Konsep Diri Mahasiswi yang Menikah Muda (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Konsep Diri dengan Komunikasi Antarpribadi pada Mahasiswi Setelah Menikah Usia Muda di Kota Medan)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Konteks Masalah

  Kebudayaan di masyarakat dalam mempersepsikan seseorang yang melakukan pernikahan di usia muda masih begitu negatif. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa ketika mereka terlalu sering melihat seseorang yang melakukan pernikahan di usia muda diakibatkan oleh hubungan diluar pernikahan, sehingga mereka mempersepsikan semua sama, bahwa seseorang yang menikah di usia muda disebabkan oleh hal negatif tersebut. Masyarakat belum mengetahui dengan jelas apa motivasi dan alasan mereka menikah. Persepsi itu dipengaruhi oleh sejumlah faktor psikologis, termasuk asumsi-asumsi yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman masa lalu, harapan-harapan budaya, motivasi (kebutuhan), suasana hati, serta sikap. (Severin, 2015: 85)

  Tanggapan-tanggapan masyarakat serta persepsi mereka kepada seseorang yang menikah di usia muda bisa berakibat kepada perbincangan umum di tengah masyarakat itu sendiri. Ketika individu berinteraksi dengan masyarakat di lingkungannya yang masih memiliki persepsi negatif terhadap seseorang yang melakukan pernikahan di usia muda bisa berdampak kepada konsep diri individu yang terlibat didalam pernikahan tersebut. Masyarakat juga lebih beranggapan bahwa pasangan yang melakukan pernikahan di usia muda diakibatkan karena hubungan diluar nikah diakibatkan oleh lalainya seseorang perempuan dalam menjaga dirinya sendiri. Mereka lebih mempersepsikan perempuan sebagai seseorang yang negatif dibandingkan dengan laki-laki. Karena perempuan yang baik, lebih baik sifat dan tingkah lakunya sehingga tidak akan terlibat dalam hal ini. Masyarakat juga sering mempersepsikan perempuan tersebut memiliki pergaulan remaja yang tidak baik atau sering disebut dengan pergaulan bebas. Pada tahun 1882, di Amerika muncul kecenderungan sebagian gereja mempopulerkan pernikahan di usia muda. Remaja-remaja yang telah menginjak usia 18 tahun, terutama yang sudah terlanjur menjalani hubungan perasaan yang khusus dengan lawan jenis didorong segera menikah untuk mengurangi dosa. (Stewart dalam Adhim, 2002: 21).

  1 Remaja yang berpandangan bahwa mereka menikah di usia muda agar terhindar dari perbuatan dosa,seperti seks sebelum nikah. Hal ini tanpa didasari oleh pengetahuan mereka tentang akibat menikah di usia muda. Salah satu alasan kuat untuk menikah di usia muda adalah semakin bebasnya pergaulan remaja masa kini yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Sulit sekali untuk menjaga agar tidak tergoda dan terjerumus kepada pergaulan bebas. Tentu hal ini akan berbahaya, pacaran dijadikan solusi yang diambil untuk meredam godaan dan syahwatnya, sehingga hubungan tanpa komitmen ini menjadi lifestyle anak muda sekarang. Oleh karena itu menikah di usia muda merupakan salah satu usaha untuk melindungi serta menjaga diri dari berbagai godaan dan rayuan yang menjerumuskan ke dalam kenistaan . Menikah di usia muda adalah hal yang di anjurkan karena dapat mencegah terjadinya pergaulan bebas dan penyebaran penyakit kelamin yang berbahaya. Selain itu, menikah di usia muda juga memastikan konteks garis keturunan yang jelas. Seseorang yang menikah di usia muda memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan, lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, keluarga pasangan, dan kebiasaan buruk pasangan. .

  Seseorang yang menikah di usia muda dapat menikmati waktu tua dengan anak-anak yang telah dewasa. Bayangkan bila menikah diusia 30-40 tahun ketika sudah memasuki usia lanjut masih harus bekerja keras untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Oleh karena itu dengan menikah diusia muda akan memudahkan dalam membiayai kebutuhan anak- Seseorang mahasiswi terlibat dalam pernikahan di usia muda, maka banyak pertimbangan yang harus dijalani dan akibat yang didapat dari pernikahan tersebut. Salah satunya yaitu proses menuntun ilmu di Universitas. Mahasiswi tersebut bisa saja melanjutkan perkuliahan dan bisa juga berhenti untuk selamanya di dalam perkuliahan. Ketika seseorang mahasiswi berhenti dari perkuliahan bisa diakibatkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut berupa faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal bisa berupa individu yang ingin fokus menjaga dan merawat anaknya setelah melahirkan dan keinginan suami yang menghendaki istrinya untuk beristirahat setelah melahirkan. Kemudian faktor eksternalnya adalah lingkungannya, berupa persepsi masyarakat dan lingkungan pertemanan di perkuliahan yang masih beranggapan negatif terhadap seseorang yang menikah di usia muda dan terlenih lagi ketika sudah memiliki anak, sehingga seseorang mahasiswi lebih memilih berhenti dari perkuliahannya agar terhindar dari hal-hal tersebut. Dari hal ini seseorang yang benar-benar menikah di usia muda karena sesuatu yang baik juga dianggap buruk dan dipersepsikan negatif oleh masyarakat dan lingkungan perkuliahannya. Hal tersebut bisa berdampak kepada konsep diri seseorang yang terlibat didalamnya, karena sudah terlalu negatif pemikiran masyarakat mengenai hal tersebut. Tetapi ada juga mahasiswi yang memilih melanjutkan perkuliahannya, karena kemampuan dia untuk berinteraksi dan memberi pemahaman kepada lingkungan mengenai pernikahan di usia muda yang telah dilakukannya. anak

  Konsep diri adalah semua ide pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhui individu dalam berhubungan dengan orang lain (Harapan dalam Stuart dan Sundeen, 1998: 87). Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginan. Sedangkan (Harapan dalam Beck, William dan Rawlin, 1986: 87) menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fiskal, emosional intelektual, socsal, dan spiritual. Konsep diri merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan dalam komunikasi antar pribadi. Kunci keberhasilan hidup seseorang adalah konsep diri positif. Konsep diri memainkan peran yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan hidup seseorang, karena konsep diri dapat dianalogikan sebagai suatu operating sistem dalam menjalankan komputer. (Harapan dalam William D. Brooks, 1976: 87)

  Manusia berbeda dengan makhluk-makhluk lain bahkan memiliki kelebihan dari makhluk lain, sudah diakui sejak dahulu kala. Manusia bukan hanya mempunyai kemampuan vegetatif; makan dan berkembang biak, bukan hanya memiliki kemampuan sensitif; bergerak, mengamat-amati, bernafsu, dan berperasaan, tetapi juga berkemapuan intelektif; berkemauan dan berkecerdasan. Kemudian yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya ialah sifat- sifat rohaniahnya. Dalam pertumbuhannya, manusia bukan saja mengalamai perkembangan dalam segi jasmaniahnya, tetapi juga rohaniahnya. Dan perkembangan ini membentuk jiwanya, sifat tabeatnya dan tingkah lakunya. Tingkah laku individu sangat bergantung pada kualitas konsep dirinya, yaitu konsep diri positif ataupun konsep diri negatif. Konsep diri terbentuk bisa dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Lingkungan tersebut memiliki beragam kebudayaan yang bisa berakibat kepada pembentukan konsep diri (Effendy, 2009: 53).

  Temuan terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Selain di Jabodetabek, data yang sama juga diperoleh di wilayah lain. Di Surabaya misalnya, remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen. Menurut Menkes Nafsiah Mboi, perilaku seks pranikah berhubungan erat dengan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yang masih sangat rendah. SKRRI tahun 2007 menunjukkan sebanyak 13 % remaja perempuan tidak tahu tentang perubahan fisiknya dan hampir separuhnya tidak mengetahui kapan masa subur seorang perempuan . Dari data diatas bisa disimpulkan bahwa Kota Medan memiliki tingkat seks bebas yang tinggi sehingga berakibat kepada persepsi masyarakat mengenai pernikahan di usia muda. Seseorang yang menikah di usia muda karena alasan yang positif pun masih dianggap negatif oleh masyarakat karena faktor pergaulan bebas tersebut. Seseorang yang menikah di usia muda harus lebih memberi pengertian dan pemahaman kepada lingkungannya mengenai alasan pernikahan tersebut.

  Kepala Seksi Advokasi, Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) BKKBN Perwakilan Sumut, Anthony mengatakan, masa matang bagi perempuan untuk menikah adalah perempuan 22 tahun dan lelaki 25 tahun. Namun yang terjadi sampai saat ini, masih banyak remaja (khususnya di wilayah pedesaan) menikah disaat usia belum matang tersebut smartfm.com/jurnal-medan/3766-angka-kelahiran membeludak -bkkbn-ikrar-20- ribu-remaja-tidak-nikah-dini.html).

  Menurut The Health Resources and Services Administrations Guidelines

  

Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun (Kusmiran 2011)

  Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Standar usia yang ditekankan BKKBN untuk seorang wanita siap menikah adalah 21 tahun .

  Angka remaja menikah di usia muda semakin hari semakin meningkat. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), menyarankan usia 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki, sebagai batas usia pernikahan yang ideal . Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. (Dalam Monks, dkk, 2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun Dari data diatas bisa disimpulkan bahwa seseorang dikatakan menikah di usia muda yaitu ketika mereka berumur dibawah 21 tahun.

  Data terakhir dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Sumatera Utara mengenai pernikahan di usia muda tahun 2012 presentasenya yaitu sebanyak 20.71 usia 16-18 tahun dan 56.44 usia 19-24 tahun.

  Diambil sumber data dari dua kelompok umur karena usia yang akan diteliti 17-20 tahun . Menurut data pernikahan Kantor Urusan Agama Kota Medan, hingga bulan November 2013 perempuan yang melakukan pernikahan di usia muda sebanyak 2.038 orang. dari 21kecamatan yang ada di KotaMeda).

  Keadaan budaya dan persepsi yang ada di masyarakat mengenai pernikahan di usia muda berakibat kepada konsep diri seseorang mahasiswi yang telah menikah dengan tujuan baik. Seseorang mahasiswi tersebut akan berbeda- beda konsep dirinya. Bisa memiliki konsep diri posif atau negatif, tergantung individu menghadapi dan berproses dilingkungannya. Tingkah laku individu sangat bergantung pada kualitas konsep dirinya yaitu konsep diri positif ataupun konsep diri negatif. (Harapan dalam Brooks dan Emmart, 1976: 88). Konsep diri positif menunjukkan karakteristik yaitu, merasa mampu mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, dan merasa mampu memperbaiki diri. Sedangkan konsep diri negatif menunjukkan karakteristik yaitu, peka terhadap kritik, bersikap responsif terhadap pujian, cenderung merasa tidak disukai orang lain, mempunyai sikap hiperkritik, dan mengalami hambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya (Harapan, 2014: 88).

  Definisi Pernikahan itu sendiri adalah upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu, yang kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula. Adat pernikahan sangat bervariasi, tapi universalitas dari beberapa bentuk pernikahan sepanjang sejarah dan di sekeliling dunia menunjukkan bahwa pernikahan memenuhi kebutuhan fundamental (Feldman dalam Gardiner & Kosmitzki, 2005: 193). Dikebanyakan masyarakat, lembaga pernikahan dianggap cara terbaik untuk memastikan anak dibesarkan secara baik-baik. Pernikahan memungkinkan pembagian tugas di dalam satuan penggunaan sumber daya dan kerja. Idealnya, pernikahan memberikan keintiman, komitmen, persahabatan, afeksi, pemuasan seksual, dan kesempatan untuk pertumbuhan emosional juga sebagai sumber identitas dan harga diri (Feldman dalam Gardiner & Kosmitzky, 2005; Myers, 2000: 193). Dalam beberapa tradisi filsafat Timur tertentu, pernikahan yang harmonis antara laki-laki dan perempuan dianggap penting demi pemuasan spriritual dan bertahan hidupnya spesies (Feldman, 2009: 193). Pernikahan dini atau kawin muda sendiri adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan ataupun salah satu pasangannya masih dikategorikan remaja yang berusia dibawah 19 tahun (WHO, 2006).

  Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswi yang telah menikah di usia muda di kota Medan. Pemilihan lokasi di kota Medan dilakukan karena jumlah mahasiswi yang besar dan kota Medan merupakan kota Metropolitan yang terdapat didalamnya banyak pergaulan bebas serta tingkat presentasi seks bebas yang tinggi. Mahasiwi juga memiliki pergaaulan yang lebih luas, sehingga cenderung terkena pergaulan bebas. Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana proses pembentukan konsep diri mahasisiwi yang melakukan pernikahan di usia muda di kota Medan karena alasan yang positif tetapi budaya dan persepsi masyarakat yang masih negatif dan buruk mengenai hal tersebut.

  1.2. Fokus Masalah

  Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti me rumuskan fokus masalah adalah “Bagaimana Proses Pembentukan Konsep Diri

  Mahasiswi Setelah Melakukan Pernikahan Usia Muda di Kota Medan.”

  1.3. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui karakteristik mahasiswi setelah melakukan pernikahan di usia muda di Kota Medan

  2. Untuk menggambarkan proses pembentukan konsep diri dengan komunikasi antarpribadi pada mahasiswi setelah melakukan pernikahan di usia muda di Kota Medan.

  3. Untuk mengetahui bentuk konsep diri mahasiswi setelah melakukan pernikahan di usia muda di Kota Medan.

  1.4. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya komunikasi antarpribadi yang berkaitan dengan bentuk konsep diri.

  2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU, khususnya di bidang ilmu komunikasi.

  3. Secara praktis, penelitian ini diharapakan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat dalam mempersepsikan sesorang perempuan yang telah menikah di usia muda dan masih aktif menjalankan perkuliahan.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Generator Sinkron - Analisis Vibrasi Pada Generator Sinkron (Studi Kasus Pada Pltu Pangkalan Susu 2 x 200 Mw)

0 0 34

Distribusi Gulma Rumput belulang (Eleusine indicaL. Gaertn )Resisten-Glifosat dan Parakuat di Perkebunan Kelapa Sawit Adolina PTPN IV Serdang Bedagai

1 1 30

Distribusi Gulma Rumput belulang (Eleusine indicaL. Gaertn )Resisten-Glifosat dan Parakuat di Perkebunan Kelapa Sawit Adolina PTPN IV Serdang Bedagai

0 0 9

Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dengan pemeriksaan kadar enzim katalase pada wanita menopause dapat memahami ketidakseimbangan metabolisme tubuh pada proses penuaan (aging) di masa menopause dan dapat menjalani masa menopause dengan keluhan yang

0 1 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menopause - Perbedaan Kadar Enzim Katalase Pada Wanita Menopause Dan Wanita Usia Reproduktif

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru - Keanekaragaman Ikan di Perairan Sungai Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara

0 0 6

BAB II BAGAIMANA PERATURAN PER UNDANG-UNDANGAN TERKAIT TENTANG LARANGAN MELAKUKAN EKSPLOITASI ANAK DALAM TINDAK PIDANA KESUSILAAN MENURUT PER UNDANG-UNDANGAN 1. KUHP - Peran Kepolisian Terhadap Eksploitasi Anak Terhadap Tindak Pidana Kesusilaan (Studi Pol

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Peran Kepolisian Terhadap Eksploitasi Anak Terhadap Tindak Pidana Kesusilaan (Studi Polsekta Medan Baru)

0 0 20

b. Pertanyaan Umum - Konsep Diri Mahasiswi yang Menikah Muda (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Konsep Diri dengan Komunikasi Antarpribadi pada Mahasiswi Setelah Menikah Usia Muda di Kota Medan)

0 1 64

2.1.1 Implikasi Paradigma Konstruktivisme - Konsep Diri Mahasiswi yang Menikah Muda (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Konsep Diri dengan Komunikasi Antarpribadi pada Mahasiswi Setelah Menikah Usia Muda di Kota Medan)

0 0 10