Jurnal Ergonomi Meningkatkan dan Produktivit

Meningkatkan Produktivitas Kerja dengan Ergonomi
Ahdani Ramdhan Firdhaos
Prodi S1 Desain Produk, Fakultas Industri Kreatif, Telkom University
email: ahdani_x5@yahoo.co.id

Abstract. One of the factors should be considered to decrease work fatigue and
increase productivity, is ergonomics, especially design of chair. Individual perception
to chair is one of the factors that influence comfortable chair. The chair design
research which combine anthropometric techniques and subjective perception to
comfort feeling, has resulted the main principles of the ideal chair. Company or
organization that understand about the importance of ergonomics, always manage
all of the work can be done with ergonomics posture, also with provide work
equipment, such as ergonomics chair.
Key-words: ergonomics, productivity
1. Pendahuluan
Peningkatan produktivitas perusahaan sangat ditentukan oleh keberhasilan
pelaksanