BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pengaruh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Terhadap Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Pada Bank BUMN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

  Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan simpanan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berupa menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.

  Di dalam Undang-undang ini ditetapkan penjaminan simpanan nasabah bank yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dpat meminimumkan risiko yang membebani anggaran negara atau resiko yang menimbulkan moral hazard. Penjamin simpanan nasabah bank tersebut berdasarkan UU diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS pada dasarnya memiliki dua fungsi, yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal sebagai bagian dari pemeliharaan stabilitas sistem perbankan. (Siamat, 2005)

  Penjaminan Simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah. Setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta dan membayar premi penjaminan. Dalam hal bank tidak dapat melanjutkan usahanya dan harus dicabut izin usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu. Adapun simpanan yang tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank. Likuidasi ini merupakan tindak lanjut penyelesaian bank yang mengalami kesulitan keuangan. LPS melakukan tindakan penyelesaian atau penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka mekanisme kerja yang terpadu, efisien, dan efektif untuk menciptakan ketahanan sektor keuangan Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety Net (IFSN). (Siamat, 2005)

2.1.1.1 Fungsi, Tugas dan Wewenang

  Lembaga Penjamin Simpanan mempunyai fungsi, tugas dan wewenangnya sebagaimana di atur dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2004.

  Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS): 1. Menjamin simpanan nasabah penyimpan.

  2. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannnya.

  Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS): 1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.

  2. Melaksanakan penjaminan simpanan.

  3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.

  4. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik.

  5. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik

  Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS): 1. Menetapkan dan memungut premi penjaminan.

  2. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.

  3. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.

  4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.

  5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.

  6. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.

  7. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.

  8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.

  9. Menjatuhkan sanksi administratif.

2.1.1.2 Skema Penjaminan Simpanan (Deposit Insurance scheme)

  Menurut Siamat, 2005, dalam hal pelaksanaan penjaminan simpanan terdapat skema penjaminan simpanan sebagai berikut:

1. Kepesertaan

  Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah negara Indonesia menurut undang-undang ini wajib menjadi peserta penjaminan. Kewajiban untuk mengikuti skema penjaminan berlaku pula bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang melakukan kegiatan perbankan dalam wilayah Republik Indonesia. Sedangkan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di Indonesia yang melakukan kegiatan perbankan di luar wilayah Republik Indonesia tidak termasuk dalam skema penjaminan.

2. Jenis dan Jumlah Simpanan yang dijamin

  Jenis simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan adalah sebagai berikut: a.

  Giro b.

  Deposito c. Sertifikat Deposito d.

  Tabungan, dan/atau yang dipersamakan dengan itu Nilai simpanan yang dijamin LPS menurut ketentuan dalam skema penjaminan ini adalah sebagai berikut: a.

  Nilai simpanan yang dijamin setiap nasabah pada satu bank maksimal Rp.2.000.000.000 b. Nilai simpanan yang dijamin dapat diubah apabila dipenuhi salah satu atau lebih kriteria sebagai berikut:

  1. terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar-besaran 2. terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun 3. jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kurang dari 90% dari jumlah nasabah penyimpan seluruh kantor bank.

3. Premi Penjaminan dan Pembayaran Klaim

  Bank-bank yang menjamin peserta skema penjaminan diwajibkan membeyar premi penjaminan untuk setiap periode tertentu sebesar 0,1% (satu basis point) dari rata-rata saldo bulanan total simpanan dalam setiap periode. Perhitungan jumlah premi dilakukan sendiri oleh bank. Namun dapat diverifikasi oleh LPS melalui pemerikasaan dokumen, pemanggilan pejabat bank yang bersangkutan, dan atau pemeriksaan langsung pada bank. Pemeriksaan langsung tersebut dilakukan oleh otoritas Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) atas permintaan LPS.

2.1.1.3 Ketentuan Tingkat Bunga Penjaminan

  Penetapan maksimum tingkat bunga penjaminan oleh LPS mempunyai beberapa latar belakang antara lain:

  

1. Membatasi exposure yang menjadi beban LPS mengingat penjaminan

meliputi pokok dan bunga.

  2. Mencegah moral hazard pengelola bank untuk menggunakan bunga yang

  tinggi sebagai insentif pengerahan dana masyarakat 3. Mendorong masyarakat bersikap hati-hati dalam penempatan dananya.

  Berdasarkan ketentuan Pasal 19 huruf b UU LPS, klaim penjaminan nasabah penyimpan dinyatakan tidak layak bayar apabila nasabah tersebut merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar. Nasabah penyimpan dinyatakan sebagai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar apabila nasabah tersebut memperoleh tingkat bunga melebihi maksimum tingkat bunga penjaminan yang ditetapkan LPS. Ketentuan maksimum tingkat bunga penjaminan tersebut hanya diberlakukan untuk simpanan yang mempunyai komponen bunga, dan tidak diberlakukan untuk simpanan di bank syariah yang tidak mempunyai komponen bunga.

  LPS tidak menetapkan maksimum bagi hasil yang diterima nasabah penyimpan di bank syariah, mengingat besarnya bagi hasil tidak tentu, bersifat fluktuatif dan tidak diperjanjikan di muka. Oleh karena itu, meskipun realisasi bagi hasil simpanan di bank syariah apabila diekuivalenkan dengan tingkat bunga (equivalent return) melebihi maksimum tingkat bunga penjaminan, simpanan di bank syariah tersebut tetap dijamin oleh LPS.

2.1.1.4 Pedoman Dari International Association of Deposit Insurers (IADI)

  IADI merupakan sebuah organisasi lembaga penjamin dunia dengan tujuan meningkatkan efektivitas dari sistem penjamin simpanan dengan terus mengembangkan pedoman sistem penjamin simpanan antar institusi lembaga penjamin simpanan dari berbagai negara.

  Ada beberapa hal yang bisa dipedomani dari IADI yaitu: 1. Kepesertaan

  Secara teoritis, kepesertaan dalam program penjaminan dapat bersifat wajib (mandatory) atau sukarela (voluntary). Dari 60 lembaga penjamin simpanan yang ada di dunia, mayoritasnya mempunyai keanggotaan yang bersifat wajib. Meski bersifat wajib, di beberapa negara seperti Filipina, Kanada, dan Amerika Serikat, penjamin simpanan mendapat wewenang untuk menghentikan (termination) atau membatalkan (cancelation) kepesertaan suatu bank dari program penjaminan. Penjamin simpanan akan mengambil langkah itu, apabila bank peserta tidak memenuhi syarat dan kondisi tertentu.

  2. Pendanaan Ada dua model kontribusi yang diterapkan. Pertama, kontribusi dari bank peserta dilakukan sebelum muncul bank yang dicabut izin usahanya (ex ante) dengan melalui premi dan penerimaan lainnya yang diakumulasikan sebagai cadangan penjaminan. Kedua, kontribusi dari bank peserta penjaminan dilakukan setelah adanya bank yang dicabut izin usahanya (ex post) dengan cara meminta semua bank memberi kontribusi atas biaya kegagalan suatu bank dengan proporsi tertentu.

  3. Premi Dalam prakteknya, ada dua metode dominan yang digunakan untuk menghitung premi. Pertama, premi ditetapkan dengan persentase yang sama untuk semua bank (flat rate premium). Kedua, premi ditetapkan dengan persentase yang berbeda sesuai dengan tingkat risiko kegagalan masing-masing bank (risk based/differentiated premium).

  4. Kepedulian Masyarakat Pencegahan kepanikan itu menjadi bagian dari sejumlah tugas yang diemban penjamin simpanan dengan cara mengedukasi masyarakat. Tujuannya, agar masyarakat mendapat pemahaman dan informasi mengenai jenis dan jumlah simpanan yang dijamin. Selain itu masyarakat juga berhak mengetahui syarat dan prosedur pembayaran penjaminan.

2.1.2 Dana Pihak Ketiga (DPK)

  Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dijelaskan dalam UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dalam dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

  Menurut Kasmir, 2008, Dana Pihak ketiga (DPK) adalah dana yang berasal dari masyarakat luas yang merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Pencarian dana dari sumber ini relatif paling mudah jika dibandingkan dengan sumber lainnya dan pencarian dana dari sumber dana ini paling dominan, asal dapat memberikan bunga dan fasilitas menarik lainnya. Menarik dana dari sumber ini tidak terlalu sulit, akan tetapi, pencarian sumber dana dari sumber ini relatif mahal jika dibandingkan dari dana sendiri.

  Adapun sumber Dana Pihak Ketiga atau sumber dana yang berasal dari masyarakat luas dapat dilakukan dalam:

1. Simpanan giro (demand deposit) 2.

  Simpanan tabungan (saving deposit) 3. Simpanan deposito (time deposit)

2.1.2.2 Simpanan Giro (Demand Deposit)

  Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.

  Menurut Latumaerissa, 2011, giro adalah bentuk simpanan nasabah baik perorangan ataupun perusahaan, lembaga, atau institusi pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat oleh giran atau pemilik dengan menggunakan cek dan giro bilyet atau surat perintah pemindahbukuan lainnya.

  Rekening giro ini memiliki beberapa manfaat bagi nasabah antara lain sebagai salah satu bentuk penempatan dana (placement fund) dan sekaligus alat pembayaran secara giral dan sangat praktis dalam penarikannya karena menggunakan cek atau bilyet giro. Selain itu lebih aman jika dibandingkan dengan membawa tunai dimana pembayaran degan cek atau bilyet giro, dapat meminimalkan kelebihan pembayaran yang mungkin terjadi seperti tidak ada uang kembalian. Pemegang rekening dapat mengetahui saldo uangnya setiap saat dengan menghubungi bank yang bersangkutan dan mempunyai peluang untuk menggunakan jasa-jasa yang dikaitkan dengan rekening giro pada umumnya, seperti pembayaran listrik, telepon, pajak, dan air minum.

  Menurut Kasmir, 2008, jenis-jenis sarana penarikan untuk menarik dana yang tertanam di rekening giro adalah sebagai berikut:

1. Cek (Cheque)

  Cek merupakan surat perintah tanpa syarat dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut, untuk membayar sejumlah uang kepada pihak yang disebutkan di dalamnya atau kepada pemegang cek tersebut. Artinya bank harus membayar kepada siapa saja yang membawa cek ke bank yang memelihara rekening nasabah untuk diuangkan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan baik secara tunai atau secara pemindahbukuan. Selain itu ada beberapa jenis cek yang umum dikenal dalam praktik perbankan: 2.

   Bilyet Giro (BG) Bilyet Giro merupakan surat perintah dari nasabah kepada bank yang

  memelihara rekening giro nasabah tersebut untuk memindahbukuan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau bank lainnya.

3. Alat Pembayaran Lainnya

  Yaitu surat perintah kepada bank yang dibuat secara tertulis pada kertas yang ditandatangani oleh pemegang rekening atau kuasanya untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak lain pada bank yang sama atau bank lain.

  Setiap penyimpan yang menyimpan dananya di rekening giro akan memperoleh balas jasa berupa bunga. Bunga atau jasa giro ini dihitung dengan berbagai metode sebagai berikut.

1. Penghitungan bunga dengan menggunakan saldo terendah

  %

  12 2.

  Perhitungan bunga dengan menggunakan saldo rata-rata

  %

  12 1.

   Simpanan Tabungan (Saving Deposit)

  Pengertian tabungan menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

  Syarat-syarat penarikan tertentu maksudnya adalah sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat antara bank dengan si penabung. Sebagai contoh dalam hal frekuensi penarikan, apakah dua kali seminggu atau setiap hari atau mungkin setiap saat. Yang jelas haruslah sesuai dengan perjanjian sebelumnya.

  Kemudian dalam hal sarana atau hal penarikan juga tergantung dengan perjanjian antara keduanya yaitu bank dengan penabung.

  Mengenai penghitungan bunga tabungan dapat pula dihitung dengan beberapa meode tergantung dari beberapa bank yang bersangkutan.Berikut rumus perhitungan bunga tabungan: 1.

  Perhitungan tabungan dengan saldo terendah

  %

  12 2.

  Perhitungan tabungan dengan saldo harian

  %

  Bunga jumlah hari 2.

   Simpanan Deposito (Time Deposit)

  Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang dimaksud dengan deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.

  Artinya jika nasabah deposan menyimpan uangnya untuk jangka waktu tiga bulan, maka uang tersebut baru dapat dicairkan setelah jangka waktu tersebut berakhir dan sering disebut tanggal jatuh tempo.

  Adapun jenis-jenis deposito yang ada di Indonesia dewasa ini: 1.

   Deposito Berjangka

  Deposito berjangka adalah simpanan pihak ketiga di bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dengan bank teknis yang bersangkutan (Latumaerissa, 2011). Rumus yang digunakan untuk menghitung bunga deposito berjangka adalah Bunga =

  × Pajak deposito 2.

   Sertifikat Deposito

  Secara sederhana sertifikat deposito dapat didefenisikan sebagai suatu bentuk simpanan berjangka yang diterbitkan oleh bank yang dapat diperjualbelikan atau dapat dipindah tangankan kepada pihak tertentu dimana sertifikat deposito sendiri diterbitkan atas unjuk dalam bentuk sertifikat.( Latumaerissa, 2011). Rumus yang digunakan untuk menghitung bunga sertifikat deposito: Bunga = pajak 3.

   Deposito on Call

  Merupakan deposito yang berjangka waktu minimal tujuh hari dan paling lama kurang dari satu bulan. Diterbitkan atas nama dan biasanya dalam jumlah yang besar misalnya 50 juta rupiah (tergantung bank yang bersangkutan). Pencarian bunga dilakukan pada saat pencairan deposito on call. Sebelum deposito on call dicairkan terlebih dahulu tiga hari sebelumnya nasabah sudah memberitahukan bank penertbit. Rumus yang digunakan untuk menghitung deposito on call adalah sebagai berikut:

  %

  Bunga = × pajak

2.1.3 Defenisi Bank

  Bank didefenisikan oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

  Menurut Subagio, dkk, (dalam Julius R. Latumaerissa), bank adalah suatu badan usaha yang kegiatan utamanya menerima simpanan dari masyarakat dan/atau pihak lainnya, kemudian mengalokasikannya kembali untuk memperoleh keuntungan serta menyediakan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran.

  Kasmir, 2008, mendefinisikan bank sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan, dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah, dan pembayaran lainnya.

1. Fungsi Bank

  Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarkat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik, menurut Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, 2008, bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agen of

  development, dan agent of services.

  a.

  Agen of trust Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi adanya unsure kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitur akan mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo. b.

  Agent of development.

  Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.

  c.

  Agent of services Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat.

  Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman, uang,penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.

2.2 Penelitian Terdahulu

  Penelitian Melisa F.M (2013) berjudul “Analisis Perbedaan Jumlah Dana Pihak Ketiga Pada Bank Umum di Indonesia Sebelum dan Sesudah Adanya Lembaga Penjaminan Simpanan “. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tedapat perbedaan signifikan antara jumlah tabungan, deposito, dan giro pada bank umum di Indonesia sebelum dan sesudah adanya LPS. Jumlah tabungan, deposito, dan giro memiliki tanda positif lebih banyak pada data sesudah adanya LPS dibandingkan sebelum adanya LPS. Ini menunjukkan bahwa LPS berpengaruh positif terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga pada bank Umum di Indonesia.

  Penelitian Latifatul Khoiriyah (2009) berjudul “ Analisis tingkat likuiditas sebelum, saat dan setelah adanya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2002-2008 (Studi pada PT.Bank Muamalat Indonesia (BMI),Tbk)”.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada CR baik sebelum maupun setelah adanya LPS. Begitu juga dengan variabel LDR dan NCM to CA.

  Penelitian Kresna Dhuta Wijaya (2012) berjudul “ Analisis Pengaruh Nilai Maksimum Penjaminan Simpanan di LPS Terhadap Risiko Morald Hazard Kredit BPR”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa besarnya nilai simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dinilai sudah tidak tepat lagi untuk diterapkan. Penentuan besar nilai simpanan yang dijamin sebesar Rp.2 Miliar sebaiknya dapat disesuaikan dengan cakupan yang disyaratkan oleh IADI untuk menjadi lebih rendah yaitu sebesar Rp.500 juta.

2.3 Kerangka Konseptual

  Penelitian ini terbagi menjadi dua persamaan, yaitu peranan sebelum dan sesudah adanya LPS terhadap DPK, dan Pengaruh Tingkat suku bunga penjaminan LPS terhadap DPK. Berikut kerangka konseptual pada penelitian ini dapat dilihat pada skema berikut:

  Gambar 2.1 Skema Kerangka Konseptual

  Sebelum  dan sesudah  DPK   adanya  LPS 

  Lembaga  

  Penjaminan  

  Simpanan  

  Tingkat  Bunga  DPK  

  Penjaminan  LPS 

2.4 Hipotesis

  Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut: 1.

  Pendirian LPS berpengaruh positif terhadap Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank BUMN.

2. Tingkat Bunga Penjaminan LPS berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

  Dana Pihak Ketiga (DPK)