RISK ASSESSMENT IN DEVELOPING KFXIFX FIGHTER ON JOINT DEVELOPMENT COOPERATION BETWEEN INDONESIA AND SOUTH KOREA

RISK ASSESSMENT PENGEMBANGAN PESAWAT TEMPUR KFX/IFX PADA KERJASAMA JOINT DEVELOPMENT ANTARA INDONESIA DENGAN KOREA SELATAN RISK ASSESSMENT IN DEVELOPING KFX/IFX FIGHTER ON JOINT DEVELOPMENT COOPERATION BETWEEN INDONESIA AND SOUTH KOREA

1 2 Bilqis Fitria Salsabiela 3 , I Wayan Midhio , dan Gita Amperiawan

Universitas Pertahanan Indonesia (bilqissalsabiela@gmail.com; wayan.midhio@idu.ac.id; gitaamperiawan@yahoo.com)

Abstrak – Studi ini membahas tentang risk assessment pengembangan Pesawat Tempur KFX/IFX dalam kerjasama joint development antara Indonesia dan Korea Selatan untuk tahapan Engineering and Manufacturing Development Phase (EMDP). Risiko-risiko dalam Tahapan EMDP ditinjau dari aspek Life Cycle of Weapon System. Risk assessment dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi, menganalisis risiko serta menilai tingkat risiko sebagai kalkulasi matang untuk menggiring proyek ini agar dapat berjalan lancar dan menghindarkan dari risiko default atau kegagalan proyek mahabesar yang sudah menelan biaya yang tidak sedikit bagi Indonesia. Apalagi ini merupakan pengalaman pertama dalam membuat pesawat tempur. Selain itu, pengembangan Pesawat Tempur KFX/IFX merupakan salah satu program nasional yang bertujuan untuk membangun kemandirian industri pertahanan dan membuka peta jalan penguasaan pesawat tempur bagi PT.Dirgantara Indonesia (PT.DI).

Kata Kunci : penilaian risiko, pesawat Tempur KFX/IFX, Joint Development, industri pertahanan, teknologi pertahanan.

Abstract – This article is about the activity of risk assessment in developing KFX/IFX Fighters through joint development cooperation between Indonesia and South Korea for Engineering and Manufacturing Development Phase (EMDP). The Risks in EMDP found by using the Life Cycle of Weapon System. Risk assessment aims to identify, analyze and assess the level of risk as a calculation so that the program will always be on the track and and the default of the project will be avoided. Moreover, this is the first experience for Indonesia to make fighters. Besides that, KFX/IFX fighters is one of our national program which aims to built the independence of defense industry and to open the road map in mastering on making fighter for PT.Dirgantara Indonesia (PT.DI).

Keywords: risk assessment, KFX/IFX Fighters, joint development, defense industry, defense technology

1 Penulis adalah alumni prodi ekonomi pertahanan cohort 6, Universitas Pertahanan. Penulis telah menyelesaikan S1 dan S2 di Universitas Indonesia.

2 I Wayan Midhio adalah adalah Rektor Universitas Pertahanan dan merupakan Pembimbing 1 Tesis Penulis. 3 Gita Amperiawan adalah Kasubdit DagunInhan Dirjen Pothan Kementerian Pertahanan dan merupakan Pembimbing II Tesis Penulis.

Risk Assessment Pengembangan ... | Bilqis Fitria Salsabiela, I Wayan Midhio, & Gita Amperiawan | 131

Pendahuluan

cukup guna mengintegrasikan riset dan pengembangan teknologi, sehingga para

terciptanya sebuah perubahan. Dengan K

emajuan teknologi dan pemangku kebijakan dapat memberikan

ilmu pengetahuan menjadi arah, prioritas utama dan kebijakan yang

motor penggerak utama bagi jelas mengenai 123 teknologi pertahanan. 4

adanya teknologi yang diseminasinya Teknologi pertahanan dapat sedemikian cepat membuat masyarakat

dikembangkan secara mandiri maupun dunia kian membuka diri dan pengaruh

berkolaborasi dengan pihak lain. teknologi itu sanggup menembus batas-

Dalam konteks implementasi kebijakan batas wilayah kekuatan negara. Semakin

mengenai teknologi pertahanan, program menipisnya batas tersebut menimbulkan

pengembangan pesawat tempur yang berbagai ekses dalam sendi kehidupan

dilakukan dengan Korea Selatan telah bernegara sehingga dibutuhkan teknologi

ditetapkan oleh pemerintah sebagai pertahanan. Pengembangan teknologi

salah satu dari 7 (tujuh) program nasional pertahanan dan riset menjadi pintu

yang diprioritaskan. Program tersebut gerbang utama menuju kemandirian.

dapat membuka peta jalan penguasaan teknologi pesawat tempur bagi industri

Dalam konsepsi pengadaan akuisisi pertahanan (PT.Dirgantara Indonesia)

pertahanan, alutsista dapat dipenuhi untuk meningkatkan kapabilitasnya

dengan cara pembelian ( off the self) atau guna mencapai kemandirian. Selain

membuat sendiri. Opsi membeli tidak itu, perwujudan pranata riset dan

mungkin terus dilakukan oleh Indonesia pengembangan teknologi pertahanan

sehingga kerjasama joint development dapat diaktualisasikan dalam kegiatan

dengan pembagian biaya (Cost Share) Design Center Indonesia (DCI) sebagai

tertentu menjadi pilihan rasional untuk kawah pengetahuan untuk mematangkan

diambil dalam mengantisipasi sejumlah proyek pembuatan pesawat tempur

problematika klasik yang melingkupi agar praktek implementasinya dapat

dunia riset dan pengembangan teknologi direalisasikan dengan sebaik-baiknya.

pertahanan, seperti keterbatasan anggaran pertahanan dan kurangnya

Dalam Peraturan Menteri keahlian dalam menciptakan produk

Pertahanan Republik Indonesia Nomor serta mahalnya biaya penelitian dan

6 Tahun 2016 Tentang Pelaksanaan pengembangan ( Riset and Development).

Program Pengembangan Pesawat Tempur IF-X, pada pasal 1 disebutkan

Berdasarkan konstruksi legal formal dengan tegas bahwa Pesawat Tempur

yang tertuang di dalam Undang-undang IF-X adalah program nasional jangka

Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem panjang dan lintas tahun yang

Nasional Penelitian, Pengembangan

dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan

4 Silmy Karim, Membangun Kemandirian Industri

Teknologi yang memberikan ruang

Pertahanan Indonesia, (Jakarta : KPG, 2014), hlm. 348-349.

132 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | Agustus 2017, Volume 7 Nomor 2 132 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | Agustus 2017, Volume 7 Nomor 2

meningkatkan kemampuan bangsa melihat estimasi risiko-risiko dalam EMDP, Indonesia dalam penguasaan teknologi

meskipun hasil TDP tidak terlalu signifikan dan pengembangan pesawat tempur. 5 pengaruhnya karena sudah mengalami

Bagi Indonesia, ini merupakan proyek beberapa perubahan pada EMDP yang pembuatan pesawat tempur pertama

melibatkan industri dari kedua negara sehingga menimbulkan kerentanan pada

(PT. Dirgantara Indonesia dan Korean risiko, apalagi terdapat pula disparitas

Aerospace Industry). Namun, TDP tetap yang cukup tinggi, khususnya dari segi

penting karena merupakan pijakan teknologi antara Indonesia dan Korea

pertama pada kegiatan pengembangan Selatan. Hal ini dapat melahirkan gap

Pesawat Tempur KFX/IFX. Hal itu yang harus segera diselesaikan agar tidak

termaktub jelas dalam ketentuan sampai menghambat jalannya proyek.

Permenhan Tentang IF-X tersebut Pada dasarnya, setiap proyek pasti akan

pada bagian ketiga mengenai Tahap memiliki risiko. Oleh karena itu, penilaian

Pengembangan Rekayasa dan Manufaktur risiko (risk assessment) mutlak untuk

pasal 5 ayat 4 yang menyebutkan bahwa dilakukan pada setiap tahapan agar dapat

seluruh kegiatan Tahap PRM IF-X harus terhindar dari kegagalan proyek joint

merujuk pada hasil yang telah dicapai development tersebut.

pada Tahap Pengembangan Teknologi atau

Program pengembangan Pesawat Technology Development Phase

(TDP). 6

Tempur KFX/IFX terdiri dari 3 (tiga) fase, yakni; Technology Development Phase

Tahap Pengembangan Rekayasa (TDP), Engineering and Manufacturing

dan Manufaktur atau Engineering and Development

Phase (EMDP) dan Manufactured Development Phase (EMDP) Production Phase (PP). Fokus penelitian

ini meliputi: kegiatan preliminary design, penulis adalah melakukan kegiatan risk

detail design, detail part manufacturing, assessmentpada Tahap EMDP karena

sub and final assembly, ground and flight pada tahapan ini sudah memasuki pada

test, dan certification. Pelaksanaan EMDP inti pekerjaan untuk merealisasikan

berdasar pada Work Share (Pembagian produk pesawat tempur dalam wujud

Kerja) dan Cost Share (Pembagian Biaya) nyata. Namun, karena periodenya sangat

yang telah disetujui oleh Pemerintah panjang dan belum berakhir, maka penulis

Indonesia dan ‘pemerintah Korea mengkajinya dengan cara mempelajari

Selatan. Work Share tersebut terdiri TDP sebagai acuan awal untuk memasuki

dari Engineering Work Package (EWP), Tahapan EMDP dan mengamati jalannya

Airframe Component Manufacturing dan proses EMDP yang sedang berlangsung.

partisipasi dalam pembuatan prototype Penulis juga melakukan tinjauan aspek

dan flight test.

5 Peraturan Menteri Pertahanan Republik 6 Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomer 6 Tahun 2016 Pasal 1.

Indonesia Nomer 6 Tahun 2016 Pasal 5 ayat 4.

Risk Assessment Pengembangan ... | Bilqis Fitria Salsabiela, I Wayan Midhio, & Gita Amperiawan | 133

Gambar 1. Life Cycle of Weapon System

Sumber: Johnson, A. W. 2005. Acquisition. In Brandt, C. M., The Fundamental of Military Logistics: A Prime of The Logistics Infrastructure. Defence Institute of Security Assistance Management, Ohio. Amerika Serikat.

untuk menjadi nahkoda yang membawa Menurut ketentuan Permenhan

kerjasama joint development agar tetap tentang IF-X tersebut, pada pasal 6

dalam track yang benar dan bisa terwujud ditetapkan bahwa pelaksanaan EMDP

dengan hasil yang baik.

berlangsung mulai dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2023 dan pada paragraf

Life Cycle of Weapon System

2 pasal 7 dibahas mengenai prototipe Penulis menggunakan Life Cycle of pesawat dimana hasil kegiatan tahap PRM

Weapon System sebagai pisau analisis I-FX meliputi 6 (enam) prototipe terbang

untuk mengidentifikasi masalah dari dan 2 (dua) prototipe tidak terbang. 7 kekompleksitasan proses EMDP yang

Salah satu dari prototipe terbang harus sedang berlangsung saat ini dengan diserahkan kepada pemerintah melalui

sumber eksternal ( expert judgment).

Berbagai permasalahan ditemukan dari tersebut merupakan konfigurasi untuk

Kementerian Pertahanan. 8 Prototipe

tinjauan politik (political climate), ekonomi IF-X sehingga dilakukan pengembangan

(state of the economy), organisasi dalam flight test dengan konfigurasi khusus

pengadaan akuisisi (organization for yang dipersyaratkan oleh Indonesia dan

acquisition) dan teknologi (technology of seluruh kegiatan produksi prototipe

availability) yang ditelisik secara global tersebut harus melibatkan Pemerintah. 9 dan komprehensif. Gambaran Life Cycle

Disini pemerintah memegang kunci utama of Weapon System dideskripsikan pada

7 Peraturan Menteri Pertahanan Republik

Gambar 1.

Indonesia Nomer 6 Tahun 2016 Pasal 7. 8 Ibid.

9 Ibid.

134 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | Agustus 2017, Volume 7 Nomor 2

Johnson mengemukakan bahwa mitigation planning sebagai upaya dalam dunia persenjataan, ketersediaan

menangani risiko yang ditemukan. teknologi harus dapat digunakan untuk

Pedoman ini dimulai dengan membuat memenuhi persyaratan melalui trade of

plan atau perencanaan terhadap program study (komparasi dengan persenjataan

dan jadwal pelaksanaannya sebagai lain yang setingkat), mengembangkan

awal mula risk management dilakukan,

informasi teknikal di dalam langkah ini diteruskan dengan kegiatan membuat keputusan terkait dengan

penilaian risiko (risk assessment). Selain persenjataanyang dipilih tersebut serta

itu untuk aplikasi konsep Life Cycle of mengawasi secara benar jalannya sistem

Weapon System, penulis memakai teori akuisisi, sedangkan organisasi akuisisi

Risk Assessment yang dituliskan oleh berfungsi untuk mengoperasikan atau

Bruce Newsome yang terdiri dari kegiatan mewujudkan persenjataan itu agar dapat

sebagai berikut; 10

dipertahankan sampai dengan persediaan

Risiko (Risk untuk 20-25 tahun penggunaannya,

1. Identifikasi

Identification) adalah proses untuk memperhitungkan segi misi,

menemukan, mengenali dan pemeliharaan, suku cadang, upgrading

merekam risiko-risiko yang ada. serta keterampilan dan ketersediaan

Proses ini secara sistematis dan personil. Dan dari sisi ekonomi, perubahan

terus-menerus dilakukan untuk kebutuhan akan diikuti oleh peningkatan

kemungkinan kapabilitas yang menuntut pendanaan,

mengidentifikasi

timbulnya risiko atau kerugian seperti kebutuhan untuk modifikasi

terhadap proyek.

persenjataan mengikuti perkembangan

2. Analisis Risiko (Risk Analysis) zaman membutuhkan biaya yang sangat adalah proses menangani risiko besar dan hal tersebut harus dipenuhi. dan mendeterminasi tingkatan dan Disinilah letak segi politik yang berperan memahami konteks hubungannya untuk menentukan penilaian kebutuhan dengan sumber risiko dan Penilaian terhadap persenjataan yang dipilih. Tingkat Risiko (Assessment) adalah

mengkalkulasikan skala relatif,

Risk Assessment pada EMDP

tingkat, atau peringkat risiko. Pisau analisis yang digunakan oleh penulis

3. Penilaian risiko ini dapat bersifat adalah teori dari Risk Management Guide

informal, tanpa disadari dan for DoD Acquisition sebagai pedoman

sifatnya rutin. Sumber eksternal yang dipakai di lingkungan Departemen

dari penilaian ini bisa berasal dari Pertahanan Amerika Serikat.

subject matter experts (pelibatan Lingkup risk assessment tersebut

para ahli), prediksi sistematis hanya dibatasi dari kegiatan risk

10 Bruce Newsome, A Practical Introduction to

identification, risk analysis sampai risk

Security and Risk Management, (Amerika Serikat: SAGE, 2014), hlm.41-48.

Risk Assessment Pengembangan ... | Bilqis Fitria Salsabiela, I Wayan Midhio, & Gita Amperiawan | 135 Risk Assessment Pengembangan ... | Bilqis Fitria Salsabiela, I Wayan Midhio, & Gita Amperiawan | 135

adalah terkait dengan permasalahan pada menggunakan metode delphi

situasi riil yang terjadi dari aspek Life Cycle survey, peringkat ordinal (ordinal

of Weapon System.

ranking) dan memetakan dampak Untuk kegiatan identifikasi dan dan konsekuensi (plotting likelihood

analisa risikonya, penulis memulai and returns).

dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner dan wawancara) kepada

Kombinasi teori yang digunakan para ahli yang terdiri dari pemangku ini dapat memperkuat argumentasi

kebijakan, pelaku, akademisi, diplomat penulis mengenai risiko-risiko yang terjadi

dan pengamat politik internasional untuk pada tahapan EMDP dengan tinjauan

mengidentifikasi apa saja risiko-risiko dari aspek Life Cycle of Weapon System serta

tinjauan Life Cycle of Weapon System. memperoleh risiko yang paling tinggi

Dari expert judgement (penilaian ahli) dan menjadi kewaspadaan yang utama

tersebut, peneliti akan mendapatkan sehingga harus segera dicarikan bentuk

estimasi mengenai gambaran umum penyelesaiannya agar risiko tersebut

risiko-risiko dari tahapan EMDP yang tidak berpotensi mengganggu kelancaran

sedang dan akan berlangsung sampai jalannya program di masa sekarang

tahun 2026.

maupun masa mendatang. Hal ini diharapkan akan memberikan petunjuk mengenai dinamika informasi

Kegiatan Identifikasi dan Analisis khusus yang dapat dibangun secara Risiko pada EMDP

sistematis yang nantinya bisa digunakan untuk menganalisis risiko dan menilainya

Mekanisme proses pada tahapan EMDP serta menyiapkan tindakan mitigasi dalam yang sedang berlangsung bila ditinjau menghadapi risiko-risiko tersebut. Sasaran dari 4 (empat) aspek dalam Life Cycle of dari identifikasi risiko adalah daftar risiko Weapon System itu masih berjalan dengan (risk register) yang dikembangkan dari baik sampai saat ini, namun karena tempo sumber risiko (tinjauan aspek Life Cycle pengerjaan EMDP membutuhkan waktu of Weapon System) dan merupakan yang sangat panjang, yakni dari tahun permasalahan yang sedang terjadi 2015 sampai dengan 2026 (berdasarkan pada saat ini serta perkiraan masalah milestone proyek), sehingga perlu yang mungkin saja bisa terjadi di masa diwaspadai risiko-risikonya. Oleh mendatang dalam Tahapan EMDP. karena itu, diperlukan daftar risiko dari

berbagai tinjauan aspek tersebut dengan Daftar risiko permasalahan mengamati peristiwa yang sedang

pengembangan Pesawat Tempur KFX/IFX berlangsung dan bisa berpotensi menjadi

ini dilihat dari tinjauan 4 (empat) aspek risiko, maupun berupa estimasi risiko

Life Cycle of Weapon System (segi politik,

136 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | Agustus 2017, Volume 7 Nomor 2

Gambar 3. Tinjauan Aspek dalam Life Cycle of Weapon System

SEGI POLITIK 1. SITUASI POLITIK DALAM NEGERI DIANTARA KEDUA NEGARA.

SEGI EKONOMI

2. HUBUNGAN ANTAR NEGARA

1. ANGGARAN

KHUSUSNYA NEGARA-NEGARA

(GUNS VERSUS BUTTER).

TETANGGA DI KAWASAN ASIA.

2. KURANGNYA KOORDINASI

3. POLITIK AMERIKA SERIKAT DALAM

K/L

PROYEKKFX/IFX.

KERJASAMA JOINT DEVELOPMENT

PENGEMBANGAN PESAWAT TEMPUR KFX/IFX

SEGI ORGANISASI PENGADAAN

SEGI TEKNOLOGI

1. KURANGNYA KOORDINASI

1. TRL UNTUK KFX/IFX ADALAH

ANTAR K/L

GENERASI 4.5 2. TAA BELUM MENDAPAT APPROVAL DAN DTSS MASIH SDNG DIBANGUN. 3. OPERATIONAL REQUIREMENT

Sumber: Diolah Penulis ekonomi, organisasi pengadaan dan

Penilaian Risiko pada EMDP

teknologi) adalah seperti gambar (lihat Penilaian tingkat risiko dilakukan penulis

gambar 3) dengan menggunakan delphi survey Item-item dalam tinjauan Life Cycle

sebagai salah satu sumber external untuk of Weapon System dari segi politik (situasi

melakukan risk assessment karena penulis politik diantara kedua negara, hubungan

tidak terlibat langsung di dalam proyek antar negara-negara di kawasan dan

ini.Metode delphi survey merupakan salah proyek Amerika Serikat dalam Proyek

satu penilaian terstruktur (structured KFX/IFX), segi ekonomi (anggaran dan

judgement) yang telah dikemukakan koordinasi antar kementerian atau

oleh Bruce Newsome. Delphi survey lembaga), segi organisasi pengadaan

merupakan metode dimana kesepakatan (koordinasi antar kementerian atau

para ahli dapat dicapai untuk obyek lembaga, peranan KKIP) dan segi

penelitian seperti risiko proyek. Teknik teknologi (TRL untuk Pesawat Tempur

ini membantu mengurangi bias dan KFX/IFX adalah generasi 4.5 yang

meminimalkan pengaruh 1 (satu) orang canggih, belum adanya approval untuk

pada hasil risiko. Delphi survey bertujuan TAA dan perbedaan mengenai opsreq

untuk mencapai konvergensi pendapat dari kedua negara) telah diperoleh dari

dengan konsensus melalui kuesioner. hasil wawancara dengan para ahli yang

Penilaian dari para ahli ( expert judgement) kompeten.

dilakukan sebanyak 2 (dua) kali iterasi atau pengulangan agar didapatkan hasil

Risk Assessment Pengembangan ... | Bilqis Fitria Salsabiela, I Wayan Midhio, & Gita Amperiawan | 137 Risk Assessment Pengembangan ... | Bilqis Fitria Salsabiela, I Wayan Midhio, & Gita Amperiawan | 137

Kegiatan penilaian risiko dimulai setelah risiko-risiko teridentifikasi dan diperoleh bahwa segi teknologi

merupakan risiko dominan atau yang dianalisa. Penilaian risiko ini bertujuan

paling tinggi ketimbang segi politik, untuk mendapatkan faktor dominan

ekonomi dan organisasi pengadaan. dalam aspek Life Cycle of Weapon System.

Setelah disepakati bersama mengenai item-item yang ada dalam aspek Life Cycle

Segi Teknologi sebagai Risiko

of Weapon System tersebut, kuesioner

Dominan

disebarkan kepada para ahli sebanyak Berdasarkan pisau analisis yang

10 orang (N1 sampai dengan N10) digunakan, setelah kegiatan menilai risiko sebagai responden delphi survey untuk

dilakukan, langkah selanjutnya adalah mengetahui tingkat risiko yang paling

membuat rencana untuk mengatasi risiko tinggi yang dapat menghambat jalannya

yang ditemukan melalui abatement plan. pengembangan Pesawat Tempur KFX/IFX.

Didalam abatement plan akan diputuskan Penulis kemudian mengumpulkan

bersama-sama bahwa risiko tersebut kuesioner yang telah diisi oleh para

akan dihadapi atau dihindari sehingga responden dan mengkalkulasikan dapat dilakukan mitigasi planning serta hasilnya dengan menggunakan skala 1

dipikirkan pula bagaimana dampak dari s/d 6. Penentuan peringkat skala adalah

keputusan yang akan diambil tersebut. sebagai berikut;

Dari hasil penelitian, kewaspadaan teknologi merupakan risiko yang paling

1 = Paling Rendah (Tidak berpengaruh) tinggi sehingga perlu ditelisik secara

2 = Rendah Sekali (Kurang berpengaruh)

holistik.

3 = Rendah (Agak berpengaruh) Permasalahan yang pertama adalah

4 = Cukup Tinggi (Berpengaruh) mengenai Technology Readiness Level

5 = Tinggi (Sangat berpengaruh) (TRL) untuk Pesawat Tempur KFX/IFX ini

6 = Tinggi Sekali (Paling berpengaruh) merupakan generasi 4,5 yang canggih dan Indonesia belum berpengalaman

Delphi survey dilaksanakan dengan 2 membuat pesawat tempur sehingga (dua) kali iterasi (pengulangan) sehingga

Indonesia harus mampu meningkatkan dapat mencapai konsesi bersama TRL yang sejalan dengan tingkat kesiapan

dan dapat dipertanggungjawabkan industri (industrial readiness). Jika hal itu validitasnya. Pandangan dari para

tidak segera dilakukan, maka masalah ini ahli tersebut kemudian disesuaikan

akan berdampak pada kurang optimalnya berdasarkan situasi riil sehingga bisa

penguasaan teknologi pembuatan menghasilkan estimasi risiko yang

Pesawat Tempur KFX/IFX. mendekati keadaan yang terjadi saat

138 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | Agustus 2017, Volume 7 Nomor 2

Risk Assessment Pengembangan ... | Bilqis Fitria Salsabiela, I Wayan Midhio, & Gita Amperiawan | 139

Upaya peningkatan TRL khususnya dilakukan pada area-area yang akan menunjang proyek pesawat tempur ini (misalnya di area struktur, aerodynamics, air combat system, dan lain-lain) dirasakan belum maksimal karena baru saja dimulai pada tahun 2013 sehingga bentuk mitigasi internalnya adalah dengan peningkatan kapabilitas PT.DI, baik itu melalui kualitas sumber daya manusianya, maupun fasilitas-fasilitas yang tersedia. Pelaksana dari mitigasi ini bukan hanya milik PT.DI semata sehingga diperlukan koordinasi yang ketat dari semua pihak (kementerian dan lembaga) agar tujuan tersebut dapat tercapai, khususnya bagi Program Management Unit (PMU) yang mengawaki jalannya proyek ini. PMU termasuk didalamnya ada PT.DI sebagai industri pertahanan yang mengetahui secara jelas spesifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaannya sebagai pelaksana tahapan EMDP ini bersama KAI.Misalnya; penyiapan SDM, laboratorium dan pembangunan fasilitas-fasilitas penunjang proyek dan PT.DI juga turut memikirkan strategic investment untuk mendorong tumbuhnya lokalisasi industri pada jangka panjang agar PT.DI nantinya bertindak hanya sebagai lead integrator.

Sedangkan mitigasi keluarnya adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang dikirimkan oleh PT.DI untuk berpartisipasi di Korea Selatan harus sanggup menyerap ilmu pembuatan pesawat tempur dan memindahkan ilmunya ke dalam negeri (transfer knowledge), sehingga dibutuhkan tingkat kesiapan industri (industrial readiness)

untuk mengatasi permasalahan pelik ini sambil PT.DI meningkatkan TRL-nya di semua area. Pelaksana inti dari mitigasi ini adalah PT.DI, namun perlu ditunjang oleh dukungan semua pihak agar hasilnya bisa optimal.

Permasalahan kedua adalah mengenai belum adanya approval dari pemerintah Amerika Serikat kepada Lockheed Martin untuk memberikan asistensi teknis. Kerjasama joint development antara Indonesia dan Korea Selatan ini juga melibatkan Amerika Serikat sebagai pemberi teknologi yang akan diterapkan pada Pesawat Tempur KFX/IFX karena tidak semua produknya berasal dari Korea Selatan. Radar, engine dan avionic-nya adalah produk dari Lockheed Martin sebagai bentuk offset pembelian 40 pesawat F-35 Joint Strike Fighter Lightning II. Karena ada produk dari Amerika Serikat tersebut, maka Korea Selatan harus meminta izin terlebih dahulu ke Amerika Serikat untuk sharing knowledge dengan Indonesia. Sementara Lockheed Martin sebagai pemberi teknologi juga harus mengikuti prosedur yang berlaku di Negara Paman Sam dan meminta permohonan approval kepada Pemerintah Amerika Serikat terkait Technical Assistance Agreement (TAA) atau bentuk asistensi dari Lockheed Martin untuk teknologi yang akan diadopsi ke dalam Pesawat Tempur KFX/ IFX ini. Pemerintah Amerika Serikat harus memberikan izin kepada Lockheed Martin untuk mentransfer ilmunya ke Korea Selatan yang akan berbagi pengetahuan dengan Indonesia.

Sampai saat ini, TAA masih belum TAA. Untuk itu, diperlukannya koordinasi ditandatangani dan pemerintah Amerika

yang erat antar kementerian dan lembaga Serikat juga meminta Indonesia untuk

(seperti Kementerian Pertahanan, segera memiliki Defense Technology

Kementerian Luar Negeri, PT.DI sebagai Security System (DTSS), yakni : sebuah

pelaku industri pertahanan, dan lain- sistem pengamanan teknologi yang

lain) untuk bersama-sama meningkatkan apabila Indonesia mendapatkan ilmu

hubungan baik dengan Amerika Serikat dari Korea Selatan dan Amerika Serikat,

dalam rangka mendapatkan persetujuan Indonesia harus mampu meyakinkan

mengenai TAA.

pihak Amerika Serikat bahwa hal tersebut Persoalan terakhir adalah mengenai

tidak akan sampai bocor kepada pihak

operational requirement ketiga.

kebutuhan

( Opsreq) antara TNI AU dan ROKAF DTSS tersebut masih terkendala,

yang tidak dapat disatukan sebagai dalam hal ini mengenai payung hukum

common requirement, dipenuhi dalam (legal umbrella) berupa undang-undang

unique requirement bagi Indonesia dan yang ada belum sepenuhnya mengatur

bagaimana perbedaan khusus tersebut dari atas sampai ke bawah untuk

dapat diatasi pada tataran implementasi. membangun mekanismenya secara

Dari hasil TDP sudah diperoleh kompromi komprehensif dan perlu juga dipikirkan

akan penyatuan kebutuhan end-user kedua mengenai institusi pemerintah mana yang

negara yang harus sanggup dipenuhi oleh akan menanganinya. Sementara itu, jika

pelaku industri (PT.DI dan KAI) dengan menilik pada mitra kerjasama Indonesia,

teknologi yang dipilih. Teknologi ini Korea Selatan sendiri sudah mempunyai

harus mampu combine dalam memenuhi Directorate General Defense Security

opsreq,khususnya untuk memperhatikan untuk mengurus perihal sistem keamanan

perbedaan mendasar antar kedua negara. negara tersebut dengan baik. Hal ini dapat

Dampak nyata dari perbedaan opsreq itu dijadikan sebagai contoh bagi Indonesia

adalah dibuatnya 2 (dua) desain untuk untuk implementasi ke depannya. Oleh

Indonesia dan Korea Selatan agar dapat karena itu, bentuk mitigasi internal yang

memenuhi perbedaan yang tidak dapat bisa dilakukan adalah dukungan penuh

disatukan lagi.

dari pemerintah khususnya Presiden Hal ini membutuhkan pengawalan

sebagai states-man terhadap proyek yang ketat oleh kedua negara khususnya

pengembangan Pesawat Tempur KFX/IFX peranan PMU, sehingga kedua negara

ini. Pemerintah hendaknya meningkatkan tetap berkomitmen tinggi untuk

kerjasama dengan Amerika Serikat di mengembangkan pesawat tempur secara

segala bidang termasuk peningkatan bersama-sama, tidak jalan sendiri-sendiri

kerjasama dengan Lockheed Martin sebagai dampak dari perbedaan opsreq

dalam rangka membujuk Pemerintah tersebut. Peranan PMU nampak jelas pada

Amerika Serikat agar segera menyetujui 140 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | Agustus 2017, Volume 7 Nomor 2

Tabel 1. Daftar Risiko Segi Teknologi

No Estimasi Risk

Mitigasi (Probability)

Ke Dalam

Ke Luar

Menyerap ilmu Level (TRL) untuk

1. Technology Readiness

Penguasaan

Memperkuat

teknologi pesawat kapabilitas industri pembuatan KFX/IFX adalah generasi

Pesawat 4.5 yang canggih dan

tempur menjadi pertahanan

(Industri readiness) Tempur Indonesia belum pernah

kurang optimal

dan meningkatkan KFX/IFX membuat pesawat

Pelaksana inti:

PT.DI 2. Belum adanya approval

Koordinasi K/L

Memperkuat mengenai Technical

Data tidak dibuka

Dukungan dari

kerjasama Assisstance Agreement

penuh untuk semua

Pemerintah

dengan (TAA) dari Pemerintah

program

Amerika Amerika Serikat ke

Serikat Lockheed Martin

Koordinasi K/L 3. Adanya Kebutuhan

Pengawasan Operational Requirement desain dan jangan

Dibuat 2 (dua)

Peranan PMU

khususnya (Opsreq) Pada Kedua

yang dilakukan Negara

sampai proyek

kedua negara

oleh kedua

berjalan sendiri-

negara (G to

sendiri

G) dan (G to B)

Sumber: Diolah Penulis TDP dengan menjembatani pertemuan

antar industri pelaksana (B to B). yang intens antara TNI AU dan ROKAF

Tabel mengenai estimasi risiko untuk membicarakan tentang opsreq

dari segi teknologi beserta dampak dan dan hal itu sudah menghasilkan konsesi

bentuk mitigasinya dapat dilihat pada bagi keduanya. Oleh karena itu, bentuk

Tabel 1.

mitigasi keluar dari persoalan ini adalah pengawasan yang mutlak dilakukan

Rencana Penanganan pada

oleh kedua negara untuk mengawal

Kewaspadaan Teknologi

praktek implementasi supaya berjalan dengan baik. Pengawasan itu hendaknya

Penulis mengkerucutkan lebih spesifik dilakukan pada ranah Pemerintah (G to G)

lagi dalam membuat rencana penanganan dengan bingkai strategic partnership yang

(abatement plan) agar permasalahannya dapat semakin mengeratkan kerjasama,

bisa ditelisik lebih jelas dan komprehensif. maupun dari Pemerintah ke industri

Kewaspadaan teknologi meliputi 3 (tiga) pelaksananya (Gto B) atau yang dilakukan

hal, yakni;

Risk Assessment Pengembangan ... | Bilqis Fitria Salsabiela, I Wayan Midhio, & Gita Amperiawan | 141

Tabel 2. Identifikasi Risiko Peningkatan TRL dan Kapabilitas Industri

Tanggal teridentifikasi : Tanggal Terlapor : Update :

Judul Risiko : Peningkatan TRL dan Kapabilitas Industri

Deskripsi : Dampak : Kurang optimalnya penguasaan TRL untuk pesawat KFX/IFX ini merupakan teknologi pembuatan pesawat tempur, jika

generasi 4,5 yang canggih dan Indonesia belum Indonesia tidak mampu mengikuti lompatan berpengalaman membuat pesawat tempur.

teknologi Tingkat Risiko : Pelaksana inti: PT.DI Pemimpin: PMU

Sumber: Diolah Penulis

1. Technology Readiness Level (TRL)

bukan hanya ditilik dari segi materiil

untuk Pesawat Tempur KFX/ IFX

biaya yang sudah dikeluarkan, namun

adalah Generasi 4.5 yang Canggih

juga banyak hal lainnya yang justru dapat Indonesia belum berpengalaman zmerugikan posisi Indonesia bilamana membuat pesawat tempur sehingga agar

pembatalan dilakukan di tengah jalan. pencapaiannya bisa optimal, Indonesia

Salah satunya adalah mengenai harus mampu meningkatkan TRL dan

peta jalan penguasaan teknologi pesawat menghilangkan disparitas gap teknologi

tempur yang dirintis oleh Indonesia bisa dengan Korea Selatan. Oleh sebab

menemui kegagalan lagi dan hal itu akan itu, dibutuhkan tingkat kesiapan yang

berimbas luas pada tingkat penyerapan matangdari industri (industrial readiness)

tenaga kerja yang kurang, bahkan target untuk mengatasi permasalahan kompleks

leverage dari segi penguasaan teknologi ini.

ini bagi perekonomian bisa terbengkalai Tabel mengenai identifikasi risiko

begitu saja. Untuk itu, pemerintah harus peningkatan TRL dan kapabilitas industri

mendukung penuh keberlangsungan dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk optimal,

program nasional ini dan hal tersebut kuncinya terletak pada kapabilitas PT.DI

tentunya memerlukan support yang kuat dan peningkatan TRL di semua area.

dari DPR, misalnya dengan diterbitkan Namun, target pencapaian TRL secara

dalam bentuk Undang-undang untuk khusus dan penguasaan teknologi

lebih menguatkan posisi essensial pesawat tempur ini perlu didukung

proyek kerjasama joint development penuh oleh pemerintah karena apabila

pengembangan Pesawat Tempur KFX/IFX dukungan politis terasa kurang ataupun

ini.

pemerintah sampai berbelok arah dengan Selain support, pengawasan ketat membatalkan program ini, implikasi

juga diperlukan untuk menggiring kerugiannya sangatlah massive karena

tahap EMDP agar berjalan dengan baik. 142 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | Agustus 2017, Volume 7 Nomor 2

Tabel 3. Abatement Plan untuk Peningkatan TRL dan Kapabilitas Industri

Masalah yang

No Kegiatan

Pelaksana

Perkembangan TR

dihadapi

1. Meningkatkan TRL di

Saat ini area struktur area-area penunjang

PT.DI

Ada gap

dan aerodinamics pembuatan pesawat

teknologi pada

sudah berada pada tempur

kemampuan

Indonesia dan

level 7, area yang

Korea Selatan

lemah adalah di weapon system dan berusaha untuk terus ditingkatkan

2. Meningkatkan kualitas

PT.DI seringkali SDM khususnya tenaga

PT.DI

Kemampuan

atau kapasitas memberikan training- yang dikirimkan untuk

setiap orang training untuk kegiatan berpartisipasi dalam

(SDM) dalam pengembangan proyek pengembangan

menyerap ilmu pesawat tempur Pesawat Tempur KFX/IFX

itu berbeda- SDM di upgrade ilmu beda begitu dan keahlian melalui juga dengan pemberian beasiswa spesifikasi keahlian

SDM kedepannya tenaga kerja yang akan

3. Menanggulangi masalah PT.DI

Regenerasi

SDM di tubuh dapat diambil dari pensiun dan brain drain

PT.DI

perguruan-perguruan tinggi yang berkualitas

4. Membangun hanggar dan PT.DI Injeksi struktur Koordinasi antar fasilitas-fasilitas

modal oleh kementerian dan penunjang pembuatan

lembaga khususnya pesawat tempur

Pemerintah

melalui

perencanaan yang jelas

pendanaan

dari PMU dengan APBN seringkali melibatkan PT.DI yang masih

mengetahui spesifikasi

terhambat

akan setiap

kebutuhannya 6. Mendukung strategic

koordinasi

Baru dalam tahapan investment dalam rangka

PT.DI

Masih dalam

konsolidasi karena pemberdayaan industri

bersama

proses karena

pesawat belum membutuhkan jangka lokal

PMU

jadi

waktu yang panjang dan menunggu produk pesawatnya jadi terlebih dahulu, kemudian produk akan dikembangkan secara mandiri dengan komponen-komponen lokal.

Sumber: Diolah Penulis

Risk Assessment Pengembangan ... | Bilqis Fitria Salsabiela, I Wayan Midhio, & Gita Amperiawan | 143

Tabel 4. Identifikasi Risiko mengenai TAA

Tanggal teridentifikasi : Tanggal Terlapor: Update :

Judul Risiko : TAA belum disetujui

Deskripsi : Lockheed Martin belum Dampak : Data tidak dibuka untuk memperoleh

persetujuan

untuk komponen yang terkait EL

memberikan teknikal asistensi kepada

Tingkat Risiko :

Indonesia yang bekerja bersama Korea Selatan dalam pembuatan Pesawat Pelaksana : Koordinasi K/L Tempur KFX/IFX

Pemimpin: Pemerintah

Sumber: Diolah Penulis Pemerintah hendaknya bisa mengawasi

sebagai mitra joint development pemenuhan milestone program jangan

pengembangan pesawat tempur itu. sampai mundur lagi dari tahun yang

Pemerintah Amerika Serikat kemudian direncanakan.Pada prosesnya pun jangan

meminta Indonesia membangun Defense sampai kedua negara mengubah teknologi

Technology Security System (DTSS) yang sudah ditentukan bersama sehingga

agar pada saat diberikan ilmu oleh berdampak pada mundurnya lagi jadwal

Lockheed Martin, ilmu tersebut tidak yang berakibat pada pembengkakan biaya

akan sampai bocor pada pihak ketiga dan serta pelibatan sumber daya manusia yang

sampai sekarang ini DTSS masih sedang lebih banyak lagi untuk mengerjakannya.

dibangun oleh Indonesia. Tabel mengenai Penulis menyiapkan rencana penanganan

identifikasi risiko mengenai TAA dapat untuk peningkatan TRL dan kapabilitas

dilihat pada tabel 4.

industri seperti tabel (lihat tabel 3). Data yang tidak dibuka untuk komponen yang terkait Export Lisense (EL)

2. Belum adanya Persetujuan

ini merupakan teknologi inti dari pesawat

(Approval) untuk Technical Assistance

tempur. Oleh karena itu, Indonesia harus

Agreement (TAA)

melakukan serangkaian pendekatan Hal ini bisa menimbulkan masalah krusial

langsung maupun tidak langsung pada yang menghambat jalannya proyek

Pihak Amerika Serikat.

pengembangan Pesawat Tempur KFX/ Bentuk pendekatan langsung IFX. Lockheed Martin akan memberikan

bisa ditempuh dengan cara pemerintah ilmu kepada Korea Selatan terkait offset

meningkatkan hubungan dengan pembelian pesawat F-35 Joint Strike

Amerika Serikat di segala bidang. Disini, Fighter Lightning II yang nantinya dengan

Indonesia bisa mengintensifkan atau teknologi tersebut akan diadopsikan ke

memperbanyak lagi hubungan dengan Pesawat Tempur KFX/IFX dimana Korea

Amerika Serikat dalam bingkai kerjasama Selatan bekerja bersama-sama Indonesia

partnership yang menguntungkan kedua

144 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | Agustus 2017, Volume 7 Nomor 2

Risk Assessment Pengembangan ... | Bilqis Fitria Salsabiela, I Wayan Midhio, & Gita Amperiawan | 145

belah pihak, jangan sampai Indonesia terlihat lemah dan berada di bawah bayang-bayang negara lain. Indonesia harus memiliki kecerdikan yang realistis dalam melakukan serangkaian negosiasi, misalnya Amerika Serikat membutuhkan apa, jadi di saat-saat itulah Indonesia menggunakan kesempatan emasnya untuk mendekatkan hubungan dengan Amerika Serikat, namun hal tersebut lagi-lagi harus menguntungkan posisi Indonesia. Salah satu bentuk konkrit yang dapat dilakukan Indonesia adalah menjaga kestabilan kawasan Asia, jangan sampai kekuatan Cina sebagai pesaing Amerika Serikat menjadi dominan di kawasan ini. Oleh karena itu, peranan Indonesia harus ditingkatkan lagi.

Pendekatan langsung yang too the point adalah dengan cara meningkatkan kerjasama Indonesia dengan Lockheed Martin agar perusahaan raksasa tersebut mau membujuk pemerintah negaranya untuk segera memberikan persetujuan menyangkut TAA. Indonesia juga harus membangun DTSS secara komprehensif. Indonesia saat ini sedang membangun DTSS dan di dalam proses pembangunannya, Indonesia harus sanggup meyakinkan Pihak Amerika bahwa pada proses pengembangannya sudah sesuai dengan standard operating prosedur (SOP). Indonesia menyadari bahwa sifat alutsista adalah sangat rahasia sehingga Indonesia akan menjaga dengan ketat kerahasiaan tersebut.

Pendekatan tidak langsung dapat dilakukan dengan cara mendapatkan

credit point di mata Amerika Serikat sehingga sikap Amerika bisa melunak, misalnya Indonesia harus senantiasa mendukung anti terorisme dan menegakkan nilai-nilai demokrasi. Indonesia tidak boleh mengambil posisi yang kontra dengan kebijakan Amerika sehingga pada saat Pihak Indonesia meminta Lockheed Martin untuk menanyakan tentang TAA, harapannya TAA tersebut dapat segera disetujui oleh pemerintah Amerika.

Indonesia juga harus pandai dalam memanfaatkan celah-celah yang ada dengan kekuatan yang dimiliki, misalnya Amerika Serikat membutuhkan negara- negara yang kuat di kawasan Asia, sehingga Indonesia sebagai salah satu negara besar di kawasan ini hendaknya meningkatkan kekuatan dan bahkan harus bisa menjadi center of gravity di kawasan. Ini akan membuat posisi Indonesia semakin penting bagi Amerika Serikat, apalagi kawasan kita adalah kawasan yang dilalui oleh logistik internasional. Disini kita bisa mengambil peranan aktif dengan meningkatkan keamanan untuk menjaga lalu lintas pelayaran kita sehingga Amerika Serikat akan merasa terbantu. Hal ini tentunya akan kian mengeratkan hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Penulis menyiapkan rencana penanganan untuk TAA seperti pada tabel (lihat tabel 5).

3. Adanya Kebutuhan Operational Requirement (Opsreq) pada Kedua Negara

Tabel 5. Abatement Plan untuk TAA

Masalah yang

No Kegiatan

Pelaksana

Perkembangan TR

dihadapi

1. Membina hubungan

Pemerintah Amerika baik dengan Amerika

Semua pihak

TAA belum

menginginkan Serikat melalui

disetujui

Indonesia memiliki pendekatan langsung

DTSS sehingga harus secepatnya dibangun

1.1 Melakukan kerjasama Koordinasi Amerika belum Peningkatkan dengan Amerika di

kemitraan strategis segala bidang

Kementerian

menganggap

dan Lembaga

Indonesia

dengan Amerika

sebagai negara Serikat yang kuat

1.2 Membina hubungan

Pendekatan yang baik dengan

Koordinasi

Masih

intens dilakukan Lockheed Martin

Kementerian

kurangnya

dan Lembaga

hubungan

dengan Lockheed

dengan

Martin agar mau

Lockheed

membujuk Pemerintah

Martin

AS untuk segera menyetujui TAA

2 Membina hubungan

mendukung anti baik dengan Amerika

Koordinasi

Indonesia

terorisme dan Serikat melalui

Kementerian

belum

menegakkan nilai-nilai pendekatan tidak

dan Lembaga

mendapatkan

demokrasi, Indonesia langsung

credit point

yang cukup di

tidak boleh mengambil

mata Amerika

posisi yang kontra dengan kebijakan Amerika Serikat. Membantu stabilitas kawasan, bisa menjadi jembatan menuju dunia islam.

Sumber: Diolah Penulis Permasalahan teknologi yang terakhir

pada TDP untuk teknologinya yang harus adalah menyangkut kebutuhan operational

mampu diwujudkan oleh kedua industri requirement (opsreq) antara TNI AU dan

pertahanan khususnya bagi PT.DI. Tabel ROKAF yang tidak bisa disatukan dalam

mengenai identifikasi risiko kebutuhan common requirement, dipenuhi dalam

Opsreq pada kedua negara dapat dilihat unique requirement bagi Indonesia dan

pada Tabel 6.

bagaimana perbedaan khusus tersebut Pada tahapan TDP, TNI AU dan

dapat diatasi pada tataran implementasi ROKAF sudah saling bertemu untuk

dari hasil konsesi yang sudah dihasilkan

146 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | Agustus 2017, Volume 7 Nomor 2

Tabel 6. Identifikasi Risiko Kebutuhan Opsreq Pada Kedua Negara

Tanggal teridentifikasi : Tanggal Terlapor: Update :

Judul Risiko : Kebutuhan Operational Requirement (Opsreq) Kedua Negara

Deskripsi : Perbedaan opsreq harus dapat Dampak : Ada 2 (dua) desain sesuai dipenuhi oleh industri dengan teknologi

kebutuhan masing-masing, perlu dikawal yang sudah disepakati bersama.

agar tidak berjalan sendiri-sendiri. Tingkat Risiko :

Pelaksana inti: PT.DI Pemimpin: Pemerintah

Sumber: Diolah Penulis membicarakan kompromi mengenai

komponen berbentuk payung yang opsreq tersebut, perbedaan kebutuhan

letaknya berada di ekor pesawat antara kedua negara ini ada yang

(tailboom) untuk memperpendek landing dapat disatukan, namun ada 3 (tiga)

roll dengan pengereman pada pesawat perbedaan fundamental yang tidak dapat

tempur yang digunakan. disatukan sebagai unique requirement.

Hal itu biasanya dilakukan pada Hal ini disebabkan oleh kondisi geografis

landasan yang pendek. Landasan- masing-masing negara, perbedaan dari

landasan udara di Indonesia pada segi tujuan dalam membangun pesawat

umumnya pendek, berbeda dengan Korea tempur dan masalah export license.

Selatan yang landasan-landasan udaranya Pertama, Indonesia membutuhkan

panjang, yakni berada di atas 3000 meter radius terbang pada pesawat (combat

sehingga tidak membutuhkan drag chute. range) sekitar 450 mil karena wilayahnya

Ketiga, Indonesia menginginkan yang sangat luas, sementara Korea

cara pengisian bahan bakar pesawat (air Selatan sebagai negara peninsula

refueling) seperti yang digunakan pada menginginkan lebih pendek radiusnya,

Pesawat Sukhoi atau pesawat-pesawat yakni sekitar 300 mil sehingga dengan

Eropa dengan sistem ‘ probe and drogue’ teknologi yang digunakan, para engineer

dengan penyaluran bahan bakarnya harus sanggup memenuhi perbedaan

menggunakan pipa kaku yang berbentuk opsreq tersebut. Sebagai solusinya para

shuttlecock badminton. Berbeda dengan engineer menyiapkan tanki luar pada

Korea Selatan yang menginginkan pesawat (external tanker) yang berbeda

pesawat tersebut menggunakan sistem untuk kedua negara sesuai kebutuhan

‘boom and receiver’ atau flying boom radius terbangnya masing-masing.

dengan penyaluran bahan bakarnya Kedua, Indonesia membutuhkan

melalui pipa kaku dengan sistem kamera parasut (drag chute) yang merupakan

yang dikendalikan oleh dua sayap kecil

Risk Assessment Pengembangan ... | Bilqis Fitria Salsabiela, I Wayan Midhio, & Gita Amperiawan | 147 Risk Assessment Pengembangan ... | Bilqis Fitria Salsabiela, I Wayan Midhio, & Gita Amperiawan | 147

industri kedua negara yang menjadi tankinya,seperti halnya pada pesawat F-16

pelaksana program pengembangan atau Pesawat-pesawat Amerika Serikat.

Pesawat Tempur KFX/IFX (G to B). Dalam hal ini, Korea Selatan secara organisasinya

Untuk mengatasi permasalahan sudah establish dengan adanya DAPA.

opsreq yang menyangkut teknologi Sementara Indonesia belum seperti

ini, pengawasan ketat harus dilakukan itu sehingga KKIP diharapkan dapat

oleh pemerintah khususnya mengenai memainkan peranan tersebut dan untuk

perbedaan kepentingan karena tingkat mengawal kemajuan industri pertahanan

probabilitas paling besar yang dapat dengan baik, KKIP bisa belajar banyak

menggagalkan jalannya program ini dari pengalaman DAPA yang sanggup

secara keseluruhan justru bukan terletak melepaskan ketergantungan Korea

pada perbedaan kemampuan antara Selatan kepada Amerika Serikat dalam

Indonesia dan Korea Selatan, namun hal pemenuhan alutsista kebutuhan

karena adanya perbedaan kepentingan

negaranya itu.

kedua negara dalam mengembangkan pesawat ini, misalnya; adanya unique

Untuk menjaga kerjasama dengan requirement dan perbedaan tujuan

Korea Selatan pada tataran Pemerintah, pengembangan dari pesawat tersebut.

Indonesia seyogyanya bisa memenuhi Tujuan Indonesia adalah untuk mencapai

semua perjanjian yang telah disepakati kemandirian industri pertahanan, tahapan demi tahapannya. Dan apabila sementara tujuan Korea Selatan adalah

kedua negara sudah bersepakat, harus untuk self defense dari serangan Korea

senantiasa digiring mekanisme prosesnya Utara. Perbedaan-perbedaan itu bisa

supaya tuntas dan berhasil baik dari level menimbulkan perselisihan (dispute),

antar pemerintah maupun industri yang meskipun perbedaan mengenai opsreq

terlibat di antara kedua negara (KAI dan telah diatasi oleh keduanya, namun

PT.DI) khususnya agar terhindar dari harus tetap dikawal dalam praktek

dispute akibat perbedaan.

implementasinya. Pengawasan harus Agar mencapai kesamaan visi,

terus dilakukan untuk mengawasi iklim kedua negara dapat menanamkan rasa

politik dan fleksibilitas hubungan politik ‘ we feeling’ karena jika kedua negara beserta aspek-aspek lainnya.

memiliki perasaan yang sama, berupa

Untuk tindakan preventifnya, kebersamaan yang kuat dan memberikan Indonesia dan Korea Selatan hendaknya

manfaat sehingga hal itu bisa menjadi mempunyai 1 (satu) visi untuk bersama-

perekat untuk menghilangkan sama membangun kepentingan kedua

perselisihan baik di tataran pemerintah negara sehingga bukan hanya menjaga

maupun di tataran industri. Perasaan ‘we hubungan antar pemerintah (G to G),

feeling’ dapat dikembangkan dengan

148 | Jurnal Pertahanan & Bela Negara | Agustus 2017, Volume 7 Nomor 2

Tabel 7. Abatement Plan Kebutuhan Opsreq pada Kedua Negara

No Kegiatan

Pelaksana Masalah yang

Perkembangan TR

dihadapi

1. Menerapkan teknologi

Dibuat 2 (dua) desain yang dipilih untuk

PT.DI dan

Ada 3 (tiga)

untuk memenuhi menjawab perbedaan

KAI

perbedaan

kebutuhan masing- kebutuhan opsreq

yang tidak

bisa disatukan masing

2. Melakukan pengawasan

Pengawasan yang yang ketat

Pemerintah Belum

berjalan

dilakukan pada level G

to G dan G to B 3. Melakukan hubungan baik PT.DI

dengan baik

Pendekatan adaptasi dengan mitra kerjasama

Belum

terbiasa

budaya dan memahami

dengan

karakteristik dari pola

perbedaan

kerjasama dengan

budaya atau

Korea Selatan

pola kerjasama

Sumber: Diolah Penulis komunikasi yang intens dan peningkatan

depan. Kuncinya adalah mengenali mitra fasilitas yang mendorong terjadinya

kerjasama dari pengalaman bekerjasama intensitas komunikasi antara elit dan non

dengan Korea Selatan sebelumnya. elit, ataupun elit dan non elit negara lain,

Penulis menyiapkan rencana penanganan interaksi komunikasi yang terjalin menjadi

untuk kebutuhan Opsreq pada kedua lebih dinamis antara Government to

negara seperti pada tabel (lihat tabel 7). Government (G to G), Business to Business (B to B) dan People to People (P to P). Akan

Kesimpulan

tetapi, implementasi penerapan konsep Berdasarkan tinjauan aspek Life Cycle ‘ we feeling’ ini tak semudah membalikkan

of Weapon System yang terdiri dari segi telapak tangan sehingga membutuhkan

politik (political climate), segi ekonomi dukungan dari semua pihak khususnya

(state of the economy), segi organisasi kesiapan para pelaksananya.

pengadaan (organization for acquisition) Membangun bersama-sama dan segi teknologi (technology availability)

dengan Korea Selatan dilakukan secara didapatkan daftar estimasi risiko dan incremental atau bertahap, dimulai

dampaknya serta bentuk mitigasinya dari adaptasi budaya dan etos kerjanya

adalah sebagai berikut:

terlebih dahulu. Tenaga Indonesia harus Dari segi politik terdapat 3 (tiga) mulai membiasakan diri bekerja bersama

pokok permasalahan yang ditemukan, dengan segala perbedaan tersebut. Kalau

yakni situasi dalam negeri di antara tenaga kita sudah terlatih dengan pola

kedua negara bisa mempengaruhi kerjasama seperti itu, maka proyek joint

keputusan politik Amerika Serikat dalam development ini akan berhasil di masa

pengembangan Pesawat Tempur KFX/ Risk Assessment Pengembangan ... | Bilqis Fitria Salsabiela, I Wayan Midhio, & Gita Amperiawan | 149

IFX dan hubungan antar negara-negara peranan optimal KKIP dalam di kawasan Asia sehingga dukungan

mendorong kemajuan industri pemerintah untuk program ini mutlak

pertahanan sehingga bentuk dilakukan.Mengingat permasalahan

mitigasinya adalah melakukan pelik ini berada didalam ranah hubungan

sosialisasi mengenai manfaat antar negara-negarasehingga bentuk

pembuatan pesawat ini agar mitigasinya adalah peningkatan kerjasama

ada kesadaran dari semua pihak khususnya strategic partnership dengan

untuk mendukung penuh program Korea Selatan dan Amerika Serikat serta

nasional ini dan juga peningkatan menjaga hubungan baik dengan negara-

KKIP yang dapat dilakukan dengan negara di Kawasan Asia. Peningkatan

cara belajar dari pengalaman komitmen dari Korea Selatan juga

DAPA dalam memajukan industri dibutuhkan agar kerjasama ini menjadi

pertahanan negaranya. semakin kokoh.

3. Dari segi teknologi terdapat 3

1. Dari segi ekonomi terdapat 2 (tiga) pokok permasalahan yang (dua) pokok permasalahan yang

ditemui sebagai estimasi risiko, ditemukan sebagai estimasi risiko,

yakni peningkatan Technology yakni ketersediaan anggaran dan

Readiness Level (TRL), belum masih kurangnya koordinasi antar

adanya persetujuan Technical Kementerian atau Lembaga yang

Assistance Agreement (TAA) serta bisa berdampak pada penundaan

perbedaan kebutuhan Operational program ini, sehingga dukungan

Requirement (Opsreq) pada kedua pemerintah terkait anggaran sangat

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEBANGKRUT AN BANK TERHADAP H ARG A SAHAM PADA PE RUSAH AAN PERB ANKAN YANG TERDAFT AR DIBURSA E FE K INDONESIA DEBBY LIKUMAHUA1 likumahuwadefrilyayahoo.co.id ABSTRACT - View of Analisis Kebangkrutan Bank terhadap Harga Saham pada Perusahaan Perb

0 0 25

View of FENOMENA JANUARY EFFECT DI BURSA EFEK INDONESIA (STUDI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI LQ45 PERIODE 2010-2013)

0 0 16

ANALISIS PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, DAN DIVIDEN TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PERUSAHAAN (STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA PADA TAHUN 2011-2014) SHABRINA WULANDARI SANUSI

0 1 18

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP CITRA PERUSAHAAN HIGH PROFILE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TERESIA OVILDA

1 2 26

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR MAKROEKONOMI TERHADAP RETURN PASAR DI BURSA EFEK INDONESIA SURAMAYA SUCI KEWAL

0 0 23

PENGARUH PROFITABILITAS, OPINI AUDITOR, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KETEPATAN WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN di BURSA EFEK INDONESIA PERIODE TAHUN 2012-2014 HEFI DWI OKTAVIA

0 0 17

View of THE INSTRUCTION TO OVERCOME THE INERT KNOWLEDGE ISSUE IN SOLVING MATHEMATICAL PROBLEM

0 0 8

View of PEMBELAJARAN DIMENSI TIGA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SMA NEGERI 2 TANJUNG RAJA

0 0 6

IMPLEMENTATION OF INDONESIAN-MALAYSIA MOU COMMON GUIDELINES ABOUT FISHING PROTECTION IN ILLEGAL FISHING HANDLING IN THE MALAKA STREET

0 0 32

PENINGKATAN FEMALE PEACEKEEPERS INDONESIA DALAM MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN PBB THE DEVELOPMENT OF INDONESIAN FEMALE PEACEKEEPERS IN THE UNITED NATIONS PEACEKEEPING MISSION

0 0 18