BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Urgensi Unifikasi Lambang Kepalangmerahan Melalui Pengaturan Dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia telah memiliki perhimpunan nasional gerakan Palang Merah

  sejak tahun 1950, melalui Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 tentang Mengesahkan Anggaran Dasar dari dan mengakui sebagai badan hukum

  • satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan Palang Merah di Republik Indonesia Serikat, menurut Konvensi Jenewa 1949 (1864, 1906, 1929, 1949). Berdasarkan Keppres Nomor 25 Tahun 1950 secara resmi lambang Palang Merah digunakan dalam menjalankan kegiatan kemanusiaan, dengan lambang Palang Merah Indonesia. Setelah keluarnya Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 tentang penunjukan organanisasi Palang Merah Indonesia menjadi perhimpunan nasional di Indonesia, maka Indonesia meratifikasi Konvensi Jenewa 1949 dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang ikut serta Negara Republik Indonesia dalam seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949. Penggunaan tanda dan kata-kata Palang Merahdilakukan oleh penguasa perang tertinggi yang juga adalah Presiden Republik Indonesia melalui Peraturan penguasa perang tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 tentang pemakaian dan penggunaan tanda kata-kata Palang Merah. Setelah Pemerintah Presiden Soekarno mengeluarkan beberapa peraturan tentang pelaksanaan Konvensi Jenewa 1949 dan kebijakan dalam negeri tentang Palang Merah, maka Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 246 Tahun 1963 tentang perhimpunan Palang Merah Indonesia (DPR.2012.Naskah

  Akademik Undang Undang RepublikIndonesia. 2012.Jakarta : DPR RI).

  Dalam Pokok pikiran pertama pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, berbunyi melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

  tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia . Dalam pengertian ini diterima pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham per seorangan. Pengertian tersebut menghendaki bahwa persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya, hal ini merupakan suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan, kemudian pengertian ini menunjukkan bahwa pada pokok pikiran persatuan dengan pengertian yang lazim bahwa negara, penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan ataupun perseorangan.

  Dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 11 dan Pasal 28A 28J, demi kepentingan nasional sebagai sebuah perilaku dalam menjalin hubungan internasional, khususnya dalam misi perdamaian maka dibutuhkan tindakan bagi kelangsungan hidup para pasukan perang dan relawan dan juga perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, sehingga Negara dapat melindungi warganya akibat keadaan perang. Selain itu demi kepentingan nasional, Negara dapat menjaga dan melindungi sarana dan prasarana yang dijadikan fasilitas untuk kemanusiaan, fasilitas yang dimaksud adalah berupa rumah sakit, tenda-tenda darurat dalam menampung korban perang dan para pengungsi, serta tempat peribadatan yang dijadikan pusat kemanusiaan. Perlindungan keberlangsungan hidup yang dilihat dari perspektif kepentingan nasional membutuhkan identitas yang diterima secara universal, misalkan lambang-lambang, seperti lambang palang merah, Bulan Sabit merah atau Kristal.

  Resolusi-resolusi hasil Gerakan Palang Merahdan Bulan Sabit Merah, serta hukum nasional masing-masing negara peserta Konvensi Jenewa, salah satu permasalahan terkait dengan penggunaan lambang tersebut di mana maraknya penggunaan yang tidak tepat hingga penyalahgunaan terhadap lambang kemanusiaan, kemudian muncul menjadi esensi tersendiri, hingga saat ini. Longgarnya berbagai penerapan aturan dan etika yang ada, mendukung untuk tidak terjaminnya Lambang Palang Merahsebagai Tanda Pengenal dan Tanda Perlindungan. Akibatnya, kejadian beberapa waktu lalu Lambang Palang Merahkerap kali digunakan untuk mendukung berbagai kepentingan tertentu, mulai yang menunjukan tim medis partai, kampus, media massa, LSM hingga kelompok-kelompok yang tidak jelas afiliasinya, bahkan kerap kali digunakan untuk kepentingan intelijen.

  Sepanjang perjalanan Palang MerahIndonesia (PMI), secara tidak langsung juga telah ditemukan penyalahgunaan terhadap Lambang palang merah, menggunakan lambang untuk suatu kepentingan pribadi untuk mendapatkan keuntungan seperti halnya lambang palang digunakan untuk suatu label produk/barang yang diproduksi untuk komersial dan tidak hanya itu, penggunaan lambang Palang Merahjuga dapat menimbulkan persepsi-persepsi disebagian kalangan masyarakat, beberapa persoalan antara lain, muncul persepsi sebagian masyarakat melihat Lambang Palang Merahsebagai simbol keagamaan yang saat ini sedang digembor-gemborkan, hal ini juga mempengaruhi pemikiran sebagian masyarakat, seperti halnya bahwa lambang tersebut dikonotasikan sebagai organisasi agama yang berarti didirikan dengan basis suatu agama, Kemudian adanya tindakan peniruan terhadap penggunaan Lambang Palang Meraholeh organisasi dan perorangan yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan tindakan gerkaan Palang Merahatas sarana dan kegiatan tertentu, termasuk produk-produk niaga. Penyalahgunaan lambang utamanya terjadi pada rumah sakit, dokter swasta, ambulan, apotik, pabrik obat, Penyalahgunaan lambang PMI , disebabkan karena minimnya pengetahuan masyarakat mengenai posisi PMI, dicontohkan beberapa penyalahgunaan lambang PMI ada dalam kemasan obat penyembuh luka, pada mobil ambulans, dan beberapa klinik kesehatan. "Berdasarkan Konvensi Jenewa, institusi yang menggunakan lambang PMI hanya PMI, dinas kesehatan, dan TNI," ungkapnya (http: // news.okezone.com/ read/ 201109 /20/ 340/ 504843/lambang- pmi-sering-disalahgunakan. diakses pada 18 mei 2013, pkl 9.36).

  Perusahaan-perusahaan distribusi, serta pelayanan-pelayanan umum ataupun swasta yang berkaitan dengan kesehatan maupun hiegenis juga tak dapat dielakkan. Seperti halnya Seharusnya berdasarkan Konvensi Jenewa, yang menggunakan lambang itu hanya PMI dan dinas kesehatan TNI sebagai satu- satunya lambang dan organisasi Gerakan Palang Merahatau Bulan Sabit Internasional di Indonesia.

  Sampai saat ini di Indonesia masih terjadi dualisme lambang palang merah, padahal salah satu prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap negara peserta Konvensi JenewaTahun 1949 yakni prinsip kesatuan (Unity). Ada 3 (tiga) lambang lain yang juga diakui oleh Konvensi Jenewa 1949 sebagai lambang yang memiliki fungsi sama dengan lambang palang merah, yaitu lambang Bulan Sabit merah, singa dan matahari merah serta Kristal merah.

  Saat ini ada 153 negara yang menggunakan lambang palang merah, 33 negara menggunakan lambang Bulan Sabit merah, 1 negara menggunakan lambang Kristal merah dan tidak ada lagi negara yang menggunakan lambang singa & matahari merah. Dari keempat lambang tersebut, telah ditentukan bahwa satu negara hanya boleh menggunakan salah satu lambang saja. Disebutkan dalam lanjutan pasal 53 Konvensi Jenewa1949 :

  Larangan yang ditetapkan dalam paragraf pertama dari pasal ini akan berlaku juga untuk lambang-lambang dan tanda-tanda yang disebutkan dalam paragraf kedua Pasal 38 (Bulan Sabit merah, singa & matahari merah), tanpa mempengaruhi hak apapun yang diperoleh karena pemakaiannya terlebih

  .

  Tidak hanya itu saja,hal ini juga dijelaskan dalam pasal 4 paragraf 2, statuta gerakan Palang Merahdan Bulan Sabit Merah Internasionalyang berbunyi :

  Be the only National Red Cross or Red Crescent society of the said state and be directed by a central body which shall alone be competent to represent it in d

  . Dalam satu Negara hanya diperkenankan satu perhimpunan nasional Palang Merahatau Bulan Sabit merah yang dipimpin oleh satu pengurus pusat yang mempunyai wewenang untuk mewakili dalam hubungan dengan komponen lainnya dari Gerakan.

  Penggunaan lambang oleh pihak yang berhak menggunakannya, akan tetapi dalam kenyataannya menerapkan penggunaannya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar gerakan Palang Merahdan Bulan Sabit Merah Internasional(misalnya seseorang yang berhak menggunakan akan tetapi menyalahgunakan lambang pada saat bebas tugas). Saat ini, lambang Palang Merahmasih bebas digunakan tanpa ada sanksi yang menyertainya, akibatnya banyak masyarakat yang tidak memahami mana yang sah dan tidak sah untuk menggunakannya. Akibat yang paling buruk nantinya adalah adanya kesan bahwa lambang-lambang tersebut dianggap sebagai lambang yang tidak netral, sehingga tidak jarang menyulitkan akses pelaksanaan tugas PMI atau mungkin kedepannya nanti dan juga akses dinas medis TNI, untuk melakukan tugasnya, apalagi jika tidak ada sanksi atas penyalahgunaannya.

  Sebagai tanda pengenal (identifikasi), lambang berfungsi untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan kemanusiaan oleh petugas palang merah, sehingga mereka yang bertugas termasuk para sukarelawan mempunyai akses seluas-luasnya, misalnya dalam penanggulangan konflik dan bencana. Lambang sebagai tanda pelindung (proteksi) berfungsi untuk memberikan proteksi kepada petugas yang menggunakan lambang itu beserta sarana dan prasarana yang digunakan misalnya ambulans untuk memperoleh perlindungan. Fungsi proteksi digunakan dalam hal terjadi konflik bersenjata. Dalam hal-hal tertentu kedua fungsi ini berguna secara simultan yaitu dalam situasi konflik dan non-konflik, seperti halnya di Indonesia sendiri Lambang Palang Merah pada dasar putih digunakan baik oleh PMI maupun dinas Kesehatan TNI sebagai tanda Pelindung, sedangkan lambang Palang Merahdi atas warna putih dengan lima kelopak digunakan PMI dalam kegiatannya sebagai tanda pengenal. Sebagai pengenal, lambang Palang Merahbanyak dipakai PMI dalam berbagai kegiatan kemanusiaan seperi penanganan bencana, donor darah, kegiatan pengobatan, maupun kegiatan kemanusiaan lainnya. Lambang tersebut digunakan pada baju, rompi, dan kendaraan operasional seperti ambulan. Sebagai pelindung, lambang Palang

  Merahdigunakan pada masa perang atau konflik, baik itu konflik horizontal

  maupun vertikal. Sedangkan sebagai tanda pengenal, lambang Palang Merahdigunakan pada masa damai seperti saaat terjadi bencana, dan kegiatan- kegiatan PMI lainnya.

  Jika terjadi konflik, tentu akan menyulitkan semua pihak untuk membedakannya, mana pihak yang netral dan tidak sah, karena lambang-lambang tersebut terlanjur telah banyak digunakan oleh pihak yang sebenarnya tidak berhak sesuai aturan dalam Konvensi Jenewa 1949. Menyikapi hal tersebut, anggota DPR melakukan kunjungan kerja ke Denmark dan Turki, kunjungan tersebut terkait lambang Palang Merahdan RUU yang sedang digodok saat ini. Mereka butuh perbandingan seperti apa Palang Merahdi luar negeri, Turki dan Denmark dipilih karena kedua negara tersebut adalah pusat dua lembaga kemanusiaan, Palang Merahdan Bulan Sabit Merah. Dua negara ini juga dipilih karena dianggap pusat perkembangan lembaga kemanusiaan. "Jadi bukan hanya karena mereka (anggota DPR) yang buat lambang palang merah. Kalau undang- undang ini hanya membahas lambang tidak perlu dibuat Undang undang ,"(http: // www.tempo.co/r ead/news /2012/08/31 /0784266 74/Bahas- Lambang- PMI-DPR -Perlu-Studi-ke-L uar-Negeri. 15 maret 2013 , pkl 22.14).

  Mengatasi berbagai penyalahgunaan Lambang Palang Merahdan perlunya pengaturan lambang Palang Merah, maka membuat Undang-Undang tentang Lambang Palang Merahuntuk mengatur prinsip-prinsip penggunaan dan sanksi atas pelaku penyalahgunaan menjadi hal yang penting. Saat ini penyalahgunaan hanya mengacu pada sanksi KUHP yaitu hanya kurungan selama satu bulan dan denda Rp 4.500, hal tersebut tidak juga diberlakukan dan ditindak secara tegas. Meskipun konvensi Internasional mengenai lambang sudah diatur namun sosialisasinya kepada masyarakat masih minim, sehingga penyalahgunaan masih terus terjadi. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan tentang URGENSI UNIFIKASI LAMBANG KEPALANGMERAHAN MELALUI PENGATURAN DALAM UNDANG UNDANG.

A. Rumusan Masalah

  1. Mengapa perlu adanya pengaturan Unifikasi Lambang Kepalangmerahan?

  2. Bagaimana kerangka pengaturan Undang-Undang Kepalangmerahan ditinjau dari asas peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan?

  B.

  

Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Obyektif

  a. Untuk menganalisa pentingnya Unifikasi Lambang Kepalangmerahan yang ada di Indonesia.

  b. Untuk mengkaji kerangka pengaturannya yang ditinjau dari asas peraturan perundang-undangan yang baik.

  2. Tujuan Subyektif

  c. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang pentingnya urgensi Unifikasi Lambang Kepalangmerahan serta pengaturannya dalam Undang Undang dalam undang-undang d. Untuk mengembangkan, memperluas, dan menerapkan konsep-konsep dan teori-teori hukum yang diperoleh penulis selama masa perkuliahan guna mengkaji urgensi terhadap unifikasi lambang Kepalangmerahan dalam undang-undang e. Untuk memperoleh data-data dan informasi yang dibutuhkan bagi penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna mendapatkan gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Manfaat Penelitian

  Setiap penelitian tentu diharapkan akan memperoleh manfaat dan kegunaan karena nilai dari suatu penelitian dilihat dari besar kecilnya manfaat dari penelitian tersebut, baik bagi penulis maupun orang lain. Adapun harapan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Manfaat Teoritis

  a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum, khusunya dalam Hukum Tata Negara mengenai Urgensi Unifikasi Lambang Kepalangmerahan dalam Undang-Undang. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi penelitian atau penulisan karya ilmiah yang akan datang di bidang Ilmu Hukum (Tata Negara) terutama mengenai Urgensi dalam dalam pembentukan Undang-Undang.

  2. Manfaat Praktis

  a. Dapat memberikan jawaban yang ilmiah mengenai permasalahan yang akan penulis teliti.

  b. Memberikan manfaat dalam rangka mengembangkan penalaran, pola pikir ilmiah serta mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang selama ini di peroleh di Fakultas Hukum.

  c. Hasil peneilitain ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan masukan kepada pemangku kepentingan (stakeholder) dalam Urgensi Pembentukan Undang-Undang.

  D.

  

Metode Penelitian

  Pada dasarnya metode penelitian bukanlah merupakan suatu kewajiban yang harus dituliskan, karena secara sadar peneliti dianggap tahu tentang bagaimana karakter, sifat dan jenis hukum tersebut (Peter Mahmud Marzuki 2007:3). Metode penelitian dalam penulisan hukum bukan merupakan suatu kewajiban untuk dimasukkan dikarenakan mengingat sifat ilmu hukum adalah preskriptif dan terapan sedang ilmu hukum bukanlah merupakan ilmu sosial melainkan adalah sui generis atau cabang ilmu tersendiri (Peter Mahmud Marzuki 2007:28-29). Hal yang paling penting dalam melakukan penulisan hukum adalah inner logical sequence yaitu penulisan hukum yang harus mengandung alur pikiran yang logis (Peter Mahmud Marzuki 2007:1).

  Tetapi dalam sistematika penulisan hukum yang berkembang di Indonesia mewajibkan pencantuman metode adalah suatu kewajiban maka metodeyang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:

  1. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada (Sri Mamuji,2009:13-14).

  Penulis akan mengkaji pengaturan lambang Kepalangmerahan dalam Undang Undang yang saat ini masih dalam bentuk Rancangan Undang Undang.

  2. Sifat Penelitian Penelitian hukum ini akan bersifat preskriptif dan teknis atau terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 22).

  3. Pendekatan Penelitian Peneliti akan menggunakan dua macam pendekatan yaitu Pendekatan

  Perundang-undangan (statute approach ) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

  a. Pendekatan Perundang-undangan (statue approach) Dengan melakukan penelaahan terhadap semua undang undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.

  Hasil telaah merupakan argumen untuk memecahkan isu yang ditangani, peneliti perlu mencari ratio legis dan dasar ontologis lahirnya undang undang (Peter Mahmud Marzuki 2007:93).

  b. Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach) Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada, dilakukan karena memang belum atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki 2007:137).

  4. Bahan Hukum Sumber sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber sumber penelitian yang berupa bahan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan yang hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan bahan hukum primer terdiri dari perudang undangan, catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan undang undang dan putusan putusan hakim. Sedangkan bahan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum meliputi buku buku teks, kamus kamus hukum, jurnal jurnal hukum, dan komentar komentar atas putusan pengadilan.

  a. Bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Undang Undang Dasar 1945 2) Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan

  Perundang Undangan 3) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Pembuatan Perjanjian

  Internasional 4) Konvensi Jenewa1949 5) Keputusan Presiden Nomor 25 tahun 1950 tentang mengesahkan anggaran 6) Keputusan Presiden RepublikIndonesia Nomor 246 Tahun 1963 tentang perhimpunan Palang MerahIndonesia 7) Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 tentang pemakaian dan penggunaan tanda kata kata Palang Merah b. Bahan hukum sekunder, terdiri atas jurnal, buku dan publikasi-publikasi terkait lambang palang merah, diantaranya adalah buku teks, jurnal-jurnal hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, Artikel.

  5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan penulis adalah studi dokumen atau bahan pustaka teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan penulis adalah teknik studi pustaka (literature research), yakni mendokumentasikan bahan hukum, kemudian dikelompokan berdasarkan kategori tertentu. Selanjutnya bahan hukum tersebut akan dianalisis guna menemukan jawaban permasalahan yang sedang diteliti.Penulis mengumpulkan, membaca dan mengkaji dokumen, buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal, artikel majalah maupun surat kabar dan bahan pustaka lainnya berbentuk data tertulis yang diperoleh dilokasi penelitian atau tempat lain.

  6. Teknik Analisa Bahan Hukum Teknik analisa yang digunakan oleh penulis adalah metode silogisme deduktif yaitu dengan cara berpikir pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus dan merupakan metode penelitian yang bersifat kuantitatif dengan menggunakan nalar deduktif. Dalam penelitian ini ditemukan gejala hukum terhadap penggunaan Lambang Kepalangmerahan dengan premis mayor bahwa adanya konvensi Jenewa 1949 yang merupakan dasar terbentuknya International Committee of

  

The Red Cross (ICRC) dan premis minor bahwa Indonesia merupakan anggota

  ICRC sebagai wujud ratifikasi konvensi Jenewa kemudian dianalisis ditarik kesimpulan yang berupa analisis bahwa Indonesia merupakan anggota ICRC yang merupakan hasil dari ratifikasi konvensi Jenewa 1949, seharusnya taat terhadap segala peraturan dan regulasi yang diatur dalam konvensi Jenewa 1949 yang kemudian diratifikasi dalam bentuk Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 tentang anggaran dasar perhimpunan Palang Merah Indonesia dan penunjukan PMI sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang merah di Republik Indonesia Serikat, Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang ikut serta Negara Republik Indonesia dalam seluruh konvensi Jenewa 1949, Keputusan Presiden, Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1962 tentang pemakaian atau penggunaan tanda dan kata-kata Palang Merah serta Keputusan Presiden Nomor 246 Tahun 1963 tentang perhimpunan Palang Merah Indonesia.

  E.

  

Sistematika Penulisan Bahan Hukum

  BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sumber sumber penelitian hukum, pengumpulan bahan-bahan hukum, teknik analisis/telaah dan sistematika penulisan.

  BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini membahas mengenai kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori yang mendasari tulisan ini adalah konvensi jenewa1949 yang didalamnya terdapat pengaturan tentang gerakan Palang Merahyang merupakan organisasi kemanusiaan bersifat mandiri yang mengemban mandat untuk melindungi dan membantu para korban konflik bersenjata dan kegiatan kemanusiaan lainnya, yang kemudian diratifikasi di Indonesia beserta dasar hukum yang melindungi palang merah.

  BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini sumber sumber penelitian hukum atau informasi hasil penelitian hukum diolah, ditelaah, dianalisis, ditafsirkan, dikaitkan, dengan kerangka teoritik atau kerangka analisis yang dituangkan dalam bab II, sehingga tampak jelas bagaimana data hasil penelitian itu dikaitkan dengan permasalahan dan tujuan pembahasan dalam kerangka teoritik yang telah dikontatasikan atau kerangka analisis yang sudah dikemukakan terdahulu telah sesuai dengan masalah hukum yang menjadi permasalahan dan tujuan pembahasan skripsi ini.

  Bab ketiga ini penulis juga mambahas tentang hasil penelitian dan pembahasannya. Dalam bab ketiga ini penulis akan memaparkan menngenai pentingnya atau urgensi dalam penyatuan lambang Palang Merahdi Indonesia, dimana di Indonesia sendiri terjadi dualisme terhadap lambang Palang MerahIndonesia dan juga banyaknya terjadi penyalahgunaan lambang palang merah, oleh karena itu diperlukannya suatu aturan, perundang undang yang menjadi dasar bagi gerakan Palang Merahdalam pengaturannya.

  BAB IV: PENUTUP

  Bab empat adalah bab terakhir dalam skripsi ini. Bab ini memuat tentang kesimpulan kesimpulan yang dapat ditarik setelah menganalisa bahan bahan hukum sebagai sumber penelitian hukum yang terkumpul dan membandingkan dengan peraturan peraturan yang berlaku serta dicantumkan saran saran yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN