Kelompok Sosial dan agama kelompok (2)

Kelompok Sosial
Manusia dapat disebut juga sebagai “social animal”, memiliki dua hasrat, yaitu
bersatu dengan manusia lain dan bersatu dengan alam sekeliling. Manusia mempunyai
pikiran, perasaan, dan kehendak untuk memenuhi kehidupanya dalam social group. Manusia
merupakan hasil dari faktor keturunan dan lingkungan. Dalam hidupnya manusia sangat
tergantung pada manusia lain, terutama keluarga selaku kelompok inti. Selanjutnya,
family/marga, desa, suku, dan seterusnya. Mula-mula di antara mereka berlaku aturan
kekeluargaan, tata pergaulan, kemudian menjadi hokum civil (hukum tentang hubungan
pertalian antara sesamanya).
Himpunan manusia dalam kehidupan bersama yang berhubungan timbal balik tulah
yang disebut kelompok sosial. Jadi, kelompok sosial tersebut mempunyai syarat-syarat, yaitu
sebagai berikut:
Ada kesadaran setiap orang selaku anggota kelompok, bahwa dia merupakan bagian dari
kelompok yang bersangkutan.
Ada hubungan timbal balik antar anggota yang bersatu dengan angota lainya dalam kelompok
itu.
Ada faktor pengikat yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok itu, seperti rasa
senasib, kepentingan, atau tujan yang sama, ideologi, dan sbagainya.
Berstuktur dengan memiliki pola perilaku yang sama.
Kelompok sosial dapat dibagi atas dua bentuk yaitu sebagai berikut:
Kelompok sosial kecil (face to face groupings), seperti keluarga, siswa sat sekolah, desa, dan

sebagainya.
Kelompok sosial besar, seperti kota, bangsa, meskipun tidak saling kenal, namn sadar pada
kepentingan bersama.
Ada kelompok sosial yang kompleks, di mana seseorang sekaligus menjadi anggota
kelompok sosial lain, seperti kelompok sosial atas dasar gabungan kekerabatan usia, sec,
bidang pekerjaan, kedudukan, dan sebagainya. Secara umum kelompok sosial dapat
diklarifikasikan sebagai berikut:
In group dan out group: hal ini terdapat dalam segala lapisan masyarakat, seperti Rukun
Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), kelas siswa, pegawai negeri-swasfa, dan sebagainya.
Primary group dan Secondary group: kelompok itu menjadi primer karena masih saling
kenal, pertalian darah, dan persahabatan, Sekunder karena sifatnya yang didasari kerjasama
atas hitungan untung rugi.
Gemeinschaft dan Gesellschaft: dikatakan gemeinschaft karena didasari ikatan batin yang
bersifat alamiah, maka ada gemeinschaft by blood, gof mind, gemeinschaft of place.
Sedangkan gesellschaft karena ikatan lahiriah yang mekanis, seperti perjanjian dagang,
anggota organisasi karyawan, dan sebagainya.

Formal group dan Informal group: kelompok sosial menjadi fomal karena sistem hubungan
itu sengaja diciptakan, maka setiap orang dalam organisasi itu mempunyai kedudukan. Jika
hubungan itu karena pertemuan berulang-ulang secara pribadi, maka disebut informal dan

biasanya disebut clique.
Membership dan Referene group: kelompok sosial ini disebut reference group karena
berusaha mengidentifikasikan dirinya pada kelompk di mana ia bukan anggta, misalnya orang
yang tidak berhasil menjadi mahasiswa mencoba berperilaku mirip mahasiwa (member X
non-member).
Ada juga kelompok sosial yang tidak teratur, yakni kerumunan (ukuran kecil) dan
publik (ukuran besar). Kerumunan terjadi apabila sejumlah orang berada di satu tempat
karena suatu perhatian ataupun kepentingan tanpa ikatan hubungan, seperti di bioskop, di
pasar, di stasiun kereta api, dan sebagainya. Krumunan sirna jika orangnya bubar. Kadang
kala kerumunan berubah situasi menjadi massa dan bahkan ada yang cenderng menyerang
dan merusak. Ciri-ciri masa ialah:
Adanya sejumlah orang berada di satu tempat.
Terjadi suatu peristiwa yang mengalihkan dan menyita perhatian.
Kesadaran individu menurun secara drastis.
Perasaan yang sama melanda semua orang.
Timbul jiwa massa sesuai dengan sifat peristiwa, misalnya massa yang marah, panil,
ketakutann, gembira, sedih, duka, dan sebagainya,
Dinamika sosial adalah kelompok sosial senantiasa berubah (dinamis) karena manusia
itu sendiri dinamis. Sewaktu-waktu terjadi proses formasi dan reformasi, baik karena
pengaruh luar maupun dari dalam. Pengaruh luar berupa peubahan situasi sosial ekonomi

atau tekanan kuat dari luar. Pengaruh dari dalam berupa gejala konflik yang senantiasa terjadi
bila timbul ketidakseimbangan dalam kelompok, baik perihal kekuatan, kepentingan
keadilan, maupun perbedaan faham.
Masyarakat perdesaan dan perkotaan
Masyaakat di kota ditandai degan kondisi tatanan nilai yang heterogen. Mereka terdiri
berbagai suku, agama, adat istiadat, menjalankan fungsi pusat administrative dan pusat
komersial, dan bahkan pussat konsentrasi kegiatan yang sekaligus menjadi indikator
modernisasi dan kekayaan negeri. Berbagai bentuk penimbunan modal berlangsung di kota,
seperti bidang transportasi, perkantoran, industri, dan sebagainya. Hal itulah sebabnya kota
dipandang tumpuan harapan orang desa sehingga timbul urbanisasi. Mereka terhalau ke kota
karena kekejaman penghupan dan keadaan yang tidak aman di pedalaman, Ternyata kaum
urban itu tidak cocok dengan pekerjaan yang tersedia, mereka terpaksa menerima menerima
pekerjaan jasa yang sering kali mengorbankn perasaanya, bahkan ada yang terpaksa

menempuh jalan pintas. Timbul berbagai bentuk kejahatan sebagai akibat tekanan kegagalan
dalam suatu perjuangan hidup. Pemerintah kota tidak mampu mengasimilasikan kaum urban,
sehingga pendatang baru diasakan sebagai sumber kerawanan dan keresahan masyarakat
kota.
Demikianlah warga kota semakin dinamis dan bertindak semakin rasional
menggunakan ruang dan waktu. Kegiatan sehari-hari pun semakin efisian yang menjurus ke

automatisasi. Dalam proses kehidupan sehari-hari berlangsung seleksi alam berupa
kompetensi prestasi manusia, sehingga hamper setiap orang sibuk bekerja, belajar,
berorganisasi, dan sebagainya. Akibatnya, tanpa disadari tumbuh subur nilai individualis.
Menurut Webber, dalam masyarakat moden kita menjumpai suatu sistem jabatan yang
dinamakanya birokrasi. Organisasi birokrasi mengandung sejumlah prinsip yang tidak
dijumpai dalam masyarakat. Suatu gejala yang menarik perhatian banyak ilmuwan sosial
ialah keterkaitan antara kelompok formal dan kelompok informal. Dalam organisasi formal
akan terbentuk berbagai kelompok informal. Nilai dan aturan kelompok informal dapat
bertentangan dengan nilai dan aturan yang belaku dalam organisasi formal.
Proses dan Interaksi Sosial
Proses ialah hubungan perngaruh timbal balik antara berbagai segi kehdupan bersama.
Pengertian ini sangatlah uas, karena menyangkut oerihak nyata dan yang tidak tampak
menggejala. Proses sosial berupa inteaksi sosial merupakan hubungan pengaruh yang tampak
dalam pergaulan hidup bersama. Tanpa interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan
masyarakat. Interaksi sosial terjadi antara seseorang dengan orang lain, antara seseorang
dengan kelompok sosial, dan antara kelompok sosial dengan kelompok sosial lainya.
Interaksi sosial dapat terjadi apabila ada kontak sosial dan adanya komunikasi. Bentuk
interaksi sosial dapat berupa sebagai berikut:
Keja sama (coopration)
Akomodasi (acoodation)

Persaingan (competition)
Pertikaian (conflict)
Budaya Politik
Budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang
lebih khas. Istilah budaya politik meliputi legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses
pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku apparat negara, serta
gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Kegiatan politik juga memasuki
dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial, kehidupan pribadi dan sosial secara luas.
Dengan demikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan
keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat.

Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh
masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara
masyarakat umum dengan para elitnya. Seperti juga di Indonesoa, menurut Benedict R. O’G
Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagu secara tajam antara kelompok elite
dengan kelompok massa. Almond dan Powell berpendapat budaya politk bersumber pada
perilaku lahiriah dan manusia yang bersumber pada penalaran-penalaran yang sadar. Konsep
budaya politik terdiri atas sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan keterampilan yang sedang berlaku
pada seluruh anggota masyarakat, termasuk pada kebiasaan yang hidup dalam masyarakat.
Beberapa definisi budaya politik dapat kita lihat sebagai berikut:

Budaya politik adalah aspek politik dari niali-nilai yang terdiri atas pegetahuan, adat istiadat,
tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian masyarakat. Budaya politik
tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.
Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama
menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, tau nasionalsime. Yang
kedua (aspek generik) menganalis bentuk, peranan,, dan ciri-ciri budaya politik, seperti
miltan, utopis, terbuka, atau tertutup.
Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar
yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.
Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat
militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat. Pola kepimpinan
(konformitas

atau

mendorong

inisiatif

kebebasan),


sikap

terhadap

mobilitas

(mempertahankan status uo atau mendorong mobilitas), prioritas kebijakan (menekankan
ekonomi dan politik).
Bentuk Budaya Politik
Budaya politik dengan kecenderungan militant dan toleransi. Sistem ekonomi dengan
teknologi yang kompleks menuntut kerjas sama yang luas untuk memperpadukan modal dan
keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Lebih
banyak sikap toleransi atau sikap militant. Jiks pernyataan umum dari pimpinan masyarakat
bernada sangat militant, maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan
konflik, Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama, Pernyataan dengan
jiwa toleransi hampir selalu mengundang kerja sama.
Ciri kecenderungan militansi adalah perbedaan tidak dipandang sebagai usaha
mencari alternative yang terbaik tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang, Bila
terjadi krisis, maka yang dicari adalag kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan

yang salahm dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi. Sedangkan
ciri-ciri kecenderungan toleransi adalah pemikiran bepusat pada masalah atau ide yang harus

dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk
bekerha sama, Sikap netral atau kritis terhadap ide orangm tetapi bukan curiga terhadap
orang.
Di Negara berkembang, pemerintah diharapkan makin besar perananya dalam
pembangunan di segala bidang, Dari sudut penguasa, konformitas menyangkut tuntutan atau
harapan akan dukungan dari rakyat. Modifikassi atau kompromi tidak diharapkan, apalagi
kritik. Jika pemimpin itu merasa dirinya penting, maka dia menuntut rakyat menunjukkan
kesetiaanya yang tinggi. Akan tetapi, ada pula elite yang menyadari inisiatif rakyat yang
menentukan tingkat pembangunan, maka elite itu sedang mengembangkan pola
kepemimpinan inisiatif rakyat dengan tidak mengekang kebebasan.
Sosiologi Politik dalam Masyarakat Berkembang
Masalah sentral sosiologi politik dalan masyarakat berkembang ialah menyangkut
perubahan. Hal ini dilukiskan dengan jelas oleh negara Turki, di mana satu usaha yang
sistemati telah dilakukan untuk mempengaruhi maupun untuk mempermudah mencookn
perubahan yang berlangsung sesudah Perang Dunia Pertama. Mustapha Kemal berusaha
untuk memodernisasi Turki, tidak hanya secara material, tetapi juga melalui proses-proses
sosialisasi. Contoh yang sama dapat juga dilihat pada negara Ghana. Namun, masalah yang

berat dihadapi oleh negara berkembang adalah adanya berbagai macam kelompok dan tradisi
di negara itu, seperti di negara Nigeria. Robert Le Vine berpendapat sosiologi politik di
negara-negara berkembang cenderung mempunyai relasi lebih dekat pada sistem-sistem local,
kesukuan, etnis, dan regional daripada dengan sistem-sistem politi nasional. Selanjutnya, dia
mengemukakan bahwa ada tiga faktor penting dalam sosiologi politik dalam masyarakat
demikian, yaitu sebagai berikut:
Pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang dapat melampaui kapasitas mereka
untuk memodernisasi keluarga tradisional lewat industrialisasi dan pendidikan.
Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai tradisional antara
jenis-jeis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada nilai tradisional. Namun, si
Ibu dapat memainkan satu peranan pentig Pada saat sosialisasi dini dari anak.
Adalah mungkin pengaruh urbanisasi, yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan perkasa
untuk menumbangkan nilai-nilai tradisional. Paling sedikitnya secara parsial juga terimbangi
oleh peralihan dari nilai-nilai ke dalam daerah-daerah perkotaan, khusunya dengan
pembentukan komuniyas-komunitas kesukuan dan etnis di daerah-daerah ini.