BAB I - Psikologi Perkembangan (sejarah).pdf

BAB I DASAR-DASAR PERKEMBANGAN

A. Latar Belakang Psikologi Anak – Perkembangan

Sejak beradab-abad yang lalu perhatian terhadap seluk beluk kehidupan anak sudah diperlihatkan, sedikitnya dari sudut perkembangannya agar bisa mempengaruhi kehidupan anak kearah kesejahteraaan yang diharapkan. Anak harus tumbuh dan berkembangan menjadi manusia dewasa yang baik yang bisa mengurus dirinya sendiri dan tidak bergantung atau menimbulkan masalah pada orang lain, pada keluarga dan masyarakatnya.

Pada abad-abad pertengahan segi moral dan pendidikan keagaman menjadi pusat perhatian dan menjadi tujuan pendidikan secra umum. Disamping pendidikan yang diperoleh dari sekolah, untuk memberi bekal pengetahuan dan keterampilan, supaya bisa melakukan perdagangan. Pandangan terhadap anak sebagai pribadi yang masih murni, jauh dari unsur-unsur yang mendorong keperbuatan-pebuatan yang tergolong dosa dan tidak bermoral agaknya banyak dipengaruhi oleh aktivitas dan meluasnya keagamaan pada abad-abad pertengahan. Tokoh-tokoh agama dan mereka yang sangat memperhatikan masalah kemanusiaan banyak mendorong dan mempengruhi orang tua untuk memperlakukn anak berbeda dengn orang dewasa, demikian pula anak berbeda dengan remaja.

Banyak filsuf, dokter, ahli teologi memberikan pemandangan mengenai anak dan latar belakang perkembangannya serta pengaruh-pengaruh keturunan dan lingkungan hidup terhadap hidup kejiwaan anak.

Pada abad ke-17, seorang filsuf Inggris yang terkenal, John Locke (1632 - 1704) mengemukakan bahwa pengalaman dan pendidikan bagi anak merupakan factor yang paling menentukan dalam perkembangan anak. Isi kejiwaan anak ketika dilahirkan adalah ibarat secarik kertas yang masih kosong, artinya bagaimana nanti bentuk dan corak kertas tersebut bergantung pada cara kertas tersebut ditulisi. Locke mengemukakan istilah “tabula rasa” untuk mengungkapkan pentingnya pengaruh penglaman dan lingkungan hidup terhadap perkembangan anak. Anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsang-rangsang yang berasal dari lingkungan. Orang tua, karena itu, sangat penting peranannya dalam mengisi secarik kertas kosong itu mulai dari bayi.

Pandangan yang berlawanan dengan pandangan Locke diatas, dikemukakan oleh Jean Jacues Rousseau (1712 - 1778), seorang filsuf Prancis pada abad ke-18 dengan pandangannya bahwa anak ketika itu dilahirkan sudah membawa segi-segi moral.

Rousseau mengemukakan istilah “noble savage” untuk menerangkan segi moral yakni hal-hal mengenai baik dan buruk, benar atau salah, yang diperoleh dari kelahiran seseorang. Rousseau berpendapat bahwa semua orang ketika dilahirkan mempunyai dasar-dasar moral yang baik dan dalam masyarakatlah terdapat sumber-sumber yang buruk. Pandangan Rousseau menjadi titik tolak pandangan yang menitik beratkan factor dunia dalam factor kelahiran dan keturunan yang lebih menentukan kadaan kejiwaan seseorang di kemudian hari.

Padangan seperti ini digolongkan dengan pendapat yang beraliran nativisme. Sebaliknya pandangan Locke yang lebih mementingkan factor pengalaman dan factor lingkungan yang dikenal dengan aliran empirisme (berasal dari perkataan empereia yang artinya pengalaman) tau enviromentalisme (environment = lingkungan) menjadi titk mula dari timbulnya teori belajar dikemudian hari.

Kedua pandangan yang berlawanan ini menjadi objek pembahasan dari banyak tokoh, yang tidak akan sampai pada suatu penyelesaian yang memuaskan semua pihak. Dewasa ini masih banyak pembahasan mengenai kedua pandangan diatas yang akan dibahas secara khusus pada bab berikutnya.

Pada abad ke-18 dimulai penelitian-penelitian yang lebih terarah, terhadap kehidupan dan perkembangan psikis anak walaupun ditinjau dari segi ilmiah dan sistematika dapat dikatakan belum memuaskan.

Catatan-catatan harian mengenai perkembangan dan tingkah laku bayi menjadi sumber yang penting untuk mempelajari bayi, apalagi catatan ini ditulis oleh tokoh-tokoh yang terkenal dilakukan terhadap anak-anak mereka sendiri. Seorang ahli pendidikan yang terkenal di Swiss, Johan Heinrich Pestolazzi (1740 - 1827) pada tahun 1774 menerbitkan catatan-catatan harian yang dilakukan terhadap anaknya sendiri (berusia 3,5 tahun) dan pendapatnya menyokong pendapat Rousseau bahwa seorang anak yang dilahirkan pada dasarnya mempuyai segi-segi yang baik sedangkan dalam perkembangannya aktivitas anak itu sendiri banyak mempengaruhi perkembangan-perkembangan selanjutnya.

Beberapa waktu kemudian, seorang Jerman bernama Dienrich Tiedeman, melakukan hal-hal yang sama, yakni mencatat-catat segala tingkah laku anaknya sendiri (2,5 tahun) meliputi perkembangan sensoris, bahasa dan intelek anak. Catatan harian dari Tiedeman ini diterbitkan pada tahun 1787.

Pada abad ke-19, seorang yang terkenal dengan teori evolusi yakni Charles Darwin (1809 - 1882), mengemukakan hasil pengamatan dan pencatatan terhadap anak laki-lakinya sendiri yaitu bahwa dengan mempelajari tingkah laku dan perkembangan pada bayi, kita bisa mengetahui asal- usul manusia. Hal ini berhubungan dengan teori evolusinya yang terkenal mengenai perkembangan hewan dan manusia. Meskipun tidak bisa dikatakan hasil yang disumpulkan dari catatan harian mempunyai nilai-nilai ilmiah yang kuat, namun sebagai sumber dokumentasi, catatan harian yang dilakukan oleh banyak ahli merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi perkembangan pengetahuan pada waktu itu, yang berkenaan dengan anak.

Ini suatu titik awal studi-studi yang lebih sistematis terhadp anak dan seluruh aspek perkembangannya, khususnya perkembangan psikis dan kepribadiannya. Catatan harian tentang bayi dan perkembangan kepribadiaannya menjadi terkenal an merangsang usaha untuk melakukan studi-studi yang lebih sistematik dan ilmiah. Catatan harian ini dianggap masih ada kelemahan, yakni: o Objek pencatatan harian ini adalah bayi/anak orang-orang terkenal, sehingga hasil

kesimpulannya sulit dianggap mewakili bayi atau anak pada umumnya, artinya mewakili masyarakat umum.

o Motede yang dilakukan masih jauh dari objektivitas, data yang dikumpulkan, karena sedikit banyak ada pengaruh subjektivitas: yakni kecenderungan untuk mencatat sesuai dengan arah

keinginan dan minatnya tentu sangat besar pengaruhnya. o Pengamatan dilakukan secara tidak teratur, tidak sistematik dan dengan sendirinya terlalu

selektif dan hanya dicatat hal-hal yang ingin diketahui saja. Pada akhir abad ke-19, seorang sarjana terkenal Amerika G.Stanley Hall (1846 - 1924)

menerbitkan hasil pemikirannya terhadap seklompok anak-anak dengan judul The Content of Children’s Mind.

Hall melaksanakan penelitiaannya secara sistematik dan metodologik, sehingga hasil yang diperoleh dari Hall ini dianggap sebagai permulaan studi yang sistematik dan ilmiah terhadap anak-anak, khususnya di Amerika. Hall terkenal dengan doktrin rekapitulasi mengemukakan bahwa penahapan kearah kematangan, adalah pengulangan secara filogenetis dari sejarah perkembangan manusia.

Salah seorang murid Hall yang bernama Oskar Chrisman pada tahun 893 memperkenalkan istilah Paedologi pertama kali untuk memberi nama pada pengetahuan yang mempelajari dan mengenal lebih mendalam dan karena itu diperlukan penyelidikan empirik baik dari sudut bio- psikologis maupun piko-sosial. Sejak itu paedologi diperkenalkan oleh Chrisman, maka didirikan institute dimana-mana. Salah satu institute yang terkenal, di Eropa, khususnya dinegeri Belanda, ialah paedologisch institute yang diirikan oleh prof.Dr.J.Waterink pda tanggal 15 januari 1931 dimana Prof.Dr.J. de Wit adalah direkturnya dewasa ini.

Penyelidikan pada zaman itu sudah mulai banyak dilakukan tetapi masih terlalu deskriptif dan dititik beratkan pada ciri-ciri khas yang terdapat secara umum dan golongan-golongan umum serta masa-masa perkembangan tertentu. Misalnya ciri-ciri khas dan perkembangan motoriknya, pada umur yang sekian sudah bisa memperlihatkan kemampuan motorik tertentu. Pada masa Penyelidikan pada zaman itu sudah mulai banyak dilakukan tetapi masih terlalu deskriptif dan dititik beratkan pada ciri-ciri khas yang terdapat secara umum dan golongan-golongan umum serta masa-masa perkembangan tertentu. Misalnya ciri-ciri khas dan perkembangan motoriknya, pada umur yang sekian sudah bisa memperlihatkan kemampuan motorik tertentu. Pada masa

Psikologi anak menjadi objek penelitian dan pembahasan oleh banyak ahli. Aliran-aliran ini terbagi dalam 3 kelompok, yakni:

1) Kelompok James Mark Baldwin, Claparede, sampai dengan J.Piaget.

2) Kelompok W.Preyer, G.S.Hall sampai dengan A.Gesell.

3) Kelompok Freud sampai dengan E.Erickson dan tokoh-tokoh aliran neo-Freudian. Sampai dengan permulaan tahun 50-an, studi mengenai tingkah laku dan kondisi-kondisi psikis serta fungsionalitas kepribadian anak, dikenal dengan istilah psikologi anak. Suatu pengetahuan yang banyak membantu mengerti dan mengenal kepribadian anak baik aspek-aspeknya yang khusus maupun yang umum.

Ini suatu pengetahuan yang banyak membantu para ahli pendidik dalam menyusun kurikulum untuk pendidikan anak, secara khusus dalam pendidikan formal di sekolah. Psikologi anak juga berkembang dikalangan kedokteran, lapangan psikiatri dan neurology dalam usaha melakukan pengobatan dan penyembuhan. Psikologi anak juga menjadi ilmu bantu bagi para sarjana yang berkecimpung dalam ilmu-ilmu social-budaya untuk mengetahui pola kehidupan dan perkembangan dari kelompok anak di suatu tempat dan daerah.

Ciri-ciri khas psikologi anakpada waktu itu adalah: o Orientasi lapangan psikologi anak menjadi terlalu klinis patologis, yakni banyak berhubungan

dengan kelainan tingkah laku anak dan usaha untuk mempengaruhi kearah perbaikan tingkah laku yang diharapkan.

o Psikologi anak banyak menaruh perhatian terhadap aspek-aspek praktis pada tingkah laku anak serta perkembangan kepribadian pada umumnya dengan masalah-masalah yang timbul.

o Usaha mengenal dan memberikan ciri-ciri kepribadian banyak dilakukan. Masa itu adalah masa berkembanganya berbagai macam tes psikologi, baik formal maupun non-formal, serta

dengan tujuan menguraikan ciri-ciri khas kepribadian anak. Psikologi anak tidak lepas dari kegiatan-kegiatan menilai struktur, fungsi dan gambaran kepribadian anak, yang juga meliputi segi-segi inteleknya. Psikologi anak, sesuai dengan namanya, mencakup anak-anak dalam bidangnya; di pihak lain

psikologi perkembangan yang mulai memperoleh perhatian besar pada tahun 60-an, mempunyai bidang cakup yang lebih luas. Ciri-ciri psikologi perkembangan dibandingkan dengan psikologi anak adalah:

1) Lapangannya lebih luas, yaitu meliputi pertumbuhan dan perkembangan sejak manusia baru terbentuk melalui konsepsi sampai tua dan meninggal dunia. Suatu terminology yang baik sekali telah dikemukakan oleh Paul B.Baltes dan R.Goulet, yaitu psikologi perkembangan sepanjang masa hidup (Life Span Developmental Psychology yang dirumukan sebagai berikut: “Psikologi Perkembangan Sepanjang Masa Hidup Manusia berhubungan dengan prediksi dan ekplikasi perubahan tingkah laku secara ontogenetis dari lahir sampai mati”).

2) Psikologi perkembangan meliputi perubahan tingkah laku dari lahir sampai mati dalam hubungannya dengan disiplin-disiplin ilmu lainnya, ilmu kedokteran dan biologi, ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu social lainnya.

3) Objek bagi psikologi perkembangan ialah proses-proses perkembangan yang meliputi aspek- aspek fisik, psikis dan social sehingga orientasinya adalah psikofisik dan biososial. Suatu gambaran mengenai keadaan psikologi perkembangan pada tahun 70-an dikemukakan

oleh Wohlwill. Dari pengamatan yang dilakukan terhadap isi jurnal-jurnal dalam bidang psikologi perkembangan dan dari pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh American Psychology Association, Division of Development Psychology serta dari publikasi-publikasi Society for Research Child Development, Wohlwill mengambil kesimpulan bahwa dalam lapangan pikologi perkembangan telah terjadi perubahan besar sekali mengenai macam-macam persoalan yang timbul serta pendekatan-pendekatan yang baru.

Wohlwill mengelompokkan beberapa pola sebagai berikut:

1. Membanjirnya penyelidikan yang dilakukan oleh para ahli eksperimental

Dalam majalah Eksperimental Child Psychology atau Advances in Child Development and Behavior, terdapat pengaruh besar sekali dari para ahli dalam bidang psikologi eksperimental terhadap psikologi anak. Hal ini terutama disebabkan olh ketidakpuasan terhadap cara kerja, metode dan pendekatan yang dipakai untuk mengadakan penelitian terhadap anak, terutama dianggap kurang memenuhi syarat dilihat dari sudut metodologi peneliti dan eksperimen.

Disamping itu meningkat pula perhatian dan minat para ahli eksperimental terhadap aspek- aspek psikis seperti persepsi dan kognisi, dan anak adalah objek yang ideal untuk melakukan penelitian. Aspek-aspek psikis pada anak banyak ditinjau dari segi perkembangan dengan proses-prosesnya, termasuk penggolongan dengan tingkatan-tingkatan umurnya. Dasar-dasar psikologi eksperimental tidak saja diperkenalkan untuk peneliti terhadap hewan seperti tikus, kucing atau kera melainkan juga terhadap bayi dan anak.

Dalam hubungan ini ada norma etikanya, karena ini berhubungan dengan perlakuan terhadap manusia dan dalam kenyataan bayi atau anak yang dijadikan objek penelitian sedikit banyak mengalami akibat perlakuannya selama dijadikan objek. Membuat seorang anak meraskan frustrasi atau mengalami ketegangan, meskipun untuk tujuan penelitian, jelas kurang dapat diterima darisudut etik-moral. Mengamati dan mencatat tingkah laku seseorang, sekalipun anak-anak, tanpa izin dari yang bersangkutan (misalnya pada pengamatan bebas) jelas melanggar hak kebebasan pribadi. Keadaan ini benar-benar dirasakan oleh para ahli yang masih mau memperlakukan manusia lain sebagai subjek penelitian atau eksperimen tanpa melanggar etik-moral dan norma-norma kemanusiaan yang ada.

Suatu Panitia mengenai etika dalam Penelitian tentang Anak yang dibentuk oleh Society in Child Development yang mengajukan pokok-pokok yang harus diperhatikan dalam melakukan pnelitian tentang anak, antara lain:  Seberapa mudapun seorang anak, ia mempunyai hak yang harus didahulukan daripada

sipeneliti sendiri. Dalam melaksanakan penelitian, sipeneliti harus memperhatikan hak anak dan harus mmperoleh izin dari orang-orang disekitar lingkungan hidup anak atau panitia yang ada.

 Peneliti harus menghargai kebebasan anak untuk menentukan apakah bersedia menjadi subjek penelitian ataukah tidak, dan pada setiap saat anak bebas untuk berhenti bilamana dikehendakinya. Semakin besar kekuasaan atau kebebasan dari pihak sipeneliti terhadap anak yang dijadikan subjek penelitian, semakin besar tanggung jawabnya untuk melindungi kebebasan anak.

 Izin orang tua atau orang lain yang bertindak sebagai “orang tua pengganti”, (misalnya guru atau pengasuh) harus diperoleh, sebaiknya secara tertulis. Sebelumnya orang tua atau orang dewasa lain yang bertanggung jawab terhadap anak harus diberitahu segela sesuatu mengenai pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan secara jelas yang mungkin mempngaruhi kesediaannya untuk mengizinkan anak mengikuti penelitian. Penjelasan yang diberikan meliputi jabatan dan profesi sipeneliti. Orang dewasa (orng tua, wali, pengasuh) yang bertanggung jawab terhadap anak berhak menolak anak atau anak asuhannya untuk dijadikan subjek penelitiaannya, tanpa ada kaitannya dengan kemungkinan untuk dituntut karena penolakan ini.

 Peneliti dalam melaksanakan penelitian tidak boleh menimbukan kerusakan atau kerugian (cacat) baik dari sudut fisik maupun dari sudut psikologis. Pengertian menimbulkan

kerugian secara psikologis memang sulit dirumuskan, hal ini diserahkan sepenuhnya kepada tangung jawab peneliti sendiri. Bilamana seorang peneliti merasa ragu-ragu untuk menentukan hal ini, maka ia wajib melakukan konsultasi dengan sesama rekannya. Bilamana melihat ada kemungkinan akan merugikan anak dalam melaksanakan penelitian, peneliti harus mncari jalan lain untuk menghindari hal ini atau menghentikan sama sekali rencana penelitian yang ada.

2. Pengaruh B.F.Skinner

Sebagaimana diketahui, Skinner adalah seorang tokoh dalam aliran behaviorism yang banyak melakukan penyelidikan mengenai proses-proses belajar terhadap hewan. Skinner mempelajari proses-proses belajar dan hubunganya dengan perubahan tingkah laku. Pengertian operant conditioning paradigm menjadi pengertian yang meluas dikalangan ahli-ahli perkembangan dewasa ini. Operant conditioning paradigm ini terbukti bisa meramalkan untuk mengubah sesuatu aspek tingkah laku yang tidak dikehendaki menjadi sesuatu tingkah laku yang di inginkan, Ini merupakan perubahan-perubahan tingkah laku yang dalam pengertian akhir-akhir ini banyak dipergunakan untuk tujuan terapi modifikasi tingkah laku. Di Amerika hal ini dikenal dengan istilah behavior modification. Melalui dasar operant conditioning paradigm sesorang dapat dilatih membaca, meniru sesuatu model tingkah laku yang ingin diajarkan kepada anak.

Pengaruh Skinner ini menimbulkan keinginan dan minat banyak ahli untuk memikirkan cara-cara yang bisa diikuti untuk mengubah suatu tingkah laku yang sedang diperlihatkan. Sesuatu tingkah laku yang sekarang diperlihatkan adalah hasil rangsangan-rangsangan dari luar, dengan perkataan lain hasil proses mempelajari. Dan oleh karena itu proses-proses belajar yang lain, tingkah laku yang baru bisa diberikan, dilatih dan ditanamkan kepada si anak untuk mengganti tingakah laku yang lama.

Bijou dan Bear mengemukakan bahwa dasar-dasar perubahan dan pengontrolan tingkah laku anak bersumber pada hasil yang diperoleh laboratorium.

3. Meluasnya secara serentak pngertian kognitif dan perkembangan bahasa

Ketika pada permulan tahun 60-an banyak muncul tulisan mengenai Piaget yang lebih mudah dimengerti daripada tulisan-tulisan Peaget sendiri, maka perhatian dan pembahasan mengenai fungsi kognitif dihubungkan dengan proses-proses perkembanganya melalui hasil penelitian dan percobaan untuk diamalkan dalam mempengaruhi pekembangan pendidikan anak.

Mengenai perkembangan bahasa: banyak dibahas secara structural proses-proses terjadinya kemampuan mempergunakan bahasa, mulai ucapan-ucapan yang sederhana sampai dengan kemapuannya mempergunakan kata, kalimat, dan bahasa

Perkembangan kemampuan mempergunakan bahasa lebih menjadi objek lapangan Psikologi Perkembangan daripada lapangan Psikologi Umum, Karena secara sistematik dapat dilakukan pengamatan adanya perubahan pada setiap tahap perkembangan secara bertingkat dan structural.

Timbulnya masalah-masalah bahasa dalam kenyatan sering ditemukan, pada anak-anak, terutama didunia Barat, lebih merangsang para ahli Psikologi Perkembangan untuk mengetahui proses-proses secara bertahap dan bertingkat pada factor-faktor yang mempengaruhi pekembangan bahsa ini. Nama Noam Chomsky (1928 - ) dewasa ini sangat terkenal dengan teorinya mengenai perkembangan bahasa.

4. Berbalik ke penlitian-penelitian pada bayi

Sejajar dengan meluasnya penelitian dan percoban terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan fungsi kognitif, maka perhatian dan penelitian terhadap bayi (neonatus) semakin meluas pula. Penelitian terhadap asal-usul sesuatu tingkah laku, dimulai dari asal mula timbulnya yang bisa terlihat pada bayi, dianggap akan memberikan keterangan-keterangan yang asli dan bermamfaat sekali.

Sebenarnya penggunan bayi sebagai subjek penelitian sudah lama timbul. Sejak awal teori S – R (stimulus – Response / rangsang jawaban) yang tradisional sampai dengan teori-teori perkembangan yang lain hal itu udah banyak dilakukan. Tetapi kemajuan dalam peralatan, instrumentasi, fasilitas-fasilitas lebih modern yang sekarang lebih mudah diperoleh, menimbulkan rangsangan dan kegairahan untuk melakukan penelitian pada bayi. Modernisasi alat-alat elektronik memungkinkan untuk melakukan penelitian secara lebih baik, dan mengurangi variable-variabel yang mungkin bisa menurunkan nilai ilmiah dari hasilpenelitian.

5. Pengaruh teori sosial-belajar

Istilah teori social belajar timbul ketika sekelompok ahli seperti O.H.Mourer, Robert R. Sears, Neal Miller, John Dollar dan rekan-rekan lain berusaha menemukan teori mengenai perkembangan anak, dengan dasar teori S – R, dan Psikoanalisa. Laboratotium untuk melalukan percobaan ditingkatkan kembali dan fungsi-fungsi psikis diselidiki dengan dasar kedua teori tersebut diatas. Alfred L.Bldwin dalam bukunya: Theories Child Development (1967) menyebutkan cara pendekatan system mereka lakukan sebagai teori social belajar. Dikemudian hari tokoh-tokoh seperti Gewirtz, Bandura dan Walle bergiat melakukan percobaan-percoban di laboratorium terhadap tingkah laku tertentu, misalnya agresivitas dipelajari dengan system dan metode yang non-eksperimental. Dengan memasukkan proses- proses perkembangan aspek psikis kedalam laboratorium untuk penyelidikan eksperimental, muda sekali terjadi tumpang tindih antara lapangan psikologi umum dengan psikologi eksperimental.

Psikologi prkembangan menjadi lebih dikenal karena membuka kesempatan lebih luas untuk mengadakan penelitian dan percoban terhadap kehidupan anak dengan perubahan- perubahan tingkah lakunya. Psikologi perkembangan dengan demikian mengganti kedudukan Psikologi anak yang dianggap lebih sempit lapangannya.

Pada tahun 1957 Annual Review of Psychology yang biasanya memakai judul “psikologi anak” mulai menggantinya dengan “psikologi perkembangan”. Masalah lain yang timbul adalah apakah pendekatan, sistematika, dan metodologi-metodologi yang dipakai pada psikologi perkembangan, bersifat ekperimental atau differential? Suatu pertanyaan yang menimbulkan berbagai pendapat yang ragu-ragu,tidak setuju dan kurang setuju.

Cronbach (1957) agak sangsi apakah psikologi perkembangan, bilamana terlalu eksperimental, bisa menghilangkan atau mengurangi minat kepada variable-variabel bebas terhadap anak dilaboratorium.

Ausubel (1958) secara lebih tegas menghendaki pendekatan yang non-eksperimental. Dalam tulisannya yang mewakili rekan-rekan yang tergolong psikologi anak yang tradisional, Ausubel mengemukakan bahwa baik dilihat dari sudut praktis maupun ethis, lebih lagi ditinjau dari kenyataan bahwa dorongan-dorongan yang menimbulkan suatu perbuatan pada anak pada sesuatu saat adalah sedemikian majemuk, maka pendekatan eksperimental dianggapnya tidak baik untuk diamalkan dalam lapangan psikologi perkmbangan.

Russel (1957) memberikan pandangan yang moderat mengenai kemungkinan mmpergunakan pendekatan-pendekatan eksperimental untuk memecahkan masalah dalam perkembangan. Russel berpendapat bahwa tidak semua masalah dalam perkembangan harus dipecahkan dari segi pendekatan dalam Psikoogi Umum atau pendekatan yang eksperimental sifatnya. Meskipun begitu, dalam batas-batas tertentu ini bisa dilakukan, asal orang mengetahui batas dan dasar pendekatan yang biasa diperhatikan oleh para ahli dalam lapangan Psikologi Umum – eksperimental.

B. Konsep-Konsep Dasar Mengenai Psikologi Perkembangan dan Perkembangan

Psikologi Perkembangan adalah salah satu lapangan dalam psikologi, seperti lapangan Psikologi Klinis, lapangan Psikologi Soial, lapangan Psikologi Industri, Psikologi Ekperimental, Psikologi Pendidikan, Psikologi Faal dan lapangan-lapangan lain yang lebih sempit. Psikologi perkembangan sering juga juga disebut psikologi genetic karena memang bidang cakupnya bersangkut paut dengan asal usul dan hakekat pertumbuhan suatu tingkah laku. Bijou dan Bear merumuskan psikologi perkembangan sebagai lapangan khusus yang mempelajari “peningkatan- peningkatan yang terjadi oleh interaksi antara tingkah laku dengan hal-hal yang timbul dilingkungan”. Dengan kata lain psikologi perkembangan berhubungan dengan variable-variabel yang secara histories mempengaruhi tingkah laku, akibat, atrau pengaruh dari interaksi yang sudah lewat terhadap interaksi yang sekarang sedang dialami.

Harold Stevenson, dahulu Direktur Institut Perkembangan Anak, Universitas Minnesota, merumuskan bahwa “psikologi perkembangan berhubungan dengan studi mengenai perubahan Harold Stevenson, dahulu Direktur Institut Perkembangan Anak, Universitas Minnesota, merumuskan bahwa “psikologi perkembangan berhubungan dengan studi mengenai perubahan

Richard M.Lerner merumuskan psikologi perkembangan sebagai pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologis sepanjang hidup. Psikologi perkembangan, misalnya, mempelajari bagaimana proses berpikir pada anak-anak umur satu, dua atau lima tahun menunjukkan persamaan atau perbdaan. Atau bagaimana kepribadian seseorang berubah dan berkembang dari anak-anak, remaja, sampai dewasa.

Dewasa ini psikologi perkembangan menurut P.H.Mussen, J.J.Conger dan J.Kagan, menitikberatkan usaha-usaha untuk mengetahui sebab-sebab atau dasar-dasar dari pertumbuhan dan perkembangan manusia yang menyebabkan timbulnya perubahan-perubahan. Karena itu tujuan psikologi perkembangan menurut Mussen dkk, sebagai berikut:

1. Memeriksa, mengukur dan menerangkan perubahan dan transformasi dalam tingkah laku dan kemampuan yang sedang berkembang sesuai dengan tingkatan umur dan yang mempunyai ciri- ciri universal, artinya bagi yang berlaku bagi anak-anak dimana saja dan dalam lingkungan social budaya mana saja. Misalnya anak-anak dimana saja di dunia akan memperlihatkan reaksi takut pada usia antara 8 sampai 12 bulan. Atau kemampuan anak-anak untuk bisa berjalan dimana saja di dunia berkisar pada usia 13 bulan.

2. Mempelajari perbedaan-perbedan yang bersifat pribadi pada tahapan atau masa perkembangan tertentu. Misalnya banyak anak pada umur 8 bulan sangat lekat dan bergantung sekali kepada ibunya sehingga si anak akan berteriak-teriak dan menangis, bilamana ditinggalkan oleh ibunya, sedangkan banyak anak lain tidak demikian. Banyak anak sudah bisa mengucapkan 10 kata pada misalnya umur 1,5 tahun, sedangkan pada anak lain tidak.

3. Mempelajari tingkah laku anak pada lingkungan tertentu yang menimbulkan reaksi yang berbeda. Misalnya seorang anak yang mudah mengalami frustrasi dilingkungan sosialnya, sedangkan dilingkungan rumah tidak atau sebaliknya.

4. Psikologi perkembangan seperti juga lapangan psikologi lainnya atau disiplin-disiplin lain, berusaha mempelajari penyimpangan dari tingkah laku yang dialami seseorang, seperti misalnya kenakalan-kenakalan, kelainan-kelainan dalam fungsional inteleknya yang lain-lain. P.B.Baltes, H.W.Reese, & J.R. Nesselroade (1977), memberikan perumusan yang orientasinya

metodologis dan meliputi perkembangan sepanjang hidup, sebagai berikut: “psikologi perkembangan berhubungan dengan deskripsi, uraian, dan modifikasi (optimasi) dari perubahan tingkah laku di dalam diri seseorang sepanjang masa hidupnya dan dengan perbedaan- perbedaannya (dan persamaan-perasamaan) antara seorang dengan orang lainya sehubungan dengan perubahan-perubahan ini”. Tujuannya tidak saja menggambarkan perubahan-perubahan didalam diri seseorang dan perbedaan antar perorangan, tetapi, juga menerangkan bagaimana terjadinya dan mencari jalan keluar untuk mengubah mereka dengan cara sebaik-baiknya.

Psikologi perkembangan menyadari bahwa manusia didalam dunia yang berubah-ubah selalu berada dalam keadaan berubah. Dengan demikian psikologi perkembangan juga berhubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam ruang lingkup ekologi biokultural.

Konsep perkembangan sendiri dirumuskan oleh H.Werner (1957) sebagai berikut: ”Perkembangan sejalan dengan prinsip orthogenesis yang mengemukakan bahwa perkembangan berlangsung dari keadan yang global dan kurang berdiferensiasi sampai ke keadan di mana diferensiasi, artikulasi dan integrasi meningkat secara bertahap”.

Seorang anak pada mulanya hanya bisa mengeluarkan suara-suara tidak bermakna, kemudian secar bertahap, sedikit demi sedikit suara-suara itu mempunyai arti. Hl ini antra lain juga akibat dari peniruan bunyi di sekeliling hidupnya, sehingga lama kelamaan si anak bisa mengucapkan suatu rangkaian suara yang tertentu (kata) untuk menunjukkan atau mengungkapkan sesuatu.

Perkembangan merupakan sesuatu proses yang mula-mula global, massif, belum terpecah dan terperinci, dan kemudian semakin lama semakin banyak, berdiferensiasi, dan terjadi integrasi yang hierarkis. Tinjauan ini dikenal sebagai tinjauan yang deskriptif jadi tidak ada implikasi-implikasi Perkembangan merupakan sesuatu proses yang mula-mula global, massif, belum terpecah dan terperinci, dan kemudian semakin lama semakin banyak, berdiferensiasi, dan terjadi integrasi yang hierarkis. Tinjauan ini dikenal sebagai tinjauan yang deskriptif jadi tidak ada implikasi-implikasi

Menurut Nagel (1957), perkembangan merupakan pengertian dimana struktur yang terorganisasi dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, dan karena itu bilaman terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi maupun dalam bentuk akan mengakibatkan perubahan fungsi.

Menurut Schneirla (1957), perkembangan adalah perubahan-perubahan progresif dalam organisasi pada organisme ini dilihat sebagai fungsional dan adaptif sepanjang hidupnya. Perubahan-prubahan progresif ini meliputi dua factor, yakni kematangan dan pngalaman.

Spiker (1966), mengemukakan 2 macam pengertian yang harus dihubungkan dengan perkembangan, yakni: o Ontogenetik, yang berhubungan dengan perkmbangan sejak terbentuknya individu dan

seterusnya sampai dewasa. o Filogenetik, yakni perkembangan dari asal usul manusia sampai sekarang. Perkembangan

tingkah laku juga mengikuti dua jenis pengertian diatas. Perubahan fungsi sepanjang masa hidupnya menyebabkan perubahan dalam tingkah laku dan perubahan ini juga terjadi sejak permulaan adanya manusia. Dari sudut ini terlihat bahwa perkembangan ontogenetis mengarah ke suatu tujuan khusus sejalan dengan pekembangan evolusi yang mengarah ke kesempurnaan kemanusiaan.

Keempat perumusan di atas dapat digolongkan sebagai perumusan yang organismik dengan keuntungan dapat diamalkan lebih daripada hanya perubahan usia, misalnya untuk perkembangan musik, kesenian dan lain-lain. Hanya kelemahannya yakni perubahan-perubahan dalam organisasi maupun struktur tidak dapat segera diamati, melainkan harus melalui tingkah laku sebagai hasil perkembangan yang terjadi.

Perkembangan oganismik untuk merumuskan perkembangan menerangkan bahwa perkembangan ini ditandai sebagian oleh serangkaian perubahan kuantitatif sebagai dasar proses- proses perkembangan itu, yang terdapat pada individu itu sendiri dan tetap ada sepanjang masa hidupnya. Pendekatan organismik menganggap manusia sebagai keseluruhan (mengutip juga pendekatan gestalt) lebih dari sekedar penjumlahan aspek-aspeknya. Pada organisme ada sesuatu yang lebih dan yang berbeda dengan apa yang ada pada tahapan perkembangan sebelumnya. Ini disebut doktrin epigenetic. Sesuatu yang baru muncul secara kuantitatif, berbeda dengan apa yang muncul pada tahapan perkmbangan sebelumnya. Jadi bukan sesuatu yang merupakan lanjutan daripada apa yang sudah muncul pda tahapan perkembangan sebelumnya. Epigenesis adalah sesuatu yang ada dan yang terjadi secara kualitatif-diskontinu.

Bijou dan Bear (1961) mengemukakan perkembangan psikologis yakni perubahan progresif yang menunjukkan cara organisme bertingkah laku dan interaksinya dengan lingkungan. Interaksi yang dimaksud disini ialah antara tingkah laku dan lingkungan, atinya apakah sesuatu jawaban tingkah laku akan diperlihatkan atau idak, tergantung dari perangsangan-perangsangan yang ada dilingkngan. Bijou dan Bear menyimpulkan perkembangan sebagai “perubahan progresif dari interaksi yang terjadi sepanjang waktu antara konsepsi sampai mati”. Perumusan Bijou dan Bear jelas mempunyai orientasi behavioristik.

Perumusan lain yang di satu pihak menekankan adanya proses pematangan dan dilain pihak pentingnya peranan interaksi dengan lingkungan, dikemukakan oleh R.M Liebert, R.W.Poulos & G.D.Strauss, sebagai berikut: “perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan dan kemampuan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan”.

Suatu perumusan dengan orientasi Behavioristik dikemukakan oleh Hans Thomae, bekas Presiden ISSBD (International Society for the Study of Behavioral Development) sebagai berikut: “perkembangan adalah suatu kerangka atau perangkat perubahan-perubahan yang merupakan fungsi waku”. Dalam rumus dituliskan:

P = f (w)

Dimana P = Perubahan w = waktu

Hal ini menunjukkan bilamana kita mempelajari perkembangan maka kita berhadapan dengan perubahan-perubahan tingkah laku yang terjadi dalam jangka waktu, misalnya minggu, bulan atau tahun. Perubahan-perubahan yang terjadi selama jangka waktu satu minggu dapat diukur, jadi dikuantitatifkan. Perubahan mempunyai hubungan dengan waktu atau umur, tetapi tidak disebabkan oleh hal itu.

Thomae (1953) membagi dua model dalam perkembangan yakni:

I. Model kuantitatif

Model ini menjelaskan adanya perubahan-perubahan kuantitatif yang dapat diukur pada setiap masa perkembangan. Contoh yang jelas: dalam pertumbuhan badan, tinggi dan berat badan dapat diukur. Seorang anak bertambah tinggi badan sekian cm dan bertambah berat sekian kg dalam satu tahun.

Selain itu, tentang kapasitas-kapasitas yang sifatya intelektual, melalui test-test psikologis dapat dilakukan pengukuran setelah melalui prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

II. Model kualitatif

Ada perbedaan kualitatif antara sesuatu masa perkembangan dengan masa perkembangan yang lain. Beberapa kategori pada metode kualitatif ialah:  Model yang berhubungan dengan penahapan dalam perkembagnan (stage-model). Pada perkembangan manusia terdapat penahapan-penahapan yang ciri-cirinya berbeda antara satu tahap dalam perkembangan dengan tahap lain. Ausubel (1953) memberikan beberapa criteria: o Pada tahapan-tahapan perkembangan terdapat urutan-urutan yang tetap. Tahapan A muncul lebih dahulu darupada tahapan B dan terjadi di mana saja dan pada latar belakang kebudayaan yang manapun selalu akan sama. Dalam hubungan ini Kohlberg (1966) memberikan contoh anak-anak di Ayal (Formosa) yang memperlihatkamn urutan-urutan dalam proses perkembangan berpikir mengenai konsep mimpi, sama dengan anak-anak Amerika.

Sebagaimana diketahui perkembangan proses mimpi dimulai dengan pengenalan bahwa mimpi adalah sesuatu yan benar dialami, dan seterusnya melalui tahapan-tahapan timbul pengertian bahwa mimpi adalah sebagian proses berpikir yang ada pada dirinya.

Contoh lain dikemukakan yaitu tahapan dalam kemampuan berbicara terjadi melalui tahapan kemampuan mensimbolisasi yang mula-mula sederhana dan bertingkat-tingkat menjadi lebih majemuk yang proses urutannnya sama pada anak-anak di mana saja.

o Pada tahapan baru yang dicapai terdapat perbedan-perbedaan secara kualitatif dengan keadaannya ketika berada pada tahapan yang mendahului. Jadi tahap perkembangan A

dengan tahap perkembangan B tidak sama. Contoh dalam hal ini bsia dilihat dari tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Jean Peaget, yakni misalnya anak yang sedang dalam tahap perkembangan konkret-operasional tidak sama dengan anak yang sedang dalam tahap formal-operasional. Pengertian-pengertian anak pada tahap formal-operasional tidak lagi terikat pada situasi-situasi konkrit dan actual dibanding ketika berada pada tahap konket-operasional.

 Model yang menganggap bahwa perkembangan merupakan suatu struktur proses diferensial yakni terjadi kemajuan-kemajuan dalam strukturnya. Model ini menganggap bahwa perkembangan adalah rangkaian perubahan, dimulai dari seseorang yang tidak teratur kearah strukturalisasi dan artikulasi seperti halnya apa yang dikemukakan oleh Werner, Rangkain perubahan dari sesuatu yang bersifat mnyeluruh ke arah sesuatu yang lebih terdiferensiasi. Sama halnya apa yang dikemukakan oleh Kurt Lewin melalui “field theory-nya”, yang mengemukakkan bahwa semakin berkembang berarti semakin berdiferensiasi, semakin majemuk. Gambaran kepribadian sederhana, jadi misalnya pada bayi atau pada anak-anak yang terhambat perkembangannya, menunjukkan kurangnya aspek-aspk kepribadian berkembang. Berdiferensiasinya aspek-aspek kepribadian harus diikuti adanya  Model yang menganggap bahwa perkembangan merupakan suatu struktur proses diferensial yakni terjadi kemajuan-kemajuan dalam strukturnya. Model ini menganggap bahwa perkembangan adalah rangkaian perubahan, dimulai dari seseorang yang tidak teratur kearah strukturalisasi dan artikulasi seperti halnya apa yang dikemukakan oleh Werner, Rangkain perubahan dari sesuatu yang bersifat mnyeluruh ke arah sesuatu yang lebih terdiferensiasi. Sama halnya apa yang dikemukakan oleh Kurt Lewin melalui “field theory-nya”, yang mengemukakkan bahwa semakin berkembang berarti semakin berdiferensiasi, semakin majemuk. Gambaran kepribadian sederhana, jadi misalnya pada bayi atau pada anak-anak yang terhambat perkembangannya, menunjukkan kurangnya aspek-aspk kepribadian berkembang. Berdiferensiasinya aspek-aspek kepribadian harus diikuti adanya

 Model yang mengangap bahwa perkembangan berlangsung oleh pengaruh-pengaruh yang ada dalam linkungan hidup seseorang. Mengenai ini ada 3 macam model, yakni:

1. Model Psikoanalisa

Pada model ini pengaruh orang tua terhadap kehidupan psikologis anak pada tahun- tahun pertama sangat besar dan sangat menentukan terhadap perkembangan anak selanjutnya dikemudian hari. Model ini memang mempunyai orientasi patologis.

Secara khusus kehidupan emosi pada tahun-tahun pertama kehidupan anak sangat penting sekali dan orang tua atau orang dewasa mempunyai perenan yang besa sekali.

2. Model Belajar

Pada model ini perkembangan diterangkan dengan teori belajar, misalnya kondisioning, kemampuan pada anak atau aspk-aspk lain yang diperlihatkan seorang ayah adalah hasil setelah mempelajari sesuatu. Tingkah laku adalah produk belajar.

3. Model Sosialisasi

Pada model ini perkembangan dilihat sebagai hasil proses sosialisasi. Peranan imitasi menjadi penting sebagaimana dikemukakan oleh Bandura Walters (1963). Proses sosialisasi terjadi baik langsung maupun tidak langsung pada anak-anak dalam interaksinya dengan lingkungan social. Orang dewasa bisa menjadi objek atau model bagi anak-anak untuk ditiru sebagian atau seluruh kepribadiannya, dengan fungsi persepsinya, disertai dengan fungsi konatif menerima, mengenal dan menirunya untuk diperlihatkan sebagian kepribadiannya. Model dalam perkembangan dikenal pula oleh HeyneW. Rese dan Willis F.Overton, yakni: o Model mekanistik

Model ini meninjau manusia sebagai sesuatu yang represif. Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia lebih ditentukan oleh lingkungan. Lingkungan hidup manusia adalah lingkungan yang ada di sekelilingnya dan yang mempunyai untuk keperntingan hidupnya. Karena manusia reaktif pasif, maka tingkah laku manusia dapat dilihat dengan teori S – R (Stimulus – Response atau rangsang – jawaban). Tingkah laku merupakan rangkaian R – J dan tingkah laku yang akan dilihat ada stimulus (rangsangan). Kalau kita bisa mengetahui rangsangan R – J ini dengan corak hubungannya, maka kita bisa mengetahui tingkah laku apa yang akan diperlihatkan. Maka dengan tingkah lakunya dapat diamalkan bilamana kita mengetahui rangkaian R – J ini.

Model mekanistik ini mempuyai sifat elementaristik, fungsi-fungsi psikis seperti belajar, berpikir, persepsi, berkehendak, dan fungsi-fungsi lain dapat dipelajari secara elementaris. Dengan mempelajari ini dapat diketahui tujuan suatu perbuatan/tindakan atau tingkah laku pada umumnya. Pendekatan elementaristik berusaha menguraikan dasar-dasar sesuatu fungsi psikologis.

Pendekatan dengan model mekanistik adalah seperti yang diistilahkan oleh Mussen dkk dengan “antecedent-confidence”, yakni dalam mlakukan penilaian sudah diduga-duga dan diambil kesimpulan. Prinsip ini menunjukkan adanya suatu gejala tertentu atau factor penentu dalam tingkah laku yang menimbulkan sesuatu jawaban atau reaksi yang dapat diketahui lebih dahuu. Misalnya penelitian-penelitian yang dilakukan secara elementaristik, yang berhubungan dengan perubahan struktur pada sesuatu yang akan terjadi, mengenai perubahan-peubahan tingkah laku apa yang akan diperlihatkan. o Model organismik

Model dasar organismik ini adalah pandangan bahwa manusia adalah suatu “keseluruhan” (gestalt) yang lebih daripada hanya penjumlahan dari bagian-bagiannya. Pandangan organismik ini juga disebut sebagai pandangan holistic.

Berbeda dengan pandangan pada model mekanistik, pandangan pada model organimik manusia adalah aktif. Manusia menjadi sesuatu karena hasil apa yang dilakukannya sendiri, karena hasil mempelajari. Jadi disini jelas ada factor organisme itu sendiri. Dalam mempengaruhi perkembangan seseorang, maka harus diperhatikan segi pribadi dengan segala macam kondisi khususnya yang ada atau yang dimiliki. Sehubungan dengan ini, juga dalam rangka melakukan psikoterapi, perlu diperhatikan keadaan pribadinya; hal ini sangat jelas bebeda dengan pendekatan behavioristik, yang tidak atau kurang memperhatikan segi-segi pribadi yang dimiliki, melainkan langsung mengusahakan agar terjadi perubahan pada sesuatu tingkah laku yang terlihat dan yang tidak dikehendaki.

C. Faktor Keturunan dan Lingkungan

Pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan masalah keturunan dan lingkungan ini sering timbul baik pada orang tua maupun siapa saja yang berhubungan daan memperhatikan kehidupan anak. Bahwa ada factor keturunan yang berpengaruh terhadap timbulnya sesuatu tingkah laku, mudah diterima oleh siapa saja. Demikian pula adanya pengaruh dari lingkungan hidup terhadap sesuatu tingkah laku, juga tidak menimbulkan pertentangan yang berarti. Tetapi kalau sampai pada pertanyaan, factor mana yang lebih penting, maka sulit dijawab. Kenyataannya memang ada masa- masa dalam perkembangan anak yang memperlihatkan suatu tingkah laku sebagai perwujudan proses yang terjadi dari dalam diri pribadi anak sendiri. Sebaliknyajuga pada saat-saat tingkah laku anak jelas merupakan hasil pengaruh yang timbul dari lingkungan hidupnya. Banyak istilah dipergunakan untuk mengungkapkan kedua factor yang mempengaruhi perkembangan, antara lain istilah-istilah seperti:

a. Nativisme – empirisme

b. Endogen – Eksogen

c. Kematangan – belajar

d. Keturunan – lingkungan

e. Diperoleh – memperoleh

f. Bakat – pengalaman Masalah ini sudah timbul untuk dijadikan objek pembahasan berabad-abad yang lalu dan

sampai saat ini berbagai keterangan dan argumentasi dimajukan, yang menitik beratkan salah satu factor seakan-akan lebih penting dibanding yang lain, akan tetapi tidak memuakan.

Usaha-usaha untuk menrangkan masalah ini dapat dikelompokkan menjadi:

o Kelompok menitik beratkan factor konstitusi atau factor dunia dalam

Seorang anak sejak terbentuknya menjadi manusia baru (konsepsi) sudah memperoleh apa-apa untuk menjadi sesuatu. Pengaruh-pengaruh biologis jelas besar sekali dan sering dihubungkan dengan suatu ciri kepribadian. Dahulu banyak dibicarakan mengenai physiognami yang menghubungkan bentuk wajah tertentu dengan sifat-sifat tertentu pula.

Ciri-ciri kepibadian yang mengarah keperbuatan yang melanggar norma-norma hukum (kriminal) dicari kaitannya dengan keadaan-keadaan khusus pada segi jasmaninya. Keturunan yang tidak mmpelihatkan prestasi yang memuaskan, misalnya dalam kecerdasan, dicari asal usul keturunannya. Keturunan yang miskin dicari juga asal keturunannya. Para ahli yang ingin menjelaskan dan memajukan agumentasi mengenai peranan faktor dunia dalam ini memang ada yang moderat, tetapi ada pula yang ekstrim, hal ini nampak terutama pada pandangan-pandangan pada filsuf zaman dulu.

Juga para psikolog banyak mengemukakan pendapat-pendapatnya. Gesell dan Thompon (1941) mengemukakan pentingnya proses kematangan yang tentu berhubungan dengan hal-hal biologis terhadap perkembangan berbicara. Sheldon (1940) menghubungkan struktur tubuh tertentu dengan watak yang khusus, dengan segi kepribadian yang khusus pula. Para psikolog yang tergabung dalam kelompok aliran Gestalt (Kohler, Koffka, dkk) dalam mempelajari persepsi mengemukakan bahwa factor keturunan adalah menentukan dalam persepsi seseorang.

Suatu pendapat yang cukup menghebohkan dikemukakan oleh Arthur R.Jensen (1969) mengenai IQ seseorang. Berdasarkan kenyataan yang diperoleh dari penelitian-penelitian, adanya Suatu pendapat yang cukup menghebohkan dikemukakan oleh Arthur R.Jensen (1969) mengenai IQ seseorang. Berdasarkan kenyataan yang diperoleh dari penelitian-penelitian, adanya

Terlepas dari kritik-kritik yang dilontarkan terhadap pendapat Jensen ini, para ahli mengakui adanya pengaruh ini, hanya tidak se-ekstrim Jensen. Bahwa factor keturunan (gene) yang terdapat pada kromosom mepengaruhi secara dominant timbulnya suatu gejala pada ketubuhan memang bisa diihat. Melihat gejala-gejala yang timbul dengan proses-proses yang terjadi sesuai dengan ilmu keturunan (genetika) seperti bentuk mata, bibir yang tebal, warna kulit, dll. Timbulnya suatu keadaan khusus karena factor-faktor keturunan yang berkelainan (anomaly) dapat dilihat misalnya pada anak-anak yang tergolong down’s syndrome (mongol). Karena keadannya, anak-anak ini mempunyai kemampuan dasar yang terbatas, yang tidak bisa diatasi dengan pengaruh dari luar, bagaimanapun sempurnanya.

Kenyataan menimbulkan apa yang dikenal dengan pesimisme dalam dunia pendidikan karena kesulitan bahkan tidak mungkin melaksanakan teknik-teknik pendidikan terhadap anak-anak tertentu. Ungkapan seperti ini dewasa ini dalam kalangan para ahli yang mendalami anak yang terbelakang mental tidak boleh timbul, segala sesuatu tentu karena keinginannya dan kasih sayangnya untuk menganggap mereka yang berkelainan dan berkekurangan sebagai pribadi dengan hak-haknya yang harus dihargai, ialah hak untuk memperoleh sesuatu dari lingkungan hidupnya.

Contoh lain dapat dikemukakan disini mengenai hak yang berkelaianan fisik, misalnya tuna rungu dan tuna netra; pada mereka proses-proses perkembangan, ditinjau dari aspek inteleknya,pada umumnya sulit menyamai anak normal. Ini pun pada dasarnya mereka secara potensial sama dengan anak lain. Ganggun karena cacat indra ini menyebabkan kesulitan untuk memperkmbangkan aspek-aspek intelek seperti halnya anak lain, khususnya pada penderita gangguan indra (tuna rungu). Pada contoh ini jelas factor dunia dalam menjadi sebab mengapa perkembangnnya tidak lancar dan berbeda dengan anak lain yang tidak mengalami ganguan yang bisa mempengaruhi aspk-aspek tertentu pada kepribadiannya.

o Kelompok yang menitik beratkan oeanan factor lingkungan atau factor dunia luar.