BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur (Bank) sebagai Pemegang Jaminan Gadai Deposito Berjangka pada Perjanjian Kredit Bank (Studi pada PT. Bank Panin (Persero) Tbk. Kcu Pemuda)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Nasional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 yang diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan

  negara dilaksanakan dalam pembangunan nasional dalam segala aspek kehidupan

  

  bangsa . Karakter pembangunan baik arah dan langkah maupun cara manusia memanfaatkannya terutama ditentukan oleh bagaimana suatu negara mengelola

  

  investasi sumber dayanya . Artinya keberhasilan negara dalam melaksanakan pembangunan terutama tergantung pada keberhasilan mengelola sumber dayanya secara optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh manusia.

  Pembangunan dilaksanakan di segala aspek kehidupan, namun pembangunan ekonomi merupakan pendorong yang sangat besar untuk kemajuan dalam bidang - bidang lain dalam keseluruhan hidup bangsa dan negara. Pembangunan ekonomi adalah usaha mentransformasikan kehidupan jutaan

   manusia diseluruh dunia yang sedang berkembang .

  Perkembangan ekonomi yang sangat pesat pada saat ini, memaksa para pelaku kegiatan ekonomi dan pelaku bisnis untuk melakukan kredit. Kredit sangat membantu para pelaku kegiatan ekonomi dan pelaku bisnis dalam keberlangsungan kegiatan usahanya, hal ini dapat dilihat dari banyaknya para 1 2 Indonesia, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, 1999 - 2004 Warren C. Baum & Staokes M. Tolbert, Investasi Dalam Pembangunan Pelajaran Dari

  Pengalaman Bank Dunia, Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal 5. 3 ibid, hal 6. pelaku kegiatan ekonomi dan pelaku bisnis yang melakukan kredit. Dasar dari kredit adalah adanya kepercayaan, yaitu pihak yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan, baik menyangkut jangka waktunya, maupun prestasi dan

  

  Bagi masyarakat Bank merupakan suatu lembaga yang berusaha meningkatkan kebutuhan komsumtif atau produktif yang membutuhkan pendanaan, salah satunya dalam bidang perkreditan, agar mampu mencukupi dalam mendukung peningkatan usahanya. Mengingat bahwa agunan tau jaminan merupakan salah satu unsur dalam pemberian kredit yang sangat penting dan sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur untuk adanya kepastian atas pelunasan utang debitur, atau untuk pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur, maka meskipun berdasarkan unsur - unsur lain telah diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan utangnya, akan tetapi jaminan

  

  Untuk memberi landasan yuridis bagi kreditur dalam melaksanakan hak dan kekuasaan atas barang jaminan tersebut terlebih dahulu dilakukan pengikatan menurut hukum yang berlaku, misalnya dengan pengikatan Hipotik, Hak Tanggungan, Fidusia, Gadai atau dengan jaminan perorangan (Personal Guarantee ) dan Jaminan Perusahaan (Coorporate Guarantee). 4 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal 217. 5 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah & Benda Lain Yang

  Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Atas Pemisahan Horizontal ( Suatu Konsep Dalam Menyongsong Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan) , Citra Aditya Bakti Bandung, Bandung, 1996, hal 23.

  Gadai dapat dijadikan sebagai pengikat jaminan yang sebagaimana diatur dalam Buku II Titel 20 Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), merupakan salah satu lembaga jaminan khusus yang menjamin perikatan hutang piutang antara kreditur dengan debitur, diluar jaminan umum berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata yang menetapkan bahwa segala kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.

  Seiring dengan perkembangan ekonomi dan perdagangan akan selalu diikuti dengan perkembangan kebutuhan akan kredit. Dalam pemberian fasilitas kredit akan selalu memerlukan adanya jaminan, demi keamanan pemberian kredit tersebut dalam arti piutang yang dipinjamkan akan terjamin pelunasannya dengan adanya jaminan (salah satunya jaminan khusus dalam bentuk gadai). Disinilah

   letak pentingnya lembaga jaminan .

  Berdasarkan ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata, gadai dirumuskan sebagai suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang- orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. 6 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT, FH UNDIP

  Semarang, 2006, hal. 2

  Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa yang dinamakan dengan gadai atau hak gadai adalah hak kebendaan yang diberikan sebagai jaminan pelunasan kewajiban atau utang debitur kepada kreditur.

  Kata gadai menunjuk pada dua hal yaitu kepada haknya (hak gadai, vide

  Pasal 1150 KUH Perdata) dan kepada bendanya (benda gadai vide Pasal 1152 KUH Perdata). Gadai disebut sebagai jaminan dalam bentuk kebendaan karena secara umum jaminan tersebut diberikan dalam bentuk penunjukkan atau pengalihan atas kebendaan tertentu, yang jika debitur gagal melaksanakan kewajibannya dalam jangka waktu yang ditentukan, memberikan hak kepada kreditur untuk menjual lelang kebendaan yang dijaminkan tersebut secara mendahului dari kreditur-

   kreditur lainnya (droit de preference).

  Yang dimaksud dengan hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang lebih baik karena kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur yang berharga bagi kreditur dan dapat memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitur untuk memenuhi kewajibannya dengan baik

   terhadap kreditur.

  Gadai sebagai lembaga jaminan banyak dipergunakan dalam praktik perjanjian pemberian kredit. Hal ini karena kedudukan pemegang gadai lebih kuat 7 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada

  Jakarta, 2000, hal. 3 8 J.Satrio, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal.13 daripada pemegang fidusia. Kedudukan yang lebih kuat tersebut adalah karena adanya syarat inbezitsteling dalam gadai, dimana benda gadai harus keluar dari kekuasaan si pemberi gadai dan benda gadai berada dalam kekuasaan kreditur pemegang gadai atau pihak ketiga yang disetujui oleh para pihak, sehingga lebih aman bagi pihak kreditur.

  Mengenai syarat inbezitsteling pada gadai dapat dilihat dari ketentuan

  Pasal 1152 KUH Perdata ayat (1) dan ayat (2), yang berbunyi :

  a. Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang – piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya dibawah kekuasaan si berpiutang atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak.

  b. Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan si berpiutang.

  Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka syarat inbezitsteling merupakan syarat mutlak dan mendasar untuk lahirnya gadai. Gadai menjadi hapus atau batal dengan kembalinya benda gadai kepada si pemberi gadai meskipun atas persetujuan dari pemegang gadai sendiri. Dengan demikian azas umum mengenai bezit yang memperbolehkan adanya penyerahan secara

  

“constitutum prosessorium” pada gadai menjadi tidak berlaku. Penyerahan

  (levering) benda gadai sendiri tidak dimaksudkan sebagai penyerahan dalam arti yuridis yaitu penyerahan yang menjadikan si penerima gadai menjadi pemilik barang yang digadaikan, melainkan pemegang gadai tetap hanya berkedudukan sebagai pemegang saja bukan sebagai pemilik.

  Benda gadai disini berkedudukan sebagai jaminan bagi pelunasan hutang debitur kepada kreditur, sehingga penguasaan benda gadai oleh kreditur pemegang gadai atau pihak ketiga yang disetujui tidak untuk dinikmati, dipakai ataupun dimiliki.

  Dalam Pasal 1154 KUH Perdata ditegaskan bahwa dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya maka tidak diperkenankan mengalihkan benda gadai menjadi miliknya. Oleh karena itu para pihak juga tidak diperkenankan untuk memperjanjikan sebelumnya bahwa dalam hal debitur wanprestasi maka benda gadai akan langsung dimiliki oleh kreditur pemegang gadai dan janji yang demikian adalah batal demi hukum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan debitur yang pada umumnya berada dalam posisi yang lemah dalam perjanjian hutang piutang dengan kreditur sehingga seringkali menyetujui persyaratan yang diajukan oleh kreditur yang pada akhirnya akan dapat merugikan debitur sendiri. Gadai sebagai lembaga jaminan merupakan perjanjian accesoir dan tidak akan dapat dilepaskan dari perjanjian hutang piutang sebagai perjanjian

  Dengan kata lain perjanjian gadai mengikuti perjanjian hutang piutang, dimana perjanjian gadai dimaksudkan untuk memberikan jaminan bagi pelunasan hutang debitur kepada krediturnya.

  Adapun salah satu jaminan yang diinginkan oleh Bank adalah deposito berjangka, karena dengan kata lain deposito merupakan tabungan yang dapat dicairkan bila telah jatuh tempo. Namun apabila waktu pencairan deposito belum terjadi, sementara deposan tersebut memerlukan dana dan meminjam kredit kepada Bank, maka deposito berjangka dapat dijadikan jaminan untuk pelunasan utang yang timbul dari perjanjian kredit tersebut.

  Deposito berjangka dapat digolongkan sebagai benda bergerak, oleh sebab merupakan perikatan - perikatan dan tuntunan - tuntunan mengenai jumlah -

   jumlah uang yang dapat ditagih atau yang mengenai benda - benda bergerak .

  Oleh karena itu, deposito dapat juga disebut piutang, yaitu merupakan hak untuk

  

  menerima pembayaran . Dalam hal ini deposan berhak atas pembayaran sejumlah dana yang tertera dalam surat deposito tersebut.

  Jika deposito berjangka dapat dijadikan jaminan kredit tentunya deposito berjangka mempunyai tata cara dan lembaga tertentu dalam hal pengikatan jaminannya. Dilihat dari pengertian yang diberikan oleh Pasal 1 angka 7 Undang- Undang Perbankan deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Deposito berjangka menurut undang-undang termasuk sebagai salah satu benda bergerak yang tidak berwujud karena dianggap surat yang berharga.

  Deposito berjangka merupakan suatu piutang atas nama dilihat dari bukti kepemilikan bilyet deposito berjangka sehingga jika dijadikan jaminan kredit dengan cara digadaikan. Sebab deposito berjangka merupakan jaminan tambahan yang memiliki tingkat kepastian nominal yang sudah pasti dan likuiditasnya paling likuid dibanding jaminan lainnya, selain itu gadai deposito berjangka pada perjanjian kredit ini sangat mudah dan tidak berbiaya besar.

  Perjanjian kredit dengan jaminan deposito berjangka ini dapat langsung dicairkan apabila nasabah (debitur) melakukan wanprestasi, ini berdasarkan 9 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.

  Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet 25, Pradnya Paramita, Jakarta, 1992, Ps. 511 angka 3 10 Indonesia, Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia, UU 42 tahun 1999, Ps 1 angka 3

  peraturan bank dan perjanjian perjanjian pokok yang telah dilaksanakan antar bank (kreditur) dan nasabah (debitur) dalam upaya pengembalian dana yang telah dipinjam oleh nasabah (debitur).

B. Permasalahan

  Dari latar belakang diatas, adapun yang menjadi pokok permasalahan dari penelitian ini adalah:

  1. Bagaimana deposito berjangka dapat menjadi jaminan gadai dalam perjanjian kredit bank ?

2. Bagaimana pihak kreditur (bank) dalam menetapkan pihak debitur

  (nasabah) telah melakukan wanprestasi terhadap Bank Panin ? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur (bank) apabila didalam pelaksanaan perjanjian kredit bank pihak debitur (nasabah) melakukan wanprestasi pada Bank Panin ditinjau dalam aspek hukum perbankan?

C. Tujuan Penulisan

  Dalam rangka penyusunan skripsi ini mempunyai tujuan yang hendak di capai, sehingga penulisannya akan lebih terarah serta dapat mengenai sasarannya.

  Adapun tujuan penulisan ini adalah: 1.

  Untuk mengetahui dan memahami bagaimana deposito berjangka menjadi jaminan gadai dalam perjanjian kredit bank.

2. Untuk mengetahui penyebab pihak debitur (nasabah) dinyatakan melakukan wanprestasi dalam perjanjian kredit bank.

  3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak kreditur (bank) apabila pihak debitur (nasabah) melakukan wanprestasi dalam perjanjian kredit bank yang menggadaikan deposito berjangka sebagai jaminan kredit.

  Selain tujuan yang dikemukakan diatas, hasil penelitian dan penuisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dalam pengembangan hukum dagang khususnya mengenai masalah perbankan dan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai strata satu pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

D. Manfaat Penulisan 1.

  Manfaat Teoritis Manfat teoritis dalam penelitian ini adalah: a.

  Untuk memberikan informasi mengenai aspek hukum dagang dalam rangka pemahaman tentang perbankan b.

  Untuk menambah bahan pustaka bagi penelitian di bidang yang sama yakni mengenai perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang gadai deposito berjangka dalam perjanjian kredit yang sangat erat dengan hukum perbankan.

2. Manfaat Praktis

  Bagi penulis secara pribadi, hal ini merupakan salah satu bentuk latihan menyusun karya ilmiah walaupun masih sangat sederhana. Skripsi ini ditujukan kepada kalangan penegak hukum dan masyarakat umum untuk lebih mengetahui bagaimana perlindungan hukum dan tanggung jawab terhadap kreditur (bank) yang melakukan gadai deposito berjangka dalam perjanjian kredit di bank.

E. Metode Penelitian

  Dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian dengan metode Normatif

  

  . Penelitian normatif meneliti :

   1.

  Penelitian inventarisasi hukum positif.

  2. Penelitian asas-asas hukum 3.

  Penelitian hukum klinis 4. Penelitian hukum yang mengkaji sistematika peraturan perundang- undangan

  5. Penelitian yang ingin menelaah sinkronasi suatu peraturan perundang-undangan

  6. Penelitian perbandingan hukum 7.

  Penelitian sejarah hukum Dalam penulisan skripsi ini juga menggunakan antara lain :

  Penelitian Kepustakaan 11 Penelitian Hukum Normatif disebut juga sebagai penelitian hukum doktrinal. Pada

  penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas. 12 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hal 29-30.

  Dalam hal ini penulis menggunakan data yang diperoleh dari literatur- literatur seperti buku, serta media elektronik menyajikan data yang diperlukan dalam bentuk artikel dan peraturan perundang-undang dan dibantu dengan melakukan wawancara dengan pihak PT. BANK PANIN (Persero) Tbk, KCU Pemuda.

F. Keaslian Penulisan

  Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini pada dasarnya penulis melakukan pemeriksaan pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum pernah ditulis sebagai skripsi sebelumnya oleh pihak lain. Dengan demikian, skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggung jawabkan penulis baik secara moral maupun secara akademik karena diperoleh melalui pemikiran, referensi buku-buku, dan perundang-undangan yang berlaku.

  G. Sistematika Penulisan Dalam skripsi ini, penulisan membuat suatu sistematika penulisan mengenai ruang lingkup permasalahan yang ada. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan suatu bentuk susunan skripsi yang beraturan. Maka dari itu, perlulah dalam pembahasannya dan penyajian skripsi ini dibagi atas beberapa BAB. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman dan pengertian pembaca. Adapun sistematika dari skripsi ini adalah sebagai berikut:

  BAB I : PENDAHULUAN Merupakan pendahuluan yang terdiri dari sub bab, yaitu latar

  belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian yang penulis gunakan dalam membahas skripsi, keaslian penulisan, dan pada akhir bab ini adalah sistematika penulisan.

  

BAB II : DEPOSITO BERJANGKA SEBAGAI JAMINAN GADAI

DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Merupakan pembahasan mengenai pengertian dan dasar hukum

  gadai, objek dan terjadinya gadai, hak dan kewajiban pemegang dan pemberi gadai, dan hapusnya gadai. Pengertian perjanjian, perjanjian kredit dan perbedaannya dengan perjanjian pinjam uang lainnya, serta deposito berjangka sebagai jaminan kredit bank.

  BAB III : WANPRESTASI GADAI DEPOSITO BERJANGKA PADA PERJANJIAN KREDIT BANK Merupakan pembahasan umum tentang pengertian dan fungsi bank

  serta pengaturannya tentang nasabah bank (Debitur), hubungan antara bank (Kreditur) dan nasabah bank (Debitur) serta bank (Kreditur) sebagai pemegang gadai deposito berjangka dalam perjanjian kredit bank, hak dan kewajiban bank (kreditur) dan nasabah bank (debitur), wanprestasi nasabah bank (debitur) deposito berjangka dan mengatasi kredit bermasalah.

  BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR (BANK) SEBAGAI PEMEGANG GADAI DEPOSITO BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PANIN Merupakan pembahasan tentang Bank Panin secara umum, deposito

  berjangka sebagai salah satu jaminan kredit pada Bank Panin, mekanisme pengikatan jaminan gadai deposito berjangka pada Bank Panin, hal yang menyebabkan nasabah (debitur) dinyatakan telah melakukan wanpretasi pada Bank Panin, eksekusi deposito berjangka sebagai objek jaminan kredit Bank Panin, dan perlindungan hukum terhadap kreditur (bank) sebagai pemegang gadai deposito berjangka dalam perjanjian kredit pada Bank Panin.

  BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Merupakan kesimpulan dan saran sebagai bab terakhir yang penulis

  isi dengan kesimpulan dari hasil pembahasan yang penulis anggap penting dan selanjutnya diberikan saran yang sekiranya bermanfaat.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lamanya Penyelesaian Audit (Audit Delay) pada Perusahaan Manufaktur yang Terdapat di Bursa Efak Indonesia (BEI) Tahun 2011-2013

0 0 13

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lamanya Penyelesaian Audit (Audit Delay) pada Perusahaan Manufaktur yang Terdapat di Bursa Efak Indonesia (BEI) Tahun 2011-2013

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan - Pengaruh Pembersihan dengan Energi Microwave terhadap Kekerasan Permukaan Basis Gigitiruan Nilon Termoplastik dan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

1 0 22

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Pembersihan dengan Energi Microwave terhadap Kekerasan Permukaan Basis Gigitiruan Nilon Termoplastik dan Resin Akrilik Polimerisasi Panas

0 0 8

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sekilas Mengenai Visual Basic 6.0. - Sistem Informasi Kepegawaian Di Instansi Bappedasu Dengan Menggunakan Visual Basic 6.0

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Jiwa - Kondisi Kebersihan Mulut dan Kebutuhan Perawatan Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan

0 1 10

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Analisa dan Usulan Perbaikan Kualitas Produk dengan Metode Taguchi (Studi Kasus pada PT. Asam Jawa)

0 0 40

Analisa dan Usulan Perbaikan Kualitas Produk dengan Metode Taguchi (Studi Kasus pada PT. Asam Jawa)

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Keluarga Berencana - Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam Meningkatkan Akseptor KB Aktif di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Tahun 2012

0 0 8

BAB II DEPOSITO BERJANGKA SEBAGAI JAMINAN GADAI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK A. Gadai 1. Pengertian Gadai dan Dasar Hukumnya. - Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur (Bank) sebagai Pemegang Jaminan Gadai Deposito Berjangka pada Perjanjian Kredit Bank (Stud

0 0 28