Perilaku Menyimpang dan Anti Sosial

BAB 6
Perilaku Menyimpang dan Anti Sosial

Disusun Oleh

:

Fikra Abdul Razaq F (1233.006.021) – B/2011

Fakultas Hukum
Universitas Krisnadwipayana
2013

A. Latar Belakang
Membahas perilaku menyimpang bukanlah fenomena baru. Perilaku tersebut sudah
ada sejak anak-anak Nabi Adam, Habil dan Qabil, menentang aturan ayahnya, homo
seksualitas kaum Nabi Luth yang di laknat Tuhan, hingga tindakan anak-anak pada masa kini
yang mengkonsumsi narkoba dan kejahatan antar negara. Yang patut dipertanyakan adalah
mengapa masih banyak perilaku menyimpang dalam kehidupan masyarakat walaupun sudah
ada tatanan nilai dan norma yang mengatur kehidupan perilaku bagi setiap orang. Membahas
perilaku menyimpang bukan berarti mengajak pemelajar sosiologi menjadi menyimpang,

akan tetapi lebih di arahkan pada mencari sebab musabab mengapa sekelompokorang
menjadi menyimpang dan bagaimana menyelesaikannya.
Pada dasarnya permasalahannya yang menjadikan sekelompok orang menjadi
menyimpang adalah cara manusia itu sendiri dalam mencapai tujuan. Semua orang memiliki
tujuan dan kehendak untuk mencapai kepuasan diri. Namun tidak semua orang mendasarkan
diri pada tatanan nilai dan norma yang ada dalam memenuhi kebutuhannya. Sifat cara
manusia untuk mencapai titik tujuan (kepuasan) tersebut di golongkan menjadi dua macam,
yaitu ; (1) tindakan yang sesuai dengan norma-norma yang di terima oleh masyarakat banyak
atau norma umum. Tindakan ini di sebut konformis. (2) tindakan yang berlawanan dengan
norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Tindakan yang pertama dianggap sebagai
tindakan yang benar (konformitas). Sedangkan yang ke dua di sebut tindakan yang
menyimpang atau penyimpangan (delinqueen).
Femomena perilaku menyimpang dalam kehidupan bermasyarakat memang menarik
untuk dibicarakan. Sisi yang menarik bukan saja karena pemberitaan

tentang berbagai

perilaku manusia yang ganjil dapat mendongkrak pendapatan media massa dan rating dari
suatu mata acara di stasiun televisi, tetapi juga karena tindakan menyimpang dianggap dapat
mengganggu ketertiban masyarakat. Kasus pelanggaran dan norma susila dan berbagai

tindakan kriminal di tayangkan oleh berbagai stasiun telivisi, atau gosip gaya hidup selebritis
yang terkesan jauh berbeda dengan kehidupan nyata masyarakat, meskipun dicari penontonya
karena dapat memenuhi hasrat ingin tahu mereka juga sering kali di caci karena perilaku yang
dianggap tak layak.

Perilaku menyimpang kemudian menyiratkan kesan, meskipun tidak ada masyarakat
yang seluruh warganya dapat menaati dengan penuh seluruh aturan norma sosial yang
berlaku tetapi apabila terjadi pelanggaran yang di lakukan oleh seseorang, maka hal itu
dianggap telah mencoreng aib diri sendiri, keluarga maupun komunitasnya besarnya. Media
massa sebagai kepanjangan tangan kontrol masyarakat juga sering kali menampilkan berita
yang memojokkan seseorang atau sekelompok orang yang dianggap menyimpang menghujat
atau bahkan mengucilkan orang-orang yang dianggap menyimpang merupakan salah satu
bentuk hukuman yang cukup berat. Kontrol itu sebetulnya juga adalah reaksi masyarakat
terhadap tindakan yang tidak sesuai dengan norma sosial.
B. Batasan Perilaku Menyimpang
Menyebut namanya saja kita sudah dapat menduga bahwa yang di maksud dengan
perilaku menyimpang itu adalah perilaku dari para warga masyarakat yang dianggap tidak
sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma sosial yang berlaku. Secara sederhana kita
dapat memang dapat mengatakan, bahwa seseorang berperilaku menyimpang apabila
menurut anggapan sebagian besar masyarakat (minimal di suatu kelompok atau komunitas

tertentu) perilaku atau tindakan tersebut di luar kebiasaan, adat istiadat, aturan, nilai, atau
norma sosial yang berlaku. Membuat batasan perilaku menyimpang berdasarkan subjektivitas
kelompok memang mudah, akan tetapi bagaimana batasan yang pas tentang penyimpangan
secara objektif universal tidaklah mudah. Kesulitannya terletak pada anggapan tentang
patokan tatanan perilaku masing-masing sosial tidak sama, sehingga mencari konsensus
universal tentang penyimpangan sosial bagaikan menguraikan benang kusut.
Akan tetapi, kita tampaknya sepakat jika tindakan sekelompok orang yang suka
minum-minuman keras, pengguna narkoba, pemerkosaan, perilaku seks bebas, orientasi seks
yang salah, pencurian, kekerasan, perjudian, dan pembunuhan, dapat dikatakan sebagai
bentuk penyimpangan. Tindakan menyimpang yang dilakukan tidak selalu berupa tindak
kejahatan besar, seperti merampok, korupsi, menganiaya, atau membunuh. Melainkan bisa
pula tindakan pelanggaran kecil-kecilan semacam berkelahi dengan teman, suka meludah di
sembarang tempat, berpacaran hingga larut malam, dan makan dengan tangan kiri.
Membahas perilaku menyimpang tidaklah sederhana, sebab banyak batasan perilaku
menyimpang, akan tetapi pada dasarnya perilaku menyimpang tetap berfokus pada perilaku
anggota-anggota masyarakat yang tidak sejalan dengan perilaku yang dilakukan oleh

kebanyakan perilaku masyarakat pada umumnya.

Bruce J. Cohen membatasi perilaku


menyimpang sebagai setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak
masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat. Paul B. Horton , peyimpangan adalah
setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau
masyarakat.
Dari berbagai batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang pada
dasarnya adalah semua perilaku manusia yang dilakukan baik secara individual maupun
secara kelompok tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam kelompok
tersebut.
C. Relativitas Perilaku Menyimpang
Setiap orang yang baru menempati suatu wilayah sosial tertentu, baik itu baru di
lahirkan maupun pendatang, akan senantiasa diarahkan atau disosialisasi oleh kelompok di
wilayah itu untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku
di dalam kelompok tersebut. Perilaku sosial yang selaras dengan harapan sosial (nilai dan
norma sosial) atau lazim disebut conformity dengan demikian, conformity (konformitas)
adalah bentuk interaksi yang didalamnya seseorang atau sekelompok orang berperilaku sesuai
dengan harapan kelompok.
Seorang pria berperilaku sebagai pria dengan menampakkan kepriaannya (maskulin)
seperti; kegagahan, kebijaksanaan, kegigihan, ketangguhan, keuletas sebagai karakter pria.
Adapun seorang wanita berperilaku sebagai wanita yang menonjolkan sifat-sifat feminim

seperti kelembutan, kehalusan budi, dan lemah gemulai. Jika seorang pria berperilaku
menggunkan pakaian wanita, lemah gemulai, lembut, dan lebih berorientasi, suka kepada
sesama pria, maka ia telah berperilaku yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada padanya,
maka dengan demikian berarti ia berperilaku menyimpang, yaitu sebagai wanita pria (waria).
Demikian juga sebaliknya jika seorang wanita berperilaku gagah, kuat, tangguh sebagaimana
hal yang melekat pada sifat kepriaan, maka ia juga telah mengalami perilaku menyimpang
yang sering disebut tomboy.
Delinquency (deviasi) adalah kebalikan dari konformitas atau non konformitas, yaitu
Ibentuk interaksi yang didalamnya seseorang atau sekelompok orang berperilaku tidak sesuai
dengan harapan kelompok. Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa tidak semua

orang bertindak berdasarkan norma-norma dan nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat atau tidak sesuai dengan
nilai dan norma sosial yang berlaku tersebut disebut sebagai perilaku menyimpang.
Penyimpangan akan terjadi jika seseorang atau sekelompok orang tidak mematuhi norma atau
patokan dan nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Penyimpangan terhadap normanorma atau nilai-nilai disebut deviacy (diviation), sedangkan pelaku penyimpangan baik
secara individu maupun kelompok disebut devian (deviant).
Meskipun secara nyata kita dapat menyebutkan berbagai bentuk perilaku
menyimpang, namun mendefinisikan arti perilaku menyimpang itu sendiri merupakan hal
yang sulit karena kesepakatan umum tentang itu berbeda-beda diantara berbagai kelompok

masyarakat. Ada segolongan orang yang menyatakan perilaku menyimpang adalah ketika
orang lain melihat perilaku itu sebagai sesuati yang berbeda dari kebiasaan umum. Namun,
ada pula yang menyebut perilaku menyimpang sebagai tindakan yang dilakukan oleh
kelompok minoritas atau kelompok tertentu yang memiliki nilai dan norma sosial berbeda
dari kelompok sosial yang lebih dominan. Definisi tentang perilaku menyimpang dengan
demikian bersifat relatif, tergantung dari masyarakat yang mendefinisikannya, nilai budaya
dari suatu masyarakat, masa zaman, atau kurun waktu tertentu.
Terjadinya perilaku menyimpang, sebagaimana perilaku yang tidak menyimpang
(conform). Dipastikan selalu ada dalam setiap kehidupan bermasyarakat. Lebih-lebih pada
masyarakat yang bersifat terbuka atau mungkin permisif, (serba boleh atau kontrol sosialnya
sangat longgar). Pada masyarakat yang sudah semakin moderen dan gaya hidup warganya
semakin kompleks berbagai penyimpangan perilaku seiring dengan perilaku normal, seperti
halnya ada sifat baik dan buruk, hitam dan putih, atau surga dan neraka.
D. Penyimpangan Positif
Pada awalnya yang dimaksud perilaku menyimpang adalah segala perilaku atau
perbuatan yang tidak sejalan dengan pola-pola tingkah laku masyarakat di mana ia
berada.biasanya perilaku ini selain merugikan masyarakat juga membikin resah kehidupan
sosial. Akan tetapi, jika merujuk pada teori relativitas penyimpangan, maka akan timbul
persoalan baru. Misalnya jika dalam kenyataannya dari pola-pola perilaku setempat
mayoritas memiliki kebiasaan yang menyimpang seperti madat, madon (berzina), main judi,

minum-minuman keras, kemudian ada satu dua orang yang tekun beribadah, tidak mau

mengikuti pola-pola kebanyak orang yang menurutnya adalah penyimpangan, maka orang
yang sebenarnya berperilaku konform justru dikatakan menyimpang dari kebiasaan
masyarakat kebanyakan. Hanya karna memiliki kebiasaan yang tidak sejalan dengan perilaku
publik setempat, maka dia dianggap menyimpng. Perilaku minoritas yang tidak sejalan
dengan perilaku mayoritas masyarakat tersebut dikategorikan juga sebagai bentuk
penyimpangan, akan tetapi termasuk penyimpangan positif. Dengan demikian, penyimpangan
positif adalah penyimpangan yang terarah pada nilai-nilai sosial yang ideal (didambakan)
walaupun cara atau tindakan yang dilakukan tersebut seolah-olah kelihatan menyimpang dari
norma-norma yang berlaku, padahal sebenarnya adalah tidak menyimpang.
E. Penyimpangan Negatif
Mencari formula penyimpangan negatif tidaklah sukar. Patokannya adalah jika
terdapat perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dianggap
tercela oleh masyarakat umum, dan menjadikannya dikucilkan, dibenci, dan dihukum, maka
perbuatan ini dikatan menyimpang secara negatif. Perilaku menyimpang ini biasanya
berakibat merugikan, menyakiti bahkan menghilangkan nyawa orang, misalnya mencuri,
membunuh, memerkosa orang, merampok, dan mencopet. Tetapi ada juga penyimpangan
yang tidak merugikan atau menyakiti orang lain, tetapi perilaku ini dikategorikan sebagai
tindakan menyimpang, seperti berbuat tidak sopan, melakukan tindakan asusila seperti

melacurkan diri, mengonsumsi narkoba dan miras, tidak mau melaksanakan sembahyang,
melanggar adat istiadat, bunuh diri dan sebagainya. Dengan deikian, penyimpangan negatif
adalah kecenderungan bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan
akibatnya selalu buruk.

Ciri-ciri perilaku menyimpang
Paul Horton mengemukakan ada enam ciri-ciri perilaku menyimpang diantaranya ;
1. Penyimpangan harus dapat di definisikan, yaitu perilaku tersebut benarbenar telah di cap sebagai penyimpangan karena merugikan banyak orang
atau membikin keresahan masyarakat, merugikan orang lain. Dasar
pedomannya adalah nilai dan norma yang diakui oleh sebagian besar
mayoritas, jika terdapat perilaku yang tidak sejalan dengan nilai-nilai dan

norma subjektif mayoritas masyarakat, maka perilaku tersebut dikatakan
menyimpang.
2. Penyimpangan bisa di terima bisa juga di tolak artinya tidak semua
perilaku menyimpang dianggap negatif, tetapi adakalanya perilaku
menyimpang itu justru mendapat pujian. Seseorang yang memiliki
kelebihan paling jenius diantara teman-temannya adalah penyimpangan,
tetapi


penyimpangan

tersebut

justru

disukai.

Didalam

peristiwa

peperangan seorang prajurit yang berkhianat memihak kepada musuh
dianggap pembelot (menyimpang), tetapi di kalangan musuh ia adalah
pahlawan sebab telah berjasa membeberkan kelemahan musuhnya.
3. Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak, artinya tidak ada
manusia pun yang sepenuhnya berperilaku selurus-lurusnya sesuai dengan
nilai dan norma sosial (konformis) atau sepenuh-penuhnya berperilaku
menyimpang. Patokan yang digunakan untuk menentukan apakah tindakan
menyimpang dikategorikan sebagai penyimpangan mutlak atau relatif

adalah

frekuensi

penyimpangan

yang

dilakukan.

Jika

perilaku

penyimpangan masih dapat di toleransi oleh banyak orang, maka perilaku
tersebut dianggap penyimpangan relatif, akan tetapi jika tindakan
penyimpangan tersebut frekuensi lebih besar maka tindakan demikian ini
digolongkan sebagai penyimpangan mutlak.
4. Penyimpangan terhadap budaya nyata dan budaya ideal. Artinya suatu
tindakan yang sangat nyata jika dilihat dari budaya yang berlaku di dalam

struktur masyarakat tersebut dianggap konform, namun oleh peraturan
hukum positif dianggap penyimpangan. Misalnya adat masyarakat jawa di
hari-hari tertentu memilik kebiasaan tertentu membuang bunga atau sesaji
di perempatan di jalan umum, sedangkan menurut perda yang mengatur
tentang kebersihan maka perbuatan tersebut adalah penyimpangan sebab
bunga dan sesaji yang di buang oleh masyarakat tersebut dikategorika
samapah.
5. Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan, maksudnya
adalah

pola

perbuatan

yang

dilakukan

orang

untuk

memenuhi

keinginannya tanpa harus menentang nilai-nilai dan norma tetapi
sebenarnya perbuatan itu menentang norma. Di dalam norma agama Islam
terdapat aturan bahwa bunga dari transaksi hutang-piutang adalah riba.

Agar tindakan pembungaan uang dalam proses hutang-piutang tidak
dianggap haram, maka mereka menciptakan norma penghindaran, agar
perilaku

tidak

terjebak

dalam

penyimpangan

norma.

Norma

penghindarannya sering kali membuat istilah bagi hasil, bukan bunga
pinjaman. Terkadang banyak gejala suap di tubuh birokrasi untuk
memudahkan urusan administrasi. Akan tetapi, pelaku sering kali menolak
dikatakan menerima suap, mereka sering kali itu adalah hibah, ucapan
terima kasih, dan hadiah.
6. Penyimpangan sosial bersifat adaptif (penyesuian), artinya tindakan ini
tidak menimbulkan ancaman disintegrasi sosial, tetapi justru di perlukan
untuk memelihara integritas sosial. Dinamika sosial merupakan salah satu
produk dari proses sosial yang tidak bisa dihindari oleh siapapun.
Misalnya gerakan sosial politik pro demokrasi menentang keberadaan
pemerintahan yang otoriter semula dianggap sebagai bentuk tindakan
menyimpang, akan tetapi gerakan tersebut justru didukung oleh banyak
orang, sehingga keberadaan gerakan sosial politik anti-pemerintah justru
dianggap konform. Misalnya gerakan people power di Filipina yang
menggulingkan rezim pemerintahan Ferdinand Marcos pimpinan Corazon
Aquino.

F. Penyimpangan Dan Norma Baru
Norma-norma kemasyarakatan terbentuk sebagai hasil dari proses-proses sosial, yaitu
dalam proses interaksi sosial terjadi pola-pola aksi dan interaksi di dalam kehidupan sosial.
Dengan demikian, hanya melalui proses sosial saja norma sosial bisa tercipta. Akan tetapi,
tidak semua norma sebagai hasil atau produk interaksi sosial tersebut mesti ideal sesuai
dengan norma-norma yang bersifat umum (general). Artinya dalam proses interaksi sosial
tidak selalu menghasilkan norma yang posotif sebabg aksi interaksi yang bersifat negatif juga
akan menghasilkan produk norma yang negatif pula. Contoh; misalnya dalam kehidupan
masyarakat feodal, peran wanita hanya disekitar rumahnya, yaitu sebagai pengurus rumah
tangga, atau ibu rumah tangga. Pepatah mengatakan bahwa pekerjaan wanita hanya di sekitar
kasur di dapur dan di sumur. Dari pepatah tersebut dapat disimpulkan jika ada seorang wanita
yang bekerja, misalnya menjadi tentara, polisi, sekretaris, pelayan toko, atau konsultan maka
hal ini dianggap sebagai bentuk perilaku menyimpang. Akan tetapi, ketika perilaku tersebut

akhirnya di ikuti oleh wanita lain, bahkan dilegalkan dalam bentuk gerakan emansipasi
wanita, maka profesi tersebut yang semula sempit menjadi semakin luas dan menjadi norma
yang di ikuti oleh masyarakat.

G. Jenis-jenis dan Sebab Penyimpangan sosial
Sebagaiman dikemukakan dan di paparkan sebelumnya bahwa batasan perilaku
menyimpang lebih di tentukan oleh norma-norma yang berlaku di dalam kehidupan sosial.
Oleh sebab itu, semua jenis tindakan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat
yang dianggap sebagai bentuk perilaku menyimpang yang keberadaannya sering kali ditolak
oleh masyarakat. Beberapa diantaranya perilaku menyimpang yang ditolak oleh masyarakat
pada umumnya adalah :
a. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang.
b. Perkelahian antara pelajar dan mahasiswa
c. Perilaku hubungan seks diluar nikah
d. Homoseks
e. Alkoholisme

G.1 Sebab Musabab Terjadinya Perilaku Menyimpang
a. Sikap mental yang tidak sehat yang dimaksudkan dengan mental adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan jiwa, kehendak, dan pikiran manusia. Adapun yang
dimaksudkan dengan mental yang tidak sehat berarti keadaan jiwa seseorang atau
sekelompok orang yang tidak stabil sehingga berperilaku diluar batas manusia pada
umumnya. Adapun mental yang sehat dapat dilihat dari perilaku seseorang atau
sekelompok orang dalam keadaan sebagaimana perilaku sekelompok orang yang
berada di sekitarnya. Ukuran normal dan tidak normal perilaku tersebut adalah tatanan
nilai-nilai dan norma-norma ideal yang digolongkan ke dalam kelompok nilai dan
norma yang seharusnya ada, bukan yang senyatanya ada. Ada beberapa perilaku

seseorang atau sekelompok orang yang dikategorikan sebagai kelompok orang yang
tidak sehat mentalnya. Beberapa perilaku tersebut dilatarbelakangi oleh depresi,
deprivasi sosial, psikopati.
b. Ketidakharmonisan dalam keluarga
c. Pelampiasan rasa kecewa
d. Dorongan kebutuhan ekonomi
e. Pengaruh lingkungan dan media massa
f. Keinginan untuk dipuji
g. Proses belajar yang menyimpang
h. Ketindaksanggupan menyerap norma
i. Proses sosialisasi nilai-nilai subkultur menyimpang
j. Kegagalan dalam proses sosialisasi
k. Adanya ikatan sosial yang berlainan

H. Antisosial
Telah banyak referensi sosiologi yang menimpalkan bab tentang “perilaku
menyimpang dan anti sosial”, akan tetapi kebanyakan dari buku-buku tersebut hanya
membahas tentang perilaku menyimpang tanpa menyebutkan secara detail apa yang
dimaksud dengan perilaku anti sosial tersebut. Dari sekelompok anak-anak muda yang
memiliki kegemaran musik keras, misalnya yang tergabung dalam kelompok musik
sepultura, underground, slankers, dan sebagainya adalah beberapa contoh perilaku anti sosial.
Demikian juga dengan sekelompok anak-anak muda dengan mengendarai motor skuter yang
telah dimodifikasi sesuai dengan aneka bentuk yang tidak sewajarnya, berbagai kain kotor di
lekatkan ke motornya, pengendara menggunakan pakaian yang tidak karuan, maka perilaku
tersebut juga dapat dikategorikan sebagai bentuk perilaku anti sosial. Kelompok anti sosial
biasanya tidak memiliki keperdulian dengan orang lain atau masyarakat sekitarnya. Mereka
merupakan kelompok yang hanya memiliki kesenangan menurut pribadinya tanpa
mengindahkan orang lain disekitarnya. Pendapat orang lain tidak menjadi bahan
pertimbangan perilakunya, yang penting mereka terpenuhi ekspresi keinginannya. Kelompok
ini sering bersifat cuek dengan apa yang ada dengan disekelilingnya. Banyak diantara mereka
terjerumus ketindakan-tindakan yang melawan hukum, seperti komunitas “geng motor” yang
sering kali membuat onar di masyarakat. Mereka tidak lagi mengindahkan seperangkat nilai
dan norma yang berlaku di dalam masyarakat, sehingga kelompok ini seringkali seolah-olah

membentuk dunia mereka yang bebas dari norma-norma sosial yang ideal. Komunitas anti
sosial dapat dikatakan sebagai bentuk kelompok anak-anak atau orang-orang yang memiliki
gaya hidup sesuai dengan selera mereka, tanpa disadari apakah selera tersebut sejalan dengan
norma-norma sosial atau tidak. Dengan kata lain, kelompok anti sosial dapat dikatakan
kelompok yang bebas dari norma-norma dan nilai-nilai sosial .
Dengan demikian, perilaku anti sosial adalah kepribadian seseorang yang
menunjukkan keacuhan, ketidakpedulian, dan / atau permusuhan yang seronok kepada orang
lain, terutama yang berkaitan dengan norma sosial dan budaya. Orang yang anti sosial
biasanya blak-blakan dan tidak memperdulikan hak dan perasaan orang lain. Istilah anti
sosial secara formal disebut penyimpangan kepribadian atau (anti social personality disorder).
Orang dengan penyimpangan ini kebanyakan laki-laki, memiliki pengendalian emosi negatif
yang rendah, rasa empati sedikit, dan biasanya merasa kosong atau hampa. Bahkan ada
sebagian orang atau image dari kelompok ini sendiri seringkali di cap sebagai kelompok “raja
tega”, dikarenakan sekelompok ini kebanyakan tidak memiliki rasa belas kasihan kepada
orang lain. Mereka dengan mudah menyakiti orang lain tanpa sedikitpun merasa bersalah dari
yang mereka lakukan. Faktor-faktor yang mendorong terbentuknya perilaku antisosial, antara
lain:
1. Adanya gangguan mental
2. Faktor keturunan
3. Stres dan sosiokultural
4. Faktor lingkungan
5. Kegagalan belajar mengenal moral dan etika dalam kehidupan awal
mereka
H.1 Karakteristik seorang antisosial
a. Asosial
Seseorang yang asosial, juga disebut individualis atau penyidiri, sering merasa
mereka tidak punya kaitan dengan masyarakat dan budaya umum, atau justru
merasa bahwa masyarakat atau budaya yang umum yang menghindari mereka.
Terkadang, seseorang yang asosial dengan sengaja menolak hubungan sosial
karena mereka merasa mereka lebih baik / hebat dari orang lain, baik secara
khusus maupun umum, sehingga akhirnya mereka hanya punya sedikir hubungan

dengan orang lain. Orang-orang yang asosial dengan perasaan yang superior akan
memilih hanya orang-orang yang ingin menjadi teman mereka.
b. Introver
Introver adalah ketertutupan, biasanya karena pilihan. Seseorang yang interover
lebih suka kegiatan yang menyendiri seperti membaca, kesenian, dan menulis.
Mereka tidak menemukan kebahagiaan dalam interaksi kelompok, sehingga
mereka lebih memilih bergabung dengan kelompok yang kecil, atau bahkan tidak
bergabung dengan kelompok apapun.Orang yang interover biasanya pendiam,
sensitif, gampang terprovokasi, dan memiliki sedikit teman dari pada kerumunan
orang. Selain telahaan yang tersebut diatas, kepribadian antisosial setidaknya
menunjukan lima ciri kepribadian, yaitu :
1. Ketidakmampuan belajar atau mengambil manfaat dari pengalaman.
2. Emosi bersifat superficial, tidak alami
3. Irresposibility atau tidak bertanggung jawab
4. Tidak memiliki hati nurani, bersikap tegaan
5. Impulsiviness

I. Teori Anomi
Bersumsu bahwa penyimpangan adalah akibat dari adanya berbagai ketegangan
dalam struktur sosial sehingga ada individu yang mengalami tekanan dan akhirnya menjadi
menyimpang. Pandangan tersebut di kemukakan oleh Robert Merton pada sekitar tahun
1930-an, dimana konsep anomi itu sendiri pernah digunakan oleh Emile Durkheimdalam
analisisnya tentang suicide uninique.
Munculnya keadaan anomi, oleh merton di ilistrasikan sebagai berikut :
1. Masyarakat industri modern, seperti Amerika serikat, lebih mementingkan
pencapaian kesuksesan materi yang di wujudkan dalam bentuk
kemakmuran atau kekayaan dan pendidikan yang tinggi.
2. Apabila hal tersebut tercapai, maka mereka dianggap sebagai orang yang
telah mencapai tujuan-tujuan status atau kultural (colturals goals) yang di
cita-citakanoleh masyarakat. Untuk mencapai tujuan-tujuan status tersebut,
ternyata harus melalui akses atau cara kelembagaan yang sah

(institutionalized means),

misalnya ; sekolah, pekerjaan formal,

kedudukan politik.
3. Namun ternyata , akses kelembagaan yang sah jumlahnya tidak dapat
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, terutapa lapisan masyarakat
bawah (dalam hal ini orang-orang miskin atau orang dari kelompok ras
dan etnis tertentu yang sering mengalami diskriminasi di lingkungannya)
4. Akibat dari keterbatasan akses tersebut, maka muncul situasi anomi, yaitu ;
situasi dimana tidak ada titik temu antara tujuan-tujuan status / kultural
dan cara-cara yang sah yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan status
tersebut.
5. Dengan demikian, anomi adalah keadaan atau nama dari situasi dimana
kondisi sosial/situasi masyarakat lebih menekankan pentingnya tujuantujuan status, tetapi cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan
status tersebut jumlahnya lebih sedikit.
pada dasarnya untuk mencapai tujuan status (kesuksesan hidup) seseorang harus
melalui cara-cara yang sah, dan di benak setiap orang akan selalu tersirat mimpi atau
keinginan untuk meraih kesuksesan tersebut. Tetapi, ironisnya memang structural social tidak
dapat menyediakan kesempatan yang sama bagi semua orang atau semua lapisan masyarakat
untuk dapat meraih tujuan status dan kulturalnya. Hanya, lapisan-lapisan masyarakat tertentu
yang punya akses yang sah saja yang dapat meraih mimpi tersebut. Situasi anomi tersebu
dapat berakibat negative bagi sekelompok masyarakat, dimana untuk mencapai tujuan
statusnya mereka terpaksa melakukannya melalui cara-cara yang tidak sah, diantaranta
melakukan penyimpangan atau kejahatan. Tindakan yang menyimpang atau bahkan criminal,
misalnya menjadi pelacur, pengguna obat-obatan, alkoholisme, kekacauan mental, dan
perampok adalah akibat dari situasi anomi tersebut.
J. Teori Kontrol
Ide utama di belakang teori control adalah bahwa penyimpangan merupakan hasil dari
kekosongan kontrol atau pengendalian social. Teori ini di bangun atas dasar pandangan
bahwa setiap manusia cenderung untuk tidak patuh pada hukum atau memiliki dorongan
untuk melakukan pelanggaran hukum. Oleh sebab itu, para ahli teori kontrol menilai perilaku
menyimpang adalah konsekuensi logis dari kegagalan seseorang untuk menaati hukum.
Dalam konteks ini teori kontrolsosial parallel dengan teori konformitas.

Salah satu ahli yang mengembangkan teori ini adalah Hirschi. Ia mengajukan
beberapa proposisi teoritisnya, yaitu :
1. Bahwa berbagai bentuk pengingkaran terhadap aturan-aturan social adalah
akibat dari kegagalan mensosialisasi individu warga masyarakat untuk
bertindak conform terhadap aturan atau tata tertib yang ada.
2. Penyimpangan dan bahkan kriminalitas atau perilaku criminal, merupakan
bukti kegagalan kelompok sosial konvensional untuk mengikat individu
agar tetap conform, seperti : keluarga, sekolah atau institusi pendidikan
dan kelompok dominan lainnya.
3. Setiap individu seharusnya belajar untuk conform dan tidak melakukan
tindakan menyimpang atau criminal.
4. kontrol internal lebih berpengaruh dari pada kontrol eksternal.
5. Masih berdasarkan proposisi Hirschi, kurang lebih ada empat unsure
utama di dalam kontrol social internal, yaitu attachment (kasih sayang);
commitment (tanggung jawab); involvement (keterlibatan atau partisipasi);
dan believe (kepercayaan keyakinan). Keempat unsure ini dianggap
merupakan social bonds yang berfungsi untuk mengendalikan perilaku
individu.

K. Teori Konflik
Teori konflik lebih menitikberatkan analisisnya pada asal-usul terciptanya aturan atau
tertub social. Teori ini tidak bertujuan untuk menganalisis asal-usul terjadinya pelanggaran
peraaturan atau latar belakang secara seseorang berperilaku menyimpang. Perspektif konflik
lebih menekankan sifat pluralistik dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi
kekuasan yang terjadi di antara berbagai kelompoknya. Karena kekuasaan yang dimiliki oleh
kelompok-kelompok elite, maka kelompok-kelompok itu juga mempunyai kekuasaan untuk
menciptakan peraturan, khususnya hukum yang dapat melayani kepentingan mereka.
Berkaitan dengan hal itu, perspektif memahami masyarakat sebagai kelompok-kelompok
dengan berbagai kepentingan yang bersaing dan akan cenderung saling berkonflik. Melalui
persaingan itu maka kelompok-kelompok dengan kekuasaan yang berlebih akan menciptakan
hukum dan aturan yang menjamin kepentingan mereka dimenangkan.

1. Pikiran Marx tentang penyimpangan
Banyak pemikiran dari kontemporer, khususnya yang berbasis perspektif konflik,
mengambil dasar pemikiran dari pada ahli teori sosiologi klasik, seperti Karl marx, George
Simmel, dan yang lebih baru adalah Lewis coser dan Ralf Dahrendorft. Perspekti konflik
klasik melihat terbentuknya masyarakat tidak didasarkan atas consensus terhadap nilai-nilai,
tetapi karena perjuangan diantara kelas-kelas yang social yang ada.
Marx melihat masyarakat di bentuk pertama kali ari dua kelompok dengan
pertentangan ekonomi; kelompok borjuis adalah kelas pemegang peraturan. Mereka adalah
orang-orang kaya/makmur yang mengontrol sarana/alat-alat produksi ekonomi, memiliki
pengaruh besar pada lembaga-lembaga ekonomi dan politik masyarakat, serta memiliki jatah
kekuasan untuk melayani kepentingan mereka. Di sisi lain, kaum proletar diatur dan bekerja
secara tereksploitasi oleh kaum borjuis. Negara dalam pemikiran ini bukanlah pihak yang
netral. Peran Negara terutama untuk melayani dan melindungi orang-orang yang membuat
peraturan dan serta menghindarkan mereka dari ancaman orang atau kelompok lain.
Marx meramalkan bahwa kapitalisme akan mengembangbiakkan hukum-hukum
criminal, karena hukum tersebut di butuhkan sehingga mekanisme untuk memelihara tatanan
yang telah mapan. Pertama, hukum dapat mendefinisikan tingkah laku tertentu sebagai ilegal,
khususnya tingkah laku yang mungkin merupakan ancaman peraturan. Kedua, hukum
mengesahkan ikut campur aparat kontrol sisial (seperti pihak kepolisian, pengadilan dan
system penjara/lembaga permasyarakatan) dimana semua kekuatan dari lembaga tersebut
digunakan untuk melawan orang-orang yang di atur, yang perlakuannya kemungkinan besar
berada dalam pelanggaran hukum. Dalam pandangan ini, hukum criminal dating dari pihak
kelas atas melawan kelas bawah . konsepsi konflik Marx pada akhirnya bertalian dengan
system ekonomi khusus; kapitalisme.