untuk mengatasi masalah lingkungan. Gaya hidup ramah
lingkungan adalah perilaku kehidupan sehari-hari yang efisien dalam memanfaatkan sumber daya
alam. Misalnya, dalam memanfaatkan air, energi listrik, peralatan teknologi, dan moda transportasi
yang digunakan sehari-hari serta bagaimana tidak berperilaku mencemari lingkungan, tidak membuang
sampah sembarangan, mengurangi penggunaan kantong plastik, meminimalisasi timbunan sampah
dari produk atau makanan yang dikonsumsi, tidak boros menghasilkan karbon yang mengemisi
atmosfer yang berkontribusi pada pemanasan global. Selain itu, perlu mengembangkan green skills,

yaitu kecakapan dalam peningkatan kualitas lingkungan. Seperti composting, membuat lubang biopori,
menanam dan merawat tanaman, dan lain sebagainya [1].
Kesadaran akan pentingnya masalah ini, tidak saja dibahas pada tingkat eksekutif koorporasi atau
institusi pemerintahan terkait, perguruan tinggi juga sudah mulai membicarakan dan sebagian dari
mereka sudah mengimplementasikan masalah ini semua. Masalah lingkungan merupakan masalah
komplek yang perlu pemahaman semua lini, keterbatasan infrastruktur pendukung dan keterbatasan
sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi dan komitmen serta integritas terhadap masalah
go green tersebut merupakan salah satu faktor penghambat.
Masalah lingkungan adalah masalah bangsa yang perlu keterlibatan semua komponen masyarakat,
baik masyarakat individu maupun masyarakat secara organisasi, termasuk di dalamnya adalah
perguruan tinggi. Yang mana, dalam perguruan tinggi terdapat civitas akademika, mulai dari para
pejabat, dosen, pegawai administrasi, dan mahasiswa. Kesemua ini, berpengaruh luas terhadap
penyelesaian lingkungan dan energi yang tengah dihadapi oleh masyarakat secara luas. Masyarakat
diharapkan dapat berpartisipasi dan bertanggungjawab untuk mengatasi masalah lingkungan. Oleh
sebab itu, budaya, perilaku, dan kesadaran terhadap ramah lingkungan dan energi perlu dibentuk.
Hal ini, disebabkan diantara mereka masih sedikit yang peduli terhadap masalah ramah lingkungan.
Tidak cukup hanya disampaikan dalam seminar, slogan-slogan, demo-demo, dan lain sebagainya.
Tetapi, perlu ada tindakan nyata dari perguruan tinggi untuk membentuk civitas akademika melalui
tindakan nyata akan pentingnya komitmen penyelamatan lingkungan dan energi. Meskipun tidak
1


2

Disampaikan pada Acara Seminar Nasional Green Economic "Green Economy for Sustainability Development", Oleh
Fakultas Ekonomi, Hari Kamis, 26 Nopember 2015, di Gedung Audotorium Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang.
Dosen Tetap Fakultas Ekonomi dan Dosen Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

dimasukkan di dalam kurikulum secara eksplisit, tetapi secara implisit perlu ada arah pembentuk ke
arah ramah lingkungan, karena mereka akan hidup ditengah-tengah masyarakat, baik masyarakat
secara luas maupun masyarakat organisasi.
B. MASALAH LINGKUNGAN & ENERGI
Dalam dunia modern saat ini dan ditambah semakin tingginya tingkat pendapatan seseorang serta
perkembangan teknologi yang begitu canggih, hal ini berdampak pada penggunaan energi juga
semakin tinggi. Seperti pemanfaatan lemari es, AC, mesin cuci, komputer, wave, audio, dan mesin
yang memerlukan energi listrik lainnya. Selain itu, tingginya masyarakat yang shopping dan usaha
catering, yang berdampak pada menumpuknya sampah, diantaranya plastik, kertas plastik, botol,
benda yang terbuat dari melamin lainnya.
Disisi lain, dalam kehidupan sehari-hari masih banyak kita jumpai anggota masyarakat yang tidak
peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Masih banyak masyarakat membuang sampah seenaknya -- di

jalan atau meletakkan di pinggir jalan begitu saja. Pada tingkat institusi publik, masih ditemui
fenomena yang belum memberikan perhatian terhadap penyelesaian isu-isu lingkungan dan energi.
Pengelolaan sampah, kebersihan, fasilitas umum, dan pemanfaatan energi masih dapat dikatakan
relatif rendah.
Kita seringkali masih melihat : (1) dalam pengelola sampah tidak lebih dari menampung dan
membuang jauh-jauh, belum banyak yang mengelola sampah menjadi sumber daya yang bermanfaat
kembali; (2) tidak sedikit kita temui sampah tidak dibuang pada tempatnya; (3) vandalisme; (4) banyak
dosen/pegawai/mahasiswa merokok di sembarang tempat, meskipun ruang ber-AC; (4) kurang peduli
terhadap energi, misalnya tidak mematikan listrik, AC, LCD, Komputer, atau benda elektronik lainnya
ketika keluar ruang atau pulang kantor; (4) masih sedikit institusi publik yang mempunyai konsep
apalagi menerapkan penyelesaian lingkungan dan pemanfaatan energi; dan (5) rendahnya kesadaran
akan green lifestyle.
C. PERAN PERGURUAN TINGGI
Perguruan Tinggi merupakan satuan pendidikan yang menyelenggaran pendidikan tinggi, dengan
tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Budaya,
perilaku, dan kesadaran ramah lingkungan dan energi dapat dibentuk melalui proses pendidikan ini.
Pembentukkan merupakan proses, cara atau perbuatan membentuk [2]. Pembentukan tersebut
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor bawaan dan faktor lingkungan, dimana seseorang itu tumbuh
dan berkembang. Civitas akademika -- para pejabat, dosen, pegawai administrasi, dan mahasiswa -berada dalam lingkungan kampus yang cukup lama. Mahasiswa program strata satu minimal hidup 4
(empat tahun), sementara dosen dan pegawai mereka berada dalam lingkungan kampus hingga

pensiun atau mereka mengundurkan diri.
Proses pembentukan budaya, perilaku, dan kesadaran ramah lingkungan dan energi bagi setiap orang
yang ada di dalam kampus merupakan bagian dari "the hidden curriculum". Karena pembentukan
budaya, perilaku, dan kesadaran ramah lingkungan dan energi merupakan proses pengalaman dan
pembiasan yang diperoleh selama mereka hidup dalam lingkungan kampus. Perguruan tinggi sebagai
institusi publik yang memproduksi orang-orang ilmuan dan intelektual yang diseting dengan kurikulum,
tetapi juga harus membentuk bagaimana mereka dapat melakukan learning by themselves dari
lingkungannya.

Lingkungan sekitar dimana civitas akademik hidup sehari-hari mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan bagi kehidupan selanjutnya. Perguruan tinggi tidak cukup hanya menyelenggarakan
"Tridharma Perguruan Tinggi" dalam rangka mengembangkan keilmuan mereka, tetapi perguruan
tinggi perlu mengembangkan lingkungan dan manajemen kampus yang berbasis "green concept" yang
dapat dirasakan, dipelajari, dan disikapi oleh semua civitas akademika. Dengan strategi semacam ini,
menurut hemat penulis dapat dijadikan proses pembentukan budaya, perilaku, dan kesadaran ramah
lingkungan dan energi.
D. KONSEP GREEN MANAGEMENT CAMPUS
1.

Green Campus


Makna green jika dilihat dalam kamus mempunyai banyak pengertian, diantaranya warna atau pigmen
hijau; menyerupai warna rumput yang tumbuh; warna dari spektrum matahari antara kuning dan biru;
sebidang tanah terbuka untuk digunakan rekreasi di daerah perkotaan; sebuah lingkungan yang milik
partai hijau; berubah atau menjadi hijau; membuat hijau; menjadi atau tumbuh hijau; dan lain
sebagainya [3, 4]. Sesungghnya, hijau itu ada, hijau itu ada dalam mode, konsumen meminta itu
semua, organisasi memerlukan itu, dan manajemen menuntut itu, masa depan bisnis yang sedang
dibangun oleh suatu organisasi harus bertanggungjawab atas konsep itu semua. Oleh sebab itu, perlu
ada pemahaman yang benar tentang itu semua, menyangkut metodologi penerapan green [5].
Green campus merupakan gambaran lingkungan kampus yang nyaman, bersih, teduh, indah, sehat
dan tentunya di dominasi kehijau-hijauan [6]. Namun demikian, green campus tidak saja bermakna
lingkungan kampus yang didominasi dengan warna hijau dan/atau dipenuhi pepohonan yang hijau,
tetapi green campus mempunyai makna lebih daripada itu semua. Bagaimana semua civitas
akademika dapat memanfaatkan sumber daya lingkungan seoptimal mungkin dan tidak mudah
mengganggu atau merusak lingkungan yang tidak digunakan untuk kepentingan produktif serta
memanfaatkan limbah untuk kepentingan produktif kembali.
Perguruan tinggi sebagai entitas produksi tidak ubahnya koorporasi yang memproduksi barang.
Perguruan tinggi juga entitas koorporasi yang memanfaatkan sumber daya alam, energi, dan barangbarang pabrik yang mengeluarkan limbah yang berdampak negatif pada lingkungannya. Oleh sebab
itu, perguruan tinggi secara terus menerus dan berkesinambungan memperhatikan pemanfaatan
sumber daya yang digunakan dan berdampak pada lingkungan.

Green campus didefinisikan sebagai kampus yang telah peduli dan berbudaya lingkungan dan telah
melakukan pengelolaan lingkungan secara sistematis dan berkesinambungan. Green campus
merupakan refleksi dari keterlibatan seluruh civitas akademika yang berada dalam lingkungan kampus
agar selalu memperhatikan aspek kesehatan dan lingkungan di sekitarnya. Indikator green campus,
diantaranya adanya kebijakan perguruan tinggi yang berorientasi pada pengelolaan lingkungan,
adanya upaya penghematan air, kertas, dan listrik, adanya penghijauan untuk mencapai proporsi ideal
ruang terbuka hijau, tersedianya bangunan atau gedung yang ramah lingkungan, terpeliharanya
kebersihan dan kenyamanan lingkungan, terciptanya kampus tanpa asap rokok dan beban polusi,
terselenggaranya pendidikan lingkungan bagi mahasiswa, serta adanya kepedulian dan ketertiban
seluruh elemen civitas akademika dalam budaya peduli lingkungan [6].

2.

Green Management

Belum ditemukan definisi secara eksplisit tentang green management campus itu sendiri. Tetapi, kita
dapat mempelajari dari berbagai perspektif untuk dapat memahami bagaimana green management
campus dapat dikembangkan, difahami, dan diimplementasikan. Beberapa institusi yang telah
menerapkan green management dapat dijadikan rujukan dalam membangun konsep green
management campus, diantaranya :

a.

b.

c.

