BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oleokimia - Sintesis Metil Ester Asam Lemak Dari Minyak Inti Sawit Menggunakan Katalis Kalsium Oksida (Cao)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Oleokimia

  Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyak/lemak alami, baik tumbuhan maupun hewani. Bidang keahlian teknologi oleokimia merupakan salah satu bidang keahlian yang mempunyai prospek yang baik dan penting dalam teknik kimia, pada saat ini dan pada waktu yang akan datang. Produk oleokimia diperkirakan akan semakin banyak berperan menggantikan produk-produk turunan minyak bumi (petrokimia). Pada saat ini, permintaan akan produk oleokimia semakin meningkat. Hal ini dapat dimaklumi karena produk oleokimia mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan produk petrokimia, seperti harga, sumber yang dapat diperbaharui dan produk yang ramah lingkungan.

  Oleokimia didefinisikan sebagai pembuatan asam lemak dan gliserin serta turunannya baik yang berasal dari hasil pemecahan trigliserida yang dikandung minyak atau lemak alami maupun yang berasal dari produk petrokimia. Produk oleokimia dasar yang utama adalah asam lemak, ester asam lemak, alkohol asam lemak, amina asam lemak, serta gliserol yang merupakan produk samping yang juga tidak kalah pentingnya.

  Dari antara produk-produk oleokimia, asam lemak merupakan produk dari bahan oleokimia yang terpenting yang digunakan dalam berbagai jenis reaksi modifikasi kimia untuk menghasilkan berbagai produk alirnya yang berasal dari turunan asam lemak, turunannya dapat diaplikasikan industrial yang berbeda.

  Asam lemak banyak digunakan dalam pembuatan sabun, produk-produk karet, kosmetika, lilin, dan bahan baku untuk produksi turunan amina asam lemak. Disisi lain, aplikasi gliserol pada industri oleokimia juga sangat luas, yang digunakan pada diaplikasikan sebagai surfaktan pada produk-produk kosmetika, toleteries, serta produk pencuci/pembersih, baik untuk kebutuhan rumah tangga, maupun industri seperti tekstil, plastik, pertambangan, dan pengolahan limbah cair pabrik. Tabel (2.1) menunjukkan bidang aplikasi minyak dan lemak pada industri kimia secara luas (Elisabeth, 1999).

Tabel 2.1. Tabel Bidang Aplikasi Minyak Dan Lemak Pada Industri Kimia.

  Asam Lemak dan turunannya Plastik, sabun, kosmetika, bahan pencuci /pembersih, cat, tekstil, industri kulit dan kertas, karet, lubrikan/pelumas.

  Metil ester asam lemak Kosmetik,bahan pembersih/pencuci Gliserol Kosmetika, pasta gigi, farmasetikal, perekat, plastik, resin sintetik, peledak, tembakau

  Asam lemak dan turunannya Kondisioner, dan industri pabrik Biosida Aditif minyak mineral Minyak netral dan turunannya Sabun Minyak pengering Perekat, cat vernis

  Hasil olahan oleokimia dapat dibagi atas beberapa bahan dasar oleokimia dan turunannya yang dapat dilihat pada gambar 2.1. Dimana pada gambar ini dapat dilihat diagram alur proses oleokimia dari bahan baku menjadi oleokimia dan turunan oleokimia, dimana bahan oleokimia berasal dari bahan lemak dan minyak alami serta yang berasal dari bahan petrokimia,

  

Gambar 2.1: Diagram Alur Proses Oleokimia Dari Bahan Dasar Minyak atau

Lemak Menjadi Oleokimia Dan Turunan Oleokimia (Richtler and Knault, 1984).

2.1.1. Asam Lemak

  Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak, umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang. Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda (Wilbraham, 1992).

  Asam-asam lemak mempunyai jumlah atom C genap dari C

  4 hingga C 30 dan ditemukan dalam bahan pangan adalah asam palmitat, yaitu 15 sampai 50% dari seluruh asam-asam lemak yang ada (Ketaren, 2005).

2.1.2. Metil Ester Asam Lemak

  Dalam beberapa waktu terakhir ini, pemanasan global , polusi, dan penipisan sumber bahan bakar fosil untuk dikonsumsi dengan jumlah yang besar sehingga energi biomasa diharapkan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut dan mendapat perhatian international, sebagai sumber bahan bakar yang dapat diperbaharui dan energi yang ramah lingkungan. Bahan bakar biodiesel, metil ester asam lemak (MEAL), diproduksi dengan menggunakan reaksi transesterifikasi dari minyak nabati dan lemak hewani dengan menggunakan metanol yang mengikuti karakteristik dari metil ester asam lemak tersebut. Bahan bakar yang berasal dari nabati tidak mengandung komponen-komponen aromatik, dan gas buangnya dapat di daur ulang dan rendah kandungan SOx dan material-material lainnya yang terkandung didalam gas buang dari bahan bakar fosil (Schuchardt et al., 1998).

  Biodiesel merupakan salah satu perintis teknologi bioenergi, dengan menggunakan minyak nabati yang pertama kali di usulkan oleh mesin berbahan bakar buatan Rudolf diesel, sekitar 100 tahun yang lalu. Ketika Diesel mempresentasikan mesin diesel, dia menggunakan minyak kacang tanah, karena tidak ada bahan bakar spesifik yang cocok dengan mesin sebelum munculnya bahan bakar fosil.

  Penemuan yang original dari Diesel yang menyatakan bahwa minyak nabati dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, namun tingginya viskositas dari minyak tumbuhan sehingga pemanfaatannya tidak dapat diterima (Shay, 1993).

  Modifikasi minyak nabati atau hewani salah satunya dapat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi dengan alkohol rantai pendek menggunakan katalis menghasilkan ester mono alkil (Mittelbach and Ramschmidt, 2004; Knothe et al., 2005). Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa biodiesel dapat dipergunakan dapat dilakukan mengingat biodiesel dan bahan bakar solar memiliki sifat fisik dan kimia yang hampir mirip (Clark et al., 1984).

  Biodiesel dapat diperoleh dari berbagai macam metode seperti reaksi transesterifikasi, esterifikasi, mikroemulsi, pirolisis dan lainnya. Metode reaksi transesterifikasi merupakan metode yang paling sering digunakan dalam memperoleh biodiesel dimana dalam reaksi ini, lemak atau minyak direaksikan dengan alkohol rantai pendek menggunakan katalis. Reaksi transesterifikasi dapat dikatalisis baik oleh katalis homogen seperti NaOH, KOH, H SO , HCl dan lain sebagainya serta katalis

  2

  4

  heterogen seperti enzim, titanium silikat, resin penukar anion, CaO, MgO, ZnO dan lain sebagainya (Pinto et al., 2005; Vasudevan and Briggs, 2008).

  Katalis alkali hidroksida terlarut dalam metanol diketahui dapat digunakan mengkatalisis reaksi transesterifikasi lebih cepat dibandingkan jenis katalis lainnya. Hanya dalam waktu 6 menit saja menggunakan 1% natrium hidroksida sebagai katalis pada suhu reaksi 60 C dapat diperoleh biodiesel dari minyak biji matahari sampai dengan 90% (Freedman et al., 1984). Namun demikian, katalis homogen ini sensitif terhadap asam lemak bebas dan air yang terkandung dalam lemak atau minyak. Asam lemak bebas akan bereaksi dengan katalis alkali tersebut membentuk sabun apabila jumlahnya banyak. Adanya sabun mempengaruhi pemisahan gliserol dan dapat mengurangi produk biodiesel yang dihasilkan. Air yang terdapat dalam lemak atau minyak juga tidak boleh karena akan menyebabkan hidrolisis metil ester oleh adanya katalis asam atau basa (Ma et al., 1998).

2.2. Lemak Dan Minyak

  Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol yang berarti triester dari gliserol (Fessenden, 1989). Suatu lemak tertentu biasanya mengandung campuran dari trigliserida yang berbeda panjang dan derajat ketidakjenuhan asam-asam lemaknya (Cheristie, 1982).

  Lemak dan minyak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, sebagai berikut:

  1. Bersumber dari hewani:

  a. Susu hewan peliharaan: Lemak susu

  b. Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunan oleostearin, oleo oil dari oleostock, lemak babi, dan mutton tallow.

  c. Hasil laut: Minyak ikan sardin, menhaden dan sejenisnya, dan minyak ikan paus

  2. Bersumber dari tanaman:

  a. Biji-bijian palawija: minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedele, Bunga matahari b. Kulit buah tanaman tahunan: kelapa, coklat, inti sawti, babassu, cohune, dan sejenisnya (Hart, 1990)

  Perbedaan umum antara lemak nabati dengan hewani dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut:

Tabel 2.2. Perbedaan Umum Antara Lemak Nabati Dengan Hewani

  Lemak hewani Lemak nabati Mengandung kolesterol Mengandung filtosterol Kadar asam lemak jenuh lebih kecil Kadar asam lemak jenuh lebih besar Mempunyai bilangan Reichert-meissl lebih Mempunyai bilangan polenske lebih besar besar

  Lemak yang lazim meliputi mentega, lemak hewan, dan bagian berlemak dari daging, sedangkan minyak terutama berasal dari tumbuh-tumbuhan termasuk jagung, biji kapas, zaitun, kacang, dan minyak kedelai (Hart,1990).

  Lemak dan minyak dapat dibedakan dari titik lelehnya dimana pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair (Wilbraham, 1992). Meskipun lemak berwujud padat dan minyak berwujud cair, keduanya memiliki struktur organik dasar yang sama (Hart, 1990). Lemak dan minyak pada dasarnya

  Kelarutan minyak atau lemak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya. Asam lemak yang bersifat polar cenderung larut dalam pelarut polar, sedangkan asam lemak non polar larut dalam pelarut non polar. Sifat dan daya kelarutan ini digunakan sebagai dasar pada praktek pengujian-pengujian analitis dan ekstraksi minyak dengan pelarut. Sifat minyak dan lemak yang larut dalam pelarut tertentu digunakan dalam pengolahan minyak secara komersial melalui ekstraksi pelarut.

  Daya kelarutan asam lemak biasanya lebih tinggi dari komponen trigliseridanya, dan dapat larut dalam pelarut organik yang bersifat polar dan non polar. Semakin panjang rantai atom karbon maka minyak dan lemak tersebut akan bersifat non polar, sehingga semakin sukar larut dalam pelarut polar dan sebaliknya. Minyak atau lemak yang tidak jenuh lebih mudah larut dalam pelarut organik daripada asam lemak jenuh dengan panjang rantai atom karbon yang sama. Minyak atau lemak yang asam lemak dengan derajat ketidakjenuhannya tinggi akan lebih mudah larut daripada asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan rendah.

  Salah satu dari beberapa tanaman golongan nabati yang menghasilkan minyak adalah dari bahan kepala sawit, minyak dihasilkan berasal dari inti kelapa sawit yang dinamakan miyak inti sawit (Palm Kernel Oil) (Ketaren, 2005).

2.3. Inti Sawit

  Minyak inti sawti yang baik adalah minyak inti sawit berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang, serta mudah dipucatkan. Bungkil inti sawit yang diinginkan berwarna relatif terang dan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak berubah.Komposisi rata-rata inti sawit ditunjukkan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Komposisi Rata-Rata Inti Sawit ( Bailey, 1950)

  Komponen Jumlah Minyak 47-52 Bahan ekstraksi tidak mengandung nitrogen

  23-24 Protein 7,5-9,0 Air 6-8 Selulosa

  5 Abu

  2 Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40%. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai kompoisis yang tetap. Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dengan minyak inti sawit dapat dilihat pada tabel 2.4 (Ketaren, 2005).

Tabel 2.4. Perbandingan Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Dengan Minyak Inti Sawit (Eckey, 1995)

  Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit

  Minyak Inti Sawit

  Asam kaprilat - 3-4 Asam kaproat - 3-7 Asam laurat - 46-52 Asam miristat 1,1-2,5 14-17 Asam palmitat 40-46 6,5-9 Asam stearat 3,6-4,7 1-2,5 Asam oleat 39-45 13-19 Asam linoleat 7-11 0,5-2

2.4. Katalis

  Produk metil ester asam lemak yang terbentuk (MEAL) harus melewati serangkaian proses lagi untuk mendapatkan MEAL yang murni, yaitu dengan menghilangkan sejumlah katalis, produk samping yaitu gliserin yang masih bergabung dengan MEAL dengan mencucinya menggunakan air dan membutuhkan sejumlah air yang besar untuk memisahkannya, tentunya hal ini memakan biaya produksi yang besar dan bila dibandingkan dengan bahan bakar dari minyak bumi tidak sebanding harganya.

  Untuk mengatasi masalah tersebut, sudah dipelajari beberapa tipe dari pembuatan metil ester asam lemak, yaitu: katalis asam dan basa heterogen (Freedman

  

et al ., 1984), proses superkritikal (Demirbas, 2006), proses enzim (Akoh et al., 2007),

  dan proses katalis heterogen. Katalis heterogen semakin intensif untuk diteliti, hal ini dikarenakan proses produksi yang dan proses pemurnian yang simpel, karena mengurangi penggunaan sejumlah besar air.

2.4.1. Katalis Homogen

  Katalis Homogen dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu katalis homogen asam dan katalis homogen basa.

2.4.1.1. Katalis Asam Homogen

  Katalis Asam Homogen yang biasa digunakan untuk reaksi transesterifikasi seperti sulphur, Phospor, klorida, dan asam sulponik organik, beberapa keuntungan dan kekurangan dari katalis asam homogen untuk reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut ini. Kelebihannya: 1.

  Dapat dilakukan pada reaksi transesterifikasi dengan nilai asam lemak yang tinggi dan air yang banyak.

2. Katalis asam dapat digunakan untuk minyak dengan komponen material yang

  Kekurangannya: Reaksi transesterifikasi lebih lambat dibandingkan dengan katalis basa.

2.4.1.2. Katalis Basa Homogen

  Tipe dari katalis basa yang digunakan untuk transesterifikasi contohnya adalah NaOH, KOH, Karbonat, dan Alkoksida, seperti natrium metoksida, etoksida, propoksida, butoksida. beberapa keuntungan dan kekurangan dari katalis asam homogen untuk reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut: Kelebihannya: 1.

  Lebih cepat hingga 4000 kali dari pada katalis asam untuk reaksi transesterifikasi

  2. Metoksi lebih efektif dibandingkan dengan hidroksi 3.

  Asam lemak bebas dari minyak harus serendah mungkin Kekurangannya: 1.

  Gliserida dan alkohol harus bebas air, karena akan mengakibatkan terjadinya proses saponifikasi, yang akan mengurangi efisiensi katalis dan akan terbentuk gel sehingga gliserol semakin sulit dipisahkan.

  2. Perbandingan molar antara metanol dan minyak harus 6:1 atau lebih tinggi hal ini disebabkan karena perbandingan stoikiometrinya 3:1. (Narasimharao et al., 2007)

2.4.2. Katalis Heterogen

  Katalis heterogen terbagi menjadi dua, yaitu katalis heterogen asam, dan katalis heterogen basa, keuntungan katalis heterogen asam adalah dapat digunakan untuk pembuatan ester dengan asam lemak bebas yang tinggi, tetapi katalis jenis ini memiliki aktifitas yang rendah, membutuhkan waktu reaksi yang lama, dan suhu yang tinggi, beberapa katalis heterogen asam yang telah diteliti adalah logam sulfate oksida (Furuta et al., 2004), asam poli hetero (Narasimharao et al., 2007), karbon amorf sulfonat (Toda et al., 2005), resin asam penukar ion (Lopez et al., 2007). Contoh- contoh katalis heterogen asam dan heterogen basa dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Contoh-Contoh Katalis Heterogen Asam Dan Heterogen Basa

  Katalis asam Katalis Basa Resin penukar ion sulphur Hidrotalsetis (Mg-Al) Amberlist – 15 Oksida, seperti MgO, CaO, La

  2 O 3 , ZnO

  Nafion CaCO

  3 , Ba(OH)

  2 Alumina Zinc aluminat

  Asam heteropoli Logam garam dari asam amino Katalis basa heterogen memiliki keaktifitasan yang tinggi. Katalis CaO merupakan katalis yang sering diteliti, karena sifat basanya tinggi, kelarutannya rendah, harganya murah, dan mudah dikendalikan dibanding dengan KOH (Peterson and Scarrah, 1984). Perbandingan antara katalis homogen dan katalis heterogen adalah sebagai berikut:

2.4.3. Perbandingan Katalis Homogen Dengan Heterogen

  Perbandingan antara katalis homogen dengan katalis heterogen ada terdapat dalam tabel 2.6.

Tabel 2.6. Perbandingan Antara Katalis Homogen Dengan Katalis Heterogen

  Faktor Katalis Homogen Katalis Heterogen Waktu reaksi Waktu reaksi cepat dan Waktu rekasi lebih lambat konversinya tinggi dan konversi tinggi Katalis Katalis tidak bisa Bisa didapatkan kembali didapatkan kembali, harus katalisnya di netralisasi untuk memisahkan produk kimia buangan

  Metodologi Proses Digunakan terbatas Digunakan kontinu Air / asam lemak bebas Sensitif Tidak sensitif Penggunaan katalis kembali Tidak mungkin Mungkin

2.4.4. Katalis Heterogen Logam Alkali Tanah Oksida

  Dalam bagian in akan dibahas mengenai katalis logam alkali tanah oksida, yaitu MgO, CaO, SrO, BaO. Dari penelitian Hatori tentang perbandingan katalis logam alkali tanah oksida yaitu MgO, CaO, SrO, dan pengaruhnya mengenai yield dari metil ester asam lemak untu reaksi transesterifikasi dengan menggunakan logam oksida alkali tanah, dan itu diidentifikasikan bahwa aktifitas katalis yang diurutkan sebagai MgO << CaO < SrO. Hal ini dipengaruhi dari area permukaan, semakin besar luas permukaan maka akan semakin reatif katalis tersebut, sehingga semakin tinggi yield metil ester asam lemak yang dihasilkan, dimana dapat kita lihat luas permukaan dari

  2

  2

  2

  masing-masing katalis yaitu: SrO (2 m /g) < CaO (13 m /g) < MgO (200 m ), dengan

  2

  luas permuakaan 2m /g maka SrO merupakan katalis yang lebih reaktif dibandingkan dengan katalis CaO dan MgO sehingga yield metil ester asam lemak yang dihasilkan dengan menggunakan katalis SrO akan lebih tinggi dari katalis CaO dan MgO, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Hattori, 2004).

  120 100

  80

  60

  40

20 MgO CaO SrO

Gambar 2.2. Pebandingan Yield Metil Ester Asam Lemak Dengan Menggunakan

  Keterangan: Grafik Hitam menyatakan keadaan refluks dengan waktu 30 menit Grafik abu-abu menyatakan keadaan refluks dengan waktu 60 menit

  Karakteristik dari katalis heterogen logam alkali tanah oksida dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Karakteristik Dari Katalis Heterogen Logam Alkali Tanah Oksida

  Catalys Luas Permukaan Volume Pori-pori Lebar Pori-pori

  2

  3

  (m /g) (Cm /g) BaO 0,0637 0,00020 157,984 CaO 5,1262 0,01021 78,973

  SrO 0,0760 0,00030 126,419 MgO 10.1941 0,02825 110,877

  Dengan luas permuakaan yang minum, sehingga mengakibatkan katalis BaO dan SrO lebih kuat dan aktif sebagai katalis, serta menghasilkan persen konversi lebih besar, ketimbang dengan CaO dan MgO, hal ini dikarenakan adanya hubungan antara jari-jari dan sifat alkali dari suatu unsur dalam satu golongan, dimana semakin besar jari-jari akan semakin meningkatkan sifat alkali unsur tersebut.

  Dalam penggunaannya kembali, katalis CaO dan MgO terjadi sedikit perubahan dari yang fresh dan yang telah digunakan, hal ini dikarenakan waktu dan temperature reaksi, sedangkan di lain pihak, katalis BaO dan SrO yang memiliki struktur yang besar sehingga keefektifitasannya akan berkurang, setelah reaksi untuk mendapatkan yield maksimum dari biodiesel, sehingga tidak bisa digunakan beberapa kali untuk mendapatkan yield yang tinggai dari biodiesel (Yan et al., 2008).

  Dalam hasil peneliitiannya menunjukkan bahwa yield dari biodiesel dengan menggunakan katalis heterogen alkali oksida dengan urutan sebagai berikut: BaO>SrO>CaO>MgO. Maksimum biodiesel yield adalah dengan menggunakan katalis BaO, tetapi karena sifat dari katalis BaO yang beracun dan berbahaya,

  Katalis SrO merupakan katalis yang sangat aktif untuk menyelesaikan konversi ke MEAL dalam 0,5 jam, tetapi endapan yang terdapat dalam campuran tidak dapat diamati setelah proses reaksi dan setelah pemisahaan metanol berlebih dalam campuran, produk tersebut bercampur dengan katalis yang kelihatan seperti organosol berwarna putih, tentunya hal ini tidak dapat dikatakan bahwa metil ester asam lemak mudah dipisahkan dari produk yang diperoleh dengan reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis CaO (Kouzu et al., 2007), sehingga katalis CaO cenderung sering digunakan dalam proses transesterifikasi.

2.4.5. Katalis CaO

  Katalis kalsium oksida telah banyak digunakan dalam industri. Penggunaan CaO sebagai katalis logam alkali tanah oksida, yang merupakan katalis golongan heterogen telah banyak diteliti, penggunaan CaO sebagai katalis untuk transesterifikasi menghasilkan 98% metil ester asam lemak yield selama proses reaksi yang pertama kali (Veljkovic et al., 2009).

  Kalsium oksida (CaO) adalah katalis logam oksida tunggal yang sering digunakan untuk sintesis biodiesel, hal ini barangkali dikarenakan harganya yang murah, sifat racun yang rendah, dan ketersediannya yang tinggi (Gryglewicz, 1999).

  Dalam penggunaan katalis CaO sebagai katalis basa diperlukan beberapa penanganan yang hati-hati, karena CaO sangat aktif dan bereaksi dengan H

  2 O dan

  CO2, oleh karena itu, bahan-bahan yang tidak diinginkan tersebut harus dibuang pada

  o suhu tinggi (lebih dari 973 K) (Lo’pez et al., 2007).

  Kereaktifan dari katalis CaO ditentukan dari temperature kalsinasi, Modifikasi CaO menjadi logam organo alami sebagai contoh Ca(OCH

  3 ), Ca(C

  3 H

  7 O 3 ) 2 , menurut

  laporan dari literature lainnya menyebutkan bahwa yield biodiesel sekitar 93% setelah penggunaan 20 kali dari reaksi (Liu et al., 2008).

  Ciri-ciri kalsium oksida (CaO) dapat dilhat dalam tabel 2.8.

Tabel 2.8. Ciri-Ciri Kalsium Oksida (CaO)

  Ciri-ciri Pemaparan Nama Kimia

  Kalsium Oksida Rumus Kimia

  CaO Nama Umum Lime, catx, burnt lime, unstaked lime, fluxing lime, caustic lime

3 Densitas (g/cm )

  3,40

  o

  Titik lebur (

  C) 2572

  o

  Titik didih (

  C) 2850

  Formasi dari pemanasan (kcal/mol) 151,9 Hidrasi dari pemanasan (kcal/mol) 15,1 Kelarutan dari Ca(OH)

  2 (g/100g H

  2 O) 0,219 o

  Temperatur dekomposisi (

  C) 547 Aplikasi Pembuatan gelas, agen pengering, produksi kertas dan pulp, industri gula dan selulosa. (Boey et al., 2010)

  Untuk meningkatkan yield metil ester asam lemak, maka kereaktifan dari katalis CaO harus ditingkatkan, sehingga CaO harus dikalsinasi pada suhu tinggi terlebih dahulu untuk memurnikan CaO tersebut dari pengotor-pengotor lainnya, dari penelitian yang pernah dilakukan terkait kalsinasi dari katalis CaO adalah, Granados

  

et al , melakukan sintesis metil ester asam lemak dengan menggunakan reaksi

  transesterifikasi dari minyak biji bunga matahari dengan bantuan katalis CaO, dimana

  o

  CaO dikalsinasi terlebih dahulu pada suhu 700

  C, disini menunjukkan besar yield

  o

  yang tinggi. Kouzu et al, meneliti kalsinasi katalis CaO pada suhu 900 C selama 1,5 jam, dalam proses kalsinasi ini CaO menjadi katalis yang sangat reaktif dalam reaksi transesterifikasi untuk mengubah trigliserida menjadi metil ester asam lemak.

2.5. Transesterifikasi

  Sintesis metil ester asam lemak (MEAL) cara kimia yaitu dengan menggunakan reaksi transesterifikasi dari trigliserida (yang bersumber dari minyak) menjadi alkil ester menggunakan metanol, proses perubahan tersebut dapat berlangsung dalam keadaan katalis asam, basa, atau enzim.

  Secara stoikiometri rasio antara trigliserida dengan alkohol adalah 1:3 dan reaksi akan menghasilkan 3 mol dari alkil ester dari 1 mol trigliserida. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi yang berturut-turut, reaksi reversibel, dengan digliserida dan monogliserida ditempatkan sebagai intermediate (Huber et al., 2006).

  Pada dasarnya tranesterifikasi terdiri atas 4 tahapan:

  • Pencampuran katalis alkali (umumnya sodium hidroksida atau potasium hidroksida) dengan alkohol (umumnya metanol). Konsentrasi alkali yang digunakan bervariasi antara 0,5-1 wt% terhadap massa minyak, sedangakn alkohol digunakan pada rasio molar 9:1 terhadap minyak.
  • Pencampuran alkohol ditambahkan alkali dengan minyak didalam wadah yang dijaga pada temperature tertentu (40-60

  C) dan dilengkapi dengan pengaduk (baik magnetik maupun motor elektrik) dengan kecepatan konstan (pada umumnya pada 600 rpm). Keberadaan pengaduk sangat penting untuk memastikan terjadinya reaksi metanolisis secara menyeluruh dalam campuran. Reaksi metanolisis ini dilakukan sekitar 1-2 jam.

  • Setelah reaksi metanolisi berhenti, campuran didiamkan dan perbedaan densitas senyawa didalam campuran akan mengakibatkan terjadi pemisahan antara metil ester dan pengotor.
  • Metil ester yang sering disebut biodiesel tersebut kemudian dibersihkan menggunakan air destilat untuk memisahkan zat-zat pengotor seperti metanol, sisa

  Pada proses transesterifikasi minyak nabati dihasilkan gliserin sebagai hasil samping selain metil ester atau biodiesel sebagai hasil utama. Reaksi antara minyak atau lemak dengan alkohol merupakan reaksi yang bersifat bolak-balik. Menurut azas Le Chatelier bahwa “ Setiap perubahan pada salah satu variabel sistem kesetimbangan akan menggeser posisi kesetimbangan ke arah tertentu yang akan menetralkan atau meniadakan pengaruh variabel yang berubah tadi (Bird, 1993).

  Dalam proses transesterifiaksi, untuk memisahkan metil ester asam lemak dengan campuran lainnya dapat digunakan dengan metode sentrifugasi (Kawashima, 2008). Secara umum sentrifugasi adalah proses pemisahan dengan menggunakan gaya sentrifugal sebagai driving force. Pemisahan dapat dilakukan terhadap fasa padat cair tersuspensi maupun campuran berfasa cair-cair. Pada pemisahan dua fasa cair dapat dilakukan apabila kedua cairan mempunyai perbedaan rapat massa. Semakin besar perbedaan rapat massa dari kedua cairan semakin mudah dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Semakin mudah dipisahkan yang dimaksud adalah semakin kecil energi yang diperlukan untuk proses pemisahannya.