Pembangunan Berbasis Sektor Kelautan dan

PEMBANGUNAN BERBASIS
SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN TERPADU
MEWUJUDKAN MASYARAKAT SEJAHTERA DAN TANGGUH

Oleh:
LA SARA
(Lektor Kepala pada Jurusan Perikanan Faperta Unhalu)

Orasi Ilmiah
Disampaikan Dalam Dies Natalis Universitas Haluoleo XXII
19 Agustus 2003

PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN TERPADU
MEWUJUDKAN MASYARAKAT SEJAHTERA DAN TANGGUH

Yth. Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara
Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara
Ketua dan wakil Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara
Rektor Universitas Haluoleo
Anggota Dewan Penyantun Universitas Haluoleo
Para Pembantu Rektor dan Dekan lingkup Universitas Haluoleo

Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara
Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara
DANREM 143 Haluoleo Sulawesi Tenggara
Wali Kota Kendari
Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kota Kendari
Kepala Polisi Resort Kota Kendari
DANDIM 1417 Kendari
Kepala Kejaksaan Negeri Kendari
Rektor/Ketua/Direktur Perguruan Tinggi Swasta di Sulawesi Tenggara
Kepala Badan/Dinas Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten/Kota
Anggota Senat Universitas Haluoleo
Orang tua wisudawan/wati dan Para wisudawan/wati yang berbahagia

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Dengan hati yang tulus, mari kita selalu memanjatkan puji dan syukur kehadirat
Allah SWT, karena atas karunia dan hidayah-Nya jualah sehingga pada hari ini
kita masih diberi kekuatan dan kesehatan wal’afiat serta diberi kesempatan untuk
hadir di tempat ini memperingati Dies natalis Universitas Haluoleo XXII yang
dirangkaikan dengan acara wisuda sarjana.


Umur 22 tahun bagi Universitas

Haluoleo berarti sudah banyak hal yang dibuat dan sudah banyak merangkai
pengalaman untuk mempersiapkan diri lebih maju.
Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

Bagi kita, umur 22 tahun
2

merupakan umur akil baliq/dewasa yang penuh dinamika, berpikir kreatif dan
progresif menatap masa depan yang lebih baik untuk kemashlahatan diri kita
sendiri dan masyarakat bangsa Indonesia.

Pada saat yang sama kita semua

bergembira bersama orang tua wisudawan/wati menyaksikan putra-putri kita
yang telah menyelesaikan studinya di Universitas Haluoleo yang kita cintai ini,
dan baru saja diwisuda oleh Rektor Universitas Haluoleo.
Mereka telah ditempa menimba ilmu selama beberapa tahun dan kita semua
berharap kepada mereka untuk mengambil prakarsa, peranserta, dan kreatif

dalam membangun daerah dan bangsa ini berdasarkan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya.

Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara
Rektor Universitas Haluoleo dan hadirin yang saya hormati,
Sungguh suatu penghargaan tak terhingga dari Bapak dan Ibu kepada saya
sehingga pada hari ini saya diberi kesempatan untuk menyampaikan pandangan
dan gagasan saya tentang pembangunan daerah dan bangsa melalui pendekatan
pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang secara nyata dapat menjadi

leading sector pembangunan.

Topik yang menjadi fokus pembahasan saya

adalah Pembangunan Berbasis Sektor Kelautan dan Perikanan Terpadu
Mewujudkan Masyarakat Sejahtera dan Tangguh.

Pandangan dan

gagasan saya tentang Sektor kelautan dan perikanan sejak awal tahun 1990-an

telah saya sampaikan dapat menjadi lokomotif pembangunan daerah dan
nasional. Saya ulangi lagi pernyataan ini dalam forum pertemuan pimpinan
Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan se Indonesia di Ujung Pandang pada
tanggal 7 – 8 Juni 1996 (La Sara, 1996).

Beberapa alasan yang mendasari

gagasan ini, yaitu:
(1) perairan laut kita mempunyai biodiversity tertinggi di dunia sehingga dapat
dipastikan bahwa produktivitas perairan laut sangat tinggi.
(2) luas perairan laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2 ( 70% dari luas wilayah
Indonesia) dengan panjang pantai 81.000 km.

Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

3

(3) sebagian besar masyarakat pesisir di daerah ini khususnya dan Indonesia
umumnya memanfaatkan laut sebagai sumber penghidupan keluarga mereka
dalam bentuk penangkapan, budidaya dan jasa transportasi .

(4) sumberdaya sektor kelautan dan perikanan jika dikelola dengan arif
merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources)
sehingga dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang panjang.
(5) sektor kelautan dan perikanan mempunyai daya saing tinggi (competetive

advantage) seperti ditunjukkan oleh bahan baku yang tersedia dan produksi
yang dihasilkannya.
(6) Industri sektor kelautan dan perikanan dapat melahirkan industri-industri lain
yang saling mendukung antara satu dengan lainnya.
(7) Sektor perikanan mempunyai keunggulan karena memanfaatkan sumberdaya
lokal dan menghasilkan komoditi yang dibutuhkan masyarakat internasional,
dan
(8) Investasi pada sektor kelautan dan perikanan memiliki efisiensi relatif tinggi
seperti dicerminkan dalam incremental capital output ratio (ICOR) yang
rendah sebesar 3,4 dan memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi seperti
dicerminkan incremental labour output ratio (ILOR) sebesar 7 – 9 (La Sara,
2000a; 2000b; Dahuri, 2002a).

Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara yang saya hormati
Hadirin yang berbahagia

Penggalangan upaya dan dana untuk membangun sektor kelautan dan perikanan
nampaknya merupakan suatu keharusan sebab telah terbukti bahwa walaupun
tanpa dukungan memadai, sektor ini mampu bertahan dalam krisis moneter yang
terjadi sejak pertengahan tahun 1997 lalu. Nelayan dan pembudidaya ikan pada
saat krisis moneter bahkan merasakan betapa besar pendapatan yang diterima
sehingga mereka berkeinginan agar kondisi seperti ini berlangsung terus.
Pemikiran seperti ini sangat kontradiktif dengan mereka yang berusaha pada
sektor lain, seperti perhubungan dan industri. Hal ini membuktikan bahwa basis
usaha yang dilakukan nelayan dan pembudidaya ikan cukup kuat karena paling
tidak ditunjang oleh beberapa alasan yang diuraikan sebelumnya.
Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

4

Pernyataan di atas semakin meyakinkan kita semua karena menurut data yang
tersedia menunjukkan bahwa prospek pasar produk kelautan dan perikanan di
masa akan datang menunjukkan angka permintaan yang terus meningkat. Hal ini
terjadi karena jumlah penduduk dunia terus bertambah yang berimplikasi pada
peningkatan permintaan produk-produk dari sektor kelautan dan perikanan dalam
kuantitas dan kualitas yang tinggi.


Masyarakat saat ini semakin menyadari

bahwa betapa pentingnya produk-produk yang dihasilkan oleh sektor ini. Hal ini
disadari karena kandungan protein tinggi dan kolesterol rendah produk perikanan
dan kelautan sangat penting untuk kesehatan tubuh manusia. Disamping untuk
pemenuhan gizi tinggi, masyarakat juga membutuhkan berbagai macam
keperluan, seperti obat-obatan, kosmetika dan food suplement yang bahan
bakunya bersumber dari sumberdaya kelautan dan perikanan. Ada dua hal yang
ditakuti orang yang sudah kaya saat ini, yaitu sakit dan mati.

Mereka

berpandangan bahwa untuk mengantisipasi sakit adalah dengan mengkonsumsi
ikan. Masyarakat kaya di Hingkong dan Cina berupaya untuk mengkonsumsi ikan
kerapu walaupun harganya mencapai US$ 150 – US$ 250/kg.

Di Jakarta,

pengusaha menjamu rekanan bisnisnya dengan mencicipi menu ikan kerapu

dengan harga mahal dan menunggu antrian panjang.
Ada juga negara yang menghubungkan makan ikan dengan status sosial. Mereka
yang mampu membeli ikan kerapu akan dikenal masyarakat.

Semakin besar

ukuran ikan kerapu yang dibeli maka semakin dikenal dan tinggi status sosial
mereka.

Hadirin yang berbahagia
Kita akan iri melihat beberapa negara tetangga kita yang memiliki wilayah sempit,
garis pantai pendek dan sumberdaya wilayah pesisir yang terbatas, tetapi
mempunyai produksi perikanan laut yang luar biasa tingginya. Perhatian mereka
mengembangkan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan sangat serius
karena mempunyai set goal yang jelas.

Negara Thailand yang memiliki garis

pantai 2.600 km (hanya 32% dari panjang pantai Indonesia) dan luas tambak
hanya 80 ha mampu memproduksi udang sebanyak 340 ribu ton dan memiliki

nilai ekspor perikanan sebesar US$ 4,2 milyar pada tahun 2002 (Dahuri, 2002b).
Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

5

Pada kurun waktu yang sama, Indonesia yang memiliki garis pantai 81.000 km
hanya mampu memproduksi udang sebesar 80 ribu ton (23,5% dari Thailand)
dan memiliki nilai ekspor perikanan US$ 1,76 milyar (41,9% dari Thailand). Di
Philippines yang potensi sumberdaya alamnya porak poranda akibat dieksploitasi
oleh negara-negara yang menjajahnya dan alamnya diamuk terus oleh badai dan
topan yang terjadi setiap tahun, serta mempunyai 7.200 pulau (52,7% dari
jumlah pulau di Indonesia) memiliki nilai ekspor rumput laut sebesar US$ 700
juta, sementara Indonesia yang mempunyai 13.667 pulau hanya mencapai US$
45 juta (hanya 6,4% dari Philippines). Lebih aneh lagi adalah sebagian bahan
mentah rumput laut di Philippines umumnya diimpor dari Indonesia.

Data ini

menunjukkan bahwa ada sesuatu yang hilang dalam merajut international


bussines network.
Pada tahun 1989 saya menyampaikan hasil penelitian dalam seminar tentang
rumput laut sehubungan dengan kegagalan penetapan harga jual rumput laut
kering yang dihasilkan pembudidaya rumput laut. Saya meminta tanggapan dan
jawaban dari berbagai instansi yang hadir, mengapa harga jual rumput laut
kering drop dari Rp.1.000/kg menjadi Rp.75 – Rp.100/kg. Pada saat itu saya
tidak mendapatkan tanggapan dan jawaban yang memuaskan dari peserta
seminar.
terkait

Saya hanya berpikir dan bertanya-tanya mengapa instansi-instansi
seperti

Kanwil/Dinas

Perindustrian,

Kanwil/Dinas

Perdagangan,


Kanwil/Dinas Pertanian/Perikanan, Kanwil/Dinas Koperasi dan Kantor PMD tidak
mengambil langkah-langkah strategis mengamankan harga komiditi ini, pada hal
usaha ini melibatkan tenaga kerja massal dan mereka mengusahakan sendiri
modalnya.

Pembudidaya rumput dan nelayan hanya menuntut sedikit saja

perhatian dan simpati dari pemerintah.
Sekitar tahun 1988, kami memberikan penyuluhan dan pembinaan dan mengajak
mereka untuk membudidayakan rumput laut pada hampir seluruh pelosok pesisir
potensial di Sulawesi Tenggara.

Alasan untuk membudidayakan komoditi ini

sangat logis karena perairan di daerah ini sesuai untuk budidaya rumput laut,
menggunakan teknologi sederhana (menggunakan bahan/alat lokal), biaya
investasinya sangat kecil, dapat dikerjakan oleh anak-anak dan kaum perempuan,

Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

6

waktu panen relatif singkat (30 – 45 hari) dan permintaan pasar cukup tinggi
mengakibatkan harga jualnya tinggi. Pembinaan pada waktu itu cukup berhasil
karena rakit-rakit rumput laut membentang seperti rangkaian jembatan terapung.

Gubernur yang saya hormati
Kegembiraan ini tidak lama berlangsung karena baru 1 – 2 kali panen tiba-tiba
harga rumput laut drop sampai pada nilai yang sangat tidak rasional.

Kami

menjadi takut mengunjungi daerah-daerah binaan kami, karena beberapa
pembudidaya

rumput

laut

sangat

emosional

mengayunkan

parangnya

mencincang rakit rumput lautnya dan dihanyutkan bersama arus.
Kami tidak pernah membayangkan kejadian itu karena hasil analisis kami
berdasarkan trend permintaan pasar internasional terus bergerak maju.

Pada

saat yang sama negara Vietnam yang terus diamuk perang saudara, Philippines
yang digempur dengan badai dan topan, Malaysia yang mempunyai garis pantai
pendek terus memproduksi dan mengekspor rumput laut dan produknya ke
beberapa negara Eropa dan USA.
Perbandingan lain betapa pentingnya pembangunan sektor kelautan dan
perikanan ini bagi beberapa negara lain dapat dilihat pada Cina.

Negara ini

mempunyai nilai produksi perikanan mencapai US$ 34 milyar (bandingkan dengan
Indonesia yang hanya mencapai US$ 1,76 milyar).

Yang paling spektakuler

kesuksesannya adalah negara Islandia yang hampir sepanjang tahun diguyur
salju, tapi sektor kelautan dan perikanannya pada tahun 2002 mampu memberi
kontribusi terhadap GDP sebesar 65% dan sekitar 70% ekspor barang dan jasa
berasal dari sektor perikanan.

Tahun 2002 negara ini mempunyai GNP/kapita

mencapai US$ 26 ribu/tahun. Norwegia yang memiliki GNP/kapita sebesar US$
30 ribu/tahun, sektor perikanan mempunyai kontribusi terhadap GDP sebesar
25%, dimana ekspor ikan salmon saja mencapai US$ 2 milyar/tahun (Dahuri,
2002a; 2002b).
Pertanyaan yang perlu dikemukakan adalah mengapa potensi kelautan dan
perikanan bangsa Indonesia relatif belum mendapat penanganan sistematis.
Dalam beberapa kesempatan saya sampaikan bahwa kita yang bergelut dalam
Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

7

bidang perikanan dan kelautan ini belum mampu mengangkat isu-isu besar yang
mampu mempengaruhi struktur berpikir penentu kebijakan yang nantinya
diwujudkan dalam political will. Saya pernah menulis dalam media massa pada
tahun 1987 bahwa daerah Sulawesi Tenggara dapat memfokuskan perhatiannya
pada sektor perikanan dan akan mampu mengungguli sumbangan sektor-sektor
lainnya jika alokasi biaya pembangunan sama (La Sara, 1987). Seiring dengan
dinamika pembangunan dan pengaruh ekonomi global yang mengantar bangsa
ini mengalami krisis ekonomi berkepanjangan, memposisikan rakyat Indonesia
harus berpikir keras dan progresif dalam upaya mencari komoditas andalan dan
kompetetif untuk dijadikan sebagai salah satu bagian penopang ekonomi bangsa.
Hal ini dapat diperoleh dari sumberdaya kelautan dan perikanan (La Sara, 2002a;
2002b).
Begitu besar harapan bangsa ini terhadap pemanfaatan sumberdaya kelautan dan
perikanan untuk menunjang kehidupan yang selama ini termiskinkan.

Betapa

tidak, sekitar 70 – 80% produksi perikanan laut berasal dari tetesan keringat
para nelayan/pembudidaya ikan tradisional, tetapi ironisnya bahwa sekitar 90%
dari mereka itu masih tergolong miskin. Pertanyaan selanjutnya adalah adakah
paradigma baru untuk merubah kepincangan pembangunan ini agar kemiskinan
nelayan/pembudidaya ikan tidak menjadi lebih parah atau bertambah jumlahnya.
Kesulitan untuk menjawab pertanyaan ini adalah simpul-simpul permasalahan
manakah yang harus lebih awal di atasi.

Apabila diidentifikasi simpul-simpul

permasalahan itu, maka terdapat beberapa faktor penyebabnya, yaitu: (1) sarana
yang dibutuhkan untuk mendukung usaha perikanan di desa-desa pesisir sangat
minim,

(2)

kelembagaan

teknologi

perikanan

masyarakat

yang

digunakan

nelayan/pembudidaya

masih

ikan

sederhana,

lemah,

(4)

(3)

kualitas

sumberdaya manusia rendah, (5) struktur lembaga, perangkat hukum dan
sumberdaya manusianya belum optimal bersentuhan dengan dunia kelautan dan
perikanan, dan (6) potensi sumberdaya kelautan dan perikanan belum dianggap
sebagai potensi ekonomi sehingga tidak mempengaruhi struktur berpikir para
penentu kebijakan daerah dan bangsa ini.

Klasifikasi permasalahan tersebut

dapat diperluas dalam beberapa dimensi kehidupan, yaitu: (1) dimensi sosial:
produktivitas tenaga kerja rendah dan terjadi eksploitasi dari pemilik modal besar,
Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

8

(2) dimensi budaya dan psikologi: motivasi untuk bangkit dari himpitan
kemiskinan belum tumbuh, (3) dimensi ekonomi: modal sangat rendah dan
bahkan tidak ada sama sekali, (4) dimensi kelembagaan: keberpihakan lembaga
dan peranan pemerintah tidak signifikan untuk memberdayakan mereka,
termasuk memudahkan aksesibilitas, dan (5) dimensi hukum: peraturan
perundang-undangan belum berjalan sebagaimana mestinya karena merupakan
dokumen yang dihasilkan sepihak saja, seperti pengaturan zona penangkapan.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Bappeda Provinsi Sulawesi
Tenggara yang didukung oleh Provincial Task Force (PTF) pada tahun 2002 lalu
mengambil langkah berani yang secara tegas merumuskan visi pengelolaan
pesisir dan sumberdayanya menjadi tumpuan kiprah pembangunan di

masa datang (Djalante dan La Sara, 2003a; 2003b).
Hadirin yang berbahagia
Jika kenyataannya bahwa nanti 5 tahun terakhir ini sektor kelautan dan perikanan
mendapat perhatian karena pada saat krisis sektor ini merupakan salah satu
sektor yang bertahan dan menjadi penopang ekonomi bangsa (La Sara, 2000a).
Fenomena ini mengindikasikan bahwa selama proses pembangunan 3 dekade
lalu, evaluasi kontribusi sumber-sumber peningkatan ekonomi daerah/bangsa ini
tidak terlalu baik dilakukan, atau skala prioritas pembangunan tidak terlalu jujur
dirumuskan karena didominasi oleh kepentingan-kepentingan penentu kebijakan
yang sentralistik.

Gubernur dan hadirin yang berbahagia
Mengikuti perkembangan pembangunan sektor kelautan dan perikanan pada
masa lalu tidak terlalu jelas set goal-nya (tujuan umum jangka panjang).
Seharusnya set goal pembangunan sektor ini ditetapkan dulu dengan tepat,
kemudian diikuti dengan penetapan set objectives (tujuan jangka pendek).
Penetapan program dan proyek pembangunan akan lebih mudah jika sasaran dan
tujuan telah dirumuskan terlebih dahulu.

Kiranya kebiasaan menetapkan

kegiatan pembangunan hanya dalam bentuk proyek-proyek instan harus
ditinggalkan.

Betapa tidak, ditemukan beberapa proyek yang dibiayai dengan

Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

9

dana pemerintah selama ini akan berakhir dengan sendirinya karena berakhirnya
tahun anggaran. Tahun anggaran berikutnya diusulkan lagi beberapa proyek dan
akan berakhir dengan nasib yang sama. Kenyataan seperti ini hampir dijumpai
dimana-mana sehingga dimana-mana banyak ditemukan proyek yang tidak jelas
manfaatnya.
Salah satu contoh proyek yang dilaksanakan dapat dijadikan sebagai pelajaran
bagi kita semua bahwa untuk meningkatkan pendapatan nelayan di suatu
kawasan potensil perikanannya harus dibuatkan rumpon. Tidak jelas alasannya
mengapa proyek rumpon ini menjadi prioritas.

Memang benar bahwa hasil

tangkapan nelayan yang menangkap ikan disekitar rumpon tersebut meningkat
lebih 100% dan waktu yang dialokasikan nelayan menjadi lebih singkat. Tetapi
hal ini tidak berarti jumlah penerimaan mereka linear positif dengan jumlah hasil
tangkapan, karena jumlah hasil tangkapan nelayan selama 12 – 13 jam menjadi
busuk sekitar 50%.

Hal ini terjadi karena nelayan tidak menggunakan bahan

pengawet (seperti es balok), karena memang di daerah tersebut tidak mungkin
didapatkan bahan pengawet. Bagaimana mungkin es balok bisa tersedia kalau di
kawasan tersebut tidak tersedia energi listrik dan sarana transportasi untuk
menghubungkan sentra produksi dengan pasar sangat tidak memadai.
Pelajaran yang diperoleh dari uraian di atas adalah sangat jelas bahwa penetapan
program pembangunan bersifat parsial atau tidak terintegrasi.

Jika set goal

pembangunan ditetapkan pada suatu kawasan potensial untuk pembangunan
perikanan, maka set goal-nya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pesisir

melalui

pemanfaatan

sumberdaya

alam

secara

berkelanjutan.

Berdasarkan hal ini, semua instansi atau sektor merumuskan bersama program
apa yang harus ditampilkan untuk mencapai set goal tersebut. Dinas-dinas yang
membidangi pembangunan prasarana dan sarana transportasi, penyedia energi
listrik, sumber air bersih, kelautan dan perikanan, perhubungan, tata ruang,
perizinan, dan lain-lain yang mendukung tercapainya set goal tersebut harus
merumuskannya bersama. Dalam era otonomi daerah sekarang ini tidak perlu
ada instansi yang merasa malu jika dalam set goal pembangunan daerah tidak
mempunyai peran. Jika terjadi demikian maka tidak harus dipertahankan instansi

Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

10

tersebut. Oleh karena itu pada era otonomi ini, instansi-instansi yang dibentuk
berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Tepatnya bahwa instansi itu
dibentuk sesuai dengan kebutuhan pembangunan daerah.

Hadirin yang berbahagia
Saya sependapat dengan rumusan dan telaahan Pemerintah Daerah saat ini
bahwa kelemahan dalam menjalankan pembangunan di daerah dan bahkan
nasional sekurang-kurangnya disebabkan dua hal, yaitu: (1) rendahnya prakarsa
masyarakat dan dunia usaha untuk berperan serta dalam pembangunan, dan (2)
penyelenggaraan

pemerintahan

belum

mengarah

pada

terwujudnya

pemerintahan yang efektif dan esensial, atau belum ke arah truly government
(pemerintah yang benar-benar pemerintah) (Ali Mazi, 2003).
Oleh karena hal ini terjadi maka upaya untuk mewujudkan daerah ini mempunyai
masyarakat sejahtera, adil dan merata, aman dan demokratis, maju dan
berkembang yang ditunjang dengan potensi sumberdaya alam berkelanjutan
tidak bisa dicapai hanya dalam 1 - 5 tahun saja. Kita sangat keliru menilai suatu

set goal pembangunan jika kita mempunyai indikator penilaiaan yang tidak jelas
atau diluar variabel-variabel pembangunan itu sendiri.
Dalam upaya pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang saat ini telah
dipersiapkan maka telah diidentifikasi beberapa kawasan potensial dan strategi
pengembangannya. Terdapat 33 kawasan industri perikanan (KIP) yang siap
dikembangkan.

KIP tersebut dikelompokan dalam 5 hub, yaitu: Pasarwajo

(Kabupaten Buton), Bau-Bau, Tampo/Napabalano (Kabupaten Muna), Lasolo
(Kabupaten Kendari), Torobulu (Kabupaten Konawe Selatan), dan Mangolo
(Kabupaten Kolaka).
Hub Pasarwajo meliputi kawasan Banabungi/Wagola, Lasalimu/Kamaru, Lasalimu
Selatan, Wangi-Wangi/Wanci, Kaledupa/Ambeua, Tomia/Waha-Usuku, Binongko/
Papalia, Kulisusu/Ereke; Hub Bau-Bau meliputi kawasan Kasipute, Boepinang,
Kabaena Timur/Sikeli, Kabaena Barat/Dongkala; hub Tampo meliputi kawasan
Napabalano, Labuan Belanda dan Tiworo Kepulauan; hub Torobulu meliputi
kawasan Tinanggea dan Kolono; hub Lapuko meliputi kawasan Wawonii/Langara,
Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

11

Waworete/Munse, Soropia, Sawa; dan hub Mangolo meliputi kawasan pesisir
Kolaka bagian selatan dan barat.
Perwujudan KIP di Sulawesi Tenggara diharapkan mampu mendiversifikasi
pengolahan hasil-hasil perikanan: canning, fillet, frozen, industri pengolahan
rumput laut, industri pengolahan kerang mutiara, dan lain-lain. Outlet produksi
untuk tujuan produksi dipusatkan pada masing-masing lokasi hub, karena
masing-masing hub tersebut tersedia dermaga, coldstorage, ice making plant,
SPBU, instalasi air bersih, prasarana dan sarana pendukung KIP.
tersebut diprioritaskan untuk usaha penangkapan.

Semua hub

Walaupun demikian, pada

lokasi KIP terpadu juga akan dibangun berbagai industri untuk pengolahan hasil
budidaya.
Dengan semakin ditingkatkan kemampuan prasarana dan sarana transportasi
saat ini, seperti Woltermonginsidi International Airport, Betoambari Airport,
Pelabuhan Murhum Bau-Bau maka aliran barang hasil-hasil perikanan untuk
tujuan ekspor dapat ditempuh dengan beberapa jalur alternatif dari masingmasing hub.
Pengembangan budidaya laut akan dikembangkan secara luas dengan berbagai
komoditas. Dalam waktu dekat ini akan dikembangkan Tonna Mari-Culture Estate
(kawasan budidaya laut Selat Buton-Muna).

Budidaya yang dikembangkan

berupa karamba jaring apung (KJA) ikan kerapu minimal 100 unit KJA.
Penetapan lokasi dan jenis budidaya sangat sesuai untuk dikembangkan.
Pemasaran

komoditas

ini

juga

telah

dipersiapkan.

Pada

prinsipnya

pengembangan usaha budidaya laut di daerah ini sangat prospektif. Jika setiap 2
unit KJA dikelola minimal 3 orang, maka jumlah pembudidaya ikan yang
dibutuhkan minimal 150 orang. Saya telah menyampaikan kepada mahasiswa
Jurusan Perikanan agar mempersiapkan diri menghadapi dinamika pembangunan
sektor kelautan dan perikanan ini. Jika ilmu pengetahuan yang dimiliki didukung
dengan jiwa kewirausahaan setiap individu maka tidak terlalu sulit mensiasati
perwujudan sektor kelautan dan perikanan ini sebagai pilar Sultra Raya 2020.

Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

12

Jenis komoditas lainnya juga akan dikembangkan, terutama rumput laut, kerangkerangan (abalone, mutiara-mabe, kerang hijau) dan kepiting bakau dalam model

silvofishery. Semua komoditas tersebut mempunyai potensi pasar yang besar
dengan harga cukup tinggi. Hasil analisis kelayakan ekonomi, teknik, lingkungan
dan sosialnya menunjukkan bahwa usaha budidaya laut semua komoditas
tersebut layak dikembangkan. Jika keadaannya demikian maka sektor ini akan
menyerap tenaga kerja sangat banyak dengan pendapatan yang tinggi, daya beli
masyarakat meningkat karena tingkat kesejahteraan terus membaik. Implikasi
dari semua ini adalah PAD akan meningkat dengan sendirinya. Janganlah kita
mentargetkan PAD tinggi sementara upaya yang dilakukan untuk mensiasati
bagaimana proses peningkatan PAD hanya sedikit disentuh.

Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara dan Hadirin sekalian yang berbahagia
Percepatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan tersebut harus
diwujudkan untuk mendinamisasi pembangunan daerah ini. Bersamaan dengan
itu, kita pada akhirnya diperhadapkan dengan berbagai masalah kesiapan
sumberdaya manusia yang akan terlibat dalam mata rantai usaha ekonomi
produktif tersebut.

Permasalahan dimaksud berupa kualitas sumberdaya

manusia. Pengalaman yang saya alami selama ini menunjukkan bahwa kita tidak
terlalu siap memasuki dunia usaha yang membutuhkan tantangan, seperti terik
matahari, hujan, gelombang dan ombak serta lumpur yang melumuri kaki dan
badan. Umumnya kita menyenangi pekerjaan yang sudah jadi dan bertempat di
darat pada ruang yang tertata rapih dan ber-AC, walaupun pendapatan yang
diterima sangat rendah jika dibandingkan dengan melibatkan diri pada usaha
ekonomi yang diuraikan di atas.

Fenomena ini dapat mengindikasikan bahwa

sumberdaya manusia kita kemungkinan mempunyai keterbatasan segi penguasan
ilmu dan teknologinya.

Jika hal ini terus terjadi maka akan sangat sulit

ditemukan sumberdaya manusia pioneer.
Sementara itu, semua jenis usaha membutuhkan kualifikasi atau standar tenaga
kerja agar usaha tersebut berjalan dengan baik. Jika sumberdaya manusia lokal
ini tidak dapat memenuhi kualifikasi atau standar yang diperlukan maka mereka
dengan sendirinya akan termarjinalkan, karena semua industri yang dibangun
Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

13

tersebut harus berjalan dengan dapat mendatangkan sumberdaya manusia dari
luar. Apabila proporsi sumberdaya manusia dari luar lebih besar dan menempati
posisi lebih baik dalam setiap industri tersebut maka kecemburuan, iri hati, fitnah
dan dengki terhadap sumberdaya manusia lainnya sulit dielakan. Konflik sosial
yang terjadi pada beberapa daerah di Indonesia saat ini umumnya diawali
dengan sifat-sifat alamiah manusia tersebut di atas.
Perlu saya sampaikan bahwa dimana-mana jika seseorang atau kelompok
masyarakat menempati daerah baru maka pasti dia atau mereka akan berusaha
keras dan bekerja sungguh-sungguh karena ingin berprestasi agar mereka tetap

survive dan taraf hidup mereka menjadi lebih baik. Disadari atau tidak, sikap
hidup seperti ini sesungguhnya merupakan konsep hijrah, yang pernah dijalani
oleh Muhammad Rasulullah SAW yang berhijrah dari Mekkah ke Madinah.
Pengertian sederhana hijrah adalah berpindah dari satu tempat ke tempat lain
untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan aman dari sebelumnya di
tempat awalnya. Jika saya atau bapak/ibu sekalian serta para alumni kita hari ini
merantau ke daerah lain seperti di Jakarta, Malaysia atau daerah lain, maka tekad
kita adalah berupaya untuk bekerja keras dan berprestasi sehingga kita dapat

survive dan hidup lebih baik. Konsep ini dapat juga dianalogkan dengan istilah
yang populer saat ini, yaitu reformasi kebiasaan dalam kehidupan. Kita jangan
sampai salah mentafsirkan arti reformasi.

Pengertian reformasi sesungguhnya

adalah perubahan sesuatu keadaan apa saja dari bentuknya yang kurang baik
menjadi bentuk yang lebih baik (reformasi konstruktif), bukan malah sebaliknya
(reformasi destruktif).

Hadirin sekalian yang berbahagia
Mempersiapkan

sumberdaya

manusia

agar

berkualitas

tinggi

merupakan

tanggung jawab dan kewajiban kita semua. Semua jenjang lembaga pendidikan
harus mampu memprediksi trend perubahan dan kebutuhan pembangunan pada
masa datang. Saat ini Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara telah menyusun
tujuan dan wawasan pembangunan Sulawesi Tenggara yang terurai secara jelas
dan sistematis yang dibingkai dalam beberapa pendekatan dan strategi untuk
mewujudkan Sultra Raya 2020.

Dalam perjalanan selama 17 tahun (2003 –

Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

14

2020), lembaga pendidikan seharusnya mampu merumuskan apa yang harus
dipersiapkan, dikerjakan dan dicapai.

Kita tidak menginginkan masyarakat

menyebut lembaga pendidikan yang ada sebagai lembaga pencipta konflik sosial
sebagai akibat dari tidak terwujudnya antara harapan yang diinginkan masyarakat
(termasuk alumni lembaga penyelenggara pendidikan) dengan kenyataan seharihari.

Lembaga pendidikan harus selalu mengevaluasi dirinya (self-evaluation)

untuk menjawab segala kebutuhan lingkungannya, sebagaimana dirumuskan
dalam paradigma baru untuk mencapai tujuannya dimasa datang.
perguruan

tinggi,

paradigama

barunya

sangat

jelas,

yaitu

Pada

diantaranya

meningkatkan RAISE (relevansi - Relevance, lingkungan yang bersuasana
akademik - Academic atmosphere, manajemen internal dan organisasi termasuk
komitmen kelembagaan - Internal management, keberlanjutan - Sustainability,
berhasil guna dan tingkat produktivitas – Efficiency and Productivity).

RAISE

merupakan satu kesatuan dalam sebuah sistem yang membentuk “tetragonal”,
dimana setiap komponen saling berhubungan satu dengan lainnya.

Pada

masyarakat yang sudah memahami hak dan kewajibannya, mereka dapat
meminta

pertanggung

jawaban

(accountability)

sistem

penyelenggaraan

pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan yang memenuhi kebutuhan masyarakat, swasta dan
pemerintah maka dengan mudah didukung pengembangannya. Perguruan Tinggi
di luar negeri, seperti Canada, Jepang, USA dan Eropa serta beberapa negara
lainnya di Asia, mengembangkan kerjasama “triangular model” yang mutualistik.
Perguruan Tinggi yang menekankan penyelenggaraan akademik – salah satunya
melaksanakan pengkajian, riset dan pengembangan – mendapat dukungan dana
dari perusahaan swasta dan sebagian pemerintah.

Hasil penelitian Perguruan

Tinggi akan mendapatkan property right (hak paten), produk hasil penelitian
tersebut dikembangkan dan didistribusikan oleh perusahaan swasta, sedang
pemerintah, misalnya memberikan insentif kemudahan pelayanan dokumen.
Perguruan Tinggi akan mendapatkan property right fee dari produk hasil
penelitiannya, perusahaan swasta mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan
produk yang telah dikembangkan, sedang pemerintah memperoleh pajak atau
biaya lainnya dari hasil penjualan produk tersebut.
Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

15

Perguruan tinggi dengan dua jenis sumberdayanya (sumberdaya manusia dan
fasilitas akademik yang dimiliki) seharusnya mengembangkan hal ini, terutama
bagi Perguruan Tinggi yang berstatus BHMN (Badan Hukum Milik Negara),
sedang Perguruan Tinggi yang belum berstatus BHMN menempuh hal ini sebagai
langkah antisipatif.
penggunaan

Lembaga apa saja saat ini harus mengoptimalkan

sumberdaya

yang

dimilikinya

(sumberdaya

manusia

dan

sumberdaua alam) secara efisien dan efektif untuk mendukung aktivitasnya.
Konsep ini disebut sebagai revenue generating activities. Bagi kalangan umum,
model pembangunan yang melibatkan lapisan sumberdaya manusia dapat
dianalogikan dengan partisipatory development (pembangunan partisipasi).
Model pembangunan seperti inilah yang seyogyanya dikembangkan agar semua
pihak turut bertanggung jawab berdasarkan hak dan kewajiban masing-masing.
Dalam model seperti ini, pembangunan diartikan sebagai keseluruhan upaya
untuk

membangkitkan,

menguatkan

dan

membela

tumbuhnya

prakarsa,

peranserta, dan swadaya masyarakat agar mampu membangun diri sendiri,
menolong diri sendiri, dan berdiri di atas kaki sendiri dalam pemenuhan minat,
kebutuhan dan kepentingan bersama (Ali Mazi, 2003).
Berdasarkan rencana pembangunan sektor kelautan dan perikanan di daerah ini,
maka beberapa tindakan harus ditempuh, yaitu: (1) mengevaluasi kembali
lembaga pendidikan yang tersedia saat ini, apakah mampu menyiapkan
sumberdaya manusia yang dibutuhkan trend pembangunan?, atau (2) jika
ternyata sangat minimal maka perlu dipikirkan pengembangannya atau pendirian
lembaga pendidikan baru yang menyiapkan sumberdaya manusia untuk
mendukung trend pembangunan daerah ini. Oleh karena trend pembangunan
daerah ini dominan menggunakan teknologi relatif maju, maka akan lebih tepat
jika lembaga pendidikan yang dibuka harus berbasis teknologi, seperti politeknik
perikanan (dalam arti luas) dan Sekolah Tinggi Ilmu Kelautan dan Perikanan yang
berorientasi pada pemanfaatan, budidaya dan pengolahan.

Semua lembaga

pendidikan tersebut menyelenggarakan pendidikan profesional (diploma).

Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

16

Gubernur, Rektor dan Hadirin yang bahagia
Pada saat ini kita diperhadapkan dengan pertanyaan klasik: bagaimana
mewujudkan masyarakat sejahtera dan tangguh?

Walaupun upaya keras

Pemerintah Daerah saat ini sangat gigih membangun daerah ini dengan tujuan,
wawasan, pendekatan dan strategi (1.1.4.11) sangat jelas yang dikemas dalam
kerangka Sultra Raya 2020, belum bisa menjamin terwujudnya masyarakat yang
sejahtera, jika pemerintah dibiarkan berjalan sendiri. Masyarakat sejahtera tidak
bisa hanya dipikirkan dan diupayakan oleh Pemerintah daerah saja, tetapi harus
dipikirkan dan diupayakan oleh seluruh lapisan dan komponen masyarakat,
termasuk mereka yang menjadi obyek yang disejahterakan. Untuk mewujudkan
hal ini maka polemik, pertentangan dan berdebatan yang tak berujung pangkal
kiranya dihentikan saja.

Kejujuran hati nurani dan keikhlasan merupakan

jawaban untuk mengakui atau tidak mengakui suatu konsep. Hal ini perlu saya
kemukakan karena sesungguhnya saat ini bukan lagi perdebatan berkepanjangan
yang dibutuhkan masyarakat, tetapi ketersediaan lapangan kerja agar bisa
bekerja dan dapat menghidupi keluarganya, agar anak-anak mereka bisa
bersekolah supaya jadi pintar, dan agar mereka bisa membangun rumah yang
layak huni. Semua ini merupakan kebutuhan dasar manusia.
Jika dalam pendekatan pembangunan terdapat kekurangan – yang bukan karena
disengaja, saya kira hal tersebut masih wajar dan alamiah.

Jika kita dapat

mengidentifikasi dan menunjukkan kekurangannya, mengapa kita tidak tawarkan
solusinya agar pembangunan tersebut menjadi sempurna. Sekali lagi hanya jujur
dengan diri sendiri hal tersebut bisa diatasi.

Pola pemikiran seperti ini

membutuhkan reformasi yang arif dan membutuhkan waktu lama, karena sudah
merupakan nilai.
Masyarakat yang dulunya porak poranda, dengan reformasi budaya ke arah
positif maka mereka saat ini menjadi negara-negara yang makmur. Jepang yang
hancur lebur dan kalah perang dapat bangkit dalam waktu beberapa dekade saja
setelah nilai budaya yang dianut diaktualkan dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka mempunyai budaya malu yang bertahan hingga saat ini, walaupun
negara Jepang merupakan negara industri dan kaya. Masyarakat Jepang akan
Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

17

malu jika berbuat sesuatu yang bertentangan dengan budayanya, misalnya
menipu, berkata bohong, korupsi, terlambat, tidak disiplin, tidak jujur, dan lainlain. Dalam panel ahli kajian komprehensif menuju Sultra Raya 2020 tanggal 9
Agustus 2003 yang dilaksanakan oleh Badan Riset Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara terungkap bahwa untuk mewujudkan tujuan pembangunan Sultra Raya
2020 maka sistem budaya dan peradaban perlu mendapat tempat strategis.
Salah seorang pembicara menyampaikan bahwa walaupun negara Jepang
memiliki budaya dan peradaban tinggi, tetapi kenyataannya beberapa anggota
masyarakat mempunyai “jiwa kosong”, seperti sering terjadi bunuh diri. Saya
menanggapinya bahwa “bunuh diri” diantara masyarakat Jepang bukan berarti
mereka mempunyai “jiwa kosong”, tetapi hal tersebut bisa berkaitan dengan
“rasa malu” kepada masyarakat akibat perbuatannya yang melanggar nilai
budaya atau faham agama yang dianutnya. Budaya bunuh diri seperti itu kita
kenal dengan “harakiri” yang bisa dilakukan oleh siapa saja: anak-anak sampai
orang tua; buruh sampai Perdana Menteri; mahasiswa sampai University
President; laki-laki dan perempuan. Mereka akan terhormat melakukan hal ini,
jika mereka melakukan perbuatan menyimpang.

Nilai budaya mereka

mengkristal dalam darah dan hati sanubarinya.
Saya mengamati kehidupan mereka sangat teratur, disiplin, sopan santun dan
profesional. Suatu sistem berjalan sangat teratur karena perencanaannya telah
dipersiapkan secara matang. Hasilnya sudah dapat dibayangkan, yaitu optimal.
Mereka sangat disiplin dalam berbagai hal, termasuk disiplin untuk waktu
istirahat, waktu makan, waktu datang ke kantor dan waktu pulang dari kantor.
Pada tahun 2001 lalu saya diundang oleh seorang sensei di Tokyo University of
Fisheries. Pada tiga hari pertama saya selalu datang lebih awal di laboratorium,
mendahului semua mahasiswa S3, S2 dan S1 serta para asisstant professor.
Salah seorang assistant professor mengatakan kepada saya bahwa “you do not
come early, you have to come after all graduate students get in the laboratory.
And you may go home after our professor”.

Saya bertanya kepada beliau,

mengapa harus demikian? Jawabnya, mereka merasa malu karena saya masuk
ke laboratorium lebih awal dari mereka walaupun mereka tidak terlambat masuk
ke laboratorium.

Mereka menjunjung tinggi sopan santun dalam kehidupan

Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

18

sehari-hari.

Mereka saling menghormati dan menempatkan diri mereka

sebagaimana budaya yang mereka fahami.

Mereka tidak akan mengerjakan

sesuatu yang bukan bidangnya. Mereka sangat menghargai profesi orang lain.
Mereka tidak akan pernah mengatakan sesuatu itu milik atau karyanya kalau
memang sesuatu itu bukan hasil pekerjaannya sendiri.

Mereka akan merasa

bersalah pada diri sendiri jika sesuatu itu digunakan untuk keperluan pribadinya.

Hadirin yang berbahagia
Seharusnya kita juga bisa maju seperti mereka karena nilai-nilai yang diterapkan
dalam kehidupan mereka sesungguhnya sangat banyak dijumpai dalam Al-Qur’an
dan leluhur kita selalu mengajarkan kita untuk bekerja keras, jujur dan sopan
santun.

Shalat lima waktu sehari semalam dan membayar zakat fitrah

mengajarkan untuk disiplin dan teratur.

Agama manapun akan mengajarkan

sopan santun. Agama juga memperingatkan kepada kita semua bahwa jika suatu
pekerjaan

dikerjakan

bukan

ahlinya, maka tunggu

saja kehancurannya.

Pertanyaannya adalah mengapa nilai-nilai tersebut dihayati dengan baik dan
sungguh-sungguh dilaksanakan oleh mereka, sedangkan kita yang sekitar 85%
beragama Islam dan sejak kita lahir sudah memeluk agama Islam kurang
menghayatinya?

Hadirin yang saya hormati
Negara Jepang, Korea, Thailand, Malaysia, Vietnam dan Singapore maju karena
nilai budaya mereka dipegang teguh sehingga masuk pada peradaban seperti
yang kita saksikan sekarang ini. Daerah kita dapat saja seperti negara-negara
tersebut

jika

diaktualisasikan.

segala

sistem

nilai

yang

mendukung

untuk

maju

bisa

Untuk mendukung hal ini maka pemikiran untuk menjadi

industrial society harus diwujudkan. Merubah keadaan society seperti sekarang
ini menuju industrial society membutuhkan waktu lama. Salah seorang anggota
panel ahli Sultra Raya 2020 mengatakan bahwa prilaku pimpinanlah yang harus
berubah terlebih dahulu kemudian diterapkan kepada bawahannya – dan hal itu
mudah diikuti karena kita menganut garis hubungan “patrilineal”

Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

19

Gubernur, Wakil Gubernur, Rektor dan Hadirin yang saya hormati
Kita bisa sependapat bahwa merubah suatu nilai bukan pekerjaan sederhana.
Pendidikan yang diperoleh di sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan
keluargalah yang bisa mengingatkan kita semua.

Oleh karena itu, kesadaran

bersama membangun daerah ini untuk mewujudkan masyarakat sejahtera dan
tangguh yang religius harus dimulai dengan tekad sama mengaktualisasikan

industrial society melalui disiplin tinggi, kerja keras, jujur, bertanggung jawab,
saling menghormati, menghayati norma budaya dan menjalankan agama yang
dianut dengan sebaik-baiknya.
Demikian beberapa pandangan dan gagasan saya dalam upaya mewujudkan
masyarakat sejahtera dan tangguh sebagai partispasi saya dalam membangun
daerah dan bangsa yang kita cintai ini.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kendari, 19 Agustus 2003

LA SARA (Ir, MSi, Ph.D)

Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

20

DAFTAR PUSTAKA
Ali Mazi (Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara). 2003. Pokok-pokok pikiran Gubernur
Sulawesi Tenggara tentang wawasan, pendekatan dan strategi pembangunan
dalam rangka percepatan dan pemerataan pembangunan menuju Sultra Raya
2020. Makalah seminar dan lokakarya regional Percepatan dan Pemerataan
Pembangunan Menuju Sultra Raya 2020 yang diselenggarakan Unhalu bekerjasama
dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam rangka memperingati ulang
tahun Provinsi Sulawesi Tenggara XXXIX di Kendari, 25 – 29 April 2003.
Dahuri, R. 2002a. Sektor kelautan dan perikanan sebagai prime mover ekonomi
nasional. Makalah seminar sehari Pembangunan Ekonomi Maritim di Indonesia
diselenggarakan DMI bekerjasama dengan DKP dan Center for Marine Economy
and Regional Studies (CEMERS), Raddin Hotel Ancol Jakarta, 10 September 2002.
Dahuri, R. 2002b. Kebijakan dan strategi pembangunan kelautan dan perikanan.
Makalah seminar nasional Potensi Biologi Kelautan Sebagai Sumber Keragaman
Genetik dan Strategi Pemanfaatannya Secara Berkelanjutan yang diselenggarakan
dalam rangka Dies Natalis Unhalu XXI di Kendari, 26 – 27 Juli 2002.
Djalante, D. P. dan La Sara. 2003a. Peluang dan tantangan pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir dan laut Provinsi Sultra tahun 2002 - 2006. Harian Umum Kendari
Ekspres, 3 Juni 2003.
Djalante, D. P. dan La Sara. 2003b. Visi dan tujuan renstra pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir dan laut Sultra. Harian Umum Kendari Ekspres, 4 Juni 2003.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta
La Sara. 1996. Arti strategis pembangunan sektor perikanan dalam PJP II. Agriplus 16
Th. Vi: 7 – 12.
La Sara. 1997. Pelu terobosan baru mengelola perikanan untuk mempertinggi ekspor
nasional. Harian Umum Pelita, 8 Agustus 1987.
La Sara. 2000a. Sumberdaya kelautan dan perikanan: masalah yang dihadapi dan
prospeknya. Harian Umum Kendari Pos, 23 Februari 2000
La Sara. 2000b. Visi dan peranan Perguruan Tinggi dalam pengembangan sumberdaya
laut dan perikanan. Harian Umum Kendari Pos, 9 Mei 2000.
La Sara. 2000c. Anatomi sumberdaya laut dan perikanan Sulawesi Tenggara. Makalah
dalam forum konsultasi anggota DPR Pusat dengan DPRD Provinsi Sulawesi
Tenggara tentang potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Sulawesi Tenggara
di Kendari, 14 April 2000.
La Sara. 2002. Konsep perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut.
Makalah lokakarya partsipasi publik dalam perencanaan pengelolaan pesisir dan
laut diselenggarakan BAPPEDA Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari, 4 November
2002.
La Sara. 2003. Rencana strategis pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut
Provinsi Sulawesi Tenggara. Harian Umum Kendari Ekspres, 2 Juni 2003.

Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

21

BIODATA
Nama
Tempat/Tanggal Lahir
Keahlian
Kewarganegaraan
Alamat Rumah

:
:
:
:
:

Alamat Kantor

:

Ir. La Sara, MSi., Ph.D
Bau-Bau, 22 April 1961
Manajemen Sumberdaya Pesisir (Coastal Resources Management)
Indonesia
Perumahan Dosen Unhalu Kampus Bumi Tridharma Blok K/27
Kendari, 93232 Telp. (0401) 392517; 08164312297
e-mail: lasara_unhalu@yahoo.com
Perumahan Dosen Unhalu Blok K/27 Kampus Bumi Tridharma
Kendari, 93232 Telp. (0401) 392517

LA SARA menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah di Bau-Bau:
SD No.59 tahun 1973 (ranking II), SMP Neg. I tahun 1976 (ranking I) dan SMA Neg. I
tahun 1980 (ranking I). Selanjutnya mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor
(IPB) pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan.

Selama

menjadi mahasiswa aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan dan kerohanian
Islam. Tahun 1983 terpilih sebagai anggota Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM)
Fakultas Perikanan IPB, kemudian mengundurkan diri karena pada waktu yang sama
dipilih oleh mahasiswa sebagai Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Perikanan IPB.
Pada tahun 1983 – 1984 terpilih sebagai Presidium Senat Mahasiswa IPB.

Gelar

Sarjana Perikanan diperoleh pada tahun 1986. Pada tahun 1986 mengikuti test dosen di
Universitas Haluoleo dan dinyatakan lulus.

Karir sebagai PNS terhitung sejak 1 April

1987 dan sebagai dosen (asisten ahli) terhitung mulai 1 Mei 1988.
Pada tahun 1989 diangkat sebagai Ketua Sekolah Tinggi Pertanian Wuna (pertama) di
Raha sampai tahun 1992. Tahun 1990 terpilih sebagai dosen teladan III Fakultas
Pertanian Unhalu. Pada bulan Agustus 1992 melanjutkan pendidikan S2 di IPB pada
Program Studi Ilmu Perairan Bidang Manajemen Sumberdaya Perairan dengan sumber
beasiswa TMPD.

Pendidikan S2 diselesaikan pada tahun 1994.

Tahun 1995 – 1997

diangkat sebagai Ketua Jurusan Perikanan (pertama) Fakultas Pertanian Unhalu.
Tahun 1996 mengikuti kursus Bahasa Inggeris di Universitas Indonesia selama 4
bulan dan mendapat penghargaan sebagai the best reader of the most books. Pada
tahun 1997 mendapat beasiswa dari ADB untuk melanjutkan pendidikan program
Doktor (S3) di College of Fisheries and Ocean Sciences, University of the Philippines
yang diselesaikan pada tahun 2001.

Selama menjadi mahasiswa S3 mendapatkan

penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi College Schollar dan University
Schollar. Panggilan untuk mengikuti pendidikan S3 di Australia tiba setelah mengikuti
pendidikan 1 semester (awal tahun 1998) di University of the Philippines, tetapi lebih
memilih di University of the Philippines. Pada bulan Juni 2003 mendapat beasiswa dari

Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

22

DGHE-SEARCA untuk melanjutkan pendidikan Post Doctor di Goetingen University,
German atau British Columbia University, Canada. Pendidikan Post Doctor tersebut akan
diikuti dalam waktu dekat ini.
Pada tahun 1996 mengikuti Academic Networking di 11 Universities di Canada selama 3
bulan. Tahun 2001 diundang selama 1 bulan di Tokyo University of Fisheries, Jepang
untuk melakukan Cooperative Research dan mempresentasekan makalah ilmiah pada
seminar internasional. Undangan tersebut diperoleh setelah memperoleh penghargaan
sebagai pemakalah terbaik bidang Marine Biology pada International Symposium di
Bogor tahun 2000.
Selama 1 tahun (tahun 2000) menjadi Co-leader of Management and Monitoring
Consultant (MMC) Sulawesi Tenggara untuk Proyek Pengembangan Budidaya Tambak di
Sulawesi Tenggara yang dibiayai oleh Japanese Bank for International Cooperation
(JBIC).
Sejak menjadi dosen, berbagai karya ilmiah telah dipubilikasikan pada berbagai jurnal
ilmiah (nasional dan internasional).

Kegiatan ilmiah (seminar, simposium, workshop,

training) juga telah diikuti, baik tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional.
Kegiatan ilmiah yang diikuti umumnya diundang sebagai pemakalah.
Setelah menyelesaikan pendidikan Phylosophy of Doctor (Ph.D) lebih banyak memberi
kuliah dan membimbing mahasiswa.

Tugas tambahan yang dikerjakan adalah

membantu LPIU Due-like Unhalu pada bidang akademik. Hingga tahun 2003, kegiatan
penelitian, pengkajian dan pengembangan pada pengelolaan wilayah pesisir dan
perikanan

dilakukan

terutama

membantu

Pemerintah

Daerah

Provinsi

dan

Kabupaten/Kota di Sulawesi Tenggara. Saat ini bersama dengan teman-teman lainnya
sedang menulis “Kajian Filosofi Mendukung Sultra Raya 2020” dan Penyusunan
Master Plan Kawasan Industri Perikanan (KIP) Terpadu.
Pangkat/golongan yang dicapai sekarang adalah Pembina Tingkat I/golongan IV/b
dengan jabatan Lektor Lepala.
LA SARA adalah anak ke-4 dari 7 bersaudara dari pasangan H. Imaluddin dan Hj. Sitti
Aminah. Menikah dengan Dra. Zaerina Rahman pada tanggal 9 – 9 – 1989 dan saat ini
dikarunia 3 orang putri: Sabrina Yulia La Sara (8 tahun), Wardina Fitria La Sara (6.5
tahun) dan Avianti Award La Sara (3 tahun).

Orasi Ilmiah Dalam Dies Natalis Unhalu XXII, 19 Agustus 2003

23