PT. PP, yaitu Badan Usama Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang kontraktor. PT.
PP ikut serta dalam penyelamatan lingkungan dan energi dengan mengangkat tema "Green
Construction", yang dikembangan melalui program "green building", "green procurement", "green
professionals", "green spirit", dan "green program". Program green tersebut berfokus pada
kepedulian akan efisiensi penggunaan energi, penggunaan air, dan reduksi produksi CO2 [7].;
Washington University in St. Louis, yang mengembangkan program "Green Office Environments".
Mereka beranggapan bahwa kampus merupakan konsumen utama penggunaan energi dan
material yang berkontribusi signifikan pada pembuangan limbah. Program green office merupakan
sebuah kerangka yang mengatur dan mengurangi pemanfaatan sumber daya yang berpotensi
mengganggu lingkungan kampus [8];
PT. Samsung -- perusahaan elektronik yang berpusat di Korea Selatan, mengembangkan Green
Management melalui 5 bagian utama yang membantu melestatikan lingkungan global, yaitu the
greening of management, the greening of products, the greening of processes, the greening of
workplaces, dan the greening of communities [9];


Beberapa perguruan tinggi di Indonesia telah merespon program-program ramah lingkungan dan
energi, Universitas Indonesia melakukan program peringkatan terhadap 361 perguruan tinggi di dunia
yang dikemas dalam UI GreenMetric. Program tersebut sebagai wujud kepedulian UI (Universitas
Indonesia) akan ramah lingkungan dan energi. Parameter yang digunakan meliputi pengaturan
infrastruktur (seting & infrastructure), energi dan perubahan iklim (energy & climate change),
pengelolaan limbah (waste), pengolahan air (water), pengolahan transportasi (transportation), dan
pendidikan ramah lingkungan (education) [10].
Adapun fokus dari masing-masing parameter di atas, yaitu :
a.
b.

c.

d.
e.
f.

Pengaturan infrastruktur (seting & infrastructure) : bagaimana perguruan tinggi berpartisipasi untuk
memberikan ruang hijau dan menjaga lingkungan serta pengembangan energi berkelanjutan;

Pemanfaatan energi dan perubahan iklim (energy & climate change) : bagaimana perguruan tinggi
mampu meningkatkan upaya efisiensi energi pada bangunan dan peduli sumber daya alam dan
energi;
Pengelolaan limbah (waste) : bagaimana perguruan tinggi mampu mendaur ulang limbah,
pengolahan limbah organik, pengolahan limbah anorganik, pembuangan limbah, kebijakan untuk
mengurangi penggunaan kertas dan plastik di kampus;
Pengolahan air (water) : bagaimana perguruan tinggi dapat menurunkan penggunaan air,
meningkatkan program konservasi, dan melindungi habitat;
Pengolahan transportasi (transportation) : bagaimana perguruan tinggi mempunyai kebijakan
membatasi kendaraan bermotor dan mendorong orang berjalan di sekitar kampus;
Pendidikan ramah lingkungan (education) : bagaimana perguruan tinggi memiliki peran penting
dalam menciptakan kepedulian generasi baru yang ramah lingkungan.

3.

Green Management Campus

Berdasarkan berbagai pandangan di atas, menurut hemat penulis, konsep green management campus
dapat dikembangkan melalui program-program green environment, green building, green procurement,
green processes, green office, dan green product.

E.

LANGKAH STRATEGIS GREEN MANAGEMENT CAMPUS

Untuk mencapai green management campus, tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi harus
dilakukan secara sistematis dan terprogram serta dikawal implementasinya. Agar antara program yang
satu dengan program yang lain saling terkait dan tersistem. Dan harus dibuat grand design konsep
green management campus. Oleh karena, beberapa program di atas, merupakan satu kesatuan green
management campus, maka langkah strategis yang harus dikembangkan :
1.

Idealnya, green management campus harus dimulai sejak kampus akan didirikan yaitu melalui
program green environment atau green landscape. Lingkungan merupakan semua kondisi yang
mempengaruhi kehidupan di atas bumi, meliputi kondisi atmosfir, mata rantai makanan, siklus air,
iklim, dan cuaca [11]. Kondisi inilah dan strategi pemanfaatannya sangat menentukan green
environment.
Konsep green environment adalah bagaimana memanfaatkan lingkungan semaksimal mungkin
agar tetap tercipta lingkungan yang ramah lingkungan dan energi dan tidak merusak lingkungan
tersebut. Kebijakan di Malaysia, institusi atau masyarakat dapat memanfaatkan lingkungan tetapi
tidak boleh merusak habitat lingkungan. Sehingga, mereka hanya mengambil kawasan yang

benar-benar diperlukan saja, hutan yang tidak digunakan tidak boleh diganggu. Dalam konteks
Indonesia, sudah diatur dalam berbagai peraturan dan perundangan, diantaranya (i) Peraturan
Menteri PU No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesbilitas pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan; (ii) Peraturan Menteri PU No. 5/PRT/M/2008 tentang Ruang
Terbuka Hijau (RTH); (iii) Undang-undang RI No. 28 Tahun 2002 tentang Bagunan dan Gedung;
(iv) Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; (v) Undang-Undang No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; (vi) Keputusan Menteri PU
No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Kotor Domestik; dan (vii) Peraturan Menteri PU No.
29/PRTT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
Dalam mengembangkan green environment secara simultan juga harus direncanakan dan
dikembangkan konsep green waste (pengolahan limbah), green water, green setting &
insfrastucture, green transportation, green building dan green spirit.

2.

Sebelum gedung-gedung kampus dibangun harus mengembangkan green building design berupa
masterplan. Green building merupakan pendekatan perencanaan bangunan yang berusaha untuk
menimimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan [12].
Hari ini banyak bangunan kurang memperhatikan konsep green building, sehingga masih dijumpai
permasalahan kualitas udara/polusi udara karena buruknya ventilasi dan cahaya, emisi ozon dari
mesin fotocopy, poluasi dari perabot dan panel kayu, asap rokok, dan lain sebagainya. Green
environment dan green building merupakan satu-kesatuan konsep dan tidak boleh berdiri sendiri.
Secara ideal perbandingan antara green building dan green environment adalah 40:60. Hal yang
perlu diperhatikan dalam green building oleh para arsitektur adalah tingkat ventilasi, pencahayaan,
pemanfaatan bahan bangunan, efisiensi energi dengan cara pemasangan sensor penggunaan
listrik, air, AC (melalui kontrol suhu), LCD, dan benda lain yang menggunakan listrik lainnya.

Tujuan utama merencanakan bangunan dengan konsep green building adalah untuk
meminimalkan dampak yang akan disebabkan adanya bangunan tersebut dan meningkatkan
efisiensi energi. Keuntungan penerapan konsep green building diantaranya adalah bangunan lebih
tahan lama dan miminal maintanance, efisiensi energi, nyaman ditempati, dan terwujudnya
kesehatan yang baik. Oleh sebab itu, untuk mendukung green building maka harus dikembangkan
secara sinergi konsep green energy & climate change dan green spirit.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kalau saat ini kawasan dan bangunan kampus
sudah terbentuk tetapi belum mengarah pada konsep green environment dan green building. Jika
hal ini terjadi, maka harus dilakukan dengan strategi evaluasi atau revitalisasi masterplan kampus
berbasis green building dan green environment. Jika ini terjadi, maka terjadi high cost, baik cost
yang benar-benar cost, maupun social cost.
3.

Mengembangkan konsep green procurement. Perguruan tinggi merupakan industri yang
memanfaatkan sumber daya dari luar melalui suplair. Oleh sebab itu, setiap melakukan
pengadaan mulai pengadaan aset tetap, barang operasional, bahan habis pakai, dan konsumsi
(catering) harus mengedepankan konsep ramah lingkungan dan tidak merusak lingkungan dan
efisiensi energi.
Green procurement bermakna bagaimana melakukan pembelian produk, dengan cara
meminimalisir dampak lingkungan dari produk yang dibeli, baik dampak pada kesehatan manusia
maupun dampak lingkungan sekitar. Sehingga, harus ada kebijakan atau regulasi yang mengarah
pada green procurement tersebut. Misalnya, membeli produk yang dapat didaur ulang,
mengurangi kemasan, efisiensi energi, efisiensi air, menghindari pemanfaatan zat beracun, dan
lain sebagainya [13]. Untuk mendukung green procurement, maka perlu ada green
regulation/policy dan green spirit.

