Pengaruh Temperatur Ekstraksi Terhadap Sifat Fisikokimia Glukomanan Asal Amorphophallus muelleri Blume

  

Pengaruh Temperatur Ekstraksi Terhadap Sifat Fisikokimia

Glukomanan Asal Amorphophallus muelleri Blume

1)* 1) 1) 1)

Nunung Harijati , Serafinah Indriyani , Retno Mastuti

Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang

Diterima 15 Juli 2013, direvisi 23 Oktober 2013

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan temperatur optimum untuk ekstraksi glukomanan

dengan sifat fisikokimia yang baik. Metoda yang digunakan untuk ekstraksi dengan menggunakan

pengadukan sesuai temperatur yang diinginkan (35-55-75

  C), diikuti dengan sentrifugasi pada kecepatan °

  1500 rpm selama 30 menit pada temperatur 25

C. Glukomanan digumpalkan menggunakan isopropil

  °

alkohol 95%. Parameter yang diamati adalah hasil glukomanan, kadar abu dan air glukomanan, warna

tepung glukomanan dan kecerahan glukomanan serta kandungan kalsium oksalat. Hasil penelitian

menunjukkan estraksi pada 55 C memberikan hasil glukomanan yang optimal yaitu 63,1% berat kering

  ° umbi. Ekstraksi 35 C dan 75

  C, menghasilkan glukomanan masing-masing 52,99% dan 39,91% berat ° °

kering umbi. Warna tepung tidak berbeda secara mencolok dengan nilai L 25,17; 27,23 dan 26,37 masing-

masing untuk ekstraksi 35-55-75

C. Dari tiga temperatur ekstraksi tersebut glukomanan yang diperoleh

  °

mengandung kalsium oksalat 0,03-0,11%, abu 1,17-2,00 %, kadar air 4,6-5,53 %, dan viskositas 49,5-

2654,5 Cp.

  Kata kunci : Amorphophallus muelleri, karakter fisikokimia, hasil glukomanan, temperatur ekstraksi.

  

ABSTRACT

This study had aims to find the optimum temperature for the extraction of the glucomannan with

good physicochemical characters . The method that used for extraction was the stirring method according

o varies temperatures (35-55-75

  C), followed by centrifugation with speed 1500 rpm for 30 minutes at temperatures 25 °

C. Glucomannan was coagulated using 95% isopropyl alcohol. Parameters that observed

  

included glucomannan yield, ash and water content, flour color, lightness of glukomanan as well as

calcium oxalate contents. The results showed that glucomannan extraction at 55 C gave optimal results

°

  

(63.1% per dry weigh of tuber), followed by 52,2% and 39,91% for extracted temperature 35 ° C and

75 C respectively. There was no different significantly in color of glucomannan flour in between

  ° temperature which had L value 25,17; 27,23 and 26,37 correspond with extraction temperature 35

  C, 55 °

  C, and 75

C. The calcium oxalate content of all treatment was 0,03-0,11% . The treatments also gave

  ° ° 1,17-2,00% ash content, 4,6-5,53% water content and 49,5-2654,5 Cp of viscosity.

  

Keywords : Amorphophallus muelleri, physicochemical character, glucomannan yield, extraction temperature.

  K. Koch (Jepang dan China), A. oncophyllus Prain ex Hook f (Indonesia). A. variabilis

  PENDAHULUAN

  Blume (Filipina, Indonesia, Malaysia) dan sebagainya. Konjac manan adalah Glukomanan merupakan karbohidrat serat heteropolisakarida yang terdiri dari β-D- yang khas ditemukan di Amorphophallus sp.

  Glukosa (G) dan β-D-mannose (M) dengan Banyak spesies konjac ditemukan di Asia rasio antara G/M sebesar 1 : 1,6. Glukomanan timur dan Asia Tenggara. Contohnya A. konjac atau konjac-mannan atau sering disebut juga sebagai konjac glukomanan mempunyai

  • *Corresponding author : kemampuan mengembang 100 lipat volumenya E-mail: harijati@ub.ac.id

sedang diet, glukomanan merupakan pilihan yang tepat.

  Hingga saat ini proses umum yang dilakukan untuk mengekstrak glukomanan diawali dengan mencuci umbi, mengiris tipis- tipis, mengeringkannya, kemudian menggerusnya. Pemurnian tepung konjac dilakukan wind shifting [6]. Pemurnian seperti ini banyak mengandung impurity seperti pati, cellulose , protein, lemak, sisa kantong tepung. Sehingga larutan dan gel yang terbentuk mempunyai turbiditas tinggi dan berwarna kelabu [6]. [10] Menambahkan bahwa tepung konjac yang berasal dari A. oncophyllus berasa tajam. Rasa tajam tepung konjac disebabkan hadirnya kalsium oksalat. Untuk itu [10] melakukan purifikasi tepung konjac asal porang (Amorphophallus muelleri syn

METODE PENELITIAN

  alkohol dengan konsentrasi meningkat bertahap mulai 40% hingga 80% dengan teknologi UAE (Ultrasound-Assisted

  konjac , maka perlu dikaji penerapan

  cawan porselen sampai warna merah di dalam tungku pengabuan yang bertemperatur 650C selama 1 jam. Setelah temperatur tungku turun

  Penentuan sifat fisikokimia: analisis abu. Pengabuan diawali dengan memijarkan

  menncuci umbi Porang hingga bersih, lalu memotongnya seperempat bagian. Potongan tersebut diparut lalu dicuplik seberat 6 g. Cuplikan tersebut digerus hingga halus lalu diproses sesuai dengan [9] yaitu dimulai dengan memasukkan gerusan umbi porang seberat 6 g ke 200 mL larutan Aluminium sulfat 0,3%. Campuran tersebut kemudian digojok selama 15 menit dalam inkubator yang sudah diatur temperaturnya. Temperatur inkubator yang digunakah untuk perlakuan adalah 35C, 55C, 75C. Campuran yang sudah digojok tersebut kemudian diencerkan 3 kali volume kemudian disentrifus 1500 g selama 30 menit. Supernatan dipisahkan dari pelletnya kemudian supernatan ditambah isopropyl alkohol 95% dengan perbandingan 1:1. Filtrat yang dihasilkan kemudian disaring dengan kertas saring. Endapan yang terbentuk dikeringkan dengan oven pada temperatur 45C selama semalam atau sampai kering. Sampel kering yang terbentuk kemudian digerus dan disaring dengan saringan halus (250 µm). Tepung glukomanan yang dihasilkan dianalisis kecerahan, derajat putih, transparansi, kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium oksalatnya.

  Proses ekstraksi glukomanan dari porang. Ekstraksi glukomanan diawali dengan

  Umbi Porang (A. muelleri) yang gunakan merupakan umbi Porang umur 2 tahun yaitu umbi yang sudah melewati dua prioda tumbuh. Umbi diambil dari Desa Sumberbendo, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun.

  temperatur pada Amorphophallus yang lain yaitu Amorphophallus muelleri yang diekstrak pada keadaan segar. Keuntungan mengekstrak dalam keadaan segar adalah menghemat waktu dengan meniadakan fase pengeringan dan penepungan. Dengan menerapkan temperatur rendah (35C), sedang (55C), dan tinggi (75C), diharapkan akan mendapatkan temperatur optimal untuk menghasilkan glukomannan tinggi dengan tambahan sifat cerah, putih, transparan ketika dalam bentuk larutan, serta mempunyai kadar air, kalsium okaslat dan kadar abu rendah.

  terhadap glukosa sebesar 1,4:1 pada ekstraksi dengan temperatur 37C. Dari sini berarti temperatur memegang peran yang berarti dalam mengekstraksi glukomanan. Mengingat bahwa Amorphophallus yang digunakan dalam penerapan temperatur ekstraksi glukomanan masih terbatas yaitu A.konjac dan tepung

