BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Informasi Geografis - Digitasi Otomatis Objek Bangunan Pada Citra Satelit Menggunakan Metode Means Clustering

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Sistem Informasi Geografis

  Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). Sementara menurut Heywood (2002) Sistem Informasi

  

Geografi (SIG) adalah sistem komputer yang dapat menyimpan dan menggunakan

data untuk menggambarkan tempat Disamping itu, SIG

  • – tempat dipermukaan bumi.

  juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi.

  Dengan memperhatikan pengertian Sistem Informasi, maka SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan bumi. SIG bertujuan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisa objek serta fenomena yang posisi geografisnya merupakan karakteristik yang penting untuk dianalisis (Fathansyah, 2005).

  Tujuan pokok dari pemanfaatan Sistem Informasi Geografis adalah untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek.

  Ciri utama data yang bisa dimanfaatkan dalam Sistem Informasi Geografis adalah data yang telah terikat dengan lokasi dan merupakan data dasar yang belum dispesifikasi (Dulbahri, 1993).

  Barus dan Wiradisastra (2000) juga mengungkapkan bahwa SIG adalah alat yang handal untuk menangani data spasial, dimana dalam SIG data dipelihara dalam bentuk digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam bentuk peta cetak, tabel atau dalam bentuk konvensional lainnya yang akhirnya akan mempercepat pekerjaan dan meringankan biaya yang diperlukan.

  Aronoff (1989) menjelaskan model data vektor yang digunakan untuk merepresentasikan fitur-fitur spasial permukaan bumi, antara lain : a. Model Data Spaghetti Pada model vektor data spaghetti ini, data spasial ditranslasikan garis per garis ke dalam sistem koordinat kartesian XY. Sebuah titik diencoding sebagai satu pasangan koordinat XY, sebuah garis sebagai deretan pasangan koordinat XY dan area direpresentasikan oleh poligon tertutup sempurna. Perekaman batas antara poligon yang berdampingan dengan merekam titik-titik setiap segmen tersebut pada setiap poligon.

  Model spaghetti sangat sederhana dan mudah dimengerti, dimana model data tersebut secara nyata merupakan peta yang diekspresikan pada koordinat kartesian walaupun model spaghetti tidak merekam relasi spasial antar fitur geografis. Misalnya untuk analisis poligon yang berdampingan harus dilakukan searching semua fitur geografis kemudian baru dihitung apakan fitur-fitur tersebut saling berdampingan atau tidak. Hal ini menyebabkan model spaghetti tidak efisien untuk analisis data spasial dalam jumlah besar.

  b. Model Data Topological Model topologi banyak digunakan untuk encoding relasi spasial pada SIG. Topologi merupakan metode matematis untuk mendefinisikan relasi spasial antar fitur geografis. Bentuk dasar model ini yaitu :

  • Arc berupa susunan titik (point) yang berawal dan berakhir pada node;
  • Node merupakan titik pertemuan antar dua arc atau lebih dan node juga terletak pada ujung arc; • Poligon terdiri dari rantai tertutup arc yang merepresentasikan batas area.
Topologi direkam pada 3 (tiga) data tabel untuk arc, node, dan poligon, sedangkan data koordinat disimpan pada tabel tersendiri. Titik dan polygon disimpan pada layer yang sama, sedang garis disimpan pada layer berbeda, dimana set topologi dan tabel koordinat saling terkait dengan setiap layer data.

  c. Triangulated Irregular Network (TIN) TIN adalah model data topologi berbasis vektor untuk merepresentasikan data permukaan bumi (terrain) dalam bentuk rangkaian segitiga yang berhubungan. Pada setiap titik direkam lokasi geografis dalam koordinat XY dan elevasi dalam koordinat Z. TIN direpresentasikan pada tabel Node (menyebutkan nama segitiga dan node yang menyusunnya), tabel Edge (menyebutkan daftar tiga segitiga yang berbatasan), tabel koordinat XY dan tabel koordinat Z (menyimpan nilai koordinat tiap node).

  Komponen Sistem Informasi Geografis

  Menurut Prahasta (2005) Komponen-komponen pendukung SIG terdiri dari lima komponen yang bekerja secara terintegrasi yaitu perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), data, manusia, dan metode yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Perangkat Keras ( hardware)

  Perangkat keras SIG adalah perangkat-perangkat fisik yang merupakan bagian dari sistem komputer yang mendukung analisis goegrafi dan pemetaan. Perangkat keras SIG mempunyai kemampuan untuk menyajikan citra dengan resolusi dan kecepatan yang tinggi serta mendukung operasioperasi basis data dengan volume data yang besar secara cepat. Perangkat keras SIG terdiri dari beberapa bagian untuk menginput data, mengolah data, dan mencetak hasil proses. Berikut ini pembagian berdasarkan proses :

   Input data: mouse, digitizer, scanner  Olah data:eening.

  2. Perangkat Lunak ( software)

  Perangkat lunak digunakan untuk melakukan proses menyimpan, menganalisa, memvisualkan data-data baik data spasial maupun non-spasial. Perangkat lunak yang harus terdapat dalam komponen software SIG adalah:

   Alat untuk memasukkan dan memanipulasi data SIG

   Data Base Management System (DBMS)  Alat untuk menganalisa data-data  Alat untuk menampilkan data dan hasil analisa

  3. Data

  Pada prinsipnya terdapat dua jenis data untuk mendukung SIG yaitu :

   Data Spasial Data spasial adalah gambaran nyata suatu wilayah yang terdapat di permukaan bumi.

  Umumnya direpresentasikan berupa grafik, peta, gambar dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat x,y (vektor) atau dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.

   Data Non Spasial (Atribut) Data non spasial adalah data berbentuk tabel dimana tabel tersebut berisi informasi- informasi yang dimiliki oleh obyek dalam data spasial. Data tersebut berbentuk data tabular yang saling terintegrasi dengan data spasial yang ada.

  4. Manusia

  Manusia merupakan inti elemen dari SIG karena manusia adalah perencana dan pengguna dari SIG. Pengguna SIG mempunyai tingkatan seperti pada sistem informasi lainnya, dari tingkat spesialis teknis yang mendesain dan mengelola sistem sampai pada pengguna yang menggunakan SIG untuk membantu pekerjaannya sehari- hari.

5. Metode

  Metode yang digunakan dalam SIG akan berbeda untuk setiap permasalahan. SIG yang baik tergantung pada aspek desain dan aspek realnya.

2.2. Pengertian Garis Lintang dan Garis Bujur

  Garis lintang (latitude) dan garis bujur (longitude) adalah garis-garis khayal di permukaan bumi yang dilukis di atas peta, atlas atau bola dunia untuk membantu menunjukkan kedudukan suatu tempat. Letak dan posisi tempat dirujuk oleh titik persilangan (koordinat) antara garis lintang dengan garis bujur. Nilai garis lintang dinyatakan terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh nilai garis bujur (Hartono, 2007).

  Garis lintang adalah garis-garis paralel pada bola dunia yang sejajar dengan Garis Ekuator. Garis lintang diukur dalam kiraan (˚) dari Garis Khatulistiwa atau Ekuator (0˚) tanpa sudut. Garis-garis lintang utama di dunia terdiri dari Garis Khatulistiwa, Garis Sartan, Garis Jadi, Garis Artik, dan Garis Anartik. Semua garis lintang berbentuk lingkaran cincin, kecuali Kutub Utara (90˚LU) dan Kutub Selatan

  (90˚LS) yang berbentuk titik untuk menggambarkan poros bumi. Jadi Lintang Utara (LU) berarti semua posisi atau tempat yang terletak di sebelah Utara Ekuator, sedangkan Lintang Selatan (LS) berarti semua tempat yang terletak di sebelah Selatan Ekuator (Hartono, 2007).

  Garis bujur adalah garis-garis setengah lingkaran yang dilukis di sekeliling bola dunia dari bagian atas sampai ke bawah tegak lurus dengan garis lintang sehingga seolah-olah menghubungkan Kutub Utara dan Kutub Selatan. Hal ini juga berarti semua garis bujur bertemu antara satu sama lain di Kutub Utara dan Kutub Selatan karena setiap garis berawal dan berakhir di keduanya. Garis bujur utama (Prime

  Meridien

  ) adalah garis bujur 0˚ yang melewati kota Greenwich sebagaimana disepakati bersama secara internasional. Garis-garis bujur di sebelah timur Meridian diberi nilai 1˚BT hingga 180˚BT, begitu pula dengan garis-garis bujur di sebelah barat Meridian diberi nilai 1˚BB sampai 180˚BB. Garis bujur 180˚BT dan 180˚BB adalah satu 24 garis yang sama, hanya berbeda orientasinya sehingga garis bujur ini juga ditulis dengan 180˚ tanpa menyebut Bujur Timur atau Bujur Barat (Hartono, 2007)..

2.3. Citra Satelit

  Menurut Hornby (Sutanto, 1994), citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau oleh sensor lainnya. Sedangkan Simonett mengutarakan dua pengertian tentang citra yaitu : Gambaran obyek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan sinar yang difokuskan oleh sebuah lensa atau sebuah cermin. Gambaran rekaman suatu obyek (biasanya berupa gambaran pada foto) yang dibuahkan dengan cara optik, elektro-optik, optik mekanik, atau elektronik. Pada umumnya ia digunakan bila radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari suatu obyek tidak langsung direkam pada film.” (Sutanto, 1994). Menurut Lintz Jr. dan Simonett dalam Sutanto (1994), ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra, yaitu:

1. Deteksi, adalah pengamatan adanya suatu objek, misalnya pada gambaran sungai terdapat obyek yang bukan air.

  2. Identifikasi, adalah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. Misalnya berdasarkan bentuk, ukuran, dan letaknya, obyek yang tampak pada sungai tersebut disimpulkan sebagai perahu motor.

  3. Analisis, yaitu pengumpulan keterangan lebih lanjut. Misalnya dengan mengamati jumlah penumpangnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa perahu tersebut perahu motor yang berisi dua belas orang. Berdasarkan resolusi yang digunakan, citra hasil penginderaan jarak jauh bisa dibedakan atas (Jaya, 2002):

   Resolusi spasial Merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature) permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan disekitarnya, atau sesuatu yang ukurannya bisa ditentukan. Kemampuan ini memungkinkan kita untuk mengidentifikasi (recognize) dan menganalisis suatu objek di bumi selain mendeteksi (detectable) keberadaannya.

   Resolusi spektral Merupakan dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang yang sensitif terhadap sensor

   Resolusi radiometrik Merupakan ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan aliran radiasi (radiation flux) yang dipantulkan atau diemisikan suatu objek oleh permukaan bumi.

   Resolusi Temporal Merupakan frekuensi suatu sistem sensor merekam suatu areal yang sama (revisit). Seperti Landsat TM yang mempunyai ulangan setiap 16 hari, SPOT 26 hari dan lain sebagainya Citra, sebagai dataset, bisa dimanipulasi menggunakan algoritma (persamaan matematis). Manipulasi bisa merupakan pengkoreksian error, pemetaan kembali data terhadap suatu referensi geografi tertentu, ataupun mengekstrak informasi yang tidak langsung terlihat dari data. Data dari dua citra atau lebih pada lokasi yang sama dikombinasikan secara matematis untuk membuat composite dari beberapa dataset. Produk data ini, disebut derived products, bisa dihasilkan dengan beberapa penghitungan matematis atas data numerik mentah (DN) (Puntodewo, 2003)

2.4. Digitasi

  Menurut Khomsin (2004) digitasi adalah proses untuk mengubah informasi grafis yang tersedia dalam kertas ke formal digital. Dalam prosesnya, digitasi memerlukan waktu, tenaga, biaya, dan menuntut adanya tenaga ahli yang cukup menguasai tekniknya sedangkan menurut Puntodewo (2003) digitasi citra adalah proses mengkonversi fitur-fitur spasial pada peta menjadi kumpulan koordinat x,y. Proses digitasi secara umum dibagi dalam dua macam (Puntodewo, 2003): 1.

  Digitasi menggunakan digitizer.

  Dalam proses digitasi ini memerlukan sebuah meja digitasi atau digitizer.

2. Digitasi onscreen di layar monitor

  Digitasi onscreen paling sering dilakukan karena lebih mudah dilakukan, tidak memerlukan tambahan peralatan lainnya, dan lebih mudah untuk dikoreksi apabila terjadi kesalahan. Beberapa contoh aplikasi yang biasa digunakan untuk melakukan digitasi onscreen yaitu Argcis, Arc View, Map Info.

  2.5. Karakteristik Citra Satelit Quickbird

  Sensor satelit QuickBird DigitalGlobe berhasil diluncurkan 18 Oktober 2001 di Vandenberg Air Force Base, California, USA. (Digital Globe, 2014).

  Menggunakan state-of-the-art BGIS 2000 sensor (PDF), satelit QuickBird mengumpulkan data gambar dari 0.65m tingkat resolusi detail piksel. Satelit ini merupakan sumber yang sangat baik dari data lingkungan berguna untuk analisis perubahan penggunaan lahan, pertanian dan iklim hutan (Digital Globe, 2014)..

  Selama bulan Juni 2014 DigitalGlobe mendapat izin dari Departemen Perdagangan AS untuk mengumpulkan dan menjual citra di resolusi terbaik yang tersedia. Selain itu, enam bulan setelah WorldView-3 beroperasi DigitalGlobe akan diijinkan untuk menjual citra sampai dengan 25 cm pankromatik dan multispektral 1,0 m GSD (Digital Globe, 2014).Karakteristik citra quickbird seperti pada tabel 2.1.

  2.6 Data Vektor

  Dalam data vektor bumi direpresentasikan sebagai suatu mosaik garis (arcline),

  

polygon (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang

sama), titik (Edy Irwansyah, 2013).

  Model data vektor merupakan model data yang paling banyak digunakan, model mi berbasiskan pada titik (points) dengan nilai koordinat (x,y) untuk membangun obyek spasialnya. Obyek yang dibangun terbagi menjadi tiga bagian lagi yaitu berupa titik (point), garis (line), dan area (polygon) (Edy Irwansyah, 2013).

  1. Titik-titik.

  Entity titik meliputi semua objek grafis atau geografis yang dikaitkan dengan koordinat. Di samping koordinat-koordinat, data atau informasi yang diasosiasikan dengan „titik‟ tersebut juga harus disimpan untuk menunjukkan jenis titik yang bersangkutan.

  2. Garis-garis atau kurva.

  Entity garis dapat didefinisikan sebagai semua unsur-unsur linier yang dibangun dengan menggunakan segmen-segmen garis lurus yang dibentuk oleh dua titik koordinat atau lebih.

Tabel 2.1. Karakteristik Citra Quickbird

  Launch Date October 18, 2001 Launch Vehicle Boeing Delta II Launch Location Vandenberg Air Force Base, California, USA Orbit Altitude 450 Km / 482 Km - (Early 2013) Orbit Inclination 97.2°, sun-synchronous Speed

  7.1 Km/sec (25,560 Km/hour) Equator Crossing Time 10:30 AM (descending node) Orbit Time 93.5 minutes Revisit Time 1-3.5 days, depending on latitude (30° off-nadir) Swath Width (Nadir)

  16.8 Km / 18 Km - (Early 2013) Metric Accuracy 23 meter horizontal (CE90) Digitization 11 bits

  Pan: 65 cm (nadir) to 73 cm (20° off-nadir) Resolution

  MS: 2.62 m (nadir) to 2.90 m (20° off-nadir) Pan: 450-900 nm Blue: 450-520 nm

  Image Bands Green: 520-600 nm Red: 630-690 nm Near IR: 760-900 nm 3.

  Poligon/luasan beserta atribut-atributnya.

  Cara yang paling sederhana untuk merepresentasikan suatu poligon adalah pengembangan dari cara yang digunakan untuk merepresentasikan arc yang sederhana yaitu merepresentasikan setiap poligon sebagai sekumpulan koordinat (x,y) yang membentuk segmen garis, dimana mempunyai titik awal dan titik akhir segmen garis yang sama (memiliki nilai koordinat yang sama).

  Keuntungan utama dari format data vektor adalah ketepatan dalam merepresentasikan fitur titik, batasan dan garis lurus. Hal ini sangat berguna untuk analisa yang membutuhkan ketepatan posisi, misalnya pada basis data batas-batas katasder. Kelemahan data vektor yang utama adalah ketidakmampuannya dalam mengakomodasi perubahan gradual (Puntodewo, 2003).

2.8 K Means Clustering

  Pendeteksian objek pada suatu citra memerlukan suatu proses segmentasi. Segmentasi akan membagi citra menjadi beberapa bagian atau objek, bagian yang menjadi hasil dari segmentasi citra ini sangat bergantung pada apa yang diinginkan. Tujuan segmentasi yang ideal adalah mengidentifikasikan komponen dari suatu citra dan menggolongkan piksel-piksel didalamnya ke komponen yang telah ditentukan.

  2.8.1 Clustering Clustering adalah membagi data ke dalam grup-grup yang mempunyai obyek

  yang karakteristiknya sama (Berkhin dan Pavel). Garcia Molina dan Hector menyatakan clustering adalah mengelompokkan item data ke dalam sejumlah kecil grup sedemikian sehingga masing-masing grup mempunyai sesuatu persamaan yang esensial.

  Clustering memegang peranan penting dalam aplikasi data mining, misalnya

  eksplorasi data ilmu pengetahuan, pengaksesan informasi dan text mining, aplikasi basis data spasial, dan analisis web. Clustering diterapkan dalam mesin pencari di Internet. Web mesin pencari akan mencari ratusan dokumen yang cocok dengan kata kunci yang dimasukkan. Dokumen-dokumen tersebut dikelompokkan dalam cluster- cluster sesuai dengan kata-kata yang digunakan.

  Tan, dkk. membagi clustering dalam dua kelompok, yaitu hierarchical and

  

partitional clustering . Partitional Clustering disebutkan sebagai pembagian obyek-

  obyek data ke dalam kelompok yang tidak saling overlap sehingga setiap data berada tepat di satu cluster. Hierarchical clustering adalah sekelopok cluster yang bersarang seperti sebuah pohon berjenjang (hirarki).

  William membagi algoritma clustering ke dalam kelompok besar seperti berikut:

  1. Partitioning algorithms: algoritma dalam kelompok ini membentuk bermacam partisi dan kemudian mengevaluasinya dengan berdasarkan beberapa kriteria.

  2. Hierarchy algorithms: pembentukan dekomposisi hirarki dari sekumpulan data menggunakan beberapa kriteria.

  3. Density-based: pembentukan cluster berdasarkan pada koneksi dan fungsi densitas.

  4. Grid-based: pembentukan cluster berdasarkan pada struktur multiple-level

  granularity 5.

  Model-based: sebuah model dianggap sebagai hipotesa untuk masing-masing cluster dan model yang baik dipilih diantara model hipotesa tersebut.

2.8.2 Algoritma k means clustering

  Algoritma K-Means diperkenalkan oleh James B MacQueen pada tahun 1967 dalam proceedings of the 5 th berkeley symposium on Mathematical Statistics and Probability (Johnson & Wichern, 1992).

  Algoritma K-Means adalah metode clustering berbasis jarak yang membagi data ke dalam sejumlah cluster. Algoritma ini hanya bekerja pada atribut numerik.

  Dasar pengelompokan dalam metode ini adalah menempatkan objek berdasarkan rata-rata (mean) klaster terdekat. Untuk itu digunakan Algoritma K- Means yang di dalamnya memuat aturan sebagai berikut :

  1 Jumlah cluster perlu diinputkan.

  2 Hanya memiliki atribut bertipe numerik.

  Algoritma K-Means merupakan metode non hierarchial yang pada awalnya mengambil sebagian dari banyaknya komponen dari populasi untuk dijadikan pusat cluster awal. Pada tahap ini pusat cluster dipilih secara acak dari sekumpulan populasi data. Berikutnya Kmeans menguji masing-masing komponen di dalam populasi data dan menandai komponen tersebut ke salah satu pusat cluster yang telah didefinisikan tergantung dari jarak minimum antar komponen dengan tiap-tiap pusat cluster. Posisi pusat cluster akan dihitung kembali sampai semua komponen data digolongkan ke dalam tiap-tiap pusat cluster dan terakhir akan terbentuk posisi pusat cluster baru. Algoritma K-Means pada dasarnya melakukan 2 proses yakni proses pendeteksian lokasi pusat tiap cluster dan proses pencarian anggota dari tiap-tiap cluster.

  Algoritma K-Means, melakukan tiga langkah utama dalam melakukan pengelompokan :

  1 Menentukan koordinat titik pusat untuk masing-masing klaster. Jumlah klaster K sudah ditentukan sebelumnya, sehingga terdapat K koordinat titik pusat.

  Inisialisasi koordinat titik pusat dapat dilakukan secara sekuensial dengan mengambil sejumlah data pertama sebagai titik pusat, atau secara acak (random) pada sembarang nomor urut data

  2 Menghitung jarak setiap objek terhadap semua titik pusat klaster

  3 Mengelompokkan objek berdasarkan jarak minimum atau jarak ke titik pusat terdekat Langkah 1-3 di atas dilakukan dalam perulangan (iterasi) sampai tidak ditemukan lagi objek yang berpindah klaster akibat perhitungan kembali titik- titik pusat klaster pada iterasi terakhir

  Secara sederhana algoritma K-Means dapat digambarkan dalam diagram alir pada gambar 1.

  Start Tentukan Jumlah Klaster K

  Tentukan asumsi titik pusat klaster (centroid) Adakah objek yang

  End berpindah? Hitung Jarak Objek Ke Centroid

  Kelompokkan Objek berdasarkan jarak minimum

Gambar 2.1. Diagram Alir algoritma K Means Clustering

  Algoritma K- Means memerlukan 3 komponen yaitu: 1.

  Jumlah Klaster K-Means merupakan bagian dari metode non-hirarki sehingga dalam metode ini jumlah I harus ditentukan terlebih dahulu. Jumlah klaster I dapat ditentukan melalui pendekatan metode hirarki. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak terdapat aturan khusus dalam menentukan jumlah klaster I, terkadang jumlah klaster yang diinginkan tergantung pada subjektif seseorang.

2. Klaster Awal

  Klaster awal yang dipilih berkaitan dengan penentuan pusat klaster awal (sentroid awal). Dalam hal ini, terdapat beberapa pendapat dalam memilih klaster awal untuk metode K-Means sebagai berikut:

   Berdasarkan Hartigan (1975), pemilihan klaster awal dapat ditentukan berdasarkan interval dari jumlah setiap observasi.  Berdasarkan Rencher (2002), pemilihan klaster awal dapat ditentukan melalui pendekatan salah satu metode hirarki.

  Oleh karena adanya pemilihan klaster awal yang berbeda ini maka kemungkinan besar solusi klaster yang dihasil akan berbeda pula.

3. Ukuran Jarak

  Dalam hal ini, ukuran jarak digunakan untuk menempatkan observasi ke dalam klaster berdasarkan sentrid terdekat. Ukuran jarak yang digunakan dalam metode K-Means adalah jarak Euclid. Adapun algoritma K-means dalam pembentukan klaster sebagai berikut: Misalkan diberikan matriks data X = {xij} berukuran dengan i=1,2,3,..n, j=1,2,3,…p dan asumsikan jumlah klaster awal K 1.

  Tentukan sentroid. Hitung jarak setiap objek ke setiap centroid dengan menggunakan jarak euclid atau dapat ditulis sebagai berikut:

  ( ) √( ) Setiap objek disusun ke sentroid terdekat dan kumpulan objek tersebut akan membentuk klaster.

  2. Tentukan sentroid baru dari klaster yang baru terbentuk, di mana sentroid baru itu diperoleh dari rata-rata setiap objek yang terletak pada klaster yang sama.

3. Ulangi langkah 3, jika sentroid awal dan baru tidak sama.

  Hasil dari proses clustering yang menggunakan Metode K-Means Clustering dapat digambarkan seperti di gambar 2.2.

Gambar 2.2. Hasil dari proses clustering dengan menggunakan algoritma K-Means Clustering.

2.8.3 Kelebihan dan Kelemahan algoritma K-means

  Algoritma K-means dinilai cukup efisien, yang ditunjukkan dengan kompleksitasnya O(tkn), dengan catatan n adalah banyaknya obyek data, k adalah jumlah cluster yang dibentuk, dan t banyaknya iterasi. Biasanya, nilai k dan t jauh lebih kecil daripada nilai n. Selain itu, dalam iterasinya, algoritma ini akan berhenti dalam kondisi optimum lokal (William dan Graham).

  Hal yang dianggap sebagai kelemahan algoritma ini adalah adanya keharusan menentukan banyaknya cluster yang akan dibentuk, hanya dapat digunakan dalam data yang mean-nya dapat ditentukan, dan tidak mampu menangani data yang mempunyai penyimpangan-penyimpangan (noisy data dan outlier). Berkhin menyebutkan beberapa kelemahan algoritma K-means adalah: (1) sangat bergantung pada pemilihan nilai awal centroid, (2) tidak jelas berapa banyak cluster k yang terbaik, (3) hanya bekerja pada atribut numerik.

  Memperhatikan input dalam algoritma K-Means, dapat dikatakan bahwa algoritma ini hanya mengolah data kuantitatif. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Berkhin , bahwa algoritma K-means hanya dapat mengolah atribut numerik.

  Sebuah basis data, tidak mungkin hanya berisi satu macam type data saja, akan tetapi beragam type. William menyatakan sebuah basis data dapat berisi data-data dengan type sebagai berikut: symmetric binary, asymmetric binary, nominal, ordinal,

  

interval dan ratio. Sedangkan Pal dan Mitra menyebutkan sebuah basis data dapat

berisi data-data teks, simbol, gambar dan suara(Pal, Shankar K dan Mitra).

2.9 Median Filtering

  Konsep dasarnya adalah dengan menemukan nilai pixel yang memiliki nilai intensitas dari suatu pixel yang berbeda dengan nilai pixel yang ada di daerah sekitarnya, dan menggantinya dengan nilai yang lebih cocok. (Davies, 1990).

  Sesuai dengan namanya, median filter merupakan suatu metode yang menitik beratkan pada nilai median atau nilai tengah dari jumlah total nilai keseluruhan pixel yang ada di sekelilingnya. Dimisalkan terdapat data A=1, B=5, C=2, D=9, dan E=7, maka median filter akan mencari nilai tengah dari semua data yang telah diurutkan terlebih dahulu dari yang paling kecil hingga pada data yang paling besar dan kemudian diambil nilai tengahnya (1, 2, 5, 7, 9). Median dari deret tersebut adalah 5.

  Pemrosesan median filter ini dilakukan dengan cara mencari nilai tengah dari nilai pixel tetangga yang mempengaruhi pixel tengah. Teknik ini bekerja dengan cara mengisi nilai dari setiap pixel dengan nilai median tetangganya. Proses pemilihan median ini diawali dengan terlebih dahulu mengurutkan nilai-nilai pixel tetangga, baru kemudian dipilih nilai tengahnya (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Block Diagram Alur Kerja Median Filter

  Pengurutan akan menghasilkan nilai dari yang terkecil sampai nilai yang terbesar sesuai dengan P(1) < P(2) < P(3) < P(n), sedangkan nilai m sesuai dengan rumus dimana n bernilai ganjil.

Gambar 2.4. Contoh Penerapan Median Filter

  Hasil dari pengurutan data pada contoh (Gambar 2.4) didapatkan urutan 25, 33, 38, 45, 45, 45, 54, 57, 98. Dari hasil ini akan diambil nilai median yang memiliki nilai 45.

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No. Peneliti Tahun Metode yang Keterangan

  Digunakan

  

1 Beril Sirmacek 2000 SIFT Melakukan deteksi objek

  & Cem Keypoints dan bangunan pada citra satelit Unsalan GraphTheory dengan menghubungkan verteks- verteks pada objek yang diduga bangunan.

  Yi Hui Lu, 2006 Dempster-Shafer Memanfaatkan Dempster-

  2 John

  C. Algorithm Shafer pada tiga buah Trinder, and sumber data citra yaitu Kurt Kubik citra LevelSet, DSM dan citra yang telah di segmentasi, kemudian menentukan daerah bangunan dengan fungsi statistik.

  H. Gokhan 2008 DIRECTIONAL Memanfaatkan bayangan

  3 Akcay, Selim SPATIAL bangunan serta sudut sinar

  Aksoy CONSTRAINTS matahari, kemudian bangunan di tentukan berdasarkan minimum spanning trees.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Efikasi Diri terhadap Prestasi Akademik pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Bekerja

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian - Pengaruh Efikasi Diri terhadap Prestasi Akademik pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Bekerja

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan (Reguler) Universitas Sumatera Utara tentang UU RI No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan

0 0 31

1. DATA UJI COBA 2. HASIL UJI COBA - Pengaruh Atribut Produk terhadap Kepuasan Konsumen Pengguna Smartphone Samsung Galaxy Series

0 0 18

BAB II LANDASAN TEORI - Pengaruh Atribut Produk terhadap Kepuasan Konsumen Pengguna Smartphone Samsung Galaxy Series

0 1 15

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Atribut Produk terhadap Kepuasan Konsumen Pengguna Smartphone Samsung Galaxy Series

0 0 8

A. UJI COBA DAN HASIL UJI COBA ALAT UKUR 1. Reliabilitas Skala Komitmen Afektif Case Processing Summary - Hubungan Antara Persepsi Karyawan Terhadap Budaya Organisasi Dengan Komitmen Afektif

0 0 29

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hubungan Antara Persepsi Karyawan Terhadap Budaya Organisasi Dengan Komitmen Afektif

0 0 12

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 - Implementasi Augmented Reality Pada Perancangan Sistem Katalog Digiprocreative Berbasis Android

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Usia Dewasa 2.1.1 Pengertian Usia Dewasa - Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

0 0 22