4.

Mengembangkan konsep green processes. Perguruan tinggi sesungguhnya mirip dengan industri
yaitu melakukan proses. Bedanya benda yang diproses berbeda. Proses produksi inti (core
business) perguruan tinggi adalah layanan akademik, meliputi proses belajar mengajar (PBM),
pembelajaran di laboratorium, pendampingan penelitian dan pengabdian masyarakat, dan
pendampingan kegiatan, pelayanan akademik lainnya. Dalam proses ini, perguruan tinggi
menggunakan sumber daya dan energi, misalnya peralatan alat pembelajaran (spidol, kertas, dan
peralatan lainnya), listrik, AC, LCD, bahan kimia, dan bahan laboratorium lainnya. Oleh sebab itu,
perlu mempertimbangkan untuk mengembangkan konsep green processes.
Konsep green processes merujuk pada bagaimana mengeliminir beban atau dampak lingkungan
akibat pemanfaatan sumber daya, bahan kimia dan energi yang digunakan dalam proses produksi
[14]. Strategi untuk mengembangkan konsep green processes maka harus sinergi dengan
program green energy & climate change, green waste, green water, green regulation, green
signboard, green spirit, green procurement, green building, dan green profesionalism.

5.

Mengembangkan program green office. Sebagaimana dikatakan di atas, kita sering melihat para
staf (dosen/ pegawai/ mahasiswa) yang masih menunjukkan budaya dan perilaku serta belum ada
kesadaran ramah lingkungan dan energi. Diantaranya, pemanfaatan alat tulis (bahan operasional
kantor) yang berlebihan, merokok dalam ruang kantor/kuliah/ dalam lingkungan bangunan,
membuang sampah tidak pada tempatnya, suka membeli makan berkemas di bawah dan dimakan
di ruang kantor -- tidak pada tempatnya, meja kantor penuh dengan tumpukan kertas yang
sesunggunya tidak terpakai, dan tidak mematikan LCD, TV, Laptop, dan AC pada saat keluar
kantor untuk istirahata atau pulang, tidak mematikan listrik meskipun cahaya terang, tidak

mematikan AC meskipun cuaca sangat dingin, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi kondisi ini,
manajemen perguruan tinggi harus mengembangkan konsep green office.
Konsep green office merujuk pada sebuah struktur tanggungjawab terhadap lingkungan dan
pemanfaatan sumber daya yang efisien. Green office didesain untuk menjadi efisien energi dan
daur ulang limbah. Tujuan dari green office adalah untuk menciptakan lingkungan yang sehat,
menghemat energi dan mengurangi polusi [15,16].
Program green office harus sinergi dengan program green yang lain, seperti green energy &
climate change, green waste, green water, green regulation, green signboard, green spirit, green
procurement, green building, dan green profesionalism.
6.

Terakhir, mengembangkan program green education. Perguruan tinggi berbeda dengan
perusahaan manufaktur. Perusahaan manufaktur produk yang dihasilkan berupa benda berwujud
(tangible), tetapi perguruan tinggi produknya adalah tingkat akademik yang diperoleh (intangible).
Jika pada perusahaan manufaktur, konsep green product adalah bagaimana produk yang
dihasilkan tidak mengganggu lingkungan atau bagaimana produk yang dihasilkan itu ramah
lingkungan. Tetapi, berbeda dengan produk perguruan tinggi, yaitu lulusan itu sendiri yang
berbekal pengetahuan dan intelektualitas. Oleh sebab itu, masalah lingkungan dan energi,
perguruan tinggi harus mengembangkan melalui program green education.
Green education merupakan konsep bagaimana perguruan tinggi ikut bertanggungjawab akan
peran penting yang akan dimainkan oleh para lulusannya sebagai generasi baru yang konsen
dengan keberlanjutan lingkungan (environment sustainability) [10, 17]. Dengan demikian,
diharapkan muncul budaya, perilaku, dan kesadaran ramah lingkungan dan energi di lulusan
perguruan tinggi.
Untuk mendukung terwujudnya green education, maka harus kembangkan konsep dan program
green spirit, green professionalism, dan green program.

F.

KEY SUCCES FACTORS

Konsep green management campus dapat diimplementasikan dengan baik pada manajemen
perguruan tinggi, jika :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Adanya komitmen dan dukungan politic will yang kuat dari top leader;
Adanya desain masterplan kampus yang mengarah kepada konsep green managemen campus;
Adanya konsep dan program green managemen campus yang dikembangkan;
Adanya kebijakan dan regulasi yang konsisten untuk mewujudkan konsep green management
campus;
Adanya dukungan dan keterlibatan aktif serta konsisten oleh semua civitas akademika;
Adanya tim pengembang dan pengawal konsep dan program green management campus;
Adanya green budgeting untuk mewujudkan green management campus.

G. PENUTUP
Perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan tinggi yang melahirkan manusia-manusia beradab
dan bernilai bagi bangsa dan masyarakat sekitar. Dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan tinggi, maka ke depan sebagian besar masyarakat adalah lulusan perguruan tinggi. Selain
itu, perguruan tinggi juga ikut bertanggungjawab dengan terhadap isu-isu pemanasan global dan

perubahan iklim akibat rendahnya komitmen dalam pemanfaatan sumber daya alam dan energi. Oleh
sebab itu, untuk berkontribusi pada penyelesaian isu-isu lingkungan, diantara kebijakan yang harus
dilakukan adalah bagaimana membentuk budaya, perilaku, dan kesadaran ramah lingkungan dan
energi bagi semua civitas akademika, baik yang masih hidup dalam kampus maupun sudah keluar dari
kampus (alumni). Adapun program sebagai the hidden curriculum yang dapat dilakukan oleh perguruan
tinggi adalah mengembangkan konsep dan program green management campus. Semoga bermanfaat
bagi pengambil kebijakan kampus, terimakasih, wallau a'lam.
H. RUJUKAN
[1].
[2].
[3].
[4].
[5].
[6].
[7].
[8].
[9]
[10].
[11].
[12].
[13].
[14].
[15].
[16]
[17].

http://www.menlh.go.id/gaya-hidup-ramah-lingkungan
http://kamusbahasaindonesia.org
Ensiklopedia, diakses dari http://dictionary.reference.com/browse/green
http://www3.epa.gov/statelocalclimate/documents/pdf/12_8_what_is_green_GGGC.pdf
Tran, Ben. 2009. Green Management: The Reality of Being Green In Business. Journal of
Economics, Finance and Administrative Science.
http://www.slideshare.net/faizquways/konsep-green-campus
www.pt-pp.com/index.php?m=download&get
http://sustainability.wustl.edu/community-involvement/green-offices;
http://www.samsung.com/us/aboutsamsung/sustainability/sustainabilityreports/ download/
2014/18_Environmental_Report.pdf
http://greenmetric.ui.ac.id/overall-ranking.
http://www.brighthub.com/environment/green-living/articles/62807.aspx.
Butaru. tth. Green Building A Sustainable Concept for Cinstruction Development in Indonesia. di
akses melalui http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/index.asp?mod=_fullart&idart=306
http://www.epd.gov.hk/epd/english/how_help/green_procure/green_procure.html.
http://www.fujitsu.com/id/Images/2003report27_e.pdf.
http://www.ehow.com/facts_7944028_definition-green-office.html;
http://www.green.harvard.edu/programs/green-offices/green-office-resources.
http://www.greeneducationfoundation.org.