Kajian Analisis Keputusan Menggunakan Analisis Sensitifitas Dengan Fungsi Utility Eksponensial

(1)

KAJIAN ANALISIS KEPUTUSAN MENGGUNAKAN ANALISIS

SENSITIFITAS DENGAN FUNGSI UTILITY EKSPONENSIAL

SKRIPSI

MISDARWANA NASUTION

080823032

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

KAJIAN ANALISIS KEPUTUSAN MENGGUNAKAN ANALISIS

SENSITIFITAS DENGAN FUNGSI UTILITY EKSPONENSIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MISDARWANA NASUTION

080823032

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : KAJIAN ANALISIS KEPUTUSAN

MENGGUNAKAN ANALISSIS SENSITIFITAS DENGAN FUNGSI UTILITY EKSPONENSIAL

Kategori : SKRIPSI

Nama : MISDARWANA NASUTION

Nomor Induk Mahasiswa : 082323032

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2010 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Suwarno Ariswoyo Drs. Marwan Harahap M.Eng

NIP: 19500321 198003 1 001 NIP: 19461225 197403 1 001

Diketahui/Diaetujuioleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Dr. Saib Suwilo, M.sc NIP: 196401091988031004


(4)

PERNYATAAN

KAJIAN ANALISIS KEPUTUSAN MENGGUNAKAN ANALISIS SENSITIFTAS DENGAN FUNGSI UTILITY EKSPONENSIAL

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2010

MISDARWANA NASUTION 080823032


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpahan karunia-Nya skripsi ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang ditetapkan.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada orang tua yang selalu memberi motivasi kepada penulis, kepada Drs. Marwan Hrp, M. Eng dan Drs. Suwarno Ariswoyo, M. Si. selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan pada panduan dan penuh kepercayaan kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhirna tidak terlupakan kepada semua rekan yang sudah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis. Semoga ALLAH SWT membalasnya.


(6)

ABSTRAK

Dengan menggunakan analisis sensitifitas, seorang pembuat keputusan dapat mengetahui variabel-variabel dan probabilitas mana yang paling sensitif terhadap laba. Penerapan Analisis Sensitifitas untuk mengetahui variabel-variabel mana yang paling sensitif terhadap laba dengan menggunakan diagram tornado. Pada contoh kasus setelah menggunakan diagram Tornado kemudian diketahui ada tiga variabel yang paling sensitif terhadap laba, yaitu variabel biaya pengoperasian, kapasitas dari penerbangan terjadwal dan jam terbang. Probabilitas yang paling sensitif untuk ketiga variabel tersebut dicari dengan menggunakan jalan coba-coba (trial and error), sehingga didapat nilai kemungkinan probabilitasnya. Dengan menggunakan analisis ini, seorang pembuat keputusan juga dapat mengetahui seberapa besar resiko yang dapat diterimanya pada sebuah kejadian tak pasti untuk mempemudah proses penentuan pilihan. Sebagai konsekuensi hasil dari suatu analisis sensitifitas, seorang pembuat keputusan mungkin haus mempertimbangkan lagi keputusan optimal yang sudah dibuat.


(7)

STUDY OF DECISION MAKING USING SENSITIVITY ANALYSIS WITH UTILITY EKSPONENSIAL FUNCTION

ABSTRACT

Using sensitivity analysis, a decision maker could find out which variables and probability that most sensitive to the provit. Using a Tornado Diagram, a decision maker could find out those variables. For the examples, after using the tornado diagram, the decision maker found out that there are three most sensitive variable. They are capacity of scheduled flight, operating cost and hours flown. The most sensitive probability could found out using trial and error, so the value of the probability could find out. Using this analysis, a decision maker also could find out how much risk that he can take in an uncertainty even to make the pocess easier. As the the consequence of the payoff of a sensitivity analysis, a decision maker maybe should change the optimal decision that has been made.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar isi vii

Daftar tabel ix

Daftar Gambar x

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Kontribusi Penelitian 3

1.5 Metode Penelitian 3

Bab 2 Landasan Teori 4

2.1 Beberapa Definisi 4

2.1.1 Teorema Bayes 4

2.1.2 Kemungkinan Bersyarat 6

2.2 Penetuan Pilihan 6

2.2.1 Pilihan Langsung 8

2.2.2 Nilai Ekspektasi 9

2.2.3 Nilai Ekivalen Tetap 12

2.2.4 Utility 12

2.2.4.1 Kurva Utility 13

2.2.4.2 Ekspektasi Utility 13

2.3 Sikap Menghadapi Resiko 15

2.3.1 Sikap Penghindar Resiko 15

2.3.2 Sikap Netral 16

2.3.3 Sikap Penggemar Resiko 16

2.4 Toleransi Resiko dan Fungsi Utility Eksponensial 17

Bab 3 Pembahasan 18

3.1 Analisa Sensitifitas 18

3.1.1 Analisa Sensitifitas Satu Variabel 23

3.1.2 Diagram Tornado 25

3.1.3 Analisa Sensitifitas Dua Peubah 29 3.1.4 Sensitifitas Pada Probabilitas 32 3.1.5 Nilai Ekspektasi dari Permasalahan 37 Cendrawasih Airways

3.1.6 Toleransi Resiko (R) untuk Cendrawasih Airways 39 3.1.7 Menetukan Ekivalen Tetap (NET) 42


(9)

Bab 4 Kesimpulan 47

4.1 Kesimpulan 47

4.2 Sarn 47


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Produk yang dapat Dihasilkan 10

Tabel 2.2 Distribusi Kemungkinan Tingkat Penjualan 10 Tabel 3.1 Variabel Input dan Batasan Nilai yang Mungkin 22 untuk Keputusan Pembelian CN-235 oleh Cendrawasih Airways tabel 3.2 Batas bawah dan batas atas keuntungan yang didapat

untuk tiap variabel 27


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Diagram Keputusan dalam Menghadapi Penjual 8

Sabun Cuci

Gambar 2.2 Diagram Keputusan 11

Gambar 2.3 Kurva Utility untuk contoh 2.1 13 Gambar 2.4 Diagram Keputusan dengan Memasukkan Utility 14 Gambar 2.5 Kurva Utility bagi Penghindar Resiko 15 Gambar 2.6 Kurva Utility bagi Sikap Netral 16 Gambar 2.7 Kurva Utility bagi Pengambil Resiko 17 Gambar 3.1 Diagram Keterkaitan Cendrawasih Airways 21 Gambar 3.2 Analisa Sensitifitas Satu Variabel dari Jam Terbang 24 Gambar 3.3 Diagram Tarnado Untuk permasalahan di 27

Cendrawasih Airways

Gambar 3.4 Grafik Sensitifitas Dua Variabel Kapasitas dari 31 Penerbangan Terjadwal dan Biaya Pengoperasian Gambar 3.5 Diagram Keterkaitan dari Cendrawasih Airways 35 Gambar 3.6 Pohon Keputusan untuk Cendrawasih Airways 34

dengan Ketidakpastian untuk Tiga Variabel

Gambar 3.7 Pohon Keputusan untuk Cendrawasih Airways 35 dengan Ketidakpastian untuk Tiga Variabel dengan p = 0,5 dan s = 0,8r

Gambar 3.8 Grafik Sensitifitas Dua Variabel untuk 37 Cendrawasih Airways

Gambar 3.9 Pohon Keputusan untuk Cendrawasih Airways 38 dengan Ketidakpastian untuk Tiga Variabel dengan p = 0,5 dan s = 0,8r

Gambar 3.10 Pohon Keputusan untuk Cendrawasih Airways 41 dengan Memasukkan Utility

Gambar 3.11 Pohon Kcputusan yang Sudah Disederhanakan 42

Gambar 3.12 Grafik Sensitifitas Resiko 46


(12)

ABSTRAK

Dengan menggunakan analisis sensitifitas, seorang pembuat keputusan dapat mengetahui variabel-variabel dan probabilitas mana yang paling sensitif terhadap laba. Penerapan Analisis Sensitifitas untuk mengetahui variabel-variabel mana yang paling sensitif terhadap laba dengan menggunakan diagram tornado. Pada contoh kasus setelah menggunakan diagram Tornado kemudian diketahui ada tiga variabel yang paling sensitif terhadap laba, yaitu variabel biaya pengoperasian, kapasitas dari penerbangan terjadwal dan jam terbang. Probabilitas yang paling sensitif untuk ketiga variabel tersebut dicari dengan menggunakan jalan coba-coba (trial and error), sehingga didapat nilai kemungkinan probabilitasnya. Dengan menggunakan analisis ini, seorang pembuat keputusan juga dapat mengetahui seberapa besar resiko yang dapat diterimanya pada sebuah kejadian tak pasti untuk mempemudah proses penentuan pilihan. Sebagai konsekuensi hasil dari suatu analisis sensitifitas, seorang pembuat keputusan mungkin haus mempertimbangkan lagi keputusan optimal yang sudah dibuat.


(13)

STUDY OF DECISION MAKING USING SENSITIVITY ANALYSIS WITH UTILITY EKSPONENSIAL FUNCTION

ABSTRACT

Using sensitivity analysis, a decision maker could find out which variables and probability that most sensitive to the provit. Using a Tornado Diagram, a decision maker could find out those variables. For the examples, after using the tornado diagram, the decision maker found out that there are three most sensitive variable. They are capacity of scheduled flight, operating cost and hours flown. The most sensitive probability could found out using trial and error, so the value of the probability could find out. Using this analysis, a decision maker also could find out how much risk that he can take in an uncertainty even to make the pocess easier. As the the consequence of the payoff of a sensitivity analysis, a decision maker maybe should change the optimal decision that has been made.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembuatan keputusan pada umumnya berarti memilih satu dari beberapa alternatif yang tersedia, minimal tersedia dua alternatif yang harus dipilih. Menghadapi dua macam pilihan, pembuatan keputusan dapat menyatakan persepsinya terhadap kedua alternatif tersebut yaitu alternatif mana yang lebih ia sukai atau mungkin juga kedua alternatif tersebut sama-sama disukainya.

Dalam setiap pembuatan keputusan, pembuatan keputusan biasanya akan selalu berhadapan dengan lingkungan, dimana salah satu karakteristiknya yang paling menyulitkan dalam proses pembuatan keputusan adalah ketidakpastian di masa depan.

Keputusan yang dibuat setiap individu dalam menghadapi suatu permasalahan bisa berbeda-beda, tergantung sikap individu tersebut dalam menghadapi resiko yang mungkin terjadi di dalam permasalahan tersebut. Setiap pribadi mempumyai sikap sendiri-sendiri terhadap resiko. Ada pribadi yang cenderung untuk menghindari resiko. Ada pribadi yang lebih memilih untuk mengambil resiko dan juga ada yang netral (tidak merasa berbeda dalam memilih diantara pilihan yang ada). Dan untuk mengambil keputusan dengan memasukkan keputusan faktor resiko digunakan nilai ekivalen tetap.

Nilai ekivalen tetap dari suatu kejadian tak pasti adalah suatu nilai tertentu dimana pembuat keputusan merasa tidak berbeda antara menerima hasil yang tidak pasti, atau menerima dengan kepastian sesuatu hasil dengan nilai tertentu.

Setelah ditemukan suatu strategi yang optimal dalam suatu permasalahan, seorang pembuat keputusan harus mengetahui sikapnya dalam menghadapi resiko; apakah dia seorang penghindar resiko atau pengambil resiko. Seorang penghindar resiko akan memikirkan bagaimana caranya untuk menghindari resiko.


(15)

Artinya, alternatif mana saja yang akan dipilih untuk dapat terhindar dari resiko. Demikian juga apabila seorang pembuat keputusan adalah pengambil resiko.

Analisa sensitifitas juga disebut sebagai post optimality analysis, karena analisa ini dilakukan setelah dicapainya suatu strategi yang dianggap optimal. Melalui analisa sensitifitas, seorang pembuat keputusan dapat mengetahui berapa besar perubahan angka keputusan dengan mengubah-ubah preferensi terhadap resiko ke dalam fungsi utilitas eksponensial.

Penerapan nilai ekivalen tetap tidaklah sukar untuk kejadian tak pasti yang masih sederhana. Tetapi bila kejadian tak pasti yang terlibat semakin kompleks, penetapan nilai ekivalen tetap secara langsung menjadi sulit. Oleh sebab itu menghitung nilai ekivalen tetap tidak dapat dilakukan secara langsung, melainkan dengan melakukan penjajagan terhadap preferensi terhadap pembuat keputusan terhadap resiko yang didapat dari utility. Hasil penjajagan ini digambarkan dalam suatu kurva yang disebut kurva utility. Pada umumnya skala utility dinyatakan antara 0 dan 1; dimana skala utility = 1 menyatakan keadaan atau nilai yang paling disukai dan 0 menyatakan keadaan atau nilai yang paling tidak disukai. Karena setiap individu mempunyai preferensi tersendiri dalam menghadapi resiko, maka kurva utility tiap indivdu tidak akan persis sama.

1.2 Identifikasi Masalah

Di dalam analisis ini akan dicari indikator-indikator atau variabel-variabel yang sangat sensitif yang mempengaruhi hasil keputusan


(16)

Menerapkan analisis keputusan menggunakan analisis sensitifitas dengan fungsi utility eksponensial untuk mengambil keputusan dalam suatu perusahaan atau organisasi untuk mengidentifikasi parameter penting yang bisa membuat perubahan pada laba.

1.4 KONTRIBUSI PENELITIAN

• Berguna untuk pengambil keputusan, misalnya pada perbankan

• Lanjutan untuk pengembangan ilmu probabiliy

1.5 METODE PENELITIAN

• Menentukan lingkup keputusan

• Menentukan siklus analisa keputusan

• Membuat diagram keputusan

• Penentuan pilihan


(17)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Beberapa Definisi

Kejadian tak pasti adalah kejadian yang munculnya tidak pasti sehingga tidak bisa diduga terlebih dahulu. Contohnya pada seperti pelemparan sebuah dadu, orang tidak dapat menduga dengan pasti sisi dadu mana yang akan muncul.

Ruang hasil adalah himpunan dari seluruh hasil yang mungkin muncul dari suatu kejadian tak pasti. Contohnya seperti pelemparan sebuah dadu, ruang hasilnya adalah 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.

Dua kejadian atau lebih disebut saling bertentangan bila kejadian-kejadian tersebut tidak akan pernah muncul secara bersamaan. Misalnya dalam pelemparan sebuah mata uang, munculnya gambar atau angka adalah kejadian yang saling bertentangan (mutually exclusive), atau pada pelemparan sebuah dadu, munculnya dadu mata 6 dan 3 tidak akan bisa terjadi secara bersamaan.

Kumpulan kejadian dikatakatan bersifat lengkap apabila kumpulan kejadian tersebut merupakan suatu ruang hasil yang lengkap. Hal ini berarti bahwa jika suatu percobaan dilakukan, maka hasil yang muncul adalah salah satu dari kejadian yang ada dalam himpunan. Contohnya dalam hal pelemparan sebuah dadu. Kumpulan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 adalah lengkap. Bila sebuah dadu dilempar, maka salah satu dari kumpulan angka tersebut pasti akan muncul.

Ada dua pernyataan dasar berkenaan dengan nilai kemungkinan, yaitu:

1. Besarnya nilai kemungkinan bagi munculnya suatu kejadian adalah selalu di antara nol dan satu. Pernyataan ini dapat ditulis dengan:

( )

1


(18)

dimana P(A) menyatakan nilai kemungkinan bagi munculnya kejadian A.

2. Jumlah nilai kemungkinan dari seluruh hasil yang mungkin muncul adalah satu. Jadi, jika suatu ruang hasil yang bersifat lengkap dinyatakan dengan W, maka jumlah kemungkinan seluruh anggota ruang hasil tersebut adalah satu, atau dituliskan dengan:

( )

P wi =1 atau P(W) = 1 dimana Wi menyatakan anggota dari ruang hasil.

2.1.1 Teorema Bayes

Pengambilan keputusan dalam kondisi ketidakpastian dapat menggunakan teorema Bayes, dengan kriteria nilai harapan dengan iteratif sehingga ketelitian dan pendekatan ke keadaan sesungguhnya bisa tercapai, dimana peluangnya mempunyai nilai antara nol dan satu.

Teorema Bayes yang digunakan pada proses pengambilan keputusan tidak terlepas dari teori peluang sebagai konsep dasar. Teorema Bayes dikenal sebagai rumus dasar untuk peluang besyarat yang tidak bebas.

Proses pengambilan keputusan dengan menggunakan kriteria harga harapan sering disebut sebagai prosedur keputusan Bayes tanpa data. Meskipun kriteria harga harapan mudah pemakaiannya tetapi mengandung banyak kelemahan diantaranya ditemukan sumber informasi yang pada umumnya didasarkan pada pertimbangan subjektif. Oleh karena itu, pengambilan keputusan sering menyadari perlunya tambahan informasi yang pada umumnya didasarkan pada data sesungguhnya guna membantu proses pengambilan keputusan. Biasanya ada informasi yang menguntungkan dan ada informasi yang merugikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan seleksi cermat untuk menentukan informasi yang dapat ditentukan taksiran yang yang lebih realistis dari peluang keadaan sesungguhnya.


(19)

Syarat-syarat Teorema Bayes bisa digunakan untuk menentukan pengambilan keputusan, yaitu:

• Berada pada kondisi ketidakpastian (adanya alternatif tindakan)

• Peluang Prior diketahui dan peluang Posterior dapat ditentukan

• Peluangnya mempunyai nilai antara nol dan satu Dalil Bayes

Bila A1, A2, …, An adalah kejadian yang saling bertentangan dan lengkap, dan B adalah

kejadian dalam ruang hasil tersebut dengan P

( )

B ≠0 ; i = 1, 2, 3, …, n

2.1.2 Kemungkinan Bersyarat

Kemungkinan bersyarat adalah kemungkinan suatu kejadian A terjadi apabila sebelumnya terlah terjadi kejadian B, atau bisa juga sebaliknya kemungkinan terjadinya kejadian B apabila sebelumnya telah terjadi kejadian A.

Untuk menghitung nilai kemungkinan bersyarat, digunakan definisi sebagai berikut:

Definisi

Untuk kejadian A dan B dimana P

( )

B ≠0; maka nilai kemungkinan bersyarat kejadian A jika kejadian B diketahui, ditulis sebagai P A B , adalah:

(

)

( )

B P B A P B A

P = ∩

2.2 Penentuan Pilihan

Hampir setiap saat manusia membuat atau mangambil keputusan dan melaksanakannya, dengan asumsi bahwa segala tindakan yang diambil dilakukan secara sadar dan merupakan hasil proses pengambilan keputusan dalam pikirannya, sehingga sebenarnya manusia sudah terbiasa dan berpengalaman dalam membuat keputusan. Tetapi proses pembuatan keputusan tetap masih perlu dikaji lebih dalam.


(20)

Sebuah contoh situasi pembuatan keputusan yang paling sederhana adalah situasi bagi seorang pegawai sewaktu mulai keluar dari runmah menuju ke kantor, salah satu contoh pembuatan keputusannya adalah saat pegawai tersebut perlu memutuskan rute yang sebaiknya diambil. Beragam pemikiran ada didalam benak pegawai tersebut, berkenaan dengan perempatan yang macet, jalan yang padat dengan becak atau lubang, atau pintu lintasan kereta api. Semua hal ini mempengaruhi keputusan yang dibuat dalam beberapa detik tersebut. Keputusan dilaksanakan dalam bentuk perjalanan melalui rute terpilih tersebut sampai dengan ke kantor. Bila kemudian keputusan tersebut dievaluasi maka kemungkinan pertanyaan yang muncul adalah “puaskah saya” atau “bagaimana kalau rute yang lain yang saya ambil” atau “aduh, saya terlambat lagi”.

Semua kemungkinan hasil evaluasi tersebut tidak akan memberikan konsekuensi apapun selama keputusan yang dibuat tidak perlu dipertanggungjawabkan kepada orang lain, atau selama prosesnya tidak perlu diminta pengertian dari pihak lain. Apabila tidak demikian halnya, maka masalah kecil di atas dapat menjadi lebih rumit, karena di dalam pertanggungjawabannya perlu diuraikan sasaran seperti apa yang ingin dicapai melalui perjalanan tersebut, alternatif rute yang dapat dipilih, informasi berkenaan dengan kepadatan dan kualitas jalan pada setiap rute, dan sebagainya. Selain itu, perlu dijelaskan pula kriteria seperti apa yang digunakan untuk dapat memilih suatu alternatif rute dikaitkan dengan konsekuensi yang akan diperoleh pada akhir perjalanan. Ini semua perlu diolah melalui suatu proses yang rasional untuk memperoleh jawaban, yaitu alternatif rute terbaik guna tercapainya sasaran.

Jelas bahwa untuk permasalahan rute perjalanan dari rumah ke kantor, suatu proses yang rasional akan kurang bermanfaat, karena secara intuitif saja jawaban akan dapat diperoleh. Dan mungkin beda 10 menit dengan rute terbaik (bila dapat diketahui) tidak ada artinya dibandingkan dengan rumitnya perhitungan apabila proses rasional akan diikuti. Tetapi untuk hal-hal yang besar, untuk keputusan-keputusan yang dianggap sangat penting, perlu dicari cara yang lebih baik untuk membuat keputusan. Berikut adalah beberapa cara dalam menentukan pilihan yang digunakan dalam menghadapi situasi keputusan tertentu.


(21)

2.2.1 Pilihan Langsung

Salah satu cara yang umum digunakan dalam menentukan pilihan di atas diantara dua alternatif yang ada adalah dengan membandingkan keduanya secara langsung, kemudian menentukan pilihan berdasarkan intuisi.

Sebagian besar keputusan-keputusan yang dibuat dalam kehidupan adalah berdasarkan intuisi. Manusia mempertimbangkan pilihan-pilihan yang dihadapinya berdasarkan informasi yang telah dimilikinya sesuai dengan preferensinya terhadap resiko tindakan yang menunjukkan keputusan terbaik yang dipilihnya.

Berikut ini adalah contoh pengambilan keputusan secara langsung (menggunakan intuisi).

Contoh 2.1 Pengambilan Keputusan Secara Langsung

Seorang wanita penjual barang dari rumah ke rumah menawarkan suatu produk sabun cuci, maka calon pembeli akan dihadapkan pada dua pilihan; yaitu bersedia atau tidak melayaninya.

0,5

0,5

2.1 Diagram Keputusan dalam Mnghadapai Penjual Sabun Cuci

Kalau calon pembeli bersedia melayani wanita penjual tersebut maka calon pembeli tersebut harus memutuskan apakah perlu meminta informasi lebih lanjut dari wanita tersebut. Pilihan yang tersedia antara lain : tidak meminta informasi tambahan tetapi langsung membeli (e0), meminta satu informasi tambahan (e1), atau minta

beberapa informasi tambahan (e2). Sekarang ini diagram arus keputusan menjadi lebih

rumit :

Bersedia melayani


(22)

ranting keputusan

tidak minta informasi tambahan Cabang

keputusan

0,5 bersedia melayani minta satu informasi tambahan

Minta beberapa informasi tambahan

Tidak bersedia melayani

2.2.2 Nilai Ekspektasi

Pengambilan keputusan secara langsung dapat diterapkan untuk kejadian tak pasti yang sederhana. Tetapi bila kejadian tak pasti yang dilibatkan semakin rumit, sehingga penerapan pengambilan keputusan secara langsung tidak dapat atau sukar untuk dilakukan, maka cara yang sering digunakan adalah dengan menggunakan nilai ekspektsi sebagai dasar pemilihan.

Hasil yang dicerminkan dalam suatu distribusi kemungkinan dapat dinyatakan dalam harga rata-rata atau nilai ekspektasi, kemudian pembuat keputusan dapat memilih berdasarkan nilai ekspektasi yang tertinggi. Dengan kata lain, nilai ekspektasi adalah penjumlahan dari hasil kali probabilitas dengan konstribusinya (biasanya dalam satuan uang)

Contoh 2.2 Pangambilan Keputusan Menggunakan Nilai Ekspektasi

Seorang menajer produksi diharapkan untuk memilih satu diantara tiga jenis produk baru yang akan dipasarkan. Produk pendahuluan untuk ketiga produk tersebut telah selesai dilakukan, demikian pula studi tentang harganya. Hasilnya dapat terlihat pada table 2.1. Selanjutnya dari penelitian pasar dapat pula diketahui distribusi kemungkinan tingkat penjualan yang mungkin dicapai untuk masing-masing produk seperti yang


(23)

terlihat pada Tabel 2.2. dan selain itu pimpinan perusahaan telah memutuskan bahwa hanya satu produk baru dapat dipasarkan.

Tabel 2.1 Produk yang Dapat Dihasilkan

Produk Harga

(unit)

Ongkos (unit)

Konstribusi (unit)

A Rp. 2500 Rp. 1500 Rp. 1000

B Rp. 6000 Rp. 4000 Rp. 2000

C Rp. 3750 Rp. 2250 Rp. 1500

Tabel 2.2 Distribusi Kemungkinan Tingkat Penjualan

Tingkat Penjualan Kemungkinan

A B B

0 0 0,1 0,1

1000 0 0,2 0,3

2000 0,1 0,2 0,3

3000 0,1 0,4 0,2

4000 0,2 0,1 0,1


(24)

Gambar 2.2 Diagram Keputusan

Untuk contoh di atas, nilai ekspektasi untuk masing-masing produk adalah : Produk A :

Nilai ekspektasi = (0,1) x (Rp 2.000) + (0,1) x (Rp 3.000) + (0,2) x (Rp 4.000) + (0,6) x (Rp. 5.000) = Rp. 4.300 (ribu)

Produk B :

Nilai ekspektasi = (0,1) x (0) + (0,2) x (Rp 2.000) + (0,2) x (Rp 4.000) + (0,4) x (Rp. 6.000) + (0,1) + (Rp. 8.000) = Rp. 4.400 (ribu)

Produk C :

Nilai ekspektasi = (0,1) x (0) + (0,3) x (Rp 1.500) + (0,3) x (Rp 3.000) + (0,2) x (Rp. 4.500) + (0,1) + (Rp. 6.000) = Rp. 2.850 (ribu)

Dengan membandingkan nilai ekspektasi ini, maka produk B yang dipilih karena produk B mempunyai nilai ekspektasi tertinggi.


(25)

Membuat keputusan dengan mendasarkan kepada nilai ekspektasi tidaklah sulit. Akan tetapi cara ini tidak dapat menunjukkan alternatif yang mana yang paling disukai. Karena kriteria nilai ekspektasi dalam persoalaan ini tidak mencerminkan apa yang diinginkan oleh sebahagian orang. Hal ini disebabkan karena nilai ekspektasi belum mencakup faktor resiko. Sedangkan faktor resiko penting untuk diperhitungkan, karena sikap orang terhadap resiko berbeda-beda.

Untuk menentukan pilihan dengan memasukkan faktor resiko adalah dengan menggunakan nilai Ekivalen Tetap. Nilai Ekivalen Tetap (NET) dari suatu kejadian tak pasti adalah suatu nilai tertentu dimana pembuat keputusan merasa tidak berbeda antara menerima hasil yang dicerminkan dalam ketidakpastian tersebut, atau menerima dengan kepastian suatu hasil dengan nilai tertentu. Besar nilai inilah yang disebut dengan Nilai Ekivalen Tetap. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Nilai Ekivalen Tetap adalah nilai batas dimana pembuat keputusan bersedia untuk menukar alternatif yang dipilih.

2.2.4 Utillity

Utility adalah preferensi pembuat keputusan terhadap suatu nilai dengan mempertimbangkan faktor resiko. Hasil penjajagan preferensi pembuatan keputusan terhadap suatu nilai dengan mempertimbangkan faktor resiko tersebut dinotasikan dalam suatu kurva yang disebut kurva preferensi atau kurva Utility. Kurva utility memberikan sebuah cara untuk mengkonversikan suatu satuan (misalnya mata uang Rupiah) menjadi unit utility.

2.2.4.1 Kurva Utility

Kurva Utility menggambarkan bagaimana utility atau preferensi suatu nilai bagi pembuat keputusan. Pada umumnya skala utility dinyatakan antara 0 dan 1; dimana


(26)

skala utility = 1 menyatakan keadaan atau nilai yang paling disukai dan 0 menyatakan keadaan atau nilai yang paling tidak disukai.

Gambar 2.3 Kurva Utility untuk Contoh 2.1

2.2.4.2 Ekspektasi Utility

Karena utility merupakan pencerminan dari preferensi pembuat keputusan; maka untuk melakukan pemilihan, pembuat keputusan mendasarkan pada ekspektasi utility dari alternatif-alternatif yang ada, dan memilih berdasarkan ekspektasi utility yang tertinggi.

Sebagai contoh, dalam menghadapi situasi keputusan seperti pada Contoh 2.1 di atas, diagram keputusannya dapat digambarkan sebagai berikut :


(27)

Gambar 2.4 Diagram Keputusan dengan Memasukkan Utility

Untuk mencari Utility dari masing konsrtibusi laba seperti pada diagram keputusan di atas digunakan kurva utility (Gambar 2.4). setelah itu dapat dihitung Ekspektasi Utility (EU adalah hasil kali probabilitas dengan utility-nya ) dari masing-masing alternatif, sehingga didapatkan :

Alternatif A :

EUA = (0,1) x (0,45) + (0,1) x (0,6) + (0,2) x (0,78) + (0,6) x (0,87)

= 0,79 Alternatif B :

EUB = (0,1) x (0) + (0,2) x (0,45) + (0,2) x (0,78) + (0,4) x (0,94) + (0,1) x (1) =

0,72 Alternatif C :

EUC = (0,1) x (0) + (0,3) x (0,31) + (0,3) x (0,64) + (0,2) x (0,83) + (0,1) x (0,94)


(28)

2.3 Sikap Menghadapi Resiko

Sikap seseorang dalam menghadapi suatu persoalan yang mengandung resiko pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : sikap menghindar resiko, netral atau sikap mengambil resiko.

2.3.1 Sikap penghindar Resiko

Bila seseorang bersifat sebagai penghindar resiko maka premi resikonya akan selalu positif. Dan semakin besar premi resiko tersebut, maka sifat penghindar resiko orang tersebut akan makin besar pula. Karena sifat penghindar resiko dinyatakan dengan premi resiko yang positif, maka kurva utility-nya tersebut akan selalu terletak disebelah kiri atas dari garis netral. Dengan kata lain kurva utility-nya berbentuk concave.

Gambar 2.5 Kurva Utility bagi Penghindar Resiko

Sebuah fungsi Utility bias dispesifikasikan seperti grafik di atas, ataupun dalam sebuah tabel. Fungsi Utility secara matematis dalapat dinyatakan dlam bentuk eksponensial, yang secara umum dinyatakan sebagai berikut :


(29)

U(x) = 1 – e-x/R 2.3.2 Sikap Netral

Dilain pihak bila seseorang menyatakan bahwa ekivalen tetap sebuah lotere sama dengan nilai ekspektasinya, maka dia mempunyai sikap yang netral dalam menghadapi resiko. Dalam hal ini maka premi resikonya adalah nol. Dan kurva Utilitynya digambarkan sebagai garis lurus.

Gambar 2.6 Kurva Utility Bagi Sikap Netral

2.3.3 Sikap Penggemar Resiko

Seseorang yang memiliki sifat sebagai penggemar resiko, maka ekivalen tetap atas suatu kejadian tak pesti baginya akan lebih besar dari pada nilai ekspektasi dari kejadian tersebut. Untuk orang ini maka premi resikonya adalah negatif, artinya dia mengharapkan suatu tambahan dari nilai ekspektasi, agar bersedia melepaskan lotere tersebut. Bagi orang ini mka kurva utilitynya akan berbentuk convex.


(30)

Gambar 2.7 Kurva Utiliy bagi Pengambil Resiko

2.4 Toleransi Resiko dan Fungsi Utility Eksponensial

Penaksiran utility dapat digunakan untuk menaksir sebuah fungsi utility secara subjektif. Serta dapat digunakan untuk berbagai situasi, meskipun hal tersebut melibatkan sejumlah penaksiran. Sebuah alternatif pendekatan berguna untuk mendasarkan penaksiran sebuah fungsi matematika khusus. Fungsi utility eksponensial sebagi berikut :

U(x) = 1 – e-x/R

Dalam fungsi utility eksponensial, R disebut dengan toleransi resiko. Semakin besar nilai R maka akan semakin mendatar pula fungsi utility eksponensialnya, sebaliknya semakin kecil nilai R maka akan semakin concave kurvanya.


(31)

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Analisis Sensitifitas

Analisis sensitifitas adalah sebuah pendekatan pemodelan yang dilakukan untuk mengidentifikasi parameter yang penting dalam sebuah pohon keputusan. Sebagai konsekuensi hasil dari suatu analisis sensitifitas, seorang pembuat keputusan mungkin harus mempertimbangkan lebih banyak informasi tentang parameter yang divariasikan, kemudian efek pada pohon keputusan diperiksa.

Salah satu alasan mendasar mengapa analisis sensitifitas sangat penting bagi seorang pembuat keputusan adalah karena masalah-masalah yang nyata terdapat di dalam suatu dunia yang dinamis, terus berubah. Harga bahan baku terus berubah, permintaan terhadap berbagai jenis produk mengalami naik turun, perusahaan yang harus harus membeli mesin baru untuk menggantikan yang lama, harga saham yang fluktuatif, rotasi pegawai yang terus berlangsung, dan lain sebagainya. Analisa sensitifitas mampu menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk merespon perubahan-perubahan seperti yang disebutkan di atas tanpa harus merevisi solusi optimal yang sudah ada. Tidak ada prosedur analisa sensitifitas yang terbaik untuk suatu analisa keputusan. Analisa sensitifitas adalah suatu bagian terpisah dari proses pengambilan keputusan.

Contoh : Problema Cendrawasih Airways

Sara thoriq, pemilik Cendrawasih Airways telah lama berencana untuk mengembangkan perusahaan pengangkutannya. Saat ini dirasakan adalah saat yang tetap untuk memulai karena salah seorang temannya telah memperkenalkannya pada seorang pemilik perusahaan penerbangan kecil di daerah sebelah timur Indonesia, yang berencana


(32)

menjual pesawatnya. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan, dan Sara Thotiq merasa sedikit kesulitan dalam menyelesaikannya.

Cendrawasih Airways mempunyai tiga buah pesawat udara bermesin ganda. Dengan armada ini, Cendrawasih Airways melayani jalur penerbangan carter dan juga jalur penerbangan terjadwal, khususnya untuk komunitas masyarakat di daerah timur Indonesia. Rute yang ditempuh adalah rute yang sebelumnya memang belum terjangkau oleh perusahan pengangkutan lain. Rata-rata 50 % penerbangan rata-rata 1,5 jam perjalanan dan jarak kurang lebih 483 km. Sisa 50 % lagi adalah penerbangan carter. Kombinasi dari penerbangan carter dan penerbangan terjadwal yang singkat sudah terbukti menguntungkan. Thoriq ingin sekali memperbaiki tingkat pelayanan, terutama pada jalur penerbangan carter, tetapi hal ini terasa mustahil untuk dilakukan tanpa adanya armada tambahan.

Pemilik penerbangan kecil yang telah dikenalkan oleh temannya tersebut menawarkan sebuah CN-235 dengan harga Rp. 950.000.000,- dan Thoriq menyadari kalau dia hanya mampu membeli CN -235 tersebut antara Rp. 850.000.000,- dan 900.000.000 regulasi FAA. Mesinnya masih dapat dikatakan baru, dengan pengoperasian hanya 150 jam jarak service menyeluruh yang terakhir. Lebih lanjut lagi, karena telah digunakan oleh perusahaan penerbangan kecil yang mengkhususkan pada komunikasi yang dibutuhkan oleh Cendrawasih Airways. Ada lima tempat duduk yang sangat lega untuk penumpang, ditambah ruangan untuk menyimpan barang-barang penumpang. Kecepatan CN-235 tersebut rata-rata 175 mil laut per jam (knot), atau 201, 4 (mph) atau sekitar 324 km per jam, biaya perawatan, gaji pilot. Biaya tetap tahunan termasuk asuransi (Rp. 200.000.000,-) dan beban bunga Thoriq sudah memperkirakan bahwa dia akan mengajukan pinjaman sekitar 40% dari modal yang diperlukan, dan Thoriq menyadari bahwa tingkat suku bungan pinjaman sekitar 2 % di atas tingkat suku bungan dasar (tepatnya 9,5 %, dan dapat berubah sewaktu-waktu). Berdasarkan pengalamannya di Cendrawasih Airways, Thoriq memperkirakan bahwa tarif yang dapat dikenakan untuk penerbangan carter adalah antara Rp. 3.000.000,- sampai Rp. 3500.000,- per jam, atau harga tiket rata-rata sekitar Rp. 1.000.000,- per orang per jam untuk penerbangan terjadwal. Hampir selalu pada penerbangan terjadwal, setengah dari


(33)

kapasitasnya pasti terisi. Dia berharap dapat mengoperasikan armadanya sampai dengan 1000 jam , tapi Thoriq menyadari kalau angka 800 jam akan lebih masuk akal. Dahulu, rata-tara 50 % dari penerbangan adalah penerbangan carter, tapi sekarang dia ingin memperbesar persentasenya jika memungkinkan.

Pemilik CN-235 mengatakan pada Thoriq bahwa rencana awalnya dia berencana menjual pesawat tersebut secara tunai. Tetapi dia juga memberikan pilihan lain yaitu dengan melakukan pembayaran secara dicicil dalam jangka waktu satu tahun, tentunya dengan harga yang sedikit lebih mahal jika dibandingkan dibayar secara tunai (dalam jangka waktu pencicilan tersebut, pemilik lama tetap akan mengoperasikan pesawat tersebut.) Walaupun mereka belum mendapatkan harga yang telah disepakati untuk opsi kedua, dalam diskusi yang telah terjadi membuat Thoriq yakin kalau opsi yang kedua akan memerlukan biaya tambahan antara Rp. 25.000.000,- sampai 40.000.000,-. Selain pilihan itu memberi pesawat, Thoriq juga mempunyai pilihan berinvestasi yang lain yaitu menginvestasikan modalnya pada pasar uang dengan harapan tingkat pengembalian mencapai 8 % dalam setahun. (dengan asumsi suku bunga tidak berubah dalam 3 tahun).

Dalam mempertimbangkan semua opsi yang ada, Thoriq menyadari bahwa banyak angka-angka yang di gunakan hanyalah angka-angka penaksiran belaka. Ada beberapa diantara angka-angka tersebut yang sepenuhnya berada di bawah kendalinya (seperti seberapa besar jumlah yang akan dibayarkan dan seberapa besar tarif atau harga tiket yang akan dikenakan), semenntara untuk yang lain seperti biaya asuransi atau biaya pengoperasian tidak dapat dikendalikannya.

Dalam permasalahan pengambilan keputusan ini, alternatif yang ada adalah membeli pesawat udara secara tunai, membeli dengan opsi yang diberikan oleh pemlik awal atau tidak sama sekali. Walaupun masih ada berbagai tujuan objektif lainnya, seperti pertumbuhan atau perkembangan perusahaan yang mempengaruhi komunitas masyarakat, dalam konteks menentukan apakah jadi membeli armada pesawat baru, akan sangat berbalasan bagi Thoriq untuk fokus pada satu tujuan, yaitu memaksimalkan keuntungan (laba). Thoriq dapat menaksir probalitas yang berhubungan dengan


(34)

berbagai jenis kuantitas, seperti biaya pengoperasian, dan sebagainya. Hal ini dapat diperhatikan pada diagram di bawah ini yang menjelaskan tentang alur keuangan Cendrawasih Airways.

Gambar 3.1 Diagram Keterkaitan Cendrawasih Airways

Tabel 3.1 menyediakan data yang menjabarkan tentang variabel-variabel yang terlibat dalam proses keputusan. Pada tabel ini juga terdapat angka perkiraan (nilai dasar) serta batas-batas dan batas bawah yang masuk akal. Batas atas dan batas bawah mewakili hasil pemikiran Thoriq mengenai seberapa tinggi dan seberapa rendah nilai yang mungkin dicapai oleh masing-masing variabel.

Kolam “ Nilai dasar” pada diagram 3.1 mengindikasikan perkiraan awal Thoriq untuk 10 variabel input. Nilai dasai ini bisa digunakan untuk memperkirakan keuntungan tahunan (dengan mengabaikan pajak untuk menyederhanakan perhitungan).


(35)

Tabel 3.1 Variabel Input dan Batasan Nilai yang Mungkin untuk Keputusan Pembelian CN-235 oleh Cendrawasih Airways

Variabel Nilai dasar Batas bawah Batas atas

Jam terbang 800 jam 500 jam 1000 jam

Harga carter/jam Rp 3.250.000 Rp 3.000.0000 Rp 3.500.000

Harga tiket/jam Rp 1.000.000 Rp 950.000 Rp 1.080.000

Kapasitas dari penerbangan terjadwal 50 % 40 % 60 %

Proporsi dari penerbangan carter 0,50 0,45 0,70 %

Biaya pengoperasian per jam Rp 2.450.000 Rp 2.300.000 Rp 2.600.000

Asuransi Rp 200.000.000 Rp 180.000.000 Rp 250.000.000

Proporsi pinjaman 0,40 0,30 0,50

Tingkat 11,50 % 10,5 % 13 %

Harga pembelian Rp 875.000.000 Rp 850.000.000 Rp 900.000.000

Kuntungan tahunan merupakan hasil dari penjumlahan total pendapatan tahunan dikurangi dengan total biaya tahunan :

Pendapatan Total = Pendapatan dari Carter + Pendapatan dari Penerbangan jadwal = (Proporsi Carter x Jam Terbang x Tarif Carter) + [(1-

Propsorsi Carter) x Jam Terbang x Harga Tiket x Jumlah Tempat Duduk penumpang x Kapasitas dari Penerbangan Terjadwal]

= (0,5 x 800 x Rp3. 250.000) + (0,5 x 800 x Rp1.000.000 x 5 x 0,5)

= Rp1.300.000 + Rp1.000.000 = Rp2.300.000.000

Biaya Total = (Jam Terbang x Biaya Pengoperasian) + Asuransi + Biaya pinansial


(36)

= ( Jam Terbang x Biaya Pengoprasian) + Asuransi + (Harga x Propporsi Pinjaman x Tingkat Suku Bunga)

= Rp1. 960.000.000 + Rp200.000.000 + (Rp75.000.000 x 0,4 x 11,5%)

= Rp1.96.000.000 + Rp200.0000 + Rp40.250.000 = Rp2.200.250.000,-

Jadi, dengan menggunakan nilai dasar, keuntungan tahunan Thoriq diperkirakan sebesar : Rp2.200.000.000,- Rp2.200.250.000,- = Rp99.750.000,-. Dengan memperkirakan bahwa harga beli pesawat yang mampu dibayar oleh Thoriq adalah Rp75.000.000,- seperti yang telah disebutkan diawal, Thoriq memiliki sekitar 60% dari harga tersebut, yaitu 60% x Rp75.000.000 = Rp525.000.000,-. Diperkirakan laba yang diperoleh adalah sekitar 19% Dari modal yang sekarang dimilikinya.

3.1.1 Analisa Sensitifitas Satu Variabel

Dalam permasalahan Cendarawasih Airway, analisa sestifitasnya adalah mencari variabel mana yang benar-benar dapat membuat perbedaan dalam keputusan yang dibuat. Analisa sestifitas satu variabel dapat menjawab pertayaan seperti : apakah tingkat suku bunga berbeda dapat mempengaruhi laba yang diterima atau apakah harga tiket harus direvisi, atau apakah jika jam terbang diubah akan mempengaruhi banyak pada laba, dan pertanyaan-pertanyaan lain sebagainya.

Jika diperhatikan tabel 3.1 pada baris jam Terbang, dapat dilihat bahwa sebenarnya Thoriq tidak terlalu yakin seberapa besar nilai yang tepat untuk jam Terbang, dimana jam Terbang tersebut dapat bervariasi antara 500 – 1.000 jam. Tentunya perubahan pada jam Terbang dengan keuntungan dapat digunakan sebuah Grafik Analisa Sesitifitas Satu Variabel seperti terlihat pada Gambar 3.2.

Garis lurus menuju ke arah kanan atas menunjukkan laba yang mungkin didapatkan jika jam Terbangnya divariasikan 500 – 1.000. Untuk menggambarkan garis ini, dimasukan nilai jam Terbang yang berbeda-beda kedalam rumus perhitungan di atas. Garis lurus mendatar menggambarkan laba yang bisa diperoleh Thoriq jika dia


(37)

menanamkan modalnya di pasar uang. Titik di mana kedua garis ini berpotongan adalah titik di mana kedua alternatif investasi ini menghasilkan laba yang sama (Rp525.000.000,-), yaitu Terbang sama dengan 664.

Garis tebal mewakili keuntungan maksimum yang dapat diperoleh oleh Thoriq untuk tiap nilai Jam Terbang yang berbeda-beda, dan segmen yang berbeda dari garis ini disesuaikan dengan strategi investasi yang digunakan (apakah membeli pesawat baru atau mendepositokan uangnya). Pada kenyataannya, Thoriq meyakini bahwa dengan adanya kemungkinan nilai jam terbang berada di bawah atau di atas 664, menunjukkan bahwa variabel Jam Terbang adalah termasuk variabel yang penting dan perlu dipertimbangkan secara hati-hati tentang ketidakpastian yang ada dalam variabel ini.

3.1.2 Diagram Tornado

Dengan menggunakan sebuah diagram tornado, dapat dibandingkan banyak variabel input pada saat yang bersamaan dengan menggunakan Analisa Sensitifitas Satu Variabel. Misalnya untuk setiap variabel input pada Tabel 3.1 digunakan nilai batas atas dan batas bawahnya, untuk dapat melihat seberapa besar perubahan yang terjadi pada


(38)

keuntungan (laba). Gambar 3.2 di atas menunjukan variasi profit yang terjadi saat variabel inputnya divariasikan antara batas atas dan batas bawahnya. Contohnya dapat dilihat pada variabel Kapasitas Penerbangan Terjadwal.

Pendapatan Total = Pendapatan dari Carter + Pendapatan dari Penerbangan Terjadwal

= (Proporsi Carter x Jam Terbang x Tarif Carter) + [(1 - Proporsi Carter) x Jam Terbang x Harga Tiket x Kapasitas Tempat Duduk Penumpang x Kapasitas Penerbangan Terjadwal]

= (0,5 x 800 x Rp3.250.000) + (0,5 x 800 x Rpl.000.000 x 5 x 0,4)

= Rpl.300.000.000 + Rp800.000.000 = Rp2.100.000.000,-

Dengan tidak adanya perubahan pada perhitungan total biaya, sehingga biaya masih diperkirakan sebesar Rp2.200.250.000,-. Perkiraan kerugian adalah hasil pengurangan antara total pendapatan dengan total kerugian, yaitu Rp2.100.000.000, -Rp2.200.250.000,- = - Rp l00.250.000,-. Jadi jika semua variabel lain ditetapkan pada Nilai dasarnya, sementara variabel Kapasitas Penerbangan Terjadwal ditetapkan pada batas bawah 0,4 maka akan mengakibatkan kerugian sebesar Rp l00.25 0.000,-. Nilai - Rpl00.250.000,- ini diletakkan di sebelah ujung kiri pada batang yang variabel Kapasitas Penerbangan Terjadwal. Untuk mencari nilai batas ujung kanannya, digunakan nilai batas atas dari variabel Kapasitas Penerbangan Terjadwal, dengan menggunakan rumus yang sama seperti di atas.

Pendapatan Total = Pendapatan dari Carter + Pendapatan dari Penerbangan Terjadwal

= (Proporsi Carter x Jam Terbang x Tarif Carter) + [(1 - Proporsi Carter) x Jam Terbang x Harga Tiket x Kapasitas Tempat Duduk Penumpang x Kapasitas Penerbangan Terjadwal] = (0,5 x 800 x Rp3.250.000 ) + (0,5 x 800 x Rpl.000.000 x 5 x


(39)

= Rpl.300.000.000 + Rpl.200.000.000 = Rp2.500.000.000,-

Dengan tetap menggunakan asumsi bahwa perkiraan biaya dasar tidak berubah, maka diperkirakan keuntungan sebesar Rp2.500.000.000 - Rp2.200.250.000 = Rp299.750.000,-. Sehingga nilai batas ujung kanan batangnya pada diagram tornado adalah Rp299.750.000,-.

Tabel 3.2 Batas Bawah dan Batas atas Keuntungan yang Didapat untuk Tiap Variabel

Variabel Profit Bawah Profit Atas

Jam terbang Rp (100.250.000) Rp 299.750.000

Harga carter/jam Rp (27.750.000) Rp 184.750.000

Harga tiket/jam Rp (20.250.000) Rp 219.750.000

Kapasitas dari penerbangan terjadwal Rp 250.000 Rp 199.750.000 Proporsi dari penerbangan carter Rp 49.750.000 Rp 119.750.000 Biaya pengoperasian per jam Rp 49.750.000 Rp 179.750.000

Asuransi Rp 69.750.000 Rp 219.750.000

Proporsi pinjaman Rp 89.687.500 Rp 109.812.500

Tingkat Rp 94.500.000 Rp 103.250.000

Harga pembelian Rp 98.600.000 Rp 100.900.000

Jika digunakan cara yang sama untuk setiap variabel yang ada, akan didapat data seperti Tabel 3.2 di atas, akan didapat bentuk diagram seperti yang berikut ini.


(40)

Diagram Tarnado untuk permasalahan di Cendrawasih Airyas

Gambar 3.3 Diagram Tornado Untuk permasalahan di Cendrawasih Airways

Panjang dari batang untuk setiap variabel yang diberikan mewakili perluasan dari keuntungan yang mungkin didapat. Grafik tersebut disusun sedemikian rupa sehingga variabel yang sangat sensitif; yaitu variabel dengan batang terpanjang, terletak pada bagian atas, dan yang paling tidak sensitif diletakkan pada bagian bawah. Dengan susunan batang yang diletakkan berdasarkan panjang ini, dapat dengan mudah dilihat mengapa grafik ini disebut dengan Diagram Tornado.

Garis vertikal yang memotong sumbu x = 42.000.000 mewakili nominal yang didapat oleh Thoriq apabila dia menanamkan modalnya sebesar Rp.525.000.000,-pada pasar uang dengan tingkat pengembalian sebesar 8%. Jika dia tidak yakin keuntungan yang mungkin akan diperolehnya lebih besar dari Rp42.000.000,- maka mungkin sebaiknya dia tidak perlu membeli CN-235 tersebut.

Ada banyak hal yang menarik yang dapat dilihat dari Gambar 3.3 di atas. Contohnya, ketidakpastian yang akan dihadapi Thoriq mengenai Kapasitas Penerbangan Terjadwal ternyata sangatlah penting. Sementara sebaliknya, keuntungan tahunan ternyata tidaklah sensitif terhadap harga pesawat terbang. Diagram Tornado dapat menunjukkan variabel mana saja yang perlu lebih diperhatikan dan mana yang dapat diabaikan (diasumsikan tetap berada pada nilai dasarnya). Untuk kasus ini, keuntungan


(41)

sehingga untuk proses analisa lebih lanjut, variabel-variabel di atas dapat diasumsikan tetap berada pada nilai dasarnya. Sementara Kapasitas Penerbangan Terjadwal, Biaya Pengoperasian, Jam Terbang dan Tarif Carter mempunyai efek yang besar terhadap keuntungan tahunan; dimana batang untuk keempat variabel ini memotong garis kritis 42.000.000. Proporsi dari Penerbangan Carter, Harga Tiket, dan Asuransi juga mempunyai efek yang kuat terhadap laba, tetapi batang dari ketiga variabel ini semuanya terletak di sebelah kanan garis 42.000.000. Untuk tahapan awal, ketiga variabel ini dapat diasumsikan tetap pada nilai dasarnya.

Terdapat empat variabel yang sensitif karena yang menjadi benchmark-nya. adalah investasi di pasar uang dengan asumsi suku bunga tidak berubah sebesar 8%. Tapi jika benchmark investasi lainnya diubah, misalnya ke dalam bentuk tabungan dengan tingkat suku bunga 3% pertahun, maka keuntungan yang akan diperolehnya dalam setahun adalah Rp. 15.750.000,- maka tinggal tiga variabel saja yang diagram tornadonya berpotongan dengan garis benchmark. Artinya hanya tinggal tiga variabel saja yang sensitif terhadap laba. Demikian sebaliknya, jika modal yang ada diinvestasikan di dalam instrumen saham, dan kebetulan saham tersebut tidak meraup keuntungan pada tahun tersebut, tetapi malah minus 10% dalam setahun, maka tinggal satu variabel saja yang sensitif terhadap laba. Jadi, pada permasalahan ini, terdapat empat variabel yang sensitif, karena benchmark-nya. adalah investasi di pasar uang dengan tingkat pengembalian 8% pertahun (fixed 3 tahun).

3.1.3 Analisa Sensitifitas Dua Peubah

Analisa Diagram Tornado memberikan pemahaman yang mendalam, tentang apa yang akan terjadi, tetapi terbatas jika hanya ada satu variabel yang berubah dalam satu waktu. Akan sangat rumit, jika ingin dicari akibat dari perubahan beberapa variabel dalam satu waktu. Tapi ada suatu Tehnik Grafik yang tersedia untuk mempelajari interaksi dari dua buah variabel.


(42)

Misalkan, ingin dicari pengaruh gabungan dari perubahan dua variabel yang paling kritis, yaitu Biaya Pengoperasian dan Kapasitas dari Penerbangan Terjadwal. Pada Gambar 3.3 terlihat garis lurus yang mewakili semua nilai yang mungkin dari kombinasi kedua variabel di atas. Kemudian akan dilihat nilai keuntungan tahunan dari Biaya Pengoperasian dan Kapasitas dari Penerbangan Terjadwal yang kurang dari Rp 42.000.000,-. Untuk mendapatkan nilai tersebut, maka harus dicari dulu total dari pendapatan setahun dikurang dengan total biaya setahun yang kurang dari Rp 42.000.000,- atau dicari dulu total pendapatan yang kurang dari hasil pengurangan total biaya ditambah Rp 42.000.000,-

Total Pendapatan < Total Biaya + Rp 42.000.000,- (Proporsi Carter x Jam Terbang x Tarif < (Jam Terbang x Biaya

Carter) + [(1 - Proporsi Carter) x Jam Pengoperasian) + Asuransi + (Harga Terbang x Harga Tiket x Jumlah Beli x Pporsi Pinjaman x Tingkat Tempat Duduk Penumpang x Kapasitas Suku Bunga) + Rp42. 000.000,- Penerbangan Terjadwal]

Dengan memasukkan nilai dasar pada semua variabel kecuali pada variabel Biaya Pengoperasian dan Kapasitas dari Penerbangan Terjadwal, akan didapatkan

(0,5 x 800 x 3.250.000) +[0,5 x 800 x (800 x Biaya Pengoperasian ) + 1.000.000 x 5 x Kapasitas dari < 200.000.000 + (875.000.000 x 0,4 x Penerbangan Terjadwal 0,115)+42.000.000

yang dapat disederhanakan menjadi:

1.300.000.000 + (2.000.000.000 x < (800 x Biaya Pengoperasian) + Kapasitas Terjadwal) 282.250.000


(43)

Kapasitas Terjadwal < 0,0000004 x Biaya Pengoperasian - 0,509

Pertidaksamaan ini mendefenisikan daerah dimana pembelian pesawat akan menghasilkan keuntungan yang lebih kecil dari Rp 42.000.000. Untuk menggambarkan garis dari pertidaksamaan ini hanyalah diperlukan dua titik awal. Cara yang paling gampang adalah dengan memasukkan nilai ekstrim (batas atas dan batas bawah) dari Biaya Pengoperasian untuk menghitung berapa nilai dari Kapasitas.

Jika Biaya Pengoperasian = Rp2.300.000, maka

Kapasitas Terjadwal = 0,0000004 x 2300000 - 0,509 = 0,411

Jika Biaya Pengoperasian = Rp2.600.000, maka

Kapasitas Terjadwal = 0,0000004 x 2600000 - 0,509 = 0,531


(44)

Titik yang diberi label "Nilai Dasar" didapat jika perhitungan keuntungan dengan menggunakan variabel Kapasitas dari Penerbangan Terjadwal dan Biaya Pengoperasian yang tetap pada nilai dasarya. Dapat dilihat bahwa titik Nilai Dasar itu terletak pada daerah keuntungan > Rp42.000.000. Dengan begitu, bisa diambil kesimpulan bahwa pembelian CN-235 dapat memberikan keuntungan yang menjanjikan. Tapi mungkin saja Thoriq ingin mengetahui bagaimana perkiraan hasil yang mungkin didapatkan apabila kedua variabel di atas dikombinasikan, apakah akan mendapatkan keuntungan yang menarik, atau malah akan menghasilkan kerugian

Misalkan saja, ternyata Biaya Pengoperasian ternyata lebih tinggi dari perkiraan nilai dasar, katakan sebesar Rp2.480.000, dan Kapasitas dari Penerbangan Terjadwal lebih kecil dari perkiraan nilai dasar, katakan sebesar 48%. Jika dihitung sendiri-sendiri, yaitu dengan memasukkan nilai dari salah satu variabel tersebut dalam perhitungan, sementara nilai variabel yang lain tetap pada nilai dasarnya, kedua nilai tersebut terlihat tidak menimbulkan kerugian, keuntungan yang diperoleh tetap lebih besar dari Rp 42.000.000. Tapi pada saat kedua variabel tersebut dikombinasikan (titik C pada Gambar 3.4), ternyata kombinasi kedua variabel tersebut menghasilkan laba yang berada dalam wilayah keuntungan < Rp 42.000.000, yang akan menghasilkan keputusan


(45)

untuk tidak membeli CN-235 tersebut. Situasi yang demikian mengindikasikan bahwa ketidakpastian variabel-variabel ini harus dimodelkan dengan menggunakan metode probabilitas.

3.1.4 Sensitifitas Pada Probabilitas

Langkah selanjutnya dalam analisis ini adalah memodelkan ketidakpastian yang melingkupi variabel-variabel kritis yang diidentifikasi dan analisis dengan menggunakan diagram tornado. Keempat variabel kritis tersebut adalah (1) Kapasitas dari Penerbangan Terjadwal, (2) Biaya Pengoperasian, (3) Jam Terbang, dan (4) Tarif Carter. Ketidakpastian yang perlu dipertimbangkan hanyalah untuk ketiga variabel pertama, karena tarif carter adalah sebuah variabel keputusan yang dapat ditetapkan langsung oleh Thoriq. Untuk keperluan contoh disini, diasumsikan bahwa untuk awal percobaan memodelkan ketidakpastian, Thoriq memilih dua nilai untuk masing-masing variabel, satu mewakili skenario optimistis dan satu lagi mewakili yang pesimistis. Diagram keterkaitannya seperti yang terlihat pada Gambar 3.4. Diagram tersebut juga memperlihatkan perubahan dalam model, berdasarkan analisis sensitifitasnya. Biaya Pengoperasian, Jam Terbang, dan Kapasitas dari Penerbangan Terjadwal telah diubah menjadi simpul kejadian- Variabel input yang tersisa (Tingkat Suku Bunga, Proporsi Pinjaman, Harga Beli, Asuransi, Tarif Carter dan Proporsi dari Penerbangan Carter) telah ditetapkan pada nilai dasarnya dan dengan demikian dapat dianggap sebagai konstanta. Pohon keputusan pada Gambar 3.5 menunjukkan nilai pesimistis dan optimistis untuk ketiga variabel tidak pasti tersebut.


(46)

Gambar 3.5 Diagram Keterkaitan dari Cendrawasih Airways

Sekarang masalahnya telah menjadi lebih sederhana. Pada Gambar 3.4 dan 3.5. distribusi probabilitas untuk Jam Terbang tergantung pada Kapasitas Penerbangan Terjadwal. Jika Kapasitasnya rendah, maka mungkin dapat mengakibatkan beberapa penerbangan dibatalkan dengan demikian mengnrangi jumlah jam terbang. Sebuah garis lengkung yang berhubungan ditarik dari "Kapasitas dari Penerbangan Terjadwal" ke "Jam Terbang" pada diagram keterkailan, dan dalam pohon keputusan nilai untuk r = P(Jam Terbang Rendah | Kapasitas Rendah) mungkin tidak sama dengan untuk s = P(Jam Terbang Rendah |Kapasitas Tinggi). Pendapat awal adalah bahwa nilai r akan lebih besar dibandingkan s. Sebaliknya, Biaya Pengoperasian ditetapkan independen terhadap variabel-variabel lainnya.

Gambar 3.6 Pohon Keputusan untuk Cendrawasih Airways dengan Ketidakpastian untuk Tiga Variabel

Hal berikutnya yang harus dilakukan adalah menaksir beberapa nilai untuk probabilitas p, q, r, dan s. Bila dianggap bahwa Thoriq merasa yakin dengan penaksiran nilai p = 0,5, atau bahwa Biaya Pengoperasian dapat setinggi (Rp2.530.000) atau serendah (Rp2.370.000). Andaikan Thoriq merasa bahwa sebuah cara yang masuk akal dalam menyatakan ketergantungan antara Jam dan Kapasitas adalah dengan menetapkan


(47)

s = 80% r. Sehingga, jika Kapasitas tinggi (55%), maka probabilitas Jam = 650 hanyalah 80% dan probabilitas Jam = 650 pada saat Kapasitas rendah. Dengan dua spesifikasi ini, sekarang tinggal dua probabuitas lagi yang belum dispesifikasi yang harus dicari, yaitu q dan r. Gambar 3.7 menunjukkan pohon keputusan yang sudah dimodifikasi dengan p = 0,5 dan s = 0,8/r.

Gambar 3.7 Pohon Keputusan untuk Cendrawasih Airways dengan Ketidakpastian untuk Tiga Variabel dengan p = 0,5 dan s = 0,8r

Sekarang dapat dibuat sebuah grafik sensitifitas dua variabel untuk q dan r. Sebagaimana analisis saisitifitas dua variabel di atas, grafiknya akan menunjukkan daerah mana yang Nilai Ekspektasinya untuk membeli CN-235 lebih besar dari pada menanamkan modal di pasar uang.

Untuk menggambarkan grafiknya, pertama sekali harus dicari nilai ekspektasi dari membeli CN-235 dalam nilai q dan r, termasuk spesifikasinya bahwa p = 0,5 dan s =0,Sr. Perhitungan ini didapat dari penyelesaian pohon keputusan:


(48)

EMV (Pembelian) = 0.5 {[-97.250. OOOr - 42.250.000(l-r)] +

(1-q)[65.250.000(0,8) + 182.750.000(l-0,8r)]} + 0,5{q[6.750.000/- + 101.750.0000-/-)] +

(1-q)[169.250.000(0,8/-) + 326.750.000(l-0,8r)]}

Setelah direduksi secara aljabar, persamaan di atas menjadi:

EMV (Pembelian) =q (35.000.000r - 225.000.000) - 110.000. 000r + 254.750.00 Pesawat terbang akan dibeli jika EMV (pembelian) > 42.000.000. Sehingga bisa dihitung pertidaksamaan untuk q dengan menggunakan r.

q(350.00.000r - 225.000.000) - 110.000.000r + 254.750.000 > 42.000.000 254.750.000 - 42.000.000 - 110.000.000r > q(225. 000.000 - 35.000.000r)

Kemudian pertidaksamaan di atas menjadi:

(212.750.000 - 110.000.000/-) / (225.000.000 - 35.000.000r) > q

Dengan menggunakan pertidaksamaan ini, sebuah grafik sensitifitas dua variabel untuk Cendrawasih Airways dapat dibuat (Gambar 5.8). Kurva yang memisahkan dua daerah yang mewakili nilai dari q dan r untuk EMV (pembelian) = 42.000.000 mewakili titik-titik nilai r antara 0 dan 1 ke dalam pertidaksamaan di atas. Untuk nilai q dan r ini, Thoriq haruslah merasa tidak berbeda (dalam hal EMV) antara membeli pesawat atau tidak. Daerah di bawah garis terdiri dari titik-titik di mana q < (212.750.000 - 110.000. 000r) / (225.000.000 - 35.000.000r); untuk titik (q , r) ini. EMV (pembelian) > Rp42.000.000. Grafik yang dihasilkan masuk akal karena q dan r adalah probabilitas dari skenario pesimistis - Kapasitas rendah dan Jam Terbang rendah. Jika Thoriq berpendapat bahwa skenario pesimistis sangat mungkin terjadi (q dan r mendekati 1) maka Thoriq mungkin tidak akan mau membeli pesawat terbang.

Hal penting yang dapat dilihat dari Gambar 3.7 adalah bahwa Thoriq mungkin tidak mempunyai pengalaman untuk menentukan berapa seharusnya probabilitas untuk q dan r. Sebagai contoh, dapat dianggap untuk proses mendatang Thoriq merasa


(49)

probabilitas q mungkin berada antara 0,4 dan 0,5 serta bahwa r mungkin berada di antara 0,5 dan 0,65. Probabilitas-probabilitas ini diwakili oleh titik-titik yang ada pada Kotak A dalam Gambar 3.7. Kesemua titik ini berada dalam daerah "Beli CN=235", sehingga kesimpulaimya adalah CN-235 harus dibeli. Keputusan ini tidak sensitif terhadap penaksiran dari probabilitas. Jika sebaliknya, Thoriq berpendapat bahwa bahwa nilai yang masuk akal untuk q dan r ada dalam Kotak B, maka kemudian pilihan yang optimal belumlah jelas.

Gambar 3.8 Grafik Sensitifitas Dua Variabel untuk Cendrawasih Airways

Grafik analisis Sensitifitas dapat memberikan petunjuk dalam menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan untuk memodelkan ketidakpastian dalam sebuah pennasalahan keputusan. Grafik juga dapat menunjukkan apakah keputusan yang dibuat sensitif terhadap ketidakpastian dalam permasalahan dan permodelan dari ketidakpastian tersebut.

3.1.5 Nilai Ekspektasi dari Permasalahan Cendrawasih Airways

Jika diulang kembali inti permasalahan dari Cendrawasih Airways adalah apakah sebaiknya pemilik Cendrawasih Airways, dalam hal ini Thoriq, harus membeli tambahan armada pesawat terbang dan memperluas jangkauan servis Cendrawasih


(50)

Airways, atau tidak. Setelah sebelumnya dibuat permodelan dari permasalahannya, telah diketahui bahwa ada tiga variabel ketidakpastian : kapasitas dari penerbangan terjadwal (proporsi dari tiket yang teriual), biaya pengoperasian, dan total jam terbang dalam setahun. Gambar 3.9 memperlihatkan pohon keputusan dengan probabilitas tertentu pada cabang-cabangnya.

Gambar 3.9 Pohon Keputusan untuk Cendrawasih Airways dengan Ketidakpastian untuk Tiga Variabel dengan p = 0,5 dan s = 0,8r

Untuk menghitung nilai ekspektasi dari pembelian pesawat baru, digunakan nilai probabilitas dari cabang-cabang pohon keputusannya.

Maka Nilai Ekspektasi (pembelian pesawat) adalah:

= -Rpl 1.378.250 + (-Rp6.041.750) + Rp5.637.600 + Rp28.070.400 +Rp789.750 + Rpl4.550.250 + Rpl4.623.200 + Rp50.

= Rp96.440.000,-

Nilai Ekspektasi untuk investasi pada pasar uang = Rp42.000.000,-


(51)

Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa nilai ekspektasi membeli pesawat terbang jauh lebih besar dari pada nilai ekspektasi menginvestasikan modal pada pasar uang. Jika kriteria memilih yang digunakan adalah nilai ekspektasi, maka yang akan dipilih adalah membeli pesawat terbang, karena nilai ekspektasi membeli pesawat terbang jauh lebih tinggi dari pada menginvestasikan modal pada pasar uang. Tetapi sebagian besar orang tampaknya akan lebih cenderung untuk memilih altematif kedua, yaitu menginvestasikan modal pada pasar uang. Jadi dapat ditarik kesimpulan, bahwa penggunaan kriteria nilai ekspektasi dalam permasalahan tidak mewakili apa yang mungkin diinginkan oleh sebahagian besar orang. Kondisi ini disebabkan karena membeli pesawat terbang adalah tindakan yang lebih beresiko dibandingkan menginvestasikan modal pada pasar uang. Jika Thoriq termasuk pembuat keputusan yang menghindari resiko, ingin diketahui seberapa penghindar resikokah Thoriq dan apakah dia tetap berkeinginan untuk membeli pesawat terbang tersebut. Atau, jika Thoriq adalah seorang penggemar resiko, seberapa rendahkan tingkat toleransinya terhadap resiko yang membuat dia mau menginvestasikan modalnya di pasar uang.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, secara konsep cukup sederhana, tapi perhitungan yang akan dilibatkan sangat lamban dan tidak menarik. Untuk keperluan perhitungannya digunakan fungsi utilitas eksponensial. Pada konsepnya, yang ingin dicari adalah nilai kritis untuk R sehingga ekspektasi utility dari membeli pesawat akan sama dengan ekspektasi utility dari menanamkan modal di pasar uang. Sehingga kemudian pertanyaannya berubah menjadi : apakah toleransi resiko Thoriq berada di atas atau di bawah nilai kritis. Jika toleransi resiko Thoriq berada di atas nilai kritis, maka keputusan yang paling baik adalah membeli pesawat terbang baru, jika di bawah nilai kritis, maka sebaiknya diambil keputusan yang tidak terlalu beresiko yaitu menginvestasikan uangnnya pada pasar uang.

3.1.6 Toleransi Resiko (R) untuk Cendrawasih Airways

Seperti yang sudah dijabarkan pada bab sebelumnya, R adalah toleransi resiko. Semakin besar nilai R maka akan semakin mendatar pula fungsi utility eksponensial-nya,


(52)

sebaliknya semakin kecil nilai R maka akan semakin concave kurvanya atau semakin menghindari resiko. Dengan demikian, jika seorang pembuat keputusan tidak terialu penghindar resiko; atau jika pembuat keputusan dapat mentoleransi lebih banyak resiko, pembuat keputusan tersebut dapat menaksir nilai yang besar untuk R untuk memperoleh sebuah fungsi utility yang lebih mendatar. Jika seorang pembuat keputusan tidak terialu dapat mentoleransi resiko, maka pembuat keputusan tersebut dapat menaksir nilai R yang lebih kecil dan memperoleh sebuah fungsi utility yang lebih melengkung.

Nilai X (keuntungan) yang terbesar, dimana Thoriq merasa lebih baik untuk melakukan membeli pesawat daripada tidak, kurang lebih hampir mendekati tingkat toleransi Thoriq terhadap resiko. Ini adalah nilai dimana seorang pembuat keputusan bisa menggunakannya sebagai nilai R di dalam fungsi utility eksponensialnya. Sebagai contoh, andaikan setelah memperhatikan pohon keputusan untuk masalah di atas, pembuat keputusan mengambil keputusan bahwa nilai X yang terbesar yang bisa membuatnya memutuskan ikut bermainjudi adalah X= Rp142.410.000,-. Sehingga R = Rp142.410.000,-. Dengan menggunakan penaksiran ini dalam fungsi utility eksponensial akan menghasil fungsi utility

U(x) =1-e-x4241000

Karena nilai R sudah diperoleh maka utility dan masing-masing variabel dapat dicari dengan mensubstitusikan nilai R ke dalam fungsi utility eksponensial.

Laba (x) U(x) -Rp 97.250.000 -0.97958 -Rp 42.250.000 -0.34538 Rp 65.250.000 -0.36757 Rp l82.750.000 0.72287 Rp 6.750.000 0.04629 Rp l01.750.000 0.51056 Rp 169.250.000 0.69531 Rp 326.750.000 0.89918


(53)

Lalu dicari Ekspektasi Utility-nya.

Jika digambarkan diagram pohonnya adalah sebagai berikut :

Laba (x) U(x) Probabilitas EU

-Rp 97.250.000 -0.97958 0.1170 -0.114611

-Rp 42.250.000 -0.34538 0.1430 -0.049390

Rp 65.250.000 0.36757 0.0864 0.037158

Rp 182.750.000 0.72287 0.1536 0.111033

Rp 6.750.000 0.04629 0.1170 0.005416

Rp 101.750.000 0.51056 0.1430 0.073010

Rp 169.250.000 0.69531 0.0864 0.060075

Rp 326.750.000 0.89918 0.1536 0.138114

Gambar3.10 Pohon Keputusan untuk Cendrawasih Airways dengan Memasukkan Utility


(54)

Maka:

Ekspektasi Utility (Pembelian Pesawat) = 0,255405 Ekspektasi Utility (Investasi Pasar Uang) = 0,255411

3.1.7 Menentukan Nilai Ekivalen Tetap (NET)

Untuk mencari Nilai Ekivalen Tetap untuk kejadian tak pasti pada pembelian pesawat adalah sebagai berikut:

U(x)=1-e-x/R U(x)=l-e x /142410000

Seperti sudah diketahui sebelumya bahwa Ekspektasi Utility (Pembelian Pesawat) adalah 0,255405. Maka 142410000 / 1 255405 .

0 = −ex

Jika masing-masing sisi dikurangi 1, maka : -0,7444595 = −ex/142410000 0,744595 = −ex/142410000

(

)

(

/142410000

)

ln

744595 ,

0

ln = ex

ln(0,744595) =-x/142410000 x = -142410000 x

[

ln

(

0,744595

)

]

x = -142410000 x -0,294915 x = 41998821,3078

Diperoleh Nilai Ekivalen Tetap untuk kejadian tak pasti pada pembelian pesawat, yaitu Rp.41.998.821,- ICarena Nilai Ekivalen Tetap-nya sudah diketahui, maka pohon keputusannya dapat disederhanakan menjadi:


(55)

Gambar3.11 Pohon Kcputusan yang Sudah Disederhanakan

Nilai Ekivalen tetap adalah suatu nilai yang ditetapkan, atau diputuskan bukan merupakan perkiraan nilai yang akan diterima dari kejadian tak pasti tersebut, Jika pengambil keputusan mengaambil keputusan berdasarkan Nilai Ekivalen Tetap pada kasus Cendrawasih Airways, maka yang menjadi keputusan yang diambil adalah "tidak jadi membeli pesawat, lebih baik menginvestasikan di pasar uang", karena Nilai Ekivalen Tetapnya lebih tinggi.

3.1.8 Sensitifitas Resiko

Setelah nilai kritis R diperoleh, untuk melihat berapa perubahan angka keputusan analisis sensitifitas penerima resiko yang dilakukan dengan mengambil nilai R di bawah dan di atas nilai kritis R untuk memperoleh Nilai Ekivalen Tetap-nya (NET). Perhitungan untuk mencari nilai ini dilakukan dengan jalan coba-coba (trial and error). Seperti sudah diketahui sebelumnya bahwa Ekspektasi Utility (Pembelian Pesawat) adalah 0,255405. Dengan mengambil nilai R dari 2410000 sampai dengan 262410000. Nilai Ekivalen Tetap yang diperoleh adalah sebagai berikut:

0,255405 =l-e-xR - 0,744595 =-e-x/R 0,744595 =e-x/R

In (0,744595)= In (e-x/R) In (0,744595) = - x/R x= - R x [In (0,744595)] x=- R x -0,294915


(56)

Untuk R = 2.410.000, maka

x = -2.410.000 x -0,294915 = 710.728,5633 Untuk R = 22.410.000, maka

x = -22.410.000 x -0,294915 = 6.608.890,9142 Untuk R = 42.410.000, maka

x=-42.410.000 x -0,294915 = 12.507.053,2650 Untuk R = 62.410.000, maka

x=-62.410.000 x -0,294915 = 18.405.215,6159 Untuk R = 82.410.000, maka

x= -82.410.000 x -0,294915 = 24.303.377,9668 x=-102.410.000x-0,294915= 30.201.540,3176

Untuk R = 122.410.000, maka

x = -122.410.000 x -0,294915 = 36.099.702,6685 Untuk R = 142.410.000, maka

x = -142.410.000 x -0,294915 = 41.997.865,0194 Untuk R = 162.410.000, maka

x = -162.410.000 x -0,294915 = 47.896.027,3702 Untuk R = 182.410.000, maka

x = -182.410.000 x -0,294915 = 53.794.189,7211 UntukR = 202.410.000, maka

x = -202.410.000 x--0,294915 = 59.692.352,0720 Untuk R = 222.410.000, maka

x=-222.410.000x-0.294915 =65.590.514,4229 Untuk R = 242.410.000, maka

x = -242.410.000 x -0,294915 = 71.488.676,7737 Untuk R = 262.410 000, maka

x = -262,410,009 x -0^294915 = 77.386.839,1246 Untuk R = Z82.410.000, maka

x = -282.410.000 x -0.294915 = 83.285.001,4755

Jika Nilai Ekivalen Tetap di atas dimasukkan dalam sebuah label hasilnya adalah sebagai berikut


(57)

Tabel 3.3 Nilai Ekivalen Tetap berdasarkan Toleransi Resikonya

Toleransi Resiko Nilai Ekivalen Tetap

2.410.000 710.728,5633 22.410.000 6.608.890,9142 24.410.000 12.507.053,2650 62.410.000 18.405.215,6159 82.102.000 24.303.377,9668 102.410.000 30.201.540,3176 122.410.000 36.009.702,6685 142.410.000 41.997.865,0194 162.410.000 47.896.027,3703 182.410.000 53.794.189,7211 202.410.000 59.692.189,0720 222.410.000 65.590.514,4229 242.410.000 71.488.676,7737 262.410.000 77.386.839,1246 282.410.000 83.285.001,4755

Jika Thoriq hanya dapat menerima resiko di bawah nilai kritis atau R < 142.410.000, maka dia akan mengambil keputusan yang mengandung sedikit resiko. Keputusan yang akan diambilnya adalah menginvestasikan uangnya pada pasar uang.

Akan tetapi jika Thoriq dapat menerima resiko di atas nilai kritis (R > 142.410.000), artinya Thoriq dapat mentolerir resiko lebih besar dari 142.410.000 maka keputusan yang akan diambil adalah membeli pesawat terbang CN-23

Toleransi resiko ini dapat dinyatakan dalam sebuah grafik dalam hubungannya dengan Nilai Ekivalen Tetap. Grafik sensitifitas resikonya dap dapat ditunjukkan sebagai berikut


(58)

Dari grafik ini dapat dilihat, bahwa tenyata Thoriq netral terhadap resiko yang mungkin terjadi. Artinya, dia tidak merasa berbeda antara menerima resiko di bawah nilai kritis atau R < 142.410.000 yang akan membuat dia mengambil keputusan yang mengandung sedikit resiko, ataupun menerima resiko di atas nilai kritis (R > 142.410.000), dimana artinya Thoriq dapat mentolerir resiko lebih besar dari 142.410.000 sehingga keputusan yang akan diambil adalah membeli pesawat terbang CN-235.

Setelah dilakukan analisa sensitifitas penerima resiko, jika ternyata Thoriq dapat menerima resiko lebih besar dari nilai kritis atau R > Rpl42.410.000,- maka keputusan yang diambil adalah membeli pesawat terbang, dengan begitu memperlihatkan bahwa Thoriq adalah seorang pengambil resiko.


(59)

BAB 4

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

• Nilai ekivalen tetap digunakan untuk menentukan pilihan dengan memasukkan faktor resiko

• Diagram Tornado dapat digunakan untuk membandingkan Analisis Sensitifitas satu variabel untuk banyak variabel input secara bersamaan

• Diagram tornado disusun sedemikian hingga variabel yang paling sensitif (variabel dengan batang paling panjang), ditempatkan pada bagian paling atas, dan yang paling tidak sensitif ditempatkan pada bagian bawah

4.2 Saran

• Untuk pembuat keputusan harus mengetahui analisis sensitifitas karena analisis ini dilakukan setelah dicapainya suatu strategi yang dianggap optimal. Dimana sensitifitas berdasarkan nilai probabilitas dari simpul-simpul keputusan dan penerapan dalil bayes

• Untuk pembuat keputusan harus mengetahui berapa besar perubahan angka keputusan dengan mengubah-ubah preferensi terhadap resiko ke dalam fungsi utilitas eksponensial

• Sebelum melaksanakan perhitungan hendaknya perumusan data harus teliti dan akurat


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Accel, Amir D. 1999. Complete Business Statistics 4th edition. Singapore McGraw Hill Bunn, Derek W. 1984. Applied Decision Analysis. San Fransisco. McGraw Hill Book

Company

Clemen, R.T. 1996. Making Hard Decision: An Introduction to Decision Analysis 2nd Edition. Belmot California. Duxbury Press

Fabrycky, Wotter J. dan Thuesen, G. J. 1980. Economic Decision Analysis 2nd Edition. New Jersey. Prentice Hall

Kaim, Azhar.1995. Teori pembuatan keputusan. Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Mangkusubroto, Kuntoro dan Trisnadi, Liatiarini. 1987. Analisa Pendekatan Keputusan dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Bandug. Ganeca Exact

Manurung, Adler Haymans. 1991. Pengambilan Keputusan Pendekatan Kuantitatif. Jakarta. Rineka Cipta

Paul, E. Moody. 1993. decision Making: Proven Methods for Better Decision. New York. McGraw Hill

Supranto, Johannes. 1998. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakatra. Rineka Cipta


(1)

Gambar3.11 Pohon Kcputusan yang Sudah Disederhanakan

Nilai Ekivalen tetap adalah suatu nilai yang ditetapkan, atau diputuskan bukan merupakan perkiraan nilai yang akan diterima dari kejadian tak pasti tersebut, Jika pengambil keputusan mengaambil keputusan berdasarkan Nilai Ekivalen Tetap pada kasus Cendrawasih Airways, maka yang menjadi keputusan yang diambil adalah "tidak jadi membeli pesawat, lebih baik menginvestasikan di pasar uang", karena Nilai Ekivalen Tetapnya lebih tinggi.

3.1.8 Sensitifitas Resiko

Setelah nilai kritis R diperoleh, untuk melihat berapa perubahan angka keputusan analisis sensitifitas penerima resiko yang dilakukan dengan mengambil nilai R di bawah dan di atas nilai kritis R untuk memperoleh Nilai Ekivalen Tetap-nya (NET). Perhitungan untuk mencari nilai ini dilakukan dengan jalan coba-coba (trial and error). Seperti sudah diketahui sebelumnya bahwa Ekspektasi Utility (Pembelian Pesawat) adalah 0,255405. Dengan mengambil nilai R dari 2410000 sampai dengan 262410000. Nilai Ekivalen Tetap yang diperoleh adalah sebagai berikut:

0,255405 =l-e-xR - 0,744595 =-e-x/R 0,744595 =e-x/R

In (0,744595)= In (e-x/R) In (0,744595) = - x/R x= - R x [In (0,744595)] x=- R x -0,294915


(2)

Untuk R = 2.410.000, maka

x = -2.410.000 x -0,294915 = 710.728,5633 Untuk R = 22.410.000, maka

x = -22.410.000 x -0,294915 = 6.608.890,9142 Untuk R = 42.410.000, maka

x=-42.410.000 x -0,294915 = 12.507.053,2650 Untuk R = 62.410.000, maka

x=-62.410.000 x -0,294915 = 18.405.215,6159 Untuk R = 82.410.000, maka

x= -82.410.000 x -0,294915 = 24.303.377,9668 x=-102.410.000x-0,294915= 30.201.540,3176

Untuk R = 122.410.000, maka

x = -122.410.000 x -0,294915 = 36.099.702,6685 Untuk R = 142.410.000, maka

x = -142.410.000 x -0,294915 = 41.997.865,0194 Untuk R = 162.410.000, maka

x = -162.410.000 x -0,294915 = 47.896.027,3702 Untuk R = 182.410.000, maka

x = -182.410.000 x -0,294915 = 53.794.189,7211 UntukR = 202.410.000, maka

x = -202.410.000 x--0,294915 = 59.692.352,0720 Untuk R = 222.410.000, maka

x=-222.410.000x-0.294915 =65.590.514,4229 Untuk R = 242.410.000, maka

x = -242.410.000 x -0,294915 = 71.488.676,7737 Untuk R = 262.410 000, maka

x = -262,410,009 x -0^294915 = 77.386.839,1246 Untuk R = Z82.410.000, maka

x = -282.410.000 x -0.294915 = 83.285.001,4755

Jika Nilai Ekivalen Tetap di atas dimasukkan dalam sebuah label hasilnya adalah sebagai berikut


(3)

Tabel 3.3 Nilai Ekivalen Tetap berdasarkan Toleransi Resikonya

Toleransi Resiko Nilai Ekivalen Tetap 2.410.000 710.728,5633 22.410.000 6.608.890,9142 24.410.000 12.507.053,2650 62.410.000 18.405.215,6159 82.102.000 24.303.377,9668 102.410.000 30.201.540,3176 122.410.000 36.009.702,6685 142.410.000 41.997.865,0194 162.410.000 47.896.027,3703 182.410.000 53.794.189,7211 202.410.000 59.692.189,0720 222.410.000 65.590.514,4229 242.410.000 71.488.676,7737 262.410.000 77.386.839,1246 282.410.000 83.285.001,4755

Jika Thoriq hanya dapat menerima resiko di bawah nilai kritis atau R < 142.410.000, maka dia akan mengambil keputusan yang mengandung sedikit resiko. Keputusan yang akan diambilnya adalah menginvestasikan uangnya pada pasar uang.

Akan tetapi jika Thoriq dapat menerima resiko di atas nilai kritis (R > 142.410.000), artinya Thoriq dapat mentolerir resiko lebih besar dari 142.410.000 maka keputusan yang akan diambil adalah membeli pesawat terbang CN-23

Toleransi resiko ini dapat dinyatakan dalam sebuah grafik dalam hubungannya dengan Nilai Ekivalen Tetap. Grafik sensitifitas resikonya dap dapat ditunjukkan sebagai berikut


(4)

Dari grafik ini dapat dilihat, bahwa tenyata Thoriq netral terhadap resiko yang mungkin terjadi. Artinya, dia tidak merasa berbeda antara menerima resiko di bawah nilai kritis atau R < 142.410.000 yang akan membuat dia mengambil keputusan yang mengandung sedikit resiko, ataupun menerima resiko di atas nilai kritis (R > 142.410.000), dimana artinya Thoriq dapat mentolerir resiko lebih besar dari 142.410.000 sehingga keputusan yang akan diambil adalah membeli pesawat terbang CN-235.

Setelah dilakukan analisa sensitifitas penerima resiko, jika ternyata Thoriq dapat menerima resiko lebih besar dari nilai kritis atau R > Rpl42.410.000,- maka keputusan yang diambil adalah membeli pesawat terbang, dengan begitu memperlihatkan bahwa Thoriq adalah seorang pengambil resiko.


(5)

BAB 4

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

• Nilai ekivalen tetap digunakan untuk menentukan pilihan dengan memasukkan faktor resiko

• Diagram Tornado dapat digunakan untuk membandingkan Analisis Sensitifitas satu variabel untuk banyak variabel input secara bersamaan

• Diagram tornado disusun sedemikian hingga variabel yang paling sensitif (variabel dengan batang paling panjang), ditempatkan pada bagian paling atas, dan yang paling tidak sensitif ditempatkan pada bagian bawah

4.2 Saran

• Untuk pembuat keputusan harus mengetahui analisis sensitifitas karena analisis ini dilakukan setelah dicapainya suatu strategi yang dianggap optimal. Dimana sensitifitas berdasarkan nilai probabilitas dari simpul-simpul keputusan dan penerapan dalil bayes

• Untuk pembuat keputusan harus mengetahui berapa besar perubahan angka keputusan dengan mengubah-ubah preferensi terhadap resiko ke dalam fungsi utilitas eksponensial

• Sebelum melaksanakan perhitungan hendaknya perumusan data harus teliti dan akurat


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Accel, Amir D. 1999. Complete Business Statistics 4th edition. Singapore McGraw Hill Bunn, Derek W. 1984. Applied Decision Analysis. San Fransisco. McGraw Hill Book

Company

Clemen, R.T. 1996. Making Hard Decision: An Introduction to Decision Analysis 2nd Edition. Belmot California. Duxbury Press

Fabrycky, Wotter J. dan Thuesen, G. J. 1980. Economic Decision Analysis 2nd Edition. New Jersey. Prentice Hall

Kaim, Azhar.1995. Teori pembuatan keputusan. Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Mangkusubroto, Kuntoro dan Trisnadi, Liatiarini. 1987. Analisa Pendekatan Keputusan dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Bandug. Ganeca Exact

Manurung, Adler Haymans. 1991. Pengambilan Keputusan Pendekatan Kuantitatif. Jakarta. Rineka Cipta

Paul, E. Moody. 1993. decision Making: Proven Methods for Better Decision. New York. McGraw Hill

Supranto, Johannes. 1998. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakatra. Rineka Cipta