Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1. Definisi Dasar - Kajian Nilai Informasi dan Sensitifitas Menggunakan Konsep Bayes dalam Pengambilan Keputusan

Bab 2 LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Dasar

  Himpunan semua hasil ( outcome) yang mungkin dari suatu percobaan disebut ruang sampel ( sample space) dinyatakan dengan lambang T dan setiap hasil dalam ruang sample disebut sebagai titik sampel (

  sample point). Kejadian atau peristiwa (event) adalah himpunan bagian dari ruang sampel.

  Contoh: Dua buah uang logam setimbang dilemparkan ke atas, maka yang dimaksud dengan: Percobaan : pelemparan dua uang logam.

  Ruang sampel : {A,G}, {A,A}, {G,A},{G,G} Titik sampel :

  G (gambar) dan A (angka)

  Peristiwa yang mungkin adalah: AA (angka dengan angka), AG (angka dengan gambar), G (gambar dengan gamba Kejadian majemuk adalah dua kejadian atau lebih yang terjadi secara bersamaan. Kejadian majemuk ada dua, yaitu (Adler Haymans,1991): 1.

  Gabungan, yang disimbolkan dengan Untuk kejadian

  A dan B, gabungan dari ruang hasil kejadian A dengan ruang hasil

  kejadian

  B, adalah ruang hasil yang unsur-unsurnya terdiri dari semua unsur ruang

  hasil kejadian A saja, atau B saja, atau semua unsur di ruang hasil kejadian A dan kejadian B ini dinyatakan dengan symbol .

  Contoh: Misalkan

  A = {a, b, c} dan B = {b, c, d, e}; maka A B = {a, b, c, d, e}

2. Irisan, yang disimbolkan dengan ∩

  Untuk dua kejadian

  A dan B, irisan ruang hasil kejadian A dengan ruang hasil kejadian

B adalah ruang hasil yang unsur-unsurnya terdiri dari unsur-unsur yang dimiliki oleh

  ruang hasil kejadian A dan juga dimiliki oleh kejadian B. Simbol untuk kejadian ini adalah: Contoh: Misalkan A = {a, e, i, o, u} dan B = {a, e}; maka

  A ∩ B = {i, o, u}

  Dalam percobaan tertentu tidak jarang didefinisikan dua kejadian

  A dan B

  yang tidak mungkin terjadi sekaligus. Kedua kejadian A dan B seperti itu dikatakan saling meniadakan atau saling terpisah ( mutually exclusive), dirumuskan sebagai: Kejadian A dan B saling meniadakan atau terpisah yakni, bila A dan B tidak memiliki unsur persekutuan. Contoh: Misalkan A = {a, b, c, d} dan B = {e, f}; maka A ∩ B = Ø.

2.2. Konsep Probabilitas

2.2.1. Peluang Kejadian

  Untuk menentukan peluang suatu kejadian

  A, semua bobot titik sampel dalam A dijumlahkan. Jumlah ini dinamakan peluang A dan dinyatakan dengan P(A).

  Jika A adalah suatu kejadian, maka probabilitas kejadian A dapat ditulis dengan: ≤ P(A) ≤ 1, P(Ø) = 0, dan P(T) = 1

  Contoh: Sebuah mata uang dilantunkan dua kali. Berapakah peluangnya bahwa paling sedikit muncul muka sekali? Jawab:

  Ruang sampel percobaan ini adalah:

  

T = {MM, MB, BM, BB}

  Bila mata uang tersebut setangkup, maka tiap hasil mempunyai kemungkinan muncul yang sama. Karena itu tiap titik sampel diberi bobot

  b sehingga 4b = 1 atau b = 1/4.

  Bila A menyatakan kejadian bahwa paling sedikit satu muka muncul, maka:

  

A = {MM, MB, BM}

  Dan, Bila ruang sampel suatu percobaan berisi unsur, dan masing-masing dapat terjadi dengan peluang yang sama, maka tiap titik mendapat peluang . Peluang setiap kejadian N yang berisi n dari ke N titik sample adalah nisbah dari banyaknya unsur di A dengan unsur di T.

  Teorema: Bila suatu percobaan dapat menghasilkan N macam hasil yang berkemungkinan sama, dan bila tepat sebanyak n dari hasil berkaitan dengan kejadian A, maka peluang kejadian

  A adalah:

P(A) =

2.2.2. Aturan Penjumlahan

  Teorema : Bila

  A dan B dua kejadian sembarang maka: P(A B) = P(A) + P(B) P(A

  Untuk kejadian saling meniadakan (

  mutually exclussive), maka:

P(A B) = P(A) + P(B)

  2.2.3. Aturan Perkalian

  Teorema: Untuk dua kejadian A dan B dapat terjadi pada satu percobaan, maka:

  P(A B) = P(A) P(B|A)

  Teorema: Dua kejadian A dan B bebas jika dan hanya jika:

  P(B|A) = P(B)

  Dan

  P(A|B) = P(A)

  Jika tidak demikian, A dan B tak bebas. Teorema: bila dalam suatu percobaan, kejadian A , A , A

  1

  2 3 , …, , dapat terjadi, maka: P( ) = P(

  )

  Bila kejadian

  A 1 , A 2 , A 3 , …, bebas, maka: P( ) = P(

  2.2.4. Probabilitas Bersyarat

  Misalkan A dan B adalah dua kejadian sedemikian rupa sehingga P(A) > 0, maka Probabilitas Bersyarat adalah probabilitas B akan terjadi dengan syarat A telah terjadi. Teorema: Peluang bersyarat

  B bila A diketahui, dinyatakan dengan P(A), ditentukan

  oleh:

   bila P(A) > 0

2.3. Perbaikan Nilai Kemungkinan Dengan Adanya Informasi Tambahan

  Pada umumnya dalam menghadapi suatu persoalan, pengambil keputusan telah mempunyai informasi awal. Bila informasi awal dirasakan telah memadai, maka keputusan dapat langsung dibuat. Tapi bila informasi awal dirasakan belum cukup, maka diperlukan suatu usaha untuk mendapatkan informasi tambahan. Selanjutnya bila kemudian telah diperoleh informasi tambahan, maka pembuat keputusan perlu menggunakan informasi tambahan ini bersama dengan informasi awal, untuk mendapatkan informasi yang lebih baik untuk pengambilan keputusan. (Kuntoro Mangkusubroto, 1987) Contoh: Pabrik W memproduksi bagian-bagian mesin mobil yang akan digunakan dalam industri perakitan mobil. Oleh sebab itu, ketelitian tinggi sangat diperlukan di pabrik W tersebut. Setiap bagian harus dibuat tepat sama dengan standar yang sudah ditetapkan oleh pemesan.

  Untuk menjamin ketepatan ini, Pabrik W mempunyai bagian khusus yang bernama bagian Pengendalian Kualitas, yang bertugas untuk memeriksa produk pada tiap tahapan proses, dan menghentikan proses apabila produk yang dihasilkan tidak memenuhi standar yang ditetapkan, sehingga kesalahan yang berkepanjangan dapat dihentikan. Salah satu tahapan yang harus dilakukan adalah melakukan pengecekan pengaturan mesin produksi sebelum mesin tersebut digunakan untuk memproduksi.

  Salah seorang staf bagian Pengendalian Kualitas, Dedi, mendapat tugas untuk memeriksa pengaturan mesin sebelum mesin tersebut digunakan. Dari pengalamannya bekerja slama ini, Dedi mengetahui bahwa besarnya kemungkinan pengaturan mesin sudah benar adalah 0,8. Walaupun begitu, Dedi merasa ragu untuk menyetujui pengaturan mesin tersebut dengan hanya mengandalkan informasi tersebut. Dedi lebih memilih untuk menunggu sebuah produk selesai dahulu dikerjakan, untuk kemudian dia melakukan pengukuran, dan dengan didasarkan pada hasil pengukuran tersebut dia dapat memperbaiki nilai kemungkinan awal yang telah diketahuinya. Keputusan ini diambilnya karena dia tahu bahwa, bila pengaturan mesin sudah benar, maka kemungkinan mesin itu akan menghasilkan produk dengan ukuran yang tepat adalah sebesar 0,9, sedangkan bila mesin tersebut tidak dipengaturan dengan benar, maka kemungkinannya untuk menghasilkan produk dengan ukuran yang tepat hanya sebesar 0,4 saja.

  Dari hasil terakhir itulah, Dedi akan mengambil keputusan berkenaan dengan pengaturan mesin tersebut. Bila dari hasil terakhir tersebut, mesin dapat dikatakan telah dipengaturan dengan benar, maka mesin tersebut sudah dapat digunakan untuk menghasilkan produk selanjutnya. Tapi bila pengaturan mesin tersebut tidak benar maka mesin tersebut akan dipengaturan lagi.

2.3.1. Nilai kemungkinan Prior dan Posterior

  Dalam contoh kasus di atas, Dedi telah mempunyai suatu informasi awal, bahwa kemungkinan pengaturan mesin sudah benar adalah 0,8. Informasi awal tentang nilai kemungkinan ini disebut sebagai nilai kemungkinan Prior.

  Bila sampel produk yang diukur ternyata ukurannya tidak tepat, pastinya dedi akan berpendapat bahwa nilai kemungkinan pengaturan mesin tersebut benar lebih kecil dari 0,8. Sebaliknya, jika sampel tersebut ternyata bagus, tentunya akan memperkuat dugaan Dedi bahwa pengaturan mesin sudah benar.

  Persoalan yang timbul adalah bagaimana caranya agar Dedi dapat memperbaiki kemungkinan Prior-nya, setelah dia mendapatkan informasi baru, sehingga dia pada akhirnya bisa mendapatkan nilai kemungkinan yang telah diperbaiki. Nilai kemungkinan akhir ini yang disebut sebagai nilai kemungkinan Posterior. Dalam hal ini dapat diambil definisi bahwa: 1.

  Nilai kemungkinan Prior adalah nilai adalah nilai kemungkinan mesin tersebut pengaturannya telah benar (

  B) atau dinyatakan sebagai P(B).

  2. Nilai kemungkinan Posterior adalah nilai kemungkinan pengaturan mesin benar setelah memperhatikan sampel. Bila sampel tersebut tepat (

  T), maka kemungkinan posteriornya adalah P(B|T).

2.3.2. Penghitungan Nilai Kemungkinan Posterior

  Untuk dapat menghitung nilai kemungkinan Posteriornya, terlebih dahulu diagram kemungkinan untuk situasi tersebut akan digambarkan.

  Tepat (T) ( ) , 9 )

  Pengaturan Benar P T BP(B)=0,8

  Tidak

  ( T )

  P T B ( )  ,

  1 Tepat (T) P ( T S )  ,

  4 Pengaturan Salah P(B)=0,2 Tidak ( T )

  P T S ( )  ,

  6 Gambar 2.3.2.1 Diagram Kemungkinan

  Nilai kemungkinan Prior adalah P(B) = 0,8 dan P(S) = 0,2. Kemudian juga diketahui bahwa bila pengaturan mesin telah benar, kemungkinan hasilnya tepat adalah 0,9, tetapi bila pengaturan mesin salah, kemungkinan hasilnya tepat hanya sebesar 0,4. Hal ini disebut likelihood.

  Likelihood-nya adalah sebagai berikut:

P(T|B) = 0,9

P(T|S) = 0,4

  Jika setelah diperiksa, sampel produk tersebut tenyata tepat ( T), nilai kemungkinan Posteriornya adalah

  P(B|T), dan nilainya dapat diperoleh dengan menggunakan

  perhitungan untuk kemungkinan bersyarat: Dimana,

  Dapat dilihat bahwa dengan mengetahui sampel yang diperiksa ternyata ukurannya tepat, maka perkiraan nilai kemungkinan pengaturan mesin sudah tidak benar, meningkat dari 0,8 menjadi 0,9. __

  Sebaliknya bila ternyata sampel tersebut ternyata ukurannya tidak tepat ( ) ,

  T

  maka nilai kemungkinan Posteriornya adalah: Terlihat bahwa bila sampel yang diambil ternyata tidak tepat, nilai kemungkinan bahwa pengaturan mesin adalah benar, yang semula 0,8 turun menjadi 0,4.

  Cara perhitungan nilai kemungkinan Posterior dengan menggunakan perhitungan nilai kemungkinan bersyarat, sering juga disebut perbaikan nilai kemungkinan Bayes.

2.4. Teorema bayes

  Misalkan kejadian B 1, B B k merupakan suatu sekatan ruang sampel T dengan P(B i )

  2,…,

  ≠ 0 untuk i = 1, 2, …, k. Misalkan suatu kejadian sembarang dalam T dengan P(A) ≠ 0, maka:

  P ( B ) P ( A B ) P ( BA ) 1 r r

  P ( B A )   r k k

  ( ) ( ) ( )

  P BA P B P A B 1 1 1   i1 i 1 untuk r

  1 , 2 ,..., k Bukti: Menurut definisi peluang bersyarat: diperoleh bentuk:

  ( ) ( )

  P B P A B r r

  P ( B A )  r k

  ( ) ( )

  P B P A B 1 11 i  Buktinya selesai.

  Teorema Bayes digunakan untuk menghitung probabilitas terjadinya suatu peristiwa berdasarkan pengaruh yang didapat dari hasil observasi. Pada teorema ini terdapat beberapa bentuk probabilitas, yaitu sebagai berikut: (Azhar Kasim, 1994) 1.

  Probabilitas Awal (Probabilitas Prior), yaitu probabilitas berdasarkan informasi yang tersedia (sebelum ada tambahan informasi).

  2. Probabilitasan Bersyarat yaitu probabilitas dimana terjadinya suatu peristiwa didahului oleh terjadinya peristiwa lain.

  3. Probabilitas Ganda, yaitu gabungan dari beberapa probabilitas (probabilitas gabungan)

  4. Probabilitas Posterior, yaitu probabilitas yang diperbaiki dengan adanya informasi tambahan.

2.5. Teorema Jumlah Peluang atau Aturan Penghapusan

  Misalkan kejadian B

  1 , B 2 k merupakan suatu partisi dari ruang sampel T dengan , …, B P(B1) ≠ 0 untuk i = 1, 2, …, k, maka untuk setiap kejadian A anggota T:

  . Bukti:

  Perhatikan diagram Venn di gambar terlihat bahwa kejadian A merupakan gabungan dari sejumlah kejadian yang saling terpisah

2.6. Nilai Kemungkinan Objektif dan Subjektif

2.6.1. Nilai Kemungkinan Objektif

  Bila membicarakan persoalan kemungkinan, biasanya yang ada dalam bayangan adalah distribusi frekuensi, data masa lalu, dan sebagainya. Dalam contoh klasik maka pertanyaan nya selalu, berapakah kemungkinan munculnya sisi gambar dalam suatu percobaan munculnya mata uang.

  Sebagian besar orang akan setuju bahwa nilai kemungkinan tersebut adalah sebesar 0,5. Pada kenyataannya, bila mata uang tersebut benar (atau bukan mata uang yang diberi sesuatu agar tak seimbang), maka dalam pelemparan berkali-kali, frekuensi relatif dari munculnya sisi gambar adalah 0,5. Analisa frekuensi relatif inilah yang pada dasarnya mendasari nilai kemungkinan pada pelemparan mata uang, sehingga dikatakan sebagai nilai kemungkinan objektif.

  Nilai kemungkinan objektif digunakan dalam beberapa bidang dimana data dapat diperoleh dengan mudah, misalnya dalam bidang biologi dan pertanian, pengendalian kualitas dalam pabrik, atau dalam menguji kualitas beras impor dan sebagainya.

  Untuk mendapatkan suatu nilai kemungkinan objektif, dibutuhkan suatu situasi di mana percobaan yang berulang-ulang dapat dilakukan. Pada kenyataannya, situasi yang di hadapi tidaklah selalu demikian. Pengambil keputusan sering dihadapkan pada situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Misalnya, apakah suatu produk baru akan berhasil dalam pemasaran? Atau, apakah suatu teknologi proses pembuatan yang baru akan berhasil?

  Untuk menghadapi persoalan semacam ini, dibutuhkan konsep nilai kemungkinan yang lain, yang dapat menerangkan ketidakpastian tanpa harus menggunakan berbagai data atau percobaan sebelum dapat menyatakan suatu nilai kemungkinan.

2.6.2. Nilai Kemungkinan Subjektif (Intuisi)

  Untuk menentukan suatu peluang kejadian terkadang harus menggunakan intuisi, keyakinan, dan pengalaman peristiwa masa lalu. Misalnya peluang seseorang menang main tennis, maka harus diperhatikan prestasi orang tersebut dan lawannya dalam main tenis sebelumnya, di sini intuisi turut menentukan.

  Probabilitas suatu peristiwa yang ditentukan dengan perasaan atau kepercayaan individu atau kelompok yang didasarkan pada fakta atau peristiwa masa lalu yang ada dinamakan Probabilitas Subjektif (Sri Mulyono, 1996). Pernahkah mendengar seorang dokter yang berkata, “Kemungkinan operasi ini berhasil adalah lebih besar dari 0,9.” Atau kalimat, “ Saya kurang yakin bahwa penawaran ini akan diterima, rasanya kemungkinannya kecil sekali, kurang dari 0,2.” Dan kalimat-kalimat lain yang senada. Apakah arti kemungkinan dalam kalimat- kalimat tersebut diatas?

  Kemungkinan di sini mencerminkan tingkat keyakinan seseorang terhadap suatu kejadian yang tak pasti dan ini didasarkan pada pengalaman dan informasi yang ada pada dia saat itu. Karena itu, maka pernyataan kemungkinan semacam ini akan menghasilkan nilai kemungkinan subyektif. Salah satu cara yang umum digunakan dalam menentukan pilihan di antara dua alternatif yang ada adalah dengan membandingkan keduanya secara langsung kemudian menentukan pilihan berdasarkan nilai kemungkinan subjektif.

  Ciri utama nilai kemungkinan subjektif, adalah kenyataan bahwa logika dari nilai kemungkinan subjektif tidak dapat ditelusuri secara rasional. Bila seorang direktur perusahaan mengambil keputusan berdasarkan nilai kemungkinan subjektif, mugkin d irektur perusahaan tersebut akan berkata, “Saudara sekalian, saya telah membaca semua laporan yang masuk, dan setelah mempertimbangkannya masak- masak, saya kira sebaiknya bergabung dengan Perusahaan X”.

  Meskipun mungkin keputusan tersebut adalah hasil pemikiran yang cemerlang, tetapi keputusan tersebut tidak dapat dievaluasi. Tidak ada jalan atau alat analisa untuk memeriksa langkah demi langkah untuk menentukan apakah keputusan tersebut adalah suatu konsekuensi logis dari pilihan-pilihan, dan informasi yang tersedia. Semua itu hanya berlangsung dalam pikiran saja, dan mungkin jika direktur perusahaan tersebut diminta untuk menjelaskannya kepada orang lain, mungkin direktur perusahaan tersebut tidak mampu.

2.7. Nilai Ekspektasi

2.7.1. Nilai Harapan (Expexted Values)

  Bila pilihan secara langsung tidak dapat atau sukar untuk dilakukan, maka cara yang sering digunakan adalah dengan menggunakan nilai ekspektasi sebagai dasar pemilihan. Nilai Harapan atau nilai rata-rata merupakan nilai ringkasan untuk mewakili sekelompok nilai. Kalau adalah variabel acak, maka Nilai Harapan sama dengan jumlah hasil kali setiap variabel dengan probabilitasnya, seperti rumus berikut: (Murray R.Spiegel, 2004)

2.7.2. Struktur Persoalan Keputusan

  Struktur persoalan keputusan sebagai berikut:

  Tabel Payoff (Tabel Keputusan). (Johanes Supranto,1998)

Tabel 2.7.2.1 Tabel Keputusan

  Kejadian dan Probabilitas Alternatif N NNN

  1 2 j n

  Tindakan (p ) (p ) (p ) (p )

  1 2 j n

A a a a a

  1

  11 12 1j 1n A 2 a 21 a 22 a 2j a 2n

    

   

A i a i1 a i2 a ij a in

       A m

a a

m2 mj a m1 a mn

  Keterangan:

  A = Alternatif i yang dipilih (baris i) i

  N j = Kejadian tak pasti j, p j= probabilitas kejadian kolom j

  dan kejadian tak pasti

  a ij = Payoff yang diperoleh pada tindakan A i N j ,

  dimana i = 1, 2, 3, …, m dan j = 1, 2, 3, …, n. Dari masing-masing tindakan dapat dihitung nilai harapan

  payoff . Untuk hal-hal yang

  sifatnya menguntungkan, seperti laba, hasil penjualan, penerimaan, dan sebagainya, nilai harapan (EV) dinyatakan dengan Expected Payoff (EP).

  Dalam pengambilan keputusan selalu diusahakan untuk memilih keputusan dengan nilai harapan maksimum, dalam prakeknya dinyatakan dengan besarnya nilai uang, yaitu Expected Monetary Value (EMV) (Azhar kasim, 1994).

2.7.3. Expected Value of Perfect Information (EVPI)

   Expected Value of Perfect Information (EVPI) adalah jumlah maksimum yang wajar

  dibayar oleh pengambil keputusan untuk memperoleh informasi sempurna, dihitung dengan: (Derek W. Bunn. 1984)

  EVPI = EPPI

  • –EV

  dimana : EV : adalah nilai harapan terbesar dari tiap alternatif tindakan.

  

EPPI : adalah hasil perkalian maksimum baris (pay off tertinggi) dengan probabilitas.

  yang dihitung dengan: Dengan dan

  Pr(N i ) adalah probabilitas dari N i P adalah strategi dengan hasil tertinggi ketika N terjadi. i

  Penelitian yang dilakukan tidak dapat menghasilkan informasi yang sempurna, tetapi mendapatkan informasi tambahan harus tidak boleh mencapai biaya lebih atau sama denga EVPI. Berdasarkan hasil perhitungan EVPI ini, pembuat keputusan dapat membandingkan antara biaya maksimum untuk memperoleh biaya informasi tambahan, dengan biaya yang sebenarnya bagi keperluan mendapatkan informasi tersebut. Suatu rencana penelitian survei untuk memperoleh informasi tambahan layak untuk dipertimbangkan asalkan biaya yang dibutuhkan lebih kecil dari pada EVPI. Jika informasi tentang probabilitas secara pasti, maka biaya yang boleh dikeluarkan maksimum sama dengan EVPI (Kasim Azhar, 1994).

2.7.4. Expected Value Of Sample Information (EVSI)

  Agar dapat dicapai keputusan yang optimal, sebelumnya dapat dilakukan penelitian atau riset terlebih dahulu untuk mendapatkan tambahan informasi, dan ini memerlukan tambahan biaya. Masalah yang dihadapi adalah jumlah biaya maksimum yang dapat dialokasikan untuk keperluan riset tersebut. Biaya maksimum ini mencerminkan nilai informasi yang diperoleh melalui riset itu. Rumus untuk mencari EVSI atau nilai maksimum informasi sampel adalah :

  

EVSI = EV dengan informasi sampel - EV tanpa informasi sampel

  Untuk mengukur nilai informasi ini dapat digunakan rumus efisiensi sebagai berikut: Suatu efisiensi yang tinggi menunjukkan informasi yang baik, yaitu hampir sama baiknya dengan informasi yang sempurna, sedangkan tingkat efisiensi yang rendah memungkinkan pengambil keputusan mencari jenis informasi yang lain.(Sri Mulyono, 1996) \

2.7.5. Pohon Keputusan (Decision Tree)

  Tujuan penggunaan pohon keputusan ini adalah untuk memudahkan penggambaran situasi keputusan secara sistematik dan komprehensip. Pada pohon keputusan ini biasanya digunakan notasi/simbol seperti berikut: (Azhar Kasim, 1994)

  

2

N

  1, 2, 3, …

  2 VC 22 VC 22 VC 32 VC 31 VC 33 R 11 R 12 R 13 R 21 R 22 R 31 R 32 R 33 R 23 Ai : alternatif ke-i Nj :

  3

  2

  1

  VC 11 VC 13 VC 21 VC 12 N

  1 N

  3 N

  1

  

2

N

  : simbol keputusan : simbol kejadian tidak pasti PILIHAN KEJADIAN HASIL

  

1

A

  3 N

3 A

  1 N

  3 N

  (gross payoff) dari alternatif Ai untuk state of nature Nj VC ij : biaya variabel untuk Ai dan Nj.

  : nilai kotor

  ij

  4 A

  1, 2, 3, … R

  Keterangan: A i : alternatif ke- i N j : state of nature ke-j, j =

Gambar 2.7.5.1 Pohon Keputusan (Decision Tree)

  

2 N Menurut Huber dalam Kasim [1] Penggunaan diagram pohon keputusan dalam proses pembuatan keputusan secara ideal harus menurut prosedur sebagai berikut: (Azhar Kasim, 1994) Tahap 1 : Membentuk pohon keputusan, menggambarkan cabang.

  1. Gambarkan alternatif-alternatif sebagai cabang dari titik pilihan.

2. Pada ujung dari masing-masing cabang alternatif, buat titik situasi masa depan (state of nature).

  3. Dari tiap titik masa depan ini, buat cabang-cabang tentang situasi masa depan yang mungkin terjadi.

  4. Kalau pada ujung cabang-cabang situasi masa depan ini masih ada alternatif keputusan lain maka buatlah titik keputusan baru.

  5. Ulangi langkah 1,2,3,4 sampai di akhir tiap titik situasi masa depan dan tidak ada lagi titik keputusan baru.

  Tahap 2 : Membentuk sebuah pohon keputusan, menyisipkan daun.

  1. Untuk masing-masing alternatif keputusan, tuliskan biaya pelaksanaannya (seringkali biaya ini tidak dituliskan karena dianggap sudah diperhitungkan dalam perhitungan

  pay off buatan titik pilihan).

  2. Untuk masing-masing hasil (outcome), tulislah probabilitas dari peristiwanya.

  3. Tentukan hasil kotor (gross pay off) dari masing-masing cabang hasil ( outcome) yang paling kanan.

  Tahap 3 : memotong cabang keputusan, memproses informasi 1.

  Hitung net expected value (expected monetary value) dari tiap garpu tala.

  2. Ubah masing-masing titik hasil (outcome) yang paling kanan dengan nilai bersih (EMV) yang diharapkan pada cabang tersebut.

  3. Pada masing-masing titik pilihan, buang masing-masing cabang alternatif kecuali cabang dengan nilai bersih yang diharapkan paling besar yang telah dihitung pada langkah 2 dan ambil nilai bersih (EMV) yang terbesar sebagai payoff untuk cabang hasil (outcome) mendahului titik pilihan.

  4. Ulangi langkah 1, 2, dan 3 sampai nilai bersih (EMV) yang diharapkan pada masing-masing cabang alternatif dari titik pilihan yang paling kiri dihitung.

2.8. Analisa Sensitivitas

  Sebelum keputusan dibuat, perlu diperiksa seberapa besar perkiraan probabilitas state

  

of nature dapat berubah ke strategi lain. Jika perkiraan perubahannya terlalu besar,

  maka tidak layak untuk membeli penelitian itu. Untuk mengetahui seberapa sensitif suatu keputusan terhadap perubahan faktor atau parameter yang mempengaruhinya maka setiap pengambilan keputusan seharusnya disertai dengan analisa sensitivitas. Analisa sensitivitas akan memberikan gambaran sejauh mana suatu keputusan akan konsisten.

  Analisa sensitivitas dilakukan dengan mengubah nilai suatu parameter pada suatu saat untuk selanjutnya dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap akseptabilitas suatu alternatif. Analisa sensitivitas ini memberikan kekuatan/keyakinan sebelum mengambil keputusan.

  Prosedur analisa sensitivitas dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (Robert dkk, 1981)

  1. Pilih variabel yang akan dianalisa 2.

  Identifikasi alternatif terbaik 3. Samakan nilai harapan dari dua strategi ini, yakni, cari titik indiferensi.

  4. Hitung nilai dari variabel yang dipilih dalam langkah 1 sehingga langkah 3 dipenuhi.

  5. Bandingkan nilai yang dihitung dari langkah 4 dengan nilai aktual untuk variabel.