BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Perbedaan Abnormal Return dan Trading Volume Activity (TVA) Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split (Studi Kasus pada Perusahaan Go Public di BEI yang Melakukan Stock Split Tahun 2009-2013)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar modal di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta masyarakat yang terjun ke pasar modal. Pasar modal berfungsi sebagai mediator yang mempertemukan pihak yang mempunyai kelebihan dana (investor) dengan pihak yang membutuhkan dana (emiten) untuk melakukan aktivitas perdagangan. Investor menentukan dan memilih pada perusahaan mana mereka akan menanamkan dananya dengan harapan memperoleh return yang optimal, sedangkan perusahaan yang memperoleh tambahan dana dari investor menggunakan tambahan dana tersebut untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan sehingga laba perusahaan dapat meningkat. Peningkatan laba tersebut akan meningkatkan return yang diberikan perusahaan kepada investor, sehingga kesejahteraan perusahaan dan investor dapat tercapai.
Dalam membuat suatu keputusan untuk memilih portofolio investasi yang menguntungkan, para investor memerlukan informasi. Informasi menjadi pertimbangan bagi investor untuk melakukan atau tidak melakukan keputusan penanaman modal serta mengurangi resiko dan ketidakpastian dari investasi tersebut. Salah satu informasi yang tersedia di pasar modal adalah pengumuman pemecahan saham (stock split).
Menurut Susiyanto (2004) dalam Hamzah (2006: 24), stock split merupakan salah satu bentuk aksi korporasi untuk meningkatkan jumlah saham yang beredar dengan cara memecah nilai nominal saham menjadi nilai nominal yang lebih kecil berdasarkan rasio stock split yang ditentukan, dimana perubahan nilai tersebut hanya mengakibatkan penambahan jumlah lembar saham, tetapi tidak mengubah jumlah modal ditempatkan dan modal disetor atau tidak akan mengurangi atau menambah nilai investasi dari pemegang saham atau investor. Ketika selembar saham dipecah menjadi n lembar saham, maka nilai nominal per lembar saham baru menjadi 1/nnilai nominal saham sebelum pemecahan saham.
Dengan demikian, nilai ekuitas perusahaan tetap atau tidak berubah, dengan kata lain stock split tidak mempunyai nilai ekonomis. Oleh karena itu, stock split sebenarnya hanya suatu kosmetika saham agar saham terlihat lebih menarik bagi investor. Namun, pada kenyataannya masih terdapat beberapa perusahaan yangtetap melakukan aktivitas stock split. Hal ini mengindikasikan dan membuktikan bahwa stock split merupakan alat yang penting dalam praktek pasar modal.
Jumlah perusahaan yang melakukan pemecahan saham (stock split) dari tahun 2009-2013 di Bursa Efek Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini:
Tabel 1.1 Jumlah Emiten yang Melakukan Stock Split di BEI Tahun 2009-2013Tahun Stock Split 2009
2 2010
6 2011
11 2012
13 2013
11 Jumlah
43 Sumber:(data diolah) Keputusan perusahaan melakukan stock splitumumnya dilakukan pada saat harga saham dinilai terlalu tinggi sehingga akan mengurangi minat investor untuk membeli saham tersebut.Harga saham yang cenderung lebih rendah setelah terjadinya stock splitakan menyebabkan investor tertarik untuk membeli saham sehingga akan meningkatkan volume perdagangan saham. Para ahli keuangan yakin bahwa suatu saham memiliki kisaran rentang optimal, dimana jika harga saham perusahaan berada pada rentang tersebut maka nilai perusahaan dapat dimaksimumkan. Cara yang digunakan emiten untuk mempertahankan saham yang dimiliki agar berada pada rentang perdagangan yang optimal (optimal trading range ) dan menjadikan saham lebih likuid adalah dengan stock split.
Teori yang mendasari keputusan pemecahan saham oleh perusahaan antara lain signaling theory dantrading range theory. Berdasarkan
signalingtheory ,peristiwa pemecahan saham dipandang sebagai sinyal positif
karena manajer perusahaan ingin menginformasikan prospek masa depan yang baik dari perusahaan kepada publik. Alasan sinyal yang positif ini didukung dengan kenyataan bahwa perusahaan yang melakukan stock split merupakan perusahaan yang mempunyai kinerja yang baik. Menurut Copeland (1979) dalam Jogiyanto(2003:419), stock split mengandung biaya yang harus ditanggung, oleh karena itu hanya perusahaan yang mempunyai prospek bagus saja yang mampu menanggung biaya tersebut dan sebagai akibatnya pasar bereaksi positif terhadap
stock split . Pemecahan saham yang dilakukan perusahaan diinterpretasikan oleh
investor sebagai sinyal yang menguntungkan dimana hal tersebut ditunjukkan dengan adanya abnormal return yang positif di sekitar pengumuman stock split.
Apabila pengumuman stock split mengandung informasi maka pasar akan bereaksi setelah pengumuman tersebut diterima. Reaksi pasar ini tercermin dari harga pasar yang berubah-ubah, hal ini disebabkan karena pasar memproses pengumuman yang masuk dan akan mengevaluasi kandungan informasi yang terdapat pada pengumuman tersebut. Reaksi ini dapat diukur dengan adanya
abnormal return , yaitu return yang diperoleh atas suatu sekuritas di luar dari return yang diharapkan para investor pada tingkat resiko tertentu (Firmansyah dan
Evony, 2007:251). Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya abnormal return yang positif, artinya terjadi kenaikan harga saham perusahaan yang dapat meningkatkan return bagi pemegang saham. Apabila pasar bereaksi negatif maka
abnormal return bernilai negatif,artinya terjadi penurunan harga saham (Almilia dan Emanuel, 2005:3).
Trading range theory menyatakan bahwa stock split dapat meningkatkan
likuiditas perdagangan saham. Copeland (1979) dalam Rohana et al.(2003: 611) menyatakan bahwa alasan dilakukannya pemecahan saham berkaitan dengan likuiditas perdagangan saham adalah untuk mencapai optimal range harga saham sehingga dapat menciptakan pasar yang lebih luas. Pemecahan saham akanmembawa harga sahampada tingkat yang lebih rendah dandiyakini mampu menarik para investor untuk membeli saham sehingga membuat saham tersebut lebih aktif diperdagangkan di pasar modal. Likuiditas saham dapat dicerminkan oleh volume perdagangan saham yang diukur dengan Trading Volume Activity (TVA). Apabila semakin banyak jumlah saham yang diperjual-belikan, makavolume perdagangan saham akan meningkat sehingga membuat saham tersebut semakin likuid.
Berikut ini adalah rata-rata abnormal returndan trading volume
activity saham sebelum dan sesudah stock split yang diwakili oleh perusahaan
sampel yang melakukan stock split pada tahun 2012:
Tabel 1.2 Rata-rata Abnormal Returndan Trading Volume ActivitySebelum dan Sesudah Stock Split Tahun 2012No Kode Nama Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Saham Perusahaan Abnormal Abnormal TVA TVA
Return Return Sebelum Sesudah
Sebelum SesudahSt Stock Stock
Stock Split ock Split Split Split
1. PTRO Petrosea Tbk 0,01388 -0,02051 0,00173 0,00522
2. ASII Astra 0,00059 -0,00144 0,00099 0,00093 Internasional Tbk 3.
IMAS Indomobil -0,00887 -0,00784 0,00077 0,00098 Sukses Internasional Tbk 4.
IDKM Indosiar -0,00019 -0,01925 0,0004 0,00032 Karya Media Tbk
5. KLBF Kalbe Farma 0,01285 0,00368 0,00116 0,0006 Tbk
6. SCMA Surya Citra -0,00228 0,00369 0,00007 0,00018 Media Tbk
7. ACES Ace 0,00576 -0,00315 0,00029 0,00056 Hardware Indonesia Tbk
8. BRNA Berlina Tbk -0,00095 0,01285 0,00411 0,00256 Ket: *) Rata-rata abnormal return, TVA saham sebelum stock split = rata-rata dari
abnormal return , TVA saham 7 hari sebelum stock split
- ) Rata-rata abnormal return, TVA saham sesudah stock split = rata-rata dari
abnormal return , TVA saham 7 hari sesudah stock split
Sumber:(data diolah)
Berdasarkan data pada Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan (adanya kenaikan dan penurunan) abnormal return maupun trading volume
activity sebelum dan sesudah stock split. Tabel 1.2 menunjukkan bahwa terdapat 3
emiten yang mengalami peningkatan rata-rata abnormal return saham, yaitu
IMAS, SCMA dan BRNA dan terdapat sebanyak 5 emiten yang mengalami penurunan rata-rata abnormal return saham sesudahstock split, yaitu PTRO, ASII,
IDKM, KLBF dan ACES. Penurunan rata-rata abnormal returnyang sangat drastis terjadi pada saham IDKM, yaitu sebesar -10031% dari -0,00019 (sebelum
stock split ) menjadi -0,01925 (sesudahstock split).Hal ini menunjukkan bahwa stock split tidak diterima sebagai good news, tetapi sebagai bad news bagi investor
sehingga secara empiris belum sesuai dengan signaling theory. Berdasarkan Tabel 1.2 juga dapat diketahui adanya peningkatan rata-rata TVA terhadap 4 emiten, yaitu PTRO, IMAS, SCMA dan ACES. Namun demikian terdapat juga sebanyak 4 emiten yang mengalami penurunan rata-rata TVA sesudahstock split, yaitu ASII, IDKM, KLBF dan BRNA dimana KLBF mengalami penurunan rata-rata TVA saham paling besar, yaitu -50,9% dari 0,00116 (sebelum stock split) menjadi 0,00057 (sesudah stock split). Hal ini menunjukkan bahwa tujuan stock split untuk menjadikansaham semakin likuid tidak tercapai sehingga belum sesuai dengan
trading range theory .
Peristiwa stock splitmerupakan suatu fenomena yang masih diperdebatkan dan menjadi teka-teki di bidang ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya fenomena gap dimana terdapat perbedaan antara teori dengan kenyataan. Secara teoritis, stock split hanya menambah jumlah saham yang beredar, tidak menambah kesejahteraan pemegang saham dan tidak memberikan tambahan nilai ekonomis bagi perusahaan. Tetapi beberapa bukti empiris menunjukkan bahwa pasar memberikan reaksi terhadap pengumuman stock split, bahkan beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil yang tidak konsisten mengenai pengaruhdari pemecahan saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Mc. Nichols dan David (dalam Kurniawati, 2003: 267) menyimpulkan bahwa semakin rendah harga saham, maka hal tersebut menimbulkan bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan akibat melakukan aktivitas split. Aktivitas stock split yang dilakukan oleh perusahaan ini akan diinterpretasikan oleh investor sebagai sinyal bahwa manajer memiliki informasi yang menguntungkan dimana hal tersebut ditunjukkan dengan adanya
abnormal return di sekitar pengumuman stock split.Kesimpulan ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan Farinha dan Nuno (2006) di pasar modal Portugis. Hasil penelitian menemukan adanyaperbedaan abnormal return yang signifikan di sekitar tanggal pengumuman stock split.
Hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan olehUtami
et al . (2009). Penelitian yang mengambil sampel perusahaan manufaktur di BEI
yang melakukan stock split pada tahun 2007-2009 ini membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan abnormal return yang signifikan sebelum dan sesudah stock
split . Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh
Sutrisnoet al. (2000) terhadap perusahaan di Bursa Efek Jakarta yang melakukan kebijakan stock split selama tahun 1995 sampai dengan 1997. Penelitian ini memberikan hasil bahwa tidak terdapat abnormal return yang signifikan sebelum dan sesudah stock split.
Penelitian tentang tujuan pemecahan saham untuk meningkatkan likuiditas yang diproksi pada volume perdagangan saham (TVA) telah dilakukan oleh beberapa peneliti dan menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh Tanjung (2007) terhadap perusahaan yang terdaftar di BEJ tahun 2000-2003 berhasil membuktikan adanya perbedaan volume perdagangan saham yang signifikan sebelum dan sesudah stock split. Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Sutrisnoet al. (2000). Sementara itu hasil yang berbeda diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2003) pada perusahaan yang melakukan stock split periode Juni 1994 sampai Juni 1997 di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa volume perdagangan saham tidak mengalami perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah pemecahan saham.
Adanya fenomena gap dan perbedaan hasil dari beberapa penelitian (research gap) tentang perbedaan abnormal returndan trading volume
activity ,maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang peristiwa stock split . Mengingat setiap tahunnya tidak banyak perusahaan yang melakukan stock split , maka penelitian ini mengambil sampel perusahaan go public di BEIyang
melakukan stock splitdengan periode yang lebih panjang dibandingkan penelitian- penelitian sebelumnya, yaitu tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul:
“Analisis Perbedaan Abnormal Return dan Trading Volume Activity (TVA) Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split (Studi Kasus pada Perusahaan Go Public di BEI yang Melakukan Stock Split Tahun 2009-2013)”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka dirumuskan masalah sebagai berikut: a.
Apakah terdapat perbedaan abnormal returnsaham yang signifikan sebelum dan sesudah stock split? b.
Apakah terdapat perbedaan trading volume activitysaham yang signifikan sebelum dan sesudah stock split?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: a.
Mengetahui dan menganalisis perbedaaan abnormal returnsaham sebelum dan sesudah stock split.
b. dan menganalisis perbedaan trading volume Mengetahui activity sahamsebelum dan sesudah stock split.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, khususnya pihak-pihak yang terlibat di pasar modal. Pihak-pihak yang dimaksud adalah: a.
Bagi investor dan calon investor, sebagai bahan pertimbangan dan informasi tambahan dalam pengambilan keputusan berinvestasi pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham.
b.
Bagi emiten atau perusahaan, sebagai sumber informasi tentang dampak pemecahan saham sehingga dapat digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan perusahaan selanjutnya.
c.
Bagi penulis, penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai stock splitdan implikasinya terhadap pasar saham.
d.
Bagi peneliti lain, sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan pemecahan saham.