PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN DAN KONSEP DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR IPA Eksperimen pada Siswa Kelas V SD Negeri di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur Wahyudin Nur Nasution Abstrak - Pengaruh Strategi Pembelajaran.pdf

  PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN DAN KONSEP DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR IPA Eksperimen pada Siswa Kelas V SD Negeri di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur

  Wahyudin Nur Nasution Abstrak

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh strategi pembelajaran dan konsep diri terhadap hasil belajar IPA. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial 2x2 dan dilakukan pada dua Sekolah Dasar di Kecamatan Matraman Jakarta Timur dengan sampel sebanyak 48 siswa. Hasil penelitian ini adalah; (1) Hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada yang belajar dengan strategi pembelajaran ekspositori; (2) Untuk siswa yang memiliki konsep diri tinggi, hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada yang belajar dengan strategi pembelajaran ekspositori; (3) Untuk siswa yang memiliki konsep diri rendah, hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran kooperatif lebih rendah daripada yang belajar dengan strategi pembelajaran ekspositori; (4) Terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dan konsep diri terhadap hasil belajar IPA siswa.

  Kata-kata Kunci: Strategi Pembelajaran, Konsep Diri, Hasil Belajar IPA Pendahuluan

  Pendidikan Indonesia telah berhasil mencapai berbagai kemajuan, terutama dalam memberikan kesempatan memperoleh pendidikan bagi warga negara. Namun, keberhasilan tersebut belum diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan yang berarti. Hal ini terlihat dari masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

  Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain terlihat pada jenjang pendidikan dasar. Menurut survei The Third International Mathematics and Science Study Repeat menunjukkan

  20 Analytica Islamica, Vol. 9, No. 1, 2007: 19-39 bahwa mutu pendidikan dasar Indonesia, khususnya pada bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hanya mampu menempati peringkat ke 32 dari 38 negara yang di survei di Asia, Afrika, dan

  dalam keseluruhan proses pendidikan. Pendidikan IPA pada tingkat dasar akan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi keseluruhan proses pendidikan anak dan perkembangan individu selanjutnya. Dalam batas-batas tertentu, pendidikan IPA dapat mempersiapkan individu untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Hal ini dimungkinkan karena dalam pendidikan IPA siswa dibimbing untuk berpikir kritis, memecahkan masalah-masalah, dan membuat keputusan-keputusan yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya menuju masyarakat dan warga negara yang

  2 terpelajar secara keilmuan.

  Di samping itu, pendidikan IPA dapat membimbing siswa dalam memahami isu-isu kehidupan nyata dan menolong mereka berpartisipasi dalam isu-isu masyarakat global, membantu individu dalam memilih dan mengembangkan karir, serta membantu individu untuk mempelajari sains lebih lanjut.

  Pengalaman menunjukkan bahwa orang yang mempunyai latar belakang pengetahuan IPA (sains) yang cukup lebih mampu

  3

  mentransfer pengetahuannya ke bidang-bidang di luar IPA. Hal ini dimungkinkan, karena IPA merupakan bidang ilmu yang tidak hanya berisi produk saintifik, tetapi juga proses bagaimana produk itu diperoleh dan sikap atau nilai-nilai yang melandasi proses penemuan tersebut.

  Menyadari masih rendahnya mutu pendidikan dan betapa pentingnya pendidikan IPA tersebut, telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah dan praktisi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan IPA pada jenjang pendidikan dasar, antara lain dengan melakukan penyempurnaan kurikulum, peningkatan kualitas kemampuan guru, penyediaan dan pembaruan buku ajar, penambahan sarana dan fasilitas seperti laboratorium IPA, perbaikan sistem pembelajaran, peningkatan jenjang pendidikan para guru, dan pengembangan pendekatan yang lebih relevan dan efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Akan tetapi dalam kenyataannya, mutu pendidikan dasar masih tetap rendah.

  Masih rendahnya mutu pendidikan dasar tersebut antara lain terlihat dari hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa yang

  21 Pengaruh Strategi Pembelajaran (Wahyudin Nur Nasution) bentuk nilai evaluasi belajar tahap akhir nasional yang dipandang sebagai indikator tingkat keberhasilan suatu proses pembelajaran, dari tahun ke tahun relatif sama pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Siswa masih mengalami kesulitan untuk mencapai nilai tertinggi dalam mata pelajaran IPA.

  Data Standar Mutu Pendidikan Dasar Propinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa rata-rata pencapaian hasil evaluasi belajar tahap akhir nasional mata pelajaran IPA siswa SD tahun pelajaran 2000/2001 di wilayah DKI Jakarta hanya sebesar 6,37.4 Selanjutnya, data hasil evaluasi belajar tahap akhir nasional di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur menunjukkan bahwa rata- rata pencapaian hasil belajar IPA siswa SD hanya mampu menempati peringkat keempat setelah mata pelajaran PPKN,

  Masih rendahnya hasil belajar IPA siswa sebagaimana yang diungkapkan di atas, tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor dalam kegiatan pembelajaran, baik faktor internal pribadi siswa maupun faktor eksternal. Faktor internal yang diperkirakan ikut mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah konsep diri (self concept), sedangkan faktor eksternal yang diperkirakan turut mempengaruhinya diantaranya adalah lingkungan belajar siswa, kemampuan guru, sarana dan fasilitas, serta strategi pembelajaran yang digunakan guru.

  Berdasarkan kenyataan di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan eksperimen penerapan strategi pembelajaran kooperatif yang diperkirakan dapat memperbaiki hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA. Sebagai pembanding dari pengaruh strategi pembelajaran tersebut akan dilihat pengaruh strategi pembelajaran ekspositori yang dilakukan secara bersama pada semester I tahun ajaran 2003/2004.

  Dalam menentukan keberhasilan suatu strategi pembelajaran, faktor karakteristik siswa merupakan hal penting yang juga harus diperhatikan dan dijadikan pertimbangan oleh guru. Oleh karenanya, penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan faktor internal siswa sebagai usaha untuk menghasilkan informasi tentang pengaruh strategi pembelajaran yang diterapkan jika dikaitkan dengan faktor internal siswa terhadap hasil belajar mereka dalam mata pelajaran IPA.

  22 Analytica Islamica, Vol. 9, No. 1, 2007: 19-39 Kerangka Teoretik

  1. Hasil Belajar IPA Belajar adalah suatu proses kompleks yang terjadi pada semua orang serta berlangsung seumur hidup. Karena kompleksnya masalah belajar, banyak sekali teori yang menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi. Para penganut aliran keperilakuan berpendapat bahwa belajar itu terjadi sebagai akibat adanya

  6 pengkondisian lingkungan yang diikuti dengan adanya penguatan.

  Aliran keperilakuan menganggap bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati. Chance yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang disebabkan oleh

  7

  pengalaman. Belajar juga merupakan proses perubahan yang

  8

  terjadi sebagai hasil dari pengalaman individu , dan bukan karena

  9 proses pertumbuhan fisik.

  Belajar sering juga didefinisikan sebagai perubahan yang relatif menetap dalam perilaku yang disebabkan oleh latihan atau

  10

  pengalaman. Pendapat lain mengatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan yang relatif permanen dalam pemahaman, sikap, pengetahuan, informasi, kemampuan, dan

  

11

keterampilan melalui pengalaman.

  Penganut aliran Gestalt berpendapat bahwa belajar terjadi karena adanya usaha yang bertujuan, eksploratif, imajinatif, dan kreatif. Aliran ini menganggap bahwa belajar adalah perubahan ‘insight’ yaitu wawasan atau pengertian tentang adanya hubungan atau pemecahan situasi problematik. Adanya perubahan itu tidak

  12 mesti terlihat dari luar.

  Sementara itu, aliran kognitif berpendapat bahwa belajar merupakan proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Perubahan perilaku seseorang yang nampak itu sesungguhnya hanyalah refleksi dari perubahan internalisasi persepsi dirinya terhadap sesuatu yang sedang diamati dan dipikirkannya, sedangkan fungsi stimulus yang datang dari luar direspon sebagai aktivator kerja memori otak untuk membentuk dan mengembangkan struktur kognitif melalui proses asimilasi dan akomodasi yang terus menerus diperbaharui, sehingga akan selalu

  13 saja ada sesuatu yang baru dari setiap akhir kegiatan belajar.

  Dari beberapa teori belajar yang diuraikan di atas, terlihat ada

  23 Pengaruh Strategi Pembelajaran (Wahyudin Nur Nasution) Pertama, belajar mengakibatkan adanya perubahan atau kemampuan baru. Kedua, perubahan atau kemampuan baru itu tidak berlangsung sesaat, melainkan menetap (permanen) dan dapat disimpan. Ketiga, perubahan atau kemampuan baru itu terjadi karena adanya usaha (sengaja), latihan dan pengalaman. Keempat, perubahan atau kemampuan baru itu tidak timbul karena proses pertumbuhan atau perubahan kondisi fisik.

  Sementara itu, hasil belajar sering dinyatakan dalam bentuk tujuan-tujuan pembelajaran. Soedijarto mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan suatu pengetahuan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program pembelajaran sesuai

  14 dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.

  Gagne dan Briggs menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh seseorang sesudah mengikuti proses

  15

  belajar. Hasil belajar ini, menurut Gagne dan Briggs mencakup lima kemampuan, yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif,

  16 informasi verbal, keterampilan motorik, dan sikap.

  Bloom membagi hasil belajar ke dalam tiga ranah, yaitu

  17

  kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Anderson dan Krathwohl, hasil belajar dalam ranah kognitif memiliki dua dimensi, yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Pertama, dimensi pengetahuan. Dimensi ini memiliki empat kategori, yaitu pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif.

  Kedua, dimensi proses kognitif. Dimensi ini terdiri dari enam kategori, yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan,

  18 menganalisis, menilai, dan mencipta.

  Sementara itu, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains adalah sistem pengetahuan tentang alam semesta yang diperoleh melalui pengumpulan data melalui observasi dan eksperimen terkontrol

  19 yang didalamnya memuat proses, produk, dan sikap manusia.

  Menurut Krajcik, melalui pembelajaran IPA siswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berguna dalam kehidupannya, dapat berpikir kritis dan memecahkan masalah, dapat meningkatkan kualitas hidupnya, dapat mengembangkan sikap yang positif seperti rasa ingin tahu, tanggung jawab terhadap perbuatannya dan dapat membimbing siswa dalam memahami

  20 kehidupan nyata dan berpartisipasi dalam masyarakat global.

  Dari beberapa rumusan tujuan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan IPA di sekolah dikembangkan dengan

  24 Analytica Islamica, Vol. 9, No. 1, 2007: 19-39 keilmuan, aspek praktis yang menekankan pada penerapan IPA dalam kehidupan sehari-hari, dan aspek kontekstual yang menekankan pada sejarah perkembangan dan implikasi kultural dari IPA itu sendiri.

  Berdasarkan uraian tentang hasil belajar dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tersebut, maka secara konseptual yang dimaksud dengan hasil belajar IPA dalam penelitian ini adalah penguasaan produk IPA yang mengacu pada perubahan kemampuan bidang kognitif yang mencakup dimensi pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) dan dimensi proses kognitif (mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, menilai dan mencipta) yang dicapai siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran IPA yang ditempuh selama kurun waktu tertentu berdasarkan tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

  2. Strategi Pembelajaran Kooperatif dan Ekspositori

  a. Strategi Pembelajaran Kooperatif Strategi pembelajaran kooperatif merupakan strategi di mana para siswa bekerjasama dalam kelompok kecil dan diberikan

  21

  penghargaan atas keberhasilan kelompoknya. Kerjasama yang dilakukan tersebut dalam rangka mempelajari materi yang pada

  22

  awalnya disajikan oleh guru. Menurut Reinhartz dan Beach, strategi pembelajaran kooperatif adalah strategi di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok atau tim-tim untuk mempelajari

  23 konsep-konsep atau materi.

  Sementara itu, Henson dan Eller mendefinisikan strategi pembelajaran kooperatif sebagai kerjasama yang dilakukan para

  24

  siswa untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif, kelompok-kelompok yang berhasil mencapai tujuan

  25 dengan baik akan diberikan penghargaan.

  Ada tiga strategi pembelajaran kooperatif yang dapat dikembangkan pada hampir semua subjek dan tingkatan yaitu; (1) Students Teams Achievement Division (STAD), (2) Team Games

  model STAD dipilih untuk penelitian ini, karena strategi pembelajaran kooperatif model STAD ini merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang implementasinya menggunakan struktur sistem penguat untuk meningkatkan belajar konsep, keterampilan, dan fakta.

  25 Pengaruh Strategi Pembelajaran (Wahyudin Nur Nasution) Tahap-tahap pembelajaran kooperatif model STAD adalah sebagai berikut.

  

Pertama , persiapan, yang meliputi; (1) penentuan bahan/materi

  ajar sesuai dengan kurikulum, pembuatan lembar kerja siswa, lembar jawaban kerja siswa, dan kuis untuk setiap bagian pelajaran, (2) pembentukan kelompok berdasarkan peringkat siswa. Setiap kelompok terdiri dari empat anggota, yang masing- masing kelompok terdiri dari satu siswa berprestasi tinggi, dua siswa berprestasi sedang, dan satu siswa berprestasi rendah, dan (3) menentukan skor dasar awal berdasarkan nilai ujian akhir

  27 siswa tahun sebelumnya (menggunakan nilai EHB).

  

Kedua , penyajian pelajaran. Penyajian pelajaran dalam STAD

  melibatkan kuliah, pertunjukan film, atau pengarahan kepada

  28 sumber-sumber belajar seperti teks atau bahan-bahan bacaan.

  Namun yang paling sering digunakan dalam penyajian pelajaran adalah pembelajaran langsung, kuliah-diskusi yang dilakukan guru. Penyajian pelajaran tersebut antara lain meliputi penjelasan tujuan dan materi pelajaran serta fokus pada pemahaman.

  

Ketiga , kerja kelompok merupakan ciri terpenting dari STAD

  dan merupakan kegiatan inti yang bertujuan agar siswa belajar bersama untuk memahami materi. Setelah guru menyajikan materinya, kelompok bertemu untuk mengkaji lembar kerja atau materi yang lain. Sering kali pengkajian ini melibatkan siswa untuk mendiskusikan soal-soal bersama, membandingkan jawaban- jawaban, dan memperbaiki beberapa salah faham jika anggota kelompok membuat kesalahan. Agar kerja kelompok efektif, siswa perlu diberikan separangkat pertanyaan, lembar kerja atau materi

  29 lain untuk membimbing diskusinya.

  

Keempat , kuis. Kuis ini mencakup latihan mandiri (tes) dan

  penilaian (evaluasi). Setelah beberapa priode presentasi guru dan kerja kelompok, siswa mengikuti kuis. Siswa tidak dibolehkan menolong yang lain selama kuis. Setiap siswa bertanggung jawab secara individu untuk menguasai materi. Penilaian kuis didasarkan atas skor peningkatan individu. Gagasan dibalik skor peningkatan individu ini adalah untuk memberikan kepada setiap siswa tujuan berprestasi, yang dapat diperoleh jika ia bekerja lebih keras dan

  30 berprestasi lebih baik dari masa lalu.

  , penghargaan Kelompok. Kelompok memperoleh

  Kelima penghargaan jika skor rata-ratanya memenuhi kriteria tertentu.

  26 Analytica Islamica, Vol. 9, No. 1, 2007: 19-39

  31

  kelompok yang berhasil. Penentuan penghargaan kelompok dilakukan dengan cara menghitung poin/skor yang didapat masing- masing kelompok dengan menjumlahkan poin/skor yang didapat siswa dalam kelompok tersebut kemudian dihitung rata-ratanya, dan selanjutnya berdasarkan skor rata-rata tersebut ditentukan penghargaan masing-masing kelompok.

  Penghargaan itu diberikan kepada kelompok yang berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Kenaikan skor dihitung dari selisih antara skor dasar dengan skor tes individual. Bagi tim yang mendapat rata-rata kenaikan skor sampai dengan 15 mendapat penghargaan sebagai kelompok ‘good team’, kenaikan skor 16 sampai dengan 20 mendapat penghargaan sebagai sebagai kelompok ‘great team’, dan kenaikan skor lebih dari 20 sampai 30 mendapat penghargaan sebagai kelompok yang unggul (super

  32

  team). Selanjutnya di akhir pelajaran atau tatap muka guru memberikan ringkasan terhadap garis-garis besar materi yang telah dibahas pada pertemuan itu.

  b. Strategi Pembelajaran Ekspositori Istilah ekspositori berasal dari konsep eksposisi, yang berarti memberikan penjelasan. Dalam konteks pembelajaran eksposisi merupakan strategi yang dilakukan guru untuk mengatakan atau menjelaskan fakta-fakta, gagasan-gagasan, dan informasi-informasi

  33 penting lain kepada para pembelajar.

  Menurut Romiszowski, strategi pembelajaran ekspositori berlangsung melalui beberapa tahap sebagai berikut. Pertama, penyajian informasi. Penyajian informasi ini dapat dilakukan dengan ceramah, latihan, atau demonstrasi. Kedua, tes penguasaan dan penyajian ulang bila dipandang perlu. Ketiga, memberikan kesempatan penerapan dalam bentuk contoh dan soal, dengan jumlah dan tingkat kesulitan yang bertambah. Keempat, memberikan kesempatan penerapan informasi baru

  34 dalam situasi dan masalah sebenarnya.

  Selanjutnya, strategi pembelajaran ekspositori merupakan proses pembelajaran yang lebih berpusat pada guru (teacher

  35 centered), guru menjadi sumber dan pemberi informasi utama.

  Dalam strategi pembelajaran ekspositori, media seperti video pendidikan dan alat bantu visual digunakan untuk mendukung penjelasan yang diberikan oleh guru. Alat bantu visual yang dapat

  27 Pengaruh Strategi Pembelajaran (Wahyudin Nur Nasution) contoh-contoh fisik, gambar-gambar, diagram, dan peta. Penambahan penjelasan verbal dengan alat bantu visual akan meningkatkan efektivitas penyimpanan informasi dalam memori jangka panjang dan mendapatkannya kembali.

  Strategi pembelajaran ekspositori dalam kajian ini adalah strategi pembelajaran yang menekankan pada proses deduksi, menunjuk pada strategi yang biasa digunakan guru dalam praktek pembelajaran secara aktual dilapangan. Dalam penelitian ini strategi pembelajaran ekspositori merupakan variabel kontrol atas variabel eksperimen, yaitu strategi pembelajaran koperatif.

  Tahapan-tahapan dalam strategi pembelajaran ekspositori adalah sebagai berikut: (1) pada tahap pendahuluan guru menyampaikan pokok-pokok materi yang akan dibahas dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, siswa mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting, (2) pada tahap penyajian atas materi guru menyampaikan materi pembelajaran dengan ceramah dan tanya jawab, kemudian dilanjutkan dengan demonstrasi untuk memperjelas materi yang disajikan dan diakhiri dengan penyampaian latihan, (3) pada tahap penutup guru melaksanakan evaluasi berupa tes dan kegiatan tindak lanjut seperti penugasan dalam rangka perbaikan dan pemantapan atau pendalaman materi.

  3. Konsep Diri

  a. Pengertian Konsep Diri Konsep diri dapat diartikan sebagai diri yang dilihat, dirasakan,

  36

  dan dialami oleh seseorang. Secara umum istilah konsep diri merupakan gabungan dari pemikiran, perasaan, dan sikap yang

  37

  dimiliki orang terhadap dirinya sendiri. Kosslyn dan Rosenberg mengatakan bahwa konsep diri merujuk pada keyakinan, keinginan, nilai-nilai, dan sifat-sifat yang ditetapkan seseorang

  38 terhadap dirinya sendiri.

  Hurlock mengemukakan bahwa konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya yang merupakan gabungan dari keyakinan tentang dirinya sendiri, karakter fisik, psikologis,

  39

  sosial, emosional, dan prestasi. Keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri ini, menentukan tindakan dan pandangannya terhadap dunia dan orang lain. Atwater mengemukakan bahwa konsep diri adalah seluruh pengetahuan tentang diri sendiri, yang

  28 Analytica Islamica, Vol. 9, No. 1, 2007: 19-39 terdiri dari semua persepsi, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang dihubungkan dengan diri sendiri baik sebagai subyek

  40 maupun sebagai objek.

  Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa konsep diri merupakan keyakinan, sikap, dan pemikiran tentang diri yang berhubungan dengan gambaran tentang kualitas fisik, sosial, dan psikologis dirinya sendiri. Hal senada dengan pernyataan Weiten dan Lloyd bahwa setiap orang memiliki konsep diri yang berkaitan

  41 dengan fisik, sosial, emosional, dan intelektual.

  Bertolak dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan konsep diri dalam penelitian ini adalah gambaran diri dari siswa yang mencakup pandangan, perasaan, dan penilaian yang terakumulasi dalam persepsinya mengenai kualitas fisik, sosial, dan psikologis yang dimilikinya.

  b. Jenis-Jenis Konsep Diri 1) Konsep Diri Tinggi

  Konsep diri tinggi (positif) dapat disamakan dengan evaluasi diri positif, penghargaan diri yang positif, perasaan harga diri yang positif, dan penerimaan diri yang positif. Oleh karena itu, Burn berpendapat bahwa istilah-istilah konsep diri, sikap-sikap diri, dan perasaan harga diri adalah sinonim. Ketiga istilah ini merupakan

  42 keyakinan-keyakinan seseorang yang dievaluasikan.

  Menurut Hurlock anak yang memiliki konsep diri tinggi akan mengembangkan rasa percaya diri, sedikit perasaan rendah diri dan tidak mampu, mampu melihat diri sendiri secara realistis, sedikit bersikap defensif seperti malu dan menarik diri serta

  

43

  memiliki harga diri yang tinggi. Ciri-ciri orang yang memiliki harga diri yang tinggi antara lain adalah memiliki tingkat penerimaan diri yang tinggi, cenderung menerima orang lain, menikmati hubungan yang memuaskan dengan orang lain, mengharapkan prestasi terbaik, berusaha keras, cenderung

  44 berhasil dalam karir dan kemampuannya.

  Menurut Woolfolk siswa yang memiliki harga diri yang tinggi lebih memungkinkan untuk berhasil di sekolah. Di samping itu, ia juga memiliki sikap yang lebih positif terhadap sekolah, memiliki tingkah laku positif di kelas, dan disenangi oleh siswa-siswa yang

  45

  lain. Selanjutnya, seseorang yang mempunyai konsep diri tinggi

  29 Pengaruh Strategi Pembelajaran (Wahyudin Nur Nasution) memiliki kompetensi, dirinya cukup memadai, mempunyai rasa percaya diri, mempunyai perasaan yang positif terhadap penampilannya.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki konsep diri tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: menghargai kemampuan fisik, menyukai penampilan diri, dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap teman dan keluarga, menyukai tantangan, mandiri, bertanggung jawab, dan mengharapkan prestasi terbaik.

  2) Konsep Diri Rendah Konsep diri rendah (negatif) sama dengan evaluasi diri yang negatif, membenci diri, perasaan rendah diri, dan tiadanya perasaan menghargai pribadi dan penerimaan diri. Orang yang tidak menerima dirinya sendiri cenderung tidak menerima orang lain.

  Menurut Hurlock, anak yang memiliki konsep diri rendah (negatif) akan mengembangkan penyesuaian sosial yang kurang baik, mengalami perasaan yang tidak menentu, inferioritas, menggunakan banyak mekanisme pembelaan, dan memiliki level

  46

  harga diri yang rendah. Ciri-ciri orang yang memiliki harga diri rendah adalah tidak percaya diri, cenderung berharap yang paling buruk, kurang berusaha keras dalam tugas-tugasnya, terutama tugas-tugas yang penuh tantangan, kurang sukses dalam karir dan

  47

  hubungannya dengan orang lain. Di samping itu, ia selalu merasa cemas, selalu merasa tidak aman dalam berhubungan dengan

  48 orang lain dan sangat pemalu.

  Selanjutnya, orang yang memiliki konsep diri rendah ditandai dengan ciri-ciri antara lain: tidak menyukai penampilan diri sendiri, merasa tidak senang dengan diri sendiri, selalu merasa cemas yang bersangkutan dengan dirinya sendiri, menyombongkan keterampilan atau prestasi secara berlebihan, membuat alasan untuk kegagalannya, menyembunyikan pandangannya jika ditanya, berusaha agar pandangannya diterima orang lain, menolak masukan, iri pada yang orang lain, berharap terlalu banyak atau terlalu sedikit dari dirinya.

  Sementara itu, menurut Burns, orang yang memiliki konsep diri rendah (negatif) akan berperasaan inferioritas, tidak memadai, penuh kegagalan, tidak berharga, dan tidak merasa aman.

  30 Analytica Islamica, Vol. 9, No. 1, 2007: 19-39 Akibatnya ia sangat peka terhadap kritik, memiliki sifat hiperkritis, merasa takut gagal, dan menumpahkan kesalahan kepada orang lain, sering merespon sanjungan terhadap dirinya secara berlebihan, mengasingkan diri, malu-malu, dan tidak berminat

  49 terhadap persaingan.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki konsep diri rendah memiliki ciri-ciri sebagai berikut: kurang menghargai kemampuan fisik, kurang menyukai penampilan diri, kurang dapat menyesuaikan diri terhadap teman dan keluarga, kurang menyukai tantangan, tidak mandiri, kurang bertanggung jawab, dan tidak mengharapkan prestasi terbaik.

  Metodologi Penelitian Metode dan Desain Penelitian

  Metode yang digunakan untuk melaksanakan penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan (desain) gruf faktorial 2x2. Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar

  IPA. Variabel bebas pertama sebagai perlakuan adalah strategi pembelajaran, yaitu strategi pembelajaran kooperatif dan strategi pembelajaran ekspositori. Variabel bebas kedua sebagai atribut adalah konsep diri, yang dibedakan menjadi konsep diri tinggi dan konsep diri rendah.

  Populasi dan Sampel Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V

  SDN di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, sedangkan populasi terjangkaunya adalah semua siswa kelas V SDN di Kecamatan Matraman tahun ajaran 2003/2004.

  Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap. Pertama secara porpusif menentukan dua SDN yang memiliki beberapa kesamaan karakteristik, seperti; peringkat sekolah dalam wilayah kecamatan, lingkungan sosial geografis sekolah, dan kualitas guru pengampu mata pelajaran IPA. Kedua, secara random dengan teknik undian dua SDN sampel tersebut dipilah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Ketiga, masing- masing kelompok dipilah menjadi dua, yaitu kelompok konsep diri tinggi dan kelompok konsep diri rendah dengan menggunakan skala model Likert.

  31 Pengaruh Strategi Pembelajaran (Wahyudin Nur Nasution) Analisis Data

  Agar uji hipotesis bisa dilakukan maka terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan hipotesis, meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas data dilakukan dengan uji Liliefors dan uji homogenitas data dilakukan dengan uji Bartlett.

  Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan faktorial 2x2. Oleh karena itu, analisis data menggunakan ANAVA dua jalur. Apabila hasil uji menunjukkan adanya interaksi maka dilanjutkan dengan uji Tukey untuk melihat efek sederhana mana yang lebih unggul. Bila terjadi efek sederhana yang berlawanan maka disimpulkan terjadi interaksi.

  Hasil Penelitian Hasil uji persyaratan hipotesis menunjukkan bahwa semua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan data dari semua kelompok mempunyai varians populasi yang homogen. Jadi pengujian hipotesis dengan ANAVA dua jalur bisa dilakukan. Hasil analisis data dengan ANAVA dua jalur dari hasil belajar IPA dalam penelitian ini dapat diikhtisarkan seperti pada Tabel 1 berikut ini.

  Tabel 1: Rangkuman Hasil ANAVA Data Hasil Belajar IPA

  Sumber RJK= F0= Ft Varians JK db JK/db RJK/RKD α = α = 0,05 0,01

  

Strategi 140,08 1 140,08 4,65* 4,06 7,24

Pembelajaran (A)

Konsep Diri 24,08 1 24,08 0,80ns 4,06 7,24

(B)

Interaksi 1518,76 1 1518,76 50,44** 4,06 7,24

(AB) Dalam

  • 1325 44 30,11 Kelompok (D)

  47 - - - - Total Reduksi 3007,92

  32 Analytica Islamica, Vol. 9, No. 1, 2007: 19-39 Membaca rangkuman hasil ANAVA data hasil belajar IPA pada Tabel 1 di atas, maka dapat diketahui sebagai berikut.

  1. Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Berdasarkan Strategi Pembelajaran

  Hasil perhitungan ANAVA dua jalur menunjukkan bahwa nilai F hitung = 4,65 yang ternyata lebih besar daripada nilai F tabel = 4,06 untuk taraf signifikansi 0,05. Ini berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara strategi pembelajaran kooperatif dan strategi pembelajaran ekspositori terhadap hasil belajar IPA.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran kooperatif memiliki skor hasil belajar IPA rata-rata sebesar 35,50, sedangkan kelompok siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran ekspositori memiliki skor hasil belajar IPA rata-rata sebesar 32,08. Jadi uji ANAVA menunjukkan bahwa hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran ekspositori.

  2. Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa yang Memiliki Konsep Diri Tinggi Berdasarkan Strategi Pembelajaran

  Hasil perhitungan ANAVA dua jalur menunjukkan bahwa kelompok siswa yang memiliki konsep diri tinggi yang belajar dengan strategi pembelajaran kooperatif memiliki skor hasil belajar

  IPA rata-rata sebesar 40,42, sedangkan kelompok siswa yang memiliki konsep diri tinggi yang belajar dengan strategi pembelajaran ekspositori memiliki skor hasil belajar IPA rata-rata sebesar 25,75. Rata-rata kuadrat dalam pada perhitungan ANAVA dua jalur besarnya 30,11.

  Agar diketahui kelompok mana yang memiliki hasil belajar IPA yang lebih tinggi maka selanjutnya dilakukan uji Tukey dan diperoleh harga Q hitung sebesar 9,28, sedangkan harga Q tabel untuk taraf signifikansi 0,05 besarnya 4,20 dan untuk taraf signifikansi 0,01 besarnya 5,50. Ternyata nilai Q hitung lebih besar daripada nilai Q tabel, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti bagi siswa yang memiliki konsep diri tinggi, siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran kooperatif memiliki hasil

  33 Pengaruh Strategi Pembelajaran (Wahyudin Nur Nasution) strategi pembelajaran ekspositori.

  3.Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa yang Memiliki Konsep Diri Rendah Berdasarkan Strategi Pembelajaran

  Hasil perhitungan ANAVA dua jalur menunjukkan bahwa kelompok siswa yang memiliki konsep diri rendah yang belajar dengan strategi pembelajaran kooperatif memiliki skor hasil belajar

  IPA rata-rata sebesar 30,58, sedangkan siswa yang memilki konsep diri rendah yang belajar dengan strategi pembelajaran ekspositori memiliki skor hasil belajar IPA rata-rata 38,42. Rata-rata kuadrat dalam pada perhitungan ANAVA dua jalur besarnya 30,11.

  Agar diketahui kelompok mana yang memiliki hasil belajar IPA yang lebih tinggi maka selanjutnya dilakukan uji Tukey dan diperoleh Q hitung sebesar 4,95, sedangkan harga Q tabel pada taraf signifikansi 0,05 besarnya 4,20. Ternyata harga Q hitung lebih besar daripada harga Q tabel, sehingga H0 ditolak, dan H1 diterima. Hal ini berarti bagi siswa yang memiliki konsep diri rendah yang belajar dengan strategi pembelajaran ekspositori memiliki hasil belajar IPA lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran kooperatif.

  4.Interaksi antara Strategi Pembelajaran dengan Konsep Diri dalam Pengaruhnya terhadap Hasil Belajar IPA

  Hasil uji hipotesis kedua dan ketiga mengindikasikan adanya interaksi antara strategi pembelajaran dengan konsep diri dalam pengaruhnya terhadap hasil belajar IPA. Hasil perhitungan ANAVA mengukuhkan indikasi tersebut, karena dari perhitungan ANAVA tampak nilai F hitung 50,44 yang ternyata lebih besar dari nilai F tabel = 4,06 untuk taraf signifikansi 0,05 dan F tabel = 7,24 untuk taraf signifikansi 0,01, sehingga H0 ditolak, sedangkan H1 diterima. Jadi terdapat pengaruh interaksi yang sangat signifikan antara strategi pembelajaran dan konsep diri terhadap hasil belajar IPA.

  Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, ditemukan beberapa hasil penelitian sebagai berikut. , secara keseluruhan hasil

  Pertama

  belajar IPA siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran

  34 Analytica Islamica, Vol. 9, No. 1, 2007: 19-39 kooperatif lebih tinggi daripada hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran ekspositori. Dari temuan ini dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa dapat digunakan strategi pembelajaran kooperatif.

  

Kedua , untuk siswa yang memiliki konsep diri tinggi, hasil

  belajar IPA siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran ekspositori. Dengan demikian untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa yang memiliki konsep diri tinggi dapat dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif.

  

Ketiga , untuk siswa yang memiliki konsep diri rendah, hasil

  belajar IPA siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran kooperatif lebih rendah daripada hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran ekspositori. Dengan demikian, untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa yang memiliki konsep diri rendah dapat dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspositori.

Keempat , ada pengaruh interaksi antara strategi pembelajaran

  dan konsep diri terhadap hasil belajar IPA. Dari hasil temuan ini dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa yang memiliki konsep diri tinggi dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran kooperatif, sedangkan untuk siswa yang memiliki konsep diri rendah dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran ekspositori.

  35 Pengaruh Strategi Pembelajaran (Wahyudin Nur Nasution) 1 Catatan Hari Suderadjat, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi:

  Pembaharuan Pendidikan dalam Undang- Undang Sisdiknas 2003 (Bandung: CV Cipta Cekas Grafika, 2004), h. 2. 2 Joseph S. Krajcik, Charlene M. Czerniak, and Carl Berger, Teaching Children Science A Project-Based Approach (Boston: McGraw-Hill College, 1999), h. 15-16. 3 Dedi Supriadi, Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek (Bandung: Alfabeta, 1994), h. 48. 4 Dinas Pendidikan Dasar, “Laporan Peringkat Sekolah Tingkat

  Sekolah Dasar Wilayah DKI Jakarta Tahun Pelajaran 2000/2001” (Jakarta: Dinas Pendidikan Dasar Propinsi DKI Jakarta, 2001), h. 1. 5 Dinas Pendidikan Dasar, “Rekapitulasi Nilai Ujian Akhir Sekolah Dasar Tahun Pelajaran 2003/2004 Kecamatan Matraman, Jakarta Timur” (Jakarta: Kepala Seksi Dinas Pendidikan Dasar Kecamatan Matraman Jatinegara, 2004), h. 3. 6 Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2004), h. 550. 7 Paul Chance, Learning and Behaviour (California: Wadsworth Publishing Company, Inc., 1979), h. 17. 8 James E. Mazur,

  Learning and Behavior (London: Prentice-Hall, 1994), h. 2. 9 John B Biggs and Phillip J Moore, The Process of Learning (New York: Prentice Hall, 1993), h. 205. 10 Kenneth T. Henson and Ben F. Eller,

  Educational Psychology for Effective Teaching (Boston: Wadsworth Publishing Company, 1999), h. 197. 11 Robert R. Reilly and Ernest C. Lewis,

  Educational Psychology: Aplication for Classroom and Instruction (New York: McMillan Publication, Co. Inc., 1983), h. 33. 12 13 Miarso, Menyemai Benih…, h.550.

  Naswan Suharsono, “Tiga Alternatif Pendekatan Pembelajaran: Tinjauan dari Sudut Pandang Psikologi,”

  Jurnal Teknologi Pembelajaran: Teori dan Penelitian, No. 1-2 Oktober 1994, h. 11. 14 Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 49. 15 Robert M. Gagne and Leslie J. Briggs,

  Principles of Instructional Design (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1979), h. 45. 16 Ibid., h. 49-51 Analytica Islamica, Vol. 9, No. 1, 2007: 19-39

  36 17 Benjamin S. Bloom, Taxonomy of Educational Objectives (London: Longman, 1979), h. 7. 18 Lorin W. Anderson and David R. Kratowl, Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives (New York: Addison Wesley Longman, 2001), h.

  41-86. 19 Arthur A. Carin and Robert B. Sund, Teaching Science Through Discovery ( Columbus, Ohio: Merrill Publishing Company, 1989), h. 4. 20 Krajcik, Czerniak, and Berger, Teaching Children ...., h. 15. 21 Donald R. Cruisckshank, Deborah L. Bainer, and Kim K. Metcalf, The Act of Teaching (New York: McGraw-Hill, Inc., 1995), h. 209. 22 Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice (Boston: Allyn and Bacon, 1995), h. 4. 23 Judy Reinhartz and Don M. Beach, Teaching and Learning in

  Elementary School: Focus on Curriculum (Columbus, Ohio: Merrill, 1997), h. 158. 24 Henson and Eller, Educational Psychology…, h. 160. 25 Robert E. Slavin, Harvey F. Clarizio, and Robert C. Craig, Contempory Issues in Educational Psychology (New York: McGraw-Hill Book Company, 1987 ), h. 316. 26 Slavin, Cooperative Learning …., h. 5. 27 Ibid., h. 73-75. 28 Mary S. Leighton, “ Cooperative Learning: Classroom Teaching Skills” ed. James M. Cooper (USA: D. C. Health and Company, 1990), h.