  Extraction ). Dengan perlakuan tersebut

  A. oncophyllus ) dengan ekstraksi menggunakan

  kualitasnya lebih baik dibandingkan glukomanan komersial. Temperatur yang digunakan mulai dari 35C hingga 95C, dan temperatur terbaik adalah 75 C, sedangkan [3] mendapatkan glukomanan murni asal

  konjac tersebut. Glukomanan yang dihasilkan

  yang menghasilkan tepung

  Amorphophallus

  kandungan kalsium oksalat mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan kontrolnya, sedangkan derajat putih (degree of whiteness) hanya sedikit turun. Sementara itu [9] melakukan purifikasi menggunakan perlakuan temperatur untuk mengekstrak glukomanan dari tepung konjac. Hanya saja tidak dijelaskan nama spesies

  Amorphophallus konjac dengan rasio manosa sampai 200C, cawan abu porselen didinginkan dalam deksikator selama 30-60 menit, kemudian cawan porselen tersebut dalam keadaan kosong ditimbang. Kedalam cawan porselen tersebut dimasukkan bahan yang akan diperiksa kadar abunya. Pengabuan dilakukan dalam tungku pengabuan pada temperatur 650C selama 1 jam (selama pengabuan cawan akan menjadi merah). Setelah temperatur tungku turun menjadi 200C, cawan didinginkan dalam deksikator selama 30-60 menit dan ditimbang beratnya. Perhitungan kadar abu :

  Penentuan sifat fisikokimia: kandungan glukomanan. Hasil (yield) berupa glukomanan

  adalah penting untuk menaksir produk dari bahan segar. Oleh karena kadar air dari satu bahan berbeda-beda maka penentuan hasil berdasarkan berat kering. Ekstraksi dilakukan pada keadaan segar, setiap satu set ekstraksi dilebihkan satu contoh yang digunakan untuk menghitung kadar air. Bahan kering dihitung berdasarkan persamaan:

  ℎ = ℎ − 100 × ℎ

  Analisis hasil glukomanan diekspresikan dalam persen berat kering atau g/100 g umbi kering. Glukomanan yang dihasilkan dari 30 gram bahan basah dioven 45C hingga kering (1-3 hari). Sebelum ditimbang bahan dari oven didinginkan dalam desikator selama 60 menit. Penghitungan persentasi glukomanan tampak pada persamaan berikut:

  (%) = 45° ℎ × 100%

  Penentuan sifat fisikokimia: kecerahan (transparansi). Transparansi dievaluasi

  dengan pengamatan visual. Glukomanan yang sudah dioven sampai kering di temperatur 45C digerus sampai halus. Hasil gerusan dilarutkan aquades (1,0 g/100g), kemudian diaduk dengan stirrer selama 30 menit, lalu dituang ke cawan petri dan diambil fotonya [9].

  Penentuan sifat fisikokimia: nilai warna.

  Kecerahan (lightness/L*) semua sampel diukur CR-10, Konica Minolta). Sampel dalam bentuk tepung halus diletakkan pada wadah dan dilapisi plastik transparan lalu sensor warna dari color reader didekatkan untuk mendapatkan nilai warna. Nilai L menyatakan tingkat gelap terang dengan kisaran 0-100, dimana nilai 0 kecenderungan warna hitam, sedangkan nilai 100 menyatakan kecenderungan warna putih atau cerah.

  Penentuan sifat fisikokimia: viskositas.

  Viskositas atau kekentalan tepung diukur menggunakan Elcometer 2300 (USA) pada konsentrasi 1 %. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan cP atau Mpa.

