Estetika Dromology dan Psikologi Revolus

Estetika, Dromology, dan Psikologi
Revolusi
Oleh: Rizma Afian Azhiim1

Abstract

The end of 2010 and the beginning of 2011, the Arab world heating surprisingly by
social and political revolution were begin in Tunisia, that involving unsatisfied empowerment
of political structure, as an implication of adverse economic condition and the people
interpretation of failing the government system that caused social and political
transformation until the falling of President of Tunisia Zine El Abidine Ben Ali, and the
falling of President of Egypt Hosni Mubarok. The ruckus, commotion, consternation, and

dissemination of „the endemic revolution‟ were not freed from media effect that represented
„the aesthetic‟ in artistic representation of the actions and build an i nterpretation on mind to
affect Arab people behavior chance, then constructed psychics and mentalities motivation to
made a social movement to transform and revolts.

Keywords: Aesthetic, Dromology, Revolution, Psychoanalysis, Psychology of Political
Control


Pada akhir tahun 2010 dan awal tahun 2011, dunia dihebohkan dengan revolusi yang
terjadi dikawasan timur tengah, yang dimulai di Tunisia, sebagai implikasi dari kondisi
ekonomi yang buruk, dan interpretasi masyarakat tentang gagalnya tata kelola pemerintahan
dalam negara yang berakibat pada perubahan sosial-politik hingga runtuhnya rezim
kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali, dan Presiden Mesir Hosni Mubarok.
Kehebohan, penyebab, pergolakan, dan penyebaran „endemik‟ dari revolusi ini tidak lepas
dari pengaruh media yang merepresentasikan estetika dalam representasi artistik dari aksi,
dan menciptakan suatu interpretasi pada masyarakat yang mempengaruhi perubahan prilaku
1

Pada saat karya ini ditulis, penulis terdaftar aktif sebagai mahasiswa program studi Ilmu Hubungan
Internasional Universitas Al Azhar Indonesia.

1

atau behavior masyarakat timur tengah, yang kemudian membentuk suatu dorongan psikis
dan mental untuk melakukan suatu perubahan dan guncangan stabilitas sosial-politik di
Timur Tengah dan Afrika. Tidak hanya itu, media juga menciptakan suatu identitas Jasmine
Revolution terhadap revolusi yang terjadi, dan mengemas representasi atas kondisi dan realita


menjadi sebuah seni estetika visual, yang ketika diinterpretasikan mengubah psikologis
masyarakat pada kawasan Timur Tengah dan Afrika. Jasmine Revolution di Tunisia yang
dimulai dengan aksi demonstrasi untuk mendesak Pemerintah Tunisia untuk mengatasi
pengangguran2, yang berujung pada munculnya suatu pemicu revolusi berupa aksi bakar diri
Mohammed Bouazizi pada 17 Desember 20103, membentuk suatu interpretasi bagi
masyarakat di kawasan Timur Tengah dan Afrika, yang menimbulkan suatu pengaruh baru
terhadap stabilitas sosial-politik kawasan, dan kemudian interpretasi dari representasi media
menjadikan hal tersebut sebagai sebuah trending action yang kemudian ditiru oleh beberapa
masyarakat diberbagai negara lainnya. Dalam makalah ini saya akan membahas tentang
bagaimana interpretasi dari representasi media tersebut mampu membentuk perubahanperubahan prilaku masyarakat dan sosial-politik di kawasan timur tengah secara psikologis.
Kerangka Analisis
Dapat dilihat pada paragraf awal artikel ini, saya akan mencoba menganalisa
interpretasi dari representasi media atas pergolakan di Timur Tengah yang mampu
membentuk perubahan-perubahan prilaku masyarakat dan sosial politik di kawasan tersebut.
Namun sebelum penulisan artikel ini berlanjut, saya akan menampilkan terlebih dahulu
kerangka analisis atau kerangka dasar pemikiran dalam bentuk teori-teori yang dielaborasi,
dan akan saya gunakan sebagai pisau untuk membedah dan menganalisis data-data yang saya
dapatkan.
Pisau pertama yang akan saya gunakan adalah teori yang saya anggap mampu untuk
menganalisa representasi media atas pergolakan, kondisi, dan interpretasi subjektif, yaitu

teori mengenai aesthetic interpretation of representation , berakar dari pemikiran Roland
Breiker mengenai ketidaksadaran masyarakat pada estetika subjektif yang terdapat pada
representasi media, dan suatu kesalahan pemaknaan bahwa representasi media terhadap
BBC Indonesia, 8 Dese er
: Pe eri tah Tu isia Didesak Atasi Pe ga ggura diakses elalui
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/12/101227_unjukrasa_tunisia.shtml pada 07/07/2011 pukul
21.01.
3
Ja a Pos Nasio al Net ork, Ju i
: Gejolak Du ia Ara , I plikasi ya agi Negara-negara Barat:
Keu tu ga Besar Melaya g, Kerjasa a Terha at diakses elalui
http://www.jpnn.com/read/2011/06/12/94827/Keuntungan-Besar-Melayang,-Kerja-Sama-Terhambat- pada
07/07/2011 pukul 21.13.
2

2

realita hanya sebuah representasi mimetic atau sebuah representasi orisinil yang hanya
mengambarkan suatu kejadian secara objektif, tanpa mendalami bagaimana pengemasan
artistik media secara subjektif merepresentasikan hal-hal tersebut. Lebih lanjut lagi, Roland

Breiker mengemukakan bahwa interpretasi masyarakat terhadap hasil representasi dibentuk
melalui pemahaman mereka melalui mimetic approaches atau pendekatan mimetic yang
menganggap bahwa

representasi yang mereka terima adalah sesuatu yang objektif dan

„natural‟. Tidak hanya itu, Breiker berpendapat bahwa mimetic approaches tidak cukup
menjelaskan hubungan antara representasi dan yang direpresentasikan. 4
Menurut saya, framework Roland Breiker memiliki tujuan untuk mempelajari hal-hal
dibalik fakta tentang dunia yang direpresentasikan oleh media, dan terlebih dari itu,
framework ini menjelaskan dan mendukung tentang bagaimana suatu intertextual

tidak

hanya memiliki pembedaan interpretasi makna, namun seperti dalam pemikiran Jacques
Derrida, terdapat sebuah differance atau penundaan pada interpretasi terhadap teks, atau
dalam hal ini saya mengembangkan pemikirannya bahwa differance tidak hanya terdapat
pada interpretasi terhadap teks, namun sangat mungkin untuk muncul pada representasi yang
bersifat intertextual. Tidak hanya itu, framework Roland Breiker akan hal ini juga
mendukung pengetahuan yang saya dapatkan dari Martin Heidegger tentang pemaknaan

terhadap being yang didapat melalui phenomenology, atau pemahaman atas fenomena yang
terjadi.
Lebih lanjut lagi, Roland Breiker menawarkan sebuah alternatif dari mimetic
approaches yaitu aesthetic approach untuk melihat dan meneliti lebih lanjut tentang fakta-

fakta yang direpresentasikan dimulai dengan sebuah proses penting yaitu pendalaman
pemahaman kita terhadap segala sesuatu yang berada jauh didalam dunia politik yang secara
relatif mempersempit disiplin ilmu yang hanya muncul untuk masuk, menelusuri, dan
memecahkan masalah. Kuncinya adalah sebuah tantangan untuk menelusuri secara konsisten
untuk mendapatkan dan mengklaim nilai-nilai estetika dalam politik, dan pemikiran
teknisnya dilandasi oleh perluasan dan pendalaman pandangan estetika dalam ruang lingkup
politik.5 Namun Roland Breiker mengatakan bahwa estetika adalah validasi dari persepsi
manusia, dan dalam hal makalah ini, nilai-nilai estetika yang akan dikemukakan adalah
validasi dari persepsi saya sebagai manusia atau subjek yang menuliskan artikel ini.
Rola d Breiker, The Aesthetic Turn in Political International Theory , Mille iu : Jour al of International
Relation Studies, 2001), 509-512
5
Rola d Breiker, The Aesthetic Turn in Political International Theory , Mille iu : Jour al of I ter atio al
Relation Studies, 2001),, halaman 510.
4


3

Pisau kedua, berasal dari pemikiran Paul Virilio mengenai Dromology atau
percepatan perang, yang dalam cosmology conceptual Virilio, interpretasi realita perang dan
keberlangsungannya tidak hanya terjadi di dunia nyata, namun juga terjadi di cyber world,
atau dunia digital, terkait dengan teaterikalisasi virtual atas dunia nyata yang dilakukan media
melalui shrinking effect (efek mengkerut) global: “Dengan percepatan, tidak ada lagi disana
atau disini yang ada hanya kebingungan mental tentang percampuran utopia atas sejarah,
berita, dan halusinasi dari teknologi komunikasi” 6.
Paul Virilio berpendapat bahwa kemunculan media dan militer industrial sebagai
penanda momen modernitas, kemampuan untuk berperang tanpa peperangan, yang
menghasilkan “pasar informasi pararel” berupa propaganda, ilusi, dan penipuan, yang
didukung oleh perangkat-perangkat teknologis seperti link-up satelit, real time feed, dan
video resolusi tinggi, dapat meningkatkan kekuatan revisi untuk menutup-nutupi, bahkan,
beberapa media yang konvergen sekarang memiliki kekuatan untuk “mengganti realitas”.
Virilio juga berpendapat, dengan kemunculan pandangan global, maka kita jadi tidak bsa
dibedakan dari kamera optik, dan akibatnya kesadaran kritis bisa menghilang. Selain itu
Virilio berfikir bahwa informasi yang dijadikan konsumsi publik membuat kita tidak lagi
dapat melihat efek keterkaitan global, bahkan, pada zaman modern ini informasi mengalir

melebihi kekuatan pertimbangan, perembukan, konsolidasi, dan musyawarah, yang
menyebabkan kebenaran direlatifkan oleh kecepatan, dan saat krisis menyebar lebih cepat
daripada endemik, dan firewall protektif terhadap civil society perlahan-lahan terkikis.
Sebagai tanggapan, Paul Virilio menawarkan serangkaian konsep luar biasa yang bertindak
sebagai dispositivis yaitu: instrumen penyelidikan dan strategi preskriptif yang menghasilkan
citra mental untuk mengganggu pandangan commonsencial (terlalu umum) tentang dunia,
menangkap bentuk-bentuk sangat aneh dan sering sangat gampang berubah dari kebenaran
yang ada diluar sana. 7
Pisau ketiga yang saya gunakan adalah teori untuk menganalisa perubahan-perubahan
yang terjadi pada masyarakat melalui pendekatan psikologis, dari Anne E. Freedman dan P.E.
Freedman dalam buku The Psychology of Political Control, pada bab kelima dalam buku ini,
terdapat teori mengenai The Breakdown of Political Control 8 melalui psychological
Paul Virilio, The Art of The Motor , (University of Minnesota Press, Minneapolis: 1995) , 35.
Ja es Der Deria , Paul Virilio , ed. Je y Edki s da Ni k Vaugha Willia s, Teori Kritis: Me a ta g
Pa da ga Uta a “tudi Politik I ter asio al Pustaka Baca, Yogyakarta: 2010), 431.
8
Anne E. Freedman dan P.E. Freedman, The Psy hologi al of Politi al Control , “t. Martin Press, New York:
1975), 143-175

6


7

4

approach yang saya interpretasikan bentuk-bentuk dan mekanisme kontrol politiknya

terhadap masyarakat, yang mampu membentuk kekuatan lain yang menjadi resistance of
political control.

Anne E. Freedman dan P.E. Freedman menjelaskan mengenai „The Influence of
Behavior ‟9, terkait dengan pola prilaku manusia dan perlawanan psikis terhadap ketaatan dan

kepatuhan yaitu sebuah asumsi tentang munculnya sebuah kekuatan baru yang melawan
resistance of political control terjadi karena adanya perubahan interpretasi terhadap behavior

atau interpretasi perilaku pemerintahan yang mengkontrol politik, terutama perubahanperubahan yang bersifat negativity interpretative dalam mentalitas dan psikis masyarakatnya,
misalnya ketika terbentuk sebuah interpretasi dalam pikiran masyarakat mengenai prilakuprilaku negatif dari rezim pemerintahan yang berkuasa seperti korupsi, kolusi, nepotisme, dan
pengambilan kebijakan yang diinterpretasikan melalui pikiran sebagai kebijakan yang hanya
menguntungkan kelompok tertentu dan menjadi subject discriminative, dan dalam interpretasi

saya terhadap asumsi ini, terdapat pola perubahan behavioral terkait dengan pengaruh
interpretasi behavior of political control terhadap social group behavioral. Kemudian hal
tersebut menyebabkan terbentuknya Supressive Political Control sebagai perlawanan
terhadap Supportive Political Control 10, yaitu berbagai gagasan-gagasan dan mentalitas yang
mendorong untuk melakukan perlawanan, yang kemudian diasumsikan sebagai Supressive
Political Control, terhadap hirarki, militer, dan birokrasi pada pemerintahan, yang

diasumsikan sebagai Supportive Political Control 11.
Selain berbagai teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam aritikel ini, saya
juga menggunakan psycholinguistic yang berakar dari lacanian psychoanalysis yang
dijadikan approach atau pendekatan, agar mampu menjadi elaborasi dari berbagai pisau
analisis dalam artikel ini. Psycholinguistic yang dimaksud adalah pendekatan psikologis pada
subjektivitas, teks dan bahasa-bahasa manusia yang digunakan untuk menginterpretasikan
dan merepresentasikan esensi dari fenomena sosial, dengan berpijak pada berbagai teori
dalam psychoanalysis.12
Anne E. Freedman dan P.E. Freedman, The Psy hologi al of Politi al Control , “t. Marti Press, Ne York:
1975), 150.
10
Anne E. Freedman dan P.E. Freedman, The Psy hologi al of Politi al Control , “t. Marti Press, Ne York:
1975),155.

11
Anne E. Freedman dan P.E. Freedman, The Psy hologi al of Politi al Control , “t. Marti Press, Ne York:
1975),155.
12
“uza e Bar ard, Socializing Psycholinguistic Discourse: Language as Praxis in Lacan , ed. Karen Ror
Malone dan Stephen R. Friedlander, The Subject of Lacan: A La anian Readerfor Psy hologist (State
University of New York Press, New York: 2000), 63-66.
9

5

Aksi Protes di Tunisia
Sebelum Desember 2010, tidak banyak aksi protes yang dilakukan di Tunisia, dan
tidak biasanya rakyat Tunisia turun ke jalan untuk memprotes pemerintah. Namun marak
terjadi berbagai demonstrasi di berbagai kota, seperti di ibukota Tunis dan kota Sidi Bouzid
pada 17 Desember 2010. Sekitar 1.000 orang, terutama para lulusan perguruan tinggi yang
belum mendapatkan pekerjaan, menggelar berbagai aksi di depan kantor pemerintahan dan
serikat pekerja di ibukota Tunis. Kerusuhan mewarnai aksi ini dan polisi menghalau massa
yang mendesak pemerintah menciptakan lapangan kerja, terutama di kawasan pedesaan.
Beberapa hari kemudian ketegangan sosial meningkat, setelah dipicu tindakan bunuh diri

melalui aksi bakar diri Mohammed Bouazizi, seorang lulusan universitas berusia 26 tahun
dengan menyiramkan bensin di kepalanya dan membiarkan tubuhnya dalam kobaran api. Hal
tersebut dilakukan Bouazizi karena mengalami depresi setelah dibentak oleh polisi wanita
yang korup, yang meminta „pungutan liar‟ dan menyatakan bahwa ia tidak memiliki izin
menjual buah dan sayuran, dan menyita dagangannya.13 Dalam psychoanalysis melalui
interpretasi saya terhadap teks tentang aksi Mohammed Bouazizi, aksi ini mungkin
disebabkan oleh depresi yang berakar dari psychoneuroses, yaitu kekacauan mental yang
muncul tanpa disebabkan oleh kerusakan organ syaraf, yang gejala-gejalanya muncul dari
konflik intrafisik antara fantasi yang secara tidak sadar keluar dari batas dan pertahanan
psikis untuk menekan fantasi tersebut agar tidak keluar dari batas. 14 Dalam kasus Bouazizi,
depresi muncul dari fantasi-fantasi ketakutan yang disebabkan oleh keputusasaan atas
interpretasi terhadap kesulitan, kesedihan, dan melancolia yang tidak mentolerir pengalaman
kehilangannya dalam hubungannya dengan ego dengan superego yang juga sekaligus
menjadi batas pertahanan terhadap fantasi-fantasi ini. Aksi Bouazizi tidak hanya sebuah
depresi, namun juga sebuah frustasi atau frustration yang dalam interpretasi pemahaman saya
terhadap pemikiran Melanie Klein15, adalah sebuah bentuk proteksi diri dengan menolak
realita yang terjadi, dimana dalam hal ini ego Bouazizi dalam bentuk neurotic mencoba
keluar dari fantasi-fantasi ketakutan dengan tidak mentolerir kenyataan melalui aksi pada Id.

Blake Hou shell, “o Mu h To Be Angry A out , Forein Policy Special Report (2011): REVOLUTION IN THE
ARAB WORLD , 4.
14
Fra is Drossart, International Dictionary of Psychoanalysis , ed. Alai De Mijolla (USA: Thompson Gale),
1138
15
Melanie Klein, The psychological foundations of child analysis . Trans. Alix Strachey, In The writings of
Melanie Klein Vol. 2: The psycho-analysis of children (London: Hogarth Press and the Institute of PsychoAnalysis, 1975), 11-12.

13

6

Kemudian dalam asumsi saya, frustasi Bouazizi dengan tidak mentolerir kenyataan
membentuk fusion instinct, atau peleburan naluri atau insting kehidupan ( eros) dan kematian
(thanos) sebagai akibat dari regresi dalam konflik aksi perlawanan ego atau superego
terhadap psychoneuroses, yang mana dalam hal ini ego Bouazizi mempengaruhi Id dengan
membentuk enigma perlawanan untuk bersikap regresif terhadap depresi dan frustasi
neurotiknya yang berupa fantasi-fantasi ketakutan dan keputusasaan melalui self-sacrifice
sebuah aksi pembakaran diri.
Estetika dan Dromology Aksi Bakar Diri
Estetika dari aksi bakar diri, saya temukan pada interpretasi terhadap tulisan dalam
berbagai artikel dan foto-foto yang saya temukan, seperti misalnya pada artikel New York
Times 21 Januari 201116 yang berjudul “How A Single Man Ignite A Revolution ”, dan diawali
dengan pertanyaan What Drives an Ordinary Man Burn Himself to Death? . Judul dan
pertanyaan pada awal artikel ini tidak hanya mendeskripsikan tentang bagaimana aksi bakar
diri seorang pria, Mohammed Bouazizi, memicu revolusi, namun merepresentasikan sebuah
makna dengan nilai estetika tentang bagaimana api yang membakar seorang pria biasa ( an
ordinary man), Mohammed Bouazizi, mampu membakar atau menyalakan ( ignite) api

revolusi. Tidak hanya itu, artikel ini juga merepresentasikan estetika pembakaran Bouazizi
bersama representasi fotografi „artistik‟ pengorbanan bakar diri seorang „biksu suci‟ di
saigon, Vietnam, pada tahun 1963, dan aksi bakar diri Jan Palach yang melakukan protes

terhadap pendudukan Soviet atas Czechoslovakia pada tahun 1969.
Dalam artikel lainnya di dunia maya, atau cyber world dalam pemikiran Virilio,
seperti artikel BBC Indonesia 23 Januari 2011 17 yang berjudul “Bouazizi, Pahlawan Revolusi
Tunisia”, merepresentasikan kalimat-kalimat „laporan‟ yang mendaulatkan Boazizi sebagai
„pahlawan‟, tidak hanya tereduksi sampai pada hal tersebut. Dalam interpretasi saya terhadap
representasi artikel ini, Bouazizi menjadi ilusi baru superhero yang memimpin perlawanan
terhadap otoritarian pemerintah, terlebih lagi pada artikel tersebut di representasikan berbagai
fotografi „artistik‟, mulai dari masyarakat yang mengusung poster Boazizi dalam unjuk rasa,
hingga foto representasi „artistik‟ yang mengharukan ketika Presiden Tunisia Ben Ali
Lihat Ne York Ti es Ja uari
: How A Single Man Ignite A Revolution , diakses melalui
http://www.nytimes.com/2011/01/23/weekinreview/23worth.html?_r=1 pada 08/07/2011 pukul 01.29.
17
Lihat BBC I do esia Ja uari
, Bouazizi Pahla a Re olusi Tu isia , diakses elalui
http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2011/01/110123_tunisia_pahlawan.shtml pada 09/07/2011 pukul
02.16.
16

7

menjenguk dirumah sakit. Saya juga mendapatkan berbagai temuan dalam penulusuran saya
di dunia maya, misalnya ketika saya mencari foto Bouazizi melalui salah satu search engine,
terdapat berbagai fotografi-fotografi artistik seorang pria yang berlari hingga bersujud ketika
terbakar, yang saya interpretasikan sebagai representasi dari aksi pembakaran diri Bouazizi,
yang tentu saja menyentuh nilai-nilai sosial, etika, dan estetika yang ada dalam superego
manusia.
Selain representasi peristiwa pembakaran diri yang dilakukan oleh Mohammed
Bouazi dalam berbagai artikel, representasi lainnya dalam berbagai media pada Desember
2010-Januari 2011 menggemparkan dan menghebohkan dunia, hingga sempat menjadi salah
satu trending topic di salah satu jejaring sosial18, dan muncul dalam setiap headline news di
layar televisi di dunia19. Penyebaran representasi dan interpretasinya terdapat perang dalam
bentuk teaterikalisasi virtual atas dunia nyata yang dilakukan media melalui shrinking effect
(efek mengkerut) global dengan kecepatan yang luar biasa melampaui penyebaran endemik,
menyebabkan interpretasi reduktif terhadap jarak dan waktu, serta kebingungan mental
tentang percampuran utopia atas sejarah, berita, dan halusinasi dari teknologi komunikasi
yang menghasilkan “pasar informasi pararel” berupa propaganda, dan ilusi, yang didukung
oleh perangkat-perangkat teknologis seperti link-up satelit, real time feed, dan video resolusi
tinggi. 20
Breakdown of Political Control

Dromology of burning himself Bouazizi menjadi Influence of Behavior yang

interpretasinya membentuk berbagai perubahan-perubahan prilaku berupa perlawanan secara
psikis dan mentalitas masyarakat terhadap pemerintahan di Mesir, Libia, dan negara-negara
lainnya dikawasan Afrika dan Timur Tengah, dan mengubah masyarakat menjadi supressive
political control. Namun, saya menemukan bahwa pengaruh artistik dan dromology media

atas aksi Bouazizi mulai terlihat pada unjuk rasa 14 Januari 2011 21 dan berlanjut pada
Cristopher Alexa der, A Month Made for Drama , Forein Policy Special Reports (2011): REVOLUTION IN
THE ARAB WORLD , 46.
19
Blake Hou shell, “o Mu h To Be Angry A out , Forein Policy Special Report (2011): REVOLUTION IN THE
ARAB WORLD , 6.
20
Ja es Der Deria , Paul Virilio , ed. Je y Edki s da Ni k Vaugha Willia s, Teori Kritis: Me a ta g
Pa da ga Uta a “tudi Politik I ter asio al Pustaka Ba a, Yogyakarta:
,
.
21
Lihat BBC I do esia, Ja uari
: Keadaa Darurat di Tu isia diakses elalui
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/01/110114_breakingnewstunisia.shtml pada 08/07/2011 pukul
00.38.
18

8

berbagai unjuk rasa lainnya, ketika masyarakat berunjuk rasa untuk menentang korupsi,
kenaikan harga pangan, dan inflasi, dengan berbagai ketegangan-ketegangan dalam unjuk
rasa yang menyebabkan diberlakukannya keadaan darurat pada negara tersebut. Tidak
berhenti sampai disitu, aksi protes juga berakibat pada pembubaran kabinet dan bentrokan
antara polisi, mliliter, dengan pengunjuk rasa, dan berujung pada mundurnya Presiden Zine
al-Abidine Ben Ali. Tingginya angka pengangguran, praktek korupsi, kenaikan harga pangan,
inflasi, dan aksi bakar diri Mohammed Bouazizi, yang melalui interpretasi saya terhadap teks
tentang fenomena tesebut di Tunisia, hanya diasumsikan sebagai sikap regresif dari
perlawanan Bouazizi melalui self-sacrifice terhadap depresi dan frustasi neurotik yang berupa
fantasi-fantasi ketakutan dan keputusasaan, menjadi semacam The Influence of Group
Behavior 22, yaitu interpretasi perlawanan psikis terhadap ketaatan dan kepatuhan masyarakat

terhadap pemerintah Tunisia, terkait dengan munculnya persepsi masyarakat yang kemudian
membentuk resistance of political control. Hal tersebut terjadi karena adanya perubahan
interpretasi terhadap behavior atau interpretasi perilaku pemerintahan yang mengkontrol
politik, terutama perubahan-perubahan yang bersifat negativity interpretative dalam
mentalitas dan psikis masyarakat Tunisia, seperti interpretasi masyarakat Tunisia terhadap
gagalnya rezim Ben Ali dalam menjalankan sistem pemerintahan. Kemudian interpretasi
tersebut memotivasi23 masyarakat menjadi Supressive Political Control 24 yang dipenuhi
dengan berbagai gagasan-gagasan dan mentalitas yang mendorong untuk melakukan
perlawanan terhadap Supportive Political Control , yaitu hirarki, militer, dan birokrasi pada
pemerintahan, dalam tuntutan pembubaran kabinet pemerintahan hingga tuntutan kepada
Zine Abidine Ben Ali untuk mundur.

Anne E. Freedman dan P.E. Freedman, The Psy hological of Political Control , “t. Marti Press, Ne York:
1975), 145-149
23
Anne E. Freedman dan P.E. Freedman, The Psy hologi al of Politi al Control , “t. Marti Press, Ne York:
1975), 150
24
Anne E. Freedman dan P.E. Freedman, The Psy hologi al of Political Control , “t. Marti Press, Ne York:
1975), 155

22

9

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
De Mijolla, Alain, “International Dictionary of Psychoanalysis vol. 3”, USA,
Thompson Gale, 2002.
Edkins, Jenny, dan Nick Vaughan Williams, “Teori Kritis: Menantang Pandangan
Utama Studi Politik Internasional” Yogyakarta, Pustaka Baca, 2010.
Freedman, Anne E. dan P.E. Freedman, “The Psychological of Political Control”,
New York, St. Martin Press, 1975.
Malone, Karen Ror, dan Stephen R. Friedlander, “The Subject of Lacan: A Lacanian
Reader for Psychologist”, New York, State University of New York Press, 2000.

Strachey, Alix, “In The writings of Melanie Klein Vol. 2: The psycho-analysis of
children “, London, Hogarth Press and the Institute of Psycho-Analysis, 1975.

Virilio, Paul, “The Art of The Motor”, Minneapolis, University of Minnesota Press,
1995.

Artikel dan Jurnal:
Alexander, Cristopher, “A Month Made for Drama “, Forein Policy Special Reports
(2011): “REVOLUTION IN THE ARAB WORLD”, 45-49.

Breiker, Roland, “The Aesthetic Turn in Political International Theory”, Millenium:
Journal of International Relation Studies, 2001.
Hounshell, Blake, “So Much To Be Angry About”, Forein Policy Special Report
(2011): “REVOLUTION IN THE ARAB WORLD”, 4-7.

10

Sumber Elektronik:
BBC Indonesia, 14 Januari 2011: “Keadaan Darurat di Tunisia” diakses melalui
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/01/110114_breakingnewstunisia.shtml pada
08/07/2011 pukul 00.38.
BBC Indonesia 23 Januari 2011, “Bouazizi Pahlawan Revolusi Tunisia”,
diakses melalui
http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2011/01/110123_tunisia_pahlawan.shtml pada
09/07/2011 pukul 02.16.
BBC Indonesia, 28 Desember 2010: “Pemerintah Tunisia Didesak Atasi
Pengangguran” diakses melalui
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/12/101227_unjukrasa_tunisia.shtml pada
07/07/2011 pukul 21.01.
Jawa Pos Nasional Network 12 Juni 2011: “Gejolak Dunia Arab, Implikasinya bagi
Negara-negara Barat: Keuntungan Besar Melayang, Kerjasama Terhambat” diakses melalui
http://www.jpnn.com/read/2011/06/12/94827/Keuntungan-Besar-Melayang,-Kerja-SamaTerhambat- pada 07/07/2011 pukul 21.13.
New York Times 21 Januari 2011: “How A Single Man Ignite A Revolution ”, diakses
melalui http://www.nytimes.com/2011/01/23/weekinreview/23worth.html?_r=1 pada
08/07/2011 pukul 01.29.

11