  320 29 Ibid. 30 Slavin, Cooperative Learning …, h. 73. 31 Leighton, “ Cooperative Learning …, h. 322. 32 Richard I. Arends, Learning to Teach (Boston: McGraw-Hill, 1998), h. 337. 33 John Jarolimek and Clifford D. Foster,

  Teaching and Learning in the Elementary School (New York: Macmillan Publishing Co., Inc., 1981), h. 110-111. 34 A. J. Romiszowski,

  Producing Instructional System (London: Kogan Page, 1984), h. 56. 35 David Jacobson, Paul Eggen, and Donald Kauchack,

  Methods for Teaching (Columbus: Merril Publishing Company, 1989), h. 166. 36 William H. Fitts et al., The Self Concept and Self Actualization (Los Pengaruh Strategi Pembelajaran (Wahyudin Nur Nasution)

  37 Angeles: Western Psychology Services, 1971), h. 3. 37 Anita E. Woolfolk, Educational Psychology (Boston: Allyn and Bacon, 1998), h. 73. 38 Stephen M. Kosslyn and Robin S. Rosenberg, Psychology: The Brain, The Person, The World (Boston: Allyn and Bacon, 2001), h. 407. 39 Elizabeth Hurlock, Child Development (New York: Mcgraw-Hill Book Company, 1978), h. 372. 40 Eastwood Atwater, Psychology of Adjusment: Personal Growth in a Changing World (Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1990), h. 108. 41 Wayne Weiten and Margaret A. Lloyd, Psychology Applied to

  Modern Life: Adjustment at the Turn of the Century (USA: Wadsworth/Thomson Learning, 2000), h. 129. 42 R. B. Burn, The Self Concept: Theory, Measurement, and Behaviour (London: Longman, 1979) , h. 72. 43 Hurlock, Child Development …, h. 711. 44 Atwater, Psychology of Adjusment ..., h. 156. 45 Woolfolk, Educational Psychology …, h. 75. 46 Hurlock, Child Development …, h. 711. 47 Atwater, Psychology of Adjusment ..., h. 156. 48 Michael E. Meier, B. S., The Consequences of Being Controlled by the Self”, h. 7, 2004 (http://www.enter.net/~planetearth/self/htm). 49 Burn, The Self Concept …, h. 72.

  38 Analytica Islamica, Vol. 9, No. 1, 2007: 19-39 Bibliografi

  Anderson, Lorin W. dan David R. Krathwohl. A Taxonomy for

Learning,Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Addison

  Wesley Longman, Inc. 2001. Arends, Richard I. Learning to Teach . Boston: McGraw-Hill, 1998. Biggs, John B., and Phillip J. Moore, The Process of Learning . New York: Prentice Hall, 1993.

  Bloom, Benjamin S. Taxanomy of Educational Objectives .

  London: Longman, 1979. Chance, Paul. Learning and Behaviour . California: Wadsworth Publishing Company, Inc., 1979.

  Cruisckshank, Donald R., Deboran L. Bainer, and Kim K. Metcalf.

  The Act of Teaching . New York: McGraw-Hill, Inc., 1995.

  Fitts, William H., et al. The Self Concept and Self Actualization . Los Angeles: Western Psychology Services, 1971. Gagne, Robert J., and Leslie J. Briggs.

  Principles of Instructional New York : Holt Rinehart and Winston, 1992. Design.

  Henson, Kenneth T., and Ben F. Eller.

  Educational Psychology for

  . Boston: Wadsworth Publishing Company,

  Effective Teaching 1999.

  Hurlock, Elizabeth B. . New York: McGraw-Hill

  Child Development Company, Inc., 1978.

  Jacobsen, David, Paul Eggen, and Donald Kauchack.

  Methods for

  . Colombus, Ohio: Merril Publishing

  Teaching: A Skill Approach Company, 1989.

  Jarolimek, John and Clifford D. Foster.

  Teaching and Learning in

  . New York: Macmillan Publishing, Co.,

  the Elementary School Inc., 1981.

  Krajcik, Joseph S., Charlene M. Czerniak, and Carl Berger.

  . Boston:

  Teaching Children Science: A Project-Based Approach McGraw-Hill, 1999.

  Kossylyn, Stephen M., and Robin S. Rosenberg.

  Psychology: Brain, Boston: Allyn and Bacon, 2001. The Person, The World.

  Leighton, Mary S. “

  Cooperative Learning” Classroom Teaching

  . ed. James M. Cooper. USA : D. C. Health and

  Skills Company, 1990.

  Mazur, James E. . London: Prentice-Hall,

  Learning and Behaviour Pengaruh Strategi Pembelajaran (Wahyudin Nur Nasution)

  39 1994.

  Bandung: CV Cinta Cekas Grafika, 2004. Supriadi, Dedi.

  Sumatera Utara, menyelesaikan S2 di IAIN Sumatera Utara dan S3 pada Program Studi Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri Jakarta.

  _____________ Wahyudin Nur Nasution adalah Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN

  . Boston : Allyn and Bacon, 1998.

  . USA: Wadsworth/Thomson Learning, 2000. Woolfolk, Anita E.

  Psychology Applied to Modern Life

  Bandung: Alfabeta, 1994. Weiten, Wayne and Margaret A. Lloyd.

  Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek .

  Soedijarto. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu . Jakarta: Balai Pustaka, 1993. Suderajad, Hari. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi:

Pembaruan Pendidikan dalam Undang-Undang Sisdiknas 2003 .

  Meier, Michael E. The Consequences of Being Controlled by Self .

  London: Kogan Page, 1984. Slavin Robert E. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. London : Allyn and Bacon. 1995.

  Romiszowski, A. J. Producing Instructional System: Lesson

Planning for Individualized and Group Learning Activities.

  Elementary School . Columbus, Ohio : Merril, an Imprint of Prentice Hall, 1997.

  Reinhartz, Judy and Beach, Don M. Teaching and Learning in

  

Aplication for Classroom and Instruction . New York: McMillan,

Co. Inc., 1983.

  Jakarta: Kencana, 2004. Reilly, Robert R., and Ernest C. Lewis. Educational Psychology:

  2004 (http://www.enter.net/~planetearth/self.htm). Miarso, Yusufhadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan.