Merencanakan dan Melanggengkan Rumah Tan

MERENCANAKAN DAN MENJAGA KELANGGENGAN RUMAH
TANGGA SEBAGAI SUATU PILIHAN
Oleh :
Sinta Oktavia, SP1
A. Pendahuluan : Sekilas Tentang Cinta sebagai Pondasi dalam Membina
“Hubungan”
Berbicara soal “cinta”, maka tidak akan ada ujungnya. Cinta barangkali jauh
lebih tua dibandingkan umur kita, atau boleh jadi cinta lebih dahulu lahir daripada
manusia itu sendiri, bahkan mungkin jauh sebelum dunia ini ada Tuhan telah
menciptakan “cinta”. Cinta adalah sesuatu “rasa” yang Tuhan titipkan di hati setiap diri
manusia sebagai makhluk yang paling istimewa yang Tuhan ciptakan.
Masih teringat ketika ikut training ESQ bulan November 2012 lalu, disana
disebutkan bahwa cinta sebetulnya “suara hati”, sehingga disaat seseorang memberikan
cintanya, maka dia tidak akan lagi sempat berfikir apakah cintanya akan terbalas atau
tidak. Ada penghayatan di dalamnya, bukan pemikiran (logika), seperti halnya cinta
orang tua kepada anaknya, cinta yang tidak bisa dijawab dengan logika, demikianlah
harusnya cinta. Penulis tertarik dengan sebuah cuplikan drama, seorang wanita ketika
ditanya tentang apa yang menyebabkannya begitu mencintai seorang pria, padahal dia
tahu sikap pria tersebut begitu dingin terhadapnya, namun luar biasa wanita tersebut
hanya berkata : “apakah masih perlu alasan untuk mencintai”. Penulis pikir benar juga,
karena kalau direnungkan, cinta memang hadir tanpa alasan.

Lalu, bagaimana dengan orang yang mengaku cinta namun tega meninggalkan,
melukai, bahkan ada yang membunuh orang yang “katanya” orang yang dicintainya?
Bagaimana dengan seorang wanita atau laki-laki yang meninggalkan suami atau istrinya
untuk menikah dengan laki-laki atau wanita lain? Bagaimana pula dengan sepasang
suami istri yang kemudian memutuskan untuk bercerai setelah lima belas tahun
pernikahan mereka? Untuk menjawab semua pertanyaan tersebut, tentu kita perlu tilik
dulu apa betul cinta itu punya tingkatan tersendiri, sehingga wujudnya pun berbeda.
Sternberg cit Baron and Byrne (2005), melahirkan sesuatu yang disebut segitiga
cinta, sebagai berikut :

1 Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Sosiologi Pedesaan Institut Pertanian Bogor

Intimacy (keintiman saja) = rasa suka
(liking)
(pertemanan sejati tanpa nafsu atau
komitmen jangka panjang)

Cinta Romantis (Romantic Love) = keintiman +
nafsu (sepasang kekasih saling tertarik satu sama
lain secara fisik dan emosional tanpa komitmen


Cinta sempurna
= keintiman,
nafsu, komitmen
Tergila-gila (Infatuation) =
Nafsu saja (cinta pada
Pandangan Pertama yang
penuh
nafsu dan bersifat Obsesif
tanpa adanya keintiman
Atau komitmen)

Cinta tolol (fatuous love) =
nafsu + komitmen (komitmen berdasarkan
nafsu, tetapi tanpa
adanya waktu untuk berkembangnya
keintiman)

Cinta kosong (Empty Love) =
keputusan/

Komitmen saja (keputusan
untuk
Mencintai orang lain tanpa
Keintiman dan nafsu)

Gambar 1. Segitiga Cinta dari Sternberg (Baron and Byrne, 2005)
Model segitiga cinta yang diajukan Sternberg ini kalau diperhatikan memiliki tiga
komponen dasar yaitu keintiman, nafsu dan keputusan atau komitmen. Cinta bisa
didasarkan pada masing-masing dari ketiga komponen tersebut, bisa juga pada
kombinasi dari dua diantaranya, atau bahkan ketiganya. Beragam kemungkinan tersebut
menghasilkan tujuh jenis hubungan, yaitu : (1) rasa suka/pertemanan sejati (keintiman),
(2) cinta pandangan pertama/ tergila-gila (nafsu saja), (3) cinta kosong
(keputusan/komitmen saja), (4) cinta sempurna (keintiman, nafsu, dan komitmen), (5)
cinta karib/pertemanan jangka panjang (keintiman dan komitmen), (6) cinta romantis
(keintiman dan nafsu), (7) cinta tolol (nafsu dan komitmen). Bagaimana halnya ketika
berbicara soal “cinta karena ikatan pernikahan”, tentu akan sedikit berbeda. Menurut
hemat penulis ketika berbica soal psikologi keluarga, tentu berbicara soal interaksi yang
dikungkung oleh yang namanya “ikatan pernikahan”, perlu menilik pada sedikitnya
empat jenis hubungan dari tujuh jenis hubungan tersebut, yaitu : (1) cinta sempurna
(keintiman, nafsu dan komitmen), (2) cinta karib (keintiman dan komitmen), (3) cinta

romantis (keintiman dan nafsu), dan (4) cinta tolol (nafsu dan komitmen). Sehingga
menjadi menarik untuk tau ada apa dibalik rumah tangga yang senantiasa sakinah
(tentram)?, dan ada apa pula dengan rumah tangga yang sering cekcok?, lalu bagaimana
dengan keluarga yang masing-masing pasangan saling selingkuh?, serta juga bagaimana
dengan keluarga yang akhirnya kedua pasangan memutuskan untuk bercerai?
Kita pernah mengamati pernikahan yang digelar dengan sederhana dengan adatadat yang unik di kampung-kampung, dan pernikahan mereka begitu langgeng. Kita

juga sering mendengar akhir-akhir ini di dunia artis trend dengan info-info pernikahan
sekigus perceraian. Hari ini kita mendengar berita pernikahan artis A, tidak berapa lama
setelah itu datang lagi berita kalau artis A akan bercerai. Hal ini seolah ingin
menunjukkan kalau “pernikahan” dan “perceraian” sesuatu yang biasa dan wajar, disaat
pernikahan tidak bisa lagi dipertahankan (kata “mereka”), maka solusinya adalah
“cerai”. Benarkah pernikahan harus diakhiri dengan perceraian ketika “belenggu”
(seperti pertengkaran) mulai menghiasi hari-hari pernikahan? Benarkah perceraian
solusi tepat? Namun bagaimana dengan “mereka” yang berdalih, dimana meskipun
bercerai, mereka tetap ada “komunikasi” dalam arti kata masih menjalin hubungan
(relasi) yang baik?
Hal ini membuat penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh. Tulisan ini akan
mencoba mengupas ada apa dibalik persoalan tersebut. Penulis akan coba melihat
melalui kacamata psikologi sosial melalui teorinya Sternberg “segitiga cinta” yang

tentunya tidak akan terlepas dari yang namanya teori “hubungan akrab”, yang akan
beranjak dari fenomena rumah tangga sebagai hubungan dekat yang pertama.
Kenapa berbicara soal dunia artis? Karena memang walaupun tidak secara
langung bersentuhan dengan kehidupan sosial masyarakat, namun informasi (berita)nya
paling cepat diakses, terutama melalui televisi sebagai media yang sangat dekat dengan
kehidupan sosial. Ada kekhawatiran, masyarakat akan menerima informasi tersebut
yang awalnya “kurang senang”, lama kelaman menjadi biasa-biasa saja, untuk
kemudian mulai memaklumi, bahkan yang paling “parahnya” mengkuti jejak tersebut.
B. Household : Perencanaan Matang serta Pemahaman Hakikat Cinta sebagai
Kunci Kesuksesan Membangun Rumah Tangga
1. Keberhasilan dan Kepuasan pernikahan
Keberhasilan tidak terlepas dari istilah sukses atau tidak sukses. Berbicara soal
pernikahan juga demikian halnya, ada orang yang pernikahannya sukses hingga mereka
merasa puas dengan pernikahannya, namun ada juga yang tidak sukses dalam
pernikahannya hingga melahirkan kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap
pernikahannya tersebut.
Dalam bukunya Baron and Byrne (2003), sukses atau tidaknya pernikahan dapat
diambil benang merah sebagai berikut, melalui Tabel 1.
Tabel 1. Faktor yang Membedakan Pernikahan yang Sukses dan tidak Sukses
Pasangan yang Sukses

Memilih pasangan secara bijaksana berdasarkan
kesamaan pada hal-hal tertentu.
Memilih pasangan atas dasar kepribadiannya
(interpersonalnya) yang baik (positif), yakni
punya self-control yang baik
Menyadari
pentingnya
seksualitas
dalam
pernikahan

Pasangan yang tidak Sukses
Memilih pasangan atas dasar ketertarikan fisik
dan seks.
Memilih
pasangan
tanpa
pertimbangan
kepribadian, sehingga dapat pasangan yang
interpersonalnya negatif.

Semakin tua usia pernikahan interaksi seksualitas
semakin berkurang

Keberhasilan dalam membina rumah tangga tidak akan terlepas dari kesuksesan
dalam merencanakan atau memilih pasangan hidup. Ketika merencanakan pasangan
hidup, harusnya yang paling penting dilihat adalah terkait kesamaan dan ketidaksamaan.

Ketika pertimbangannya adalah kesamaan dan ketidaksamaan, kedepannya akan bisa
menentukan bagaimana menyikapi kesamaan dan ketidaksamaan tersebut, dan tentunya
sudah dipertimbangkan dengan matang. Hanya saja, sekarang ini lebih banyak memilih
pasangan hanya karena alasan fisik dan seks semata (cinta romantis). Eitss......ingat, di
dalam membina rumah tangga tidak hanya persoalan fisik yang menarik dan nafsu.
Berdasarkan pengamatan, laki-laki yang awalnya begitu menggebu-gebu (cinta
membara) ingin menikahi seorang wanita yang sangat cantik, dan tentunya tidak lagi
peduli dengan kepribadiannya, ternyata dalam perjalanan di rumah tangga yang tersisa
hanyalah kekecewaan, tidak lagi menggebu-gebu, sebaliknya sering berselisih pendapat
yang berakhir pertengkaran hebat (istilah penulis dengan teman-teman “menjelang
dapat”). Artinya pertimbangan kepribadian jauh lebih penting.
Dalam agama penulis (Islam) mengajarkan agar berhati-hati dalam memilih
pasangan hidup, karena berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja,

tetapi diniatkan untuk selama-lamanya hingga akhir hayat. Dengan demikian memilih
pendamping hidup harus cermat, jangan sampai menyesal setelah berumah tangga
nantinya. Mengingat hal tersebut, perlu mempertimbangkan beberapa kriteria dalam
memilih calon suami atau istri. Dalam agama penulis lebih ditekankan untuk memilih
berdasarkan agama dan akhlak (kepribadiannya) sebagai pertimbangan pertama, Nabi
Muhammad SAW bersabda “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena
hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan
yang beragama niscaya kamu bahagia” (Muttafaqun ‘Alaihi)(Gugun, 2009). Artinya
pilihlah pasangan hidup karena alasan agamanya, hal ini juga berlaku untuk wanita
dalam memilih laki-laki sebagai calon suaminya. Memilih pasangan juga karena
akhlaknya, sebagaimana dalam Al-Qur’an, “Wanita-wanita yang keji adalah untuk lakilaki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan
wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik
adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula) … .” (QS. An Nur : 26). Artinya, wanita
atau laki-laki yang mempunyai ilmu agama akan senantiasa melihat dengan kaca-mata
agama dalam memilih pasangan hidup. Penulis yakin, agama manapun tentu juga
mempertimbangkan dua hal ini, karena memang demikianlah hakikat yang seharusnya.
Belajar dari rumah tangga Nabi muhammad SAW, untuk mencapai kebahagiaan
berumah tangga ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
Tabel 2 Kunci Kebahagiaan Rumah tangga dalam Islam
Kunci kebahagiaan rumah tangga

Mengagungkan pernikahan

Jangan saling menuntut, akan tetapi
lakukanlah kewajiban anda
Saling meminta maaf

-

-

Contoh Aplikasi
Menghindari perselingkuhan (pengkhianatan)
Suami terpacu mencari nafkah yang halal dan istri amat
ringan menjalankan tugas dalam rumah tangganya
(dijalani sebagai rutinitas yang indah, nyaman, dan penuh
makna)
Selalu berfikir bagaimana membahagiakan suami atau istri
(saling memberikan kebahagiaan)
Saling meminta maaf ketika berselisih faham sebagai
wujud saling menghormati

Senantiasa koreksi diri mencari kesalahan diri (segera
meminta maaf, tidak hanya disaat bersalah saja)

Menjaga mata

-

Artinya berlomba untuk meminta maaf, tidak hanya ketika
berselisih atau bersalah saja
Menjaga mata dari memperhatikan yang bukan
pasangannya (tidak mudah tergoda dengan yang lain)
Menjaga mata dari melihat yang tidak seharusnya (video
atau gambar-gambar porno)

Sumber : Disimpulkan dari syaria4Indonesia (A Call for Islamic Revolution) oleh Buya
Yahya
Kenapa penulis memaparkan berdasarkan agama? Karena memang ketika
berbicara soal kebaikan, begitupun halnya terkait panduan kebahagiaan dalam
pernikahan, maka semuanya sudah diatur di dalam agama. Kebetulan penulis adalah
muslim maka mengambil rujukan pada kitab suci Al-Qur’an. Begitupun dengan agama

diluar islam, yang tentunya juga sudah termaktub (terdapat) dalam ajaran agama
masing-masing. Kita tidak akan bisa lepas dari konteks agama, karena bagaimana
berbicara kebaikan ketika mencoba keluar dari konteks agama sebagai landasan dan
pijakan dalam bertindak? (it’s imposible). Belajar dari rumah tangga nabi Muhammad,
karena ketika berbicara realita dalam Islam belajar dari rumah tangga nabi Muhammad
SAW sebagai salah satu bukti, seseorang yang membina rumah tangganya berlandaskan
agama.
Dalam bukunya Baron dan Byrne (2003), ketika berbicara soal pernikahan
memiliki sangkut paut yang lebih panjang dari pada kebahagiaan tiada akhir. Pasangan
suami isteri harus berinteraksi pada level harian, bagaimana pembagian tugas dan
tanggungjawab dalam rumah tangga, menghadapi pasang surutnya kehidupan seharihari, dan memenuhi kebutuhan dalam pekerjaan di luar, kepedulian ekonomi, stres saat
menjadi orang tua. Bagaimana efeknya terhadap kepuasan pernikahan? Berdasarkan
data, kualitas hubungan menurun setelah mereka mengatakan “saya bersedia” (kurdek,
1999 cit Baron dan Byrne, 2003). Benarkah demikian?
Menurut hemat penulis ketika belajar dari kunci-kunci kebahagiaan pernikahan
yang diuraikan sebelumnya, tentulah kebahagiaan pernikahan itu akan tercapai, dan
dengan sendirinya kepuasan akan pernikahan tersebut dengan sendirinya akan
mengiringi. Tapi ada baiknya juga kita belajar dari konsepnya Baron dan Byrne (2003)
dalam bukunya yang disimpulkannya dari beberapa penelitian ahli di luar negri.
Walaupun menurut hemat penulis tidak sepenuhnya bisa digeneralkan dengan
kehidupan pernikahan di Indonesia, karena budaya yang berbeda. Kepuasan pernikahan
yang dapat penulis simpulkan dari bukunya Baron dan Byrne, menyangkut beberapa
faktor yaitu : (a) orang yang menikah “secara konsisten” lebih bahagia dan sehat dan
menurunnya tingkat bunuh diri, (b) terus merasakan cinta membara (bagi wanita) dan
“cinta karib” (bagi laki-laki) yakni berbagi aktifitas bersama, bertukar ide, tertawa
bersama, bekerja bersama dalam hal-hal tertentu, (c) menemukan cara yang baik untuk
“menyesuaikan kebutuhan” pada keluarga yang berperan ganda (antara pekerjaan dan
keluarga).
Tiga kunci penentu kepuasan pernikahan dalam bukunya Baron dan Byrne ini,
konsisten, cinta karib (kebersamaan), dan menyesuaikan kebutuhan (saling memahami).

Sebenarnya sudah terjawab oleh kunci kebahagiaan pernikahan, yakni : (a) konsisten =
mengagungkan pernikahan dan menjaga mata, (b) cinta karib = lakukanlah kewajiban
anda dan saling meminta maaf, (c) menyesuaian kebutuhan (saling memahami) =
jangan banyak menuntut. Ketika kesemuanya berjalan sebagaimana harusnya, bukan
mustahil kebahagiaan dan kepuasan pernikahan akan terwujud.
2. Permasalahan dan Kegagalan Pernikahan
Orang-orang yang memutuskan menikah tentunya punya harapan yang tinggi
akan keberhasilan (kebahagiaan dan kepuasan) pernikahan mereka. Berdasarkan
bukunya Baron dan Byrne (2003) yang penulis ambil intisarinya, permasalahan dalam
pernikahan bisa timbul karena dua hal. Pertama, gagal merencanakan calon suami atau
istri, seperti : tanpa mempertimbangkan kesamaan dan kesamaan yang dipersepsikan
(menerima bagaimana adanya karena diputuskan dengan bijaksana) namun lebih pada
pertimbangan fisik dan nafsu belaka, dan tanpa mempertimbangkan bagaimana
kepribadian calon pasangan tersebut sehingga setelah berumah tangga baru timbul
kekecewaan terhadap pasangan. Lalu siapa yang harus disalahkan? Bukankah sudah
merupakan pilihan mereka? Silahkan tunjuk diri sendiri. Kedua, terlalu menuntut dan
egois, padahal tidak ada pasangan hidup (termasuk diri sendiri) yang sempurna,
wajarkah antara suami dan istri masih mempertimbangkan “untung rugi”?, seperti
keluarnya kata-kata “saya yang paling banyak berperan mengurus semuanya”.
Ketidaksamaan dan perbedaan pendapat akan memicu konflik, dan akan berlarut-larut
ketika tidak adanya self-control dari masing-masing pasangan atau pasangan tidak
dewasa (kekanak-kanakan) dalam menyikapi persoalan yang singgah dalam rumah
tangga mereka.
Dalam bukunya Baron dan Byrne (2003) yang disimpulkannya dari penelitian
beberapa ahli, ketika pasangan suami istri “bereaksi” terhadap permasalahan dalam
pernikahan mereka seperti tidak adanya yang mau mengalah (bertahan dengan pendapat
dan ego masing-masing), selanjutnya akan timbul respon yang paling umum adalah
kata-kata yang bersifat hostile dan tindakan hostile (bermusuhan). Selanjutnya juga
timbulnya perasaan bosan (tidak puas) dengan pernikahan yang dijalani (jenuh dengan
rutinitas yang dijalani). Persoalan tersebut terjadi karena tidak memperhatikan hal-hal
guna mencapai pernikahan yang berhasil, yakni : (a) pertemanan (cinta karib), (b)
komitmen, (b) kepercayaan, (c) dukungan sosial, (d) kesamaan, dan (e) kebulatan tekad
yang konsisten untuk menciptakan afek yang positif. Respon terhadap hubungan yang
bermasalah menentukan keberlanjutan atau bahkan kegagalan pernikahan. Seperti yang
dipaparkan pada gambar 2.

Hubungan yang sedang
berlangsung dipersepsikan
memburuk
Respon pasif

Respon aktif
Negatif
“keluar”
Memutuskan
menghentikan
hubungan

Positif
“menyuarakan”
Memperbaiki
hubungan

Negatif
“tidak peduli”
Menunggu sampai
permasalahan
menjadi buruk

Positif
“loyalitas”
Menunggu sampai
perbaikan terjadi

Gambar 2 Berbagai Respon terhadap Hubungan yang Bermasalah
Permasalahan yang berlarut-larut (tidak ada yang mau mengalah) atau persoalan
yang berulang-ulang dan intens (karena tidak belajar dari kesalahan dan egois) akan
berdampak pada gagalnya pernikahan, dan jika tidak ada upaya untuk memperbaiki dan
mempertahankan pernikahan tersebut bisa memicu kegagalan hubungan yang berefek
pada putus atau berakhirnya hubungan (perceraian). Pribadi yang bertahan dengan
egonya (tidak peduli) berarti memiliki self-esteem (harga diri) yang rendah. Karena
walaupun tidak mudah, bukan berarti tidak bisa menyelamatkan pernikahan. Karena
yang justeru disayangkan adalah, bagaimana dengan anak-anak dari kedua pasangan
tersebut?.
Penulis jadi teringat dengan kehidupan dari beberapa “selebritis” zaman
sekarang, karena infonya hampir tiap hari diberitakan dan dibeber oleh media seolah
menyuguhkan suatu hal yang “wajar” dan “biasa”. Hari ini berita pernikahan, besoknya
perceraian, atau bahkan kedua berita (pernikahan dan perceraian) sekaligus,
digandengkan, seolah ingin menyampaikan “kalau ada pernikahan pasti ada perceraian”,
seperti lagu “setiap pertemuan pasti ada perpisahan”. Berikut pada Tabel 3 beberapa
berita tentang alasan berakhirnya rumah tangga beberapa orang selebritis.
Beberapa Penyebab
Berakhirnya Rumah Tangga
Artis (menurut mereka)
Tidak ada lagi kecocokan
Tidak ada lagi kecocokan
(perbedaan prinsip)
Perbedaan
pendapat
dan
pertengkaran
Tidak ada penjelasan

Sumber

:

Menurut informasi
Kedekatan suami
dengan wanita lain
kedekatan suami
dengan wanita lain
KDRT
Kedekatan isteri
dengan laki-laki lain

Web Tribunnews, Web
gayahidup.plasa.msn

Dihubungkan dengan Kunci Kebahagiaan
Rumah Tangga
Tidak mengagungkan pernikahan, terlalu
menuntut, tidak sadar akan
tanggungjawab, tidak saling meminta
maaf, dan TIDAK TERJAGANYA
MATA (terlalu dekat dengan wanita atau
laki-laki lain).

Koran-Jakarta,

Web

Article.wn,

Web

Dari Tabel 3 tergambar bahwa sebetulnya alasan perceraian dalam kehidupan
beberapa selebritis, secara umum karena alasan yang cukup sederhana yaitu

“ketidakcocokan” dan “perbedaan pendapat”. Kalau lebih dirunut lagi karena
“kesalahpahaman” yang sebetulnya juga dipicu oleh sikap dan tingkah laku masingmasing pihak. Dalam dunia selebritis sepertinya kedekatan dengan seseorang (lawan
jenis) yang bukan pasangan (suami atau istri)nya dianggap hal biasa. Bagaimanapun
juga, fitrahnya manusia itu adalah cenderung pada yang “seharusnya”, ketika melihat
pasangan melakukan sesuatu yang tidak seharusnya, maka muncullah keraguan pada
kesetiaan pasangan (ada orang ketiga). Maka dari itu, perlu yang namanya menjaga
mata, karena dari mata akan turun ke hati. Ketika hati sudah bermasalah (sudah mulai
membandingkan pihak ketiga dengan suami atau istri), maka betapa tidak akan terjadi
cekcok di dalam rumah tangga.
Hal lain sebetulnya terkait dunia selebritis, mereka punya uang, karir, dan fisik
(tampang) yang bagus, kondisi ini kalaulah tidak saling menjaga akan punya banyak
kesempatan untuk berkhianat kepada pasangan. Dunia mereka yang menyuguhkan hal
demikian, ketika tidak ada “penolakan” malah sebaliknya “menerima”, maka wajar
menimbulkan kesalahpahaman dalam rumah tangga. Ketidakdewasaan menyikapi
persoalan yang kerap muncul, tidak mengherankan jika berujung pada berakhirnya
perkawinan.
3. Tips Menjaga dan Memperkuat Ikatan Pernikahan
Jelf Herring cit Baron dan Byrne (2003) memberikan saran-saran (tips) untuk
memperkuat pernikahan, bagaimana mempertahankan hubungan pernikahan yang
bahagia. Sepuluh tips tersebut adalah :
a. Anda dapat menjadi benar atau Anda dapat menjadi bahagia, tetapi tidak
kedua-duanya. Pilihlah dengan bijak.
b. Pelajarilah seni yang lembut dari kerjasama.
c. Bicarakanlah hal-hal yang penting.
d. Beri maaf sebanyak atau lebih banyak dari jumlah maaf yang anda
inginkan.
e. Rayakanlah apa yang ingin Anda lihat lebih banyak. Penghargaan bisa
menjadi efek jangka panjang.
f. Lebih dengarkan hati daripada mendengarkan kata-kata. Langkah ini
dapat menyelesaikan konflik dan saling peduli satu sama lain.
g. Doronglah pasangan Anda untuk menggunakan talentanya (saling menghargai
karir masing-masing).
h. Waspadai komunikasi Anda. Berbicara itu mudah, tetapi lebih sulit
berkomunikasi.
i. Bertanggungjawablah terhadap kontribusi Anda pada permasalahan.
j. Jangan berasumsi bahwa hanya karena Anda sudah menikah, anda tahu
bagaimana cara menikah.
Tips yang sebetulnya mengajarkan bahwa pernikahan yang bahagia adalah
pernikahan yang di dalamnya pasangan (suami dan istri) saling memberikan
kebahagiaan (keinginan dan harapan untuk membahagiakan pasangan), dan point

terakhir nampaknya menjadi hal paling penting untuk diingat. Seperti layaknya teman,
saling bekerjasama dalam menjalankan tanggungjawab, saling mendukung, saling
mengingatkan. Perlakukanlah pasangan hidup dengan lembut, jangan sekali-kali berkata
yang membuat hati pasangan terluka, apalagi sampai berkata-kata kasar. Meminta maaf
lebih dulu dan lebih sering tidak akan membuat self-esteem menjadi rendah. Seringseringlah meminta maaf pada pasangan walaupun tidak merasa bersalah, apalagi kalau
menyadari memang berada di pihak yang salah. Seringnya meminta maaf malah akan
memperkuat tali cinta antara pasangan. Memberi kejutan berupa kado kecil sekali-kali
untuk pasangan tidak sulit kan?, tentunya akan membuat hubungan menjadi indah dan
romantis selalu. Kalaupun ada perbedaan pendapat, berdialoglah dengan HATI bukan
dengan PIKIR, karena setiap diri manusia punya sisi kelembutan yakni suara hatinya,
mungkin dengan mengingat pengalaman-pengalaman yang membahagiakan selama
menjalani rumah tangga, pengorbanan pasangan, kenapa pasangan kita memilih kita
(tentunya bukan pasal sederhana). Maka berdamailah dengan hati, bahwa disana masih
ada cinta untuk pasangan kita. Orang yang tahu bagaimana kita dan kitapun diizinkan
untuk tahu bagaimana dia, haruskah berakhir dengan persoalan “remeh-temeh”.
Jawabannya ada pada diri masing-masing individu, karena ini soal “pilihan”.
Bagi orang-orang yang berpegang teguh pada agama dalam membina rumah
tangga, asumsinya akan lebih mampu menjaga keutuhan rumah tangganya. Karena buat
mereka menjalani kehidupan rumah tangga tidak hanya untuk dijalani satu atau dua
tahun, tapi untuk selama-lamanya.
C. Penutup
Keluarga atau rumah tangga dalam ilmu psikologi merupakan “hubungan” yang
pertama. Membangun rumah tangga merupakan suatu tantangan tersendiri yang
tentunya tidak mudah. Ketika memilih pasangan hidup, tentunya sudah atau harusnya
dipertimbangkan dengan bijaksana sebelum akhirnya memutuskan berdasarkan kriteria
tertentu yang harusnya tidak jauh-jauh dari aturan yang sudah diajarkan agama (sebagai
insan yang ber-agama). Ada warna yang akan menghiasi, tidak hanya cinta, tapi sesekali
juga perbedaan pendapat yang mungkin akan memicu perdebatan, bagi yang tidak bisa
menyikapinya dengan dewasa (hanya mengedepankan pikiran sendiri), tanpa terlebih
dahulu berdialog dengan hati, mungkin juga akan memicu konflik. Bagaimana
menyikapi konflik, akan menentukan bagaimana hubungan selanjutnya, ada yang
memutuskan untuk terus konflik, ada yang memutuskan berdiam diri sampai
pasangannya lebih dulu mengakui kesalahan, ada yang mempercayakan pada orang lain
untuk menyelesaikan konflik rumah tangganya, bahkan ada yang langsung memutuskan
untuk mengakhiri hubungan pernikahan (bercerai). Maka dari itu penulis rasa lebih
cocok jika diistilahkan “IT’S ABOUT YOUR CHOICE”, ingin di buat bahagia dan
memuaskan atau justeru sebaliknya JAWABANNYA ADA PADA DIRI MASINGMASING PRIBADI.
Sejenak penulis ingin mengajak untuk memaknai puisi cinta Pak Habibi kepada
Ibu Ainun yang berjudul “Seribu” berikut :

SERIBU
Sudah seribu hari Ainun pindah ke dimensi dan keadaan berbeda.
Lingkunganmu, kemampuanmu, dan kebutuhanmu pula berbeda.
Karena cinta murni, suci, sejati, sempurna dan abadi tak berbeda.
Kita tetap manunggal, menyatu dan tak berbeda sepanjang masa.
Ragamu di Taman Pahlawan bersama Pahlawan bangsa lainnya.
Jiwa, roh, bathin dan nuranimu menyatu denganku.
Di mana ada Ainun ada Habibie, di mana ada Habibie ada Ainun.
Tetap manunggal dan menyatu tak terpisahkan lagi sepanjang masa.
"Titipan Allah bibit cinta Ilahi pada tiap insan kehidupan di mana pun.
Sesuai keinginan, kemampuan, kekuatan dan kehendak-Mu Allah.
Kami siram dengan kasih sayang, cinta, iman, taqwa dan budaya kami,
Yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi sepanjang masa.
Allah, lindungi kami dari godaan, gangguan mencemari cinta kami.
Perekat kami menyatu, manunggal jiwa, roh, bathin dan nurani kami.
Di mana pun, dalam keadaan apa pun kami tetap tak terpisahkan lagi.
Seribu hari, seribu tahun, seribu juta tahun.. sampai akhirat.
Bacharuddin Jusuf Habibie
Jakarta, 15 Februari 2013
(sumber : vemale.com, 2013)
Puisi cinta ini merupakan gambaran cinta abadi yang dapat dijadikan salah satu rujukan
dalam membina rumah tangga.
Daftar Pustaka
Merdeka.-------------------.2012. http://article.wn.com. [2 Januari 2013]
Jonnata, Willem. ---------------------. 2012. http://www.tribunnews.com. [2 Januari 2013]
-----------. ------------------. http://koran-jakarta.com. [2 Januari 2013]
------------.-----------------. 2012. http://gayahidup.plasa.msn.com. [2 Januari 2013]
Yahya, Buya. 2011. Mewujudkan Kebahagiaan Dalam Berumah Tangga (Menjadikan
Pernikahan Seindah Impian). http://sharia4indonesia.com. [2 Januari
2013]
Baron, Robert and Byrne, Donn. 2003. Psikologi Sosial (edisi 10). Jakarta : Erlangga
Al-Qur’an (Al-Baqarah ayat 221 dan An-Nur ayat ayat 26)
Gugun.
2009.
Kriteria
Memilih
Pasangan
Hidup
menurut
Islam.
http://gugundesign.wordpress.com. [2 Januari 2013]

--------. 2013. Puisi Cinta Karya Pak Habibie untuk Mengenang Ibu Ainun.
http://www.vemale.com. [9 Mai 2013]