  Penentuan sifat fisikokimia: kadar air glukomanan. Tepung glukomanan hasil

  gerusan ditimbang sebanyak 100-130 mg, kemudian dioven selama 24 jam pada temperatur 105C. Tepung hasil oven tidak boleh langsung ditimbang namun dikeringkan dulu dalam desikator selama 30-60 menit. Adapun kadar air ditentukan dengan mengggunakan rumus sebagai berikut :

  Penentuan sifat fisikokimia: penentuan kandungan oksalat. Kandungan oksalat dalam glukomanan ditentukan menurut [4].

  Tahapan dalam penentuan kandungan oksalat meliputi digesti, pengendapan oksalat, dan titrasi permanganate. Tahapan digesti adalah sebagai berikut: Tepung glukomanan seberat 1 gram ditambah 4 ml HCl 6N, kemudian dipanaskan 100C selama 1 jam di lemari asam. Penambahan aquades dilakukan setelah hasil digesti dingin. Hasil digesti disaring menggunakan kertas Whatman no.40. Filtrat hasil penyaringan kemudian di bawa ke tahap pengendapan. Tahap pengendapan diawali dengan menambahkan 3 tetes methyl red ke 100 ml filtrate , kemudian ditambahkan beberapa tetes NH 4 OH hingga warna lalutan yang semula pink-salmon menjadi kuning dan pH larutan asam (pH 4-4,5). Larutan kemudian dipanaskan hingga 90C, disaring setelah dingin untuk menghilangkan endapan yang berisi ion fero. Filtrat yang dihasilkan kemudian dipanaskan lagi hingga 90C, sambil diaduk ditambahkan 5% CaCl 2

  (%) = − ℎ × 100% sebanyak 8 ml. Larutan dibiarkan dingin dan disimpan semalam pada temperatur 5C. Esoknya larutan disentrifus 2500 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang, endapan dilarutkan dengan 8 ml H 2 SO 4 20%. Oksalat yang larut siap dititrasi untuk menentukan kadarnya dengan menggunakan kalium permanganate yang sebelumnya sudah distandarisasi. Tahapan awal dari titrasi adalah larutan diencerkan dengan aguades hingga 100 ml. Larutan tersebut kemudian dipanaskan tidak sampai mendidih. Dalam keadaan panas dititrasi dengan permanganat. Titrasi dihentikan ketika larutan berwarna pink yang bertahan setidaknya 3 menit. Penghitungan kandungan oksalat adalah sebagai berikut :

  Analisis data. Data –data yang diperoleh

  55 °

  (%) = 4 × 4 × /2( ) ( ) × 100 × 100%

  Indonesia berwarna kuning tua hingga merah jambu muda, sedangkan Amorphophallus sumber glukomanan Cina atau Jepang berwarna putih. Tingkat putih dari [10] diduga karena penggunaan alkohol bertingkat yang relatif lama dan berkali-kali. Pengalaman empiris yang tidak sengaja adalah ketika hasil ekstrak disimpan agak lama dalam isopropil alkohol menghasilkan warna lebih putih dibandingkan jika disimpan singkat. Derajat

  Amorphophallus sebagai sumber glukomanan

  Hasil ini juga sesuai dengan pengukuran nilai warna derajat putih (L) (Tabel 1). Perlakuan ekstraksi pada temperatur 35C menghasilkan nilai kecerahan paling rendah, Ekstraksi temperatur 55C menghasilkan nilai kecerahan lebih tinggi dibandingkan lainnya. Kecerahan ditujukkan oleh nilai L (lightness). Pada sampel yang cerah nilai L mendekati 100, sedangkan sampel kusam mempunyai nilai L mendekati nilai 0 [2]. Nilai kecerahan untuk ekstraksi pada temperatur yang berbeda dari penelitian ini berkisar 25-27. Nilai cerah yang diperoleh ini lebih rendah dari yang diperoleh oleh [10], mereka mendapatkan nilai yang berkisar 46-49 untuk ekstraksi menggunakan alkohol konsentrasi bertingkat. Nilai cerah glukomanan asal Indonesia rata-rata lebih rendah dibandingkan glukomanan Cina dan Jepang, hal tersebut disebabkan umbi

  26,37 ±1,38 a Catatan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Tukey  0.05 .

