Pada hakikatnya, kajian pluralisme hukum menerangkan relasi antara masyarakat dengan berbagai sistem hukum yang bekerja di dalamnya (Benda-Beckmann, 2005);

  Tim Pengajar Hukum dan Masyarakat

  Pada hakikatnya, kajian pluralisme

  • hukum menerangkan relasi antara

    masyarakat dengan berbagai sistem

    hukum yang bekerja di dalamnya (Benda-Beckmann, 2005); Sebagai pemikiran kritis atas dominasi
  • pemikiran sentralisme dan positivisme

  (Grifths, 2005) mengemukakan pemikiran ttg sentralisme hukum (Lidwina, 2011): pemikiran yang melihat hukum semata

   sebagai produk negara dan berlaku seragam utk semua pribadi yg berada di wilayah yurisdiksi negara tsb;  hukum merupakan kaidah normatif yang

  Pemikiran positivisme hukum (ibid):

  

  Sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu alam shg konsekuensinya perumusan dan praktik hukum tidak dilakukan secara acak namun terstruktur, rasional dan logis berdasarkan asumsi dan asas-asas hukum tertentu;

  

  Masyarakat dilihat sbg entitas yang statis dan dianggap tidak mampu memproduksi

  

Berapa batas usia dewasa?

   Pada awalnya (Abad 19), keanekaragaman sistem hukum di masyarakat ditanggapi sebagai gejala evolusi hukum;

  

Pada Abad 20, realitas tsb dilihat sebagai

gejala pluralisme hukum yang muncul seiring dengan banyaknya negara yang

   Para legal pluralist pada masa permulaan (1970-an)mengajukan konsep pluralisme hukum yang mengacu pada adanya lebih dari satu sistem hukum yang secara bersama- sama berada dalam lapangan sosial John Grifths: Legal pluralism is the fact, legal centralism is

a myth, an ideal, a claim, an illusion. By legal

pluralism I mean the presence in a social feld

of more than one legal order Kondisi pluralistik dilihat sebagai weak legal pluralism atau strong legal pluralism

  Sally F. Moore: Konsep pluralisme hukum merujuk

kepada situasi normatif yang heterogen berdasarkan adanya fakta bahwa tindakan sosial selalu dilakukan dalam konteks bidang-bidang sosial yang a. Pemetaan (mapping)  terdapat beberapa sistem hukum yang berada bersamaan dalam suatu lapangan sosial dan menentukan batasan di antara sistem hukum tersebut (sistem hukum negara dan sisem hukum lain di luarnya, seperti hukum adat dan hukum agama);

  b. Meneliti adaptasi maupun kompetisi yang dilakukan anggota masyarakat terhadap beberapa sistem hukum tersebut  melihat c. Mengkaji pilihan individu anggota masyarakat dalam menentukan sistem hukum dan metode penyelesaian sengketa yang digunakan;

  d. Menstudi pengaruh antara sistem hukum dan kebijakan internasional terhadap konteks hukum dan kebijakan nasional dan lokal  dikenal sebagai kajian pluralisme hukum berperspektif global. Melalui kajian ini dijelaskan banyak hal terkait hubungan antara hukum dan masyarakat yang sedang berubah karena proses globalisasi,

   Kondisi pluralitas di masyarakat menuntut pemahaman bahwa di dalam kemajemukan tersebut perlu diberikan perhatian kepada persoalan: “Bagaimanakah segala macam peraturan perundangan beroperasi (bekerja) dalam

masyarakat, yang berkaitan dengan bagaimana

   Budaya hukum adalah bagian dari kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat, yang memberi masukan, menjadi penggerak dan selanjutnya memberi output kepada sistem hukum (Sulistyowati, 2000);

   Kekuatan sosial secara terus menerus

   Bagaimana pun hukum berada dalam masyarakat sehingga untuk mengetahui beroperasinya hukum maka harus dilihat bagaimana masyarakat menanggapi, menyikapi atau memberikan interpretasi terhadap hukum, yang akan tergantung

pada apakah hukum tersebut aspiratif dan

  

Maraknya berbagai konfik di sejumlah daerah

menunjukkan bahwa selama ini masyarakat

kurang memiliki peluang untuk mendapatkan

akses kepada hukum dan keadilan sosial;

   Banyak kasus hukum yang berpretensi memunculkan konfik membutuhkan penjelasan secara sosiologis-antropologis, di antaranya

   Signifkansi pluralisme hukum dalam konteks ini adalah untuk menjelaskan situasi empirik di

dalam masyarakat di mana terdapat lebih dari

satu sistem hukum pada bidang sosial yang sama;

   Yaitu dengan memanfaatkan cara pandang antropologi hukum yang melihat hukum sebagai bagian dari kebudayaan yang memiliki

  

  Pluralisme hukum pada masa awal (klasik) diartikan sebagai ko-eksistensi antara berbagai sistem hukum dalam lapangan sosial tertentu yang dikaji dan sangat menonjolkan dikotomi antara hukum negara dan berbagai macam hukum non-negara;

  

  Pluralisme hukum baru dikaitkan dengan “hukum yang bergerak” dalam ranah globalisasi, di mana hukum dari berbagai penjuru dunia bergerak memasuki wilayah yang tanpa batas sehingga terjadi persentuhan, interaksi, kontestasi, dan

   Artinya: globalisasi adalah juga persebaran nilai, konsep, dan hukum dari berbagai penjuru dunia menuju berbagai penjuru dunia;

   Globalisasi juga diiringi oleh proses glokalisasi di mana nilai-nilai “lokal” (setting politik dan konteks) di bawa dari satu tempat ke tempat lain;

   Bagaimana hukum dari “luar” ketika masuk ke dalam wilayah nasional? a.

  Bisa jadi hukum int’ akan direproduksi walau mungkin tetap dianggap sebagai hukum “asing”; b.

  Bisa jadi hukum “asing” itu menjadi “hukum

   Bagaimana tanggapan masyarakat di tingkat lokal?

  Dalam situasi seperti ini latar belakang sosial dan politik pada tingkat lokal

sangat menentukan bagaimana mereka

menanggapi hukum dari “luar”: a.

  Bisa terjadi kontestasi ; b. Atau justru nilai-nilai lokal mengalami

   Dalam “globalisasi hukum” dapat dijumpai adanya mobilitas aktor dan

organisasi yang menjadi media bagi lalu

lintas bergeraknya hukum;

  Contoh: a.

  Buruh migran; b. Pedagang, ekspatriat; c. Diplomat; d. NGO;

  End of Slides