  1,17 ± 0,17 a 2654,5± 175,5 b

  C 4,6 ± 1,01 a

  75 °

  27,23 ±1,37 a

  1,67 ± 0,44 a 1519 ± 532,7 ab

  C 5,5 ± 1,32 a

  25.17± 0,47 a

  dianalisis Anova dan uji Tukey α 0.05 menggunakan SPSS 17.0 for Windows . Sebelum dilakukan Anova dilakukan uji Levene untuk melihat kesamaan varian. Jika sampel-sampel yang digunakan berbeda maka dilakukan transformasi akar x.

  2.00 ± 0,57 a 49.5 ± 7,5 a

  C 5.33 ± 0,67 a

  35 °

  C) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Viskositas (Cp) Kecerah an (L)

  C, dan 75 o C Tempe ratur Ekstra ksi ( o

  C, 55 o

  Tabel 1. Hasil pengukuran kadar air, abu, viskositas dan kecerahan glukomanan hasil ekstraksi pada suhu 35 o

  Glukomanan yang diekstrak pada temperatur 55C (untuk selanjutnya disebut dengan ekstrak 55C) lebih putih dibandingkan dengan dua temperatur perlakuan lainnya .

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Tepung tersebut diperoleh setelah glukomanan terekstrak dan dioven pada temperatur 45C, digerus, dan disaring.

  Gambar 1. Penampilan tepung glukomanan yang diekstrak pada temperatur 35C (A), 55C (B), 75C (C).

  Hasil ekstraksi glukomanan dengan menggunakan temperatur 35C (untuk selanjutnya disebut dengan ekstrak 35C), 55C (untuk selanjutnya disebut dengan ekstrak 55C) dan 75C (untuk selanjutnya disebut dengan ekstrak 75C) menghasilkan tampilan tepung glukomanan seperti yang terlihat pada Gambar 1.

  putih atau nilai kecerahan juga tercermin pada visualisasi transparansi larutan glukomanan 1% (Gambar 2). Perlakuan ekstraksi 55C menghasilkan visualisasi transparasi lebih baik dibandingkan ekstraksi 35C dan ekstraksi 75C.

  Gambar 2. Transparansi glukomanan ekstraksi 35 o

  C,

  55 o

  C, dan 75 o C yang dilarutkan dalam air (1%) dengan air sebagai kontrol. Lingkaran hitam digambar diatas kertas dan diletakkan di bawah sampel.

  Glukomanan hasil ekstraksi dikeringkan dengan dioven pada temperatur 45 C hingga beratnya konstan. Pengeringan pada temperatur tinggi menyebabkan ketidak stabilan glukomanan [10]. Sehingga terjawab sudah mengapa [9] mengeringkan glukomanan hasil ekstraksi apada temperatur

  45 o C. Pengukuran kadar air dari tepung glukomanan dari ekstraksi 35C, 55C, dan 75C berkisar antara 4,6-5,33% (Tabel 1). Kadar ini menunjukkan tingkat kekeringan yang lebih tinggi dibandingkan kadar air standart dari pemerintah Cina yaitu 10-11% [8]. Berarti glukomanan hasil ekstraksi 35C, 55C, dan 75C bisa disimpan lebih lama karena kemungkinan terhindar dari kontaminasi jamur adalah besar. Rendahnya kadar air merupakan kodisi yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan jamur [8].

  Kadar abu yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 1,17-2,00% (Tabel 1). Hasil ini lebih rendah dibandingkan kadar abu dari

  konjac flour yang digunakan oleh [9]. Hasil

  mereka adalah 3,96 %, namun untuk abu dari glukoman yang diekstrak dari konjac flour pada 35C dan 75C mereka memperoleh nilai kadar abu 0,42% dan 0,39%. Di duga hal tersebut dikarenakan [9] menggunakan alkohol untuk menggumpalkan glukomanan, sedangkan pada penelitian ini menggunakan isopropil alkohol. Dugaan tersebut perlu dibuktikan sebab kadar abu standart pemerintah Cina untuk glukomanan yang diekstrak dengan alkohol dibolehkan antara 3- 4,5% sebagai jaminan kualitas glukomanan [8]. Perolehan glukomanan merupakan tujuan ekstraksi. Ekstraksi dilakukan bisa berasal dari

  konjac flour atau umbi baik segar maupun kering.

  Gambar 3. Pengaruh tiga temperatur yang berbeda terhadap perolehan glukomanan (A) dan kandungan kalsium oksalat dari tepung glukomanan yang diperoleh (B). Catatan : huruf yang sama pada masing gambar menujukkan tidak berbeda nyata pada uji Tukey α 0,05 .

  Perolehan glukomanan yang diekstraksi pada temperatur 35C, 55C, dan 75C dari penelitian ini (menggunakan umbi

  Amorphophallus muelleri segar) menunjukkan

  bahwa temperatur 55C merupakan temperatur yang ideal untuk ekstraksi glukomanan. Pada temperatur tersebut diperoleh kadar glukomanan tertinggi yaitu sebesar 63,1%, sedangkan untuk ekstraksi 35C dan 75C, masing-masing didapatkan glukomanan sebesar 52,99% dan 39,91% (Gambar 3a). Hasil tersebut selaras dengan kandungan

  (a) (b) perolehan glukomanan yang tetinggi maka kandungan kalsium oksalatnya juga tertinggi (Gambar 3b), demikian juga untuk hasil medium (dari ekstraksi 35C) diperoleh kandungan kalsium oksalat medium (0,066%). Tingginya kandungan kalsium oksalat juga berkorelasi dengan kadar abu dari glukomanan (Tabel. 1). Seperti diketahui abu memberikan suatu ukuran total mineral yang ada bahan pangan setelah air dan bahan organik hilang setelah pemanasan tinggi. Korelasi antara tingginya kandungan abu dan mineral diketahui dari analisi abu tanaman cynara [6]. Perolehan glukomanan dari tiga temperatur ekstraksi (35C, 55C, dan 75C) memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilakukan oleh [9]. Mereka memperoleh glukomanan sebesar 32,52% dan 35,41% pada temperatur ekstraksi masing-masing 35C dan 75C dengan menggunakan alkohol sebagai pengendap glukomanan. Sehingga boleh dikatakan bahwa ekstraksi pada temperatur 35C, 55C, atau 75C dengan menggunakan isopropil alkohol lebih menguntungkan, dengan pertimbangan hasil glukomanan lebih tinggi dan harga isopropil alkohol lebih murah dibandingkan alkohol.

  KESIMPULAN

  (2008), Mineral composition and ashcontent of six major energy crops,

  2011, BITEC Bangna, Bangkok, Thailand.

  Asean Food Conference , 16-18 June

  Sutrisno (2011), Effect of multi level ethanol leaching on physico-chemical properties on konjac flour (Amorphophallus Oncophyllus), The 12 th

  Physicochemical properties of konjac glucomannan extracted from konjac flour by a simple centrifugation process, Food Science and Technology , 44 : 2059-2063. [10] Widjanarko, S. B., A. Faridah, and A.

  2002. [9] Tatirat, O and S. Charoenrein (2011),

  Standard of The Peoeple’s Republic of China for Konjac Flour . NY/T : 494-

  Arthur and W. L. Drinkwater (1988), Free patent online. Clarified konjac glucomannan. Japanese Patent , 63- 68054. [8] Peiying, L. et al (2002), Professional

  [7] Ohashi, S., G. J. Shelso, D. Moirano, L.

  Biomass and Bioenergy , 32(3): 216-223.

  Synthesis of acetylated konjac glucomannan and effect of degree of acetylation on water absorbency, Biomacromolecules , 2: 824-826. [6] Monti A., Di Virgilio N. and Venturi G.

  Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil glukomanan yang optimum, sebaiknya bahan diekstraksi pada temperatur 55°C. Tampilan fisik (warna tepung) dari tepung masih mencerminkan nature umbi glukomanan yaitu masih berwarna coklat muda. Sementara itu kadar abu dan kadar air, juga kalsium oksalat cukup rendah.

  tuber flours as affected by processing, Food Chemistry , 54 : 61-66. [5] Koroskenyi, B and S.P. McCarthy (2001),

  esculenta and Xanthosomasagittifolium)

  [4] Iwuoha, C.I. dan F.A. Kalu (1995), Calcium oxalate and physico-chemical properties of cocoyam (Colocasia

  Liepman, C.G. Wilkerson, M. Pauly (2011), Deep sequencing of voodoo lily (Amorphophallus konjac): an approach to identify relevant genes involved in the synthesis of the hemicellulose glucomannan, Planta, 234: 515–526.

  pembuatan beras analog, Jurnal Teknologi Pertanian , 13(3): 177-186. [3] Gille, S., K. Cheng, M.E. Skinner, A.H.

  bicolor L. moench) dan aplikasinya pada

  [2] Budijanto S dan Yuliyanti (2012), Studi persiapan tepung sorgum (sorghum

  Cereal Chemistry , 17(3) : 332-342.

  [1] Barton-wright, E. C. and R. Tomkins (1940), The moisture content and growth of mould in flour, bran, and middlings,

  Meskipun hasil glukomanan lebih tinggi dengan menggunakan isopropil alkohol pada temperatur ekstraksi 55°C, perlu diuji dengan menggunakan temperatur yang sama menggunakan alkohol untuk melihat konsistensi temperatur 55 o C

Dokumen yang terkait

View of Perbedaan Efek Posisi Prone Dan Supine Terhadap Nadi, Respirasi Dan Suhu Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi

0 0 26

View of Pengaruh Penggunaan Sabun Pembersih Kewanitaan terhadap Perubahan Mikro Flora Normal Vagina dan Bakterial Vaginosis dengan Menggunakan Kriteria Skor Nugent

1 3 12

View of Pengaruh Hypnoparenting Terhadap Kebiasaan Sarapan Pagi Pada Siswa Kelas I di SDN Buah Batu Baru Bandung

0 1 9

Efektivitas Getah Pohon Yodium (Jatropha Multifida Linn) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro Nur Patria Tjahjani, Putri Ridho Ramadhan Gambaran Penggunaan Formalin Pada Ikan Asin di Pasar Karangayu Kota Semarang EnyHastuti

0 0 16

Efektivitas Getah Pohon Yodium (Jatropha Multifida Linn) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro Nur Patria Tjahjani, Putri Ridho Ramadhan Gambaran Penggunaan Formalin Pada Ikan Asin di Pasar Karangayu Kota Semarang EnyHastuti

0 0 20

Pengaruh Penambahan Kitosan terhadap Efektivitas Proses Koagulasi Menggunakan Besi (III) Klorida Heksahidrat

0 0 7

Difusi dan Transfer Massa pada Ekstraksi Tanin dari Buah Mangrove (Rhizophora Stylosa)

0 1 7

Hubungan Gugus Fungsi Plastik Biodegradabel Metil Akrilat dan Pati Garut Terhadap Sifat Mekaniknya

0 0 6

Pengaruh Suhu Reaksi Reduksi Terhadap Pemurnian Karbon Berbahan Dasar Tempurung Kelapa

0 0 5

Pengaruh Waktu Redoks terhadap Tingkat Kemurnian Karbon Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Hasil Karbonisasi Simple Heating

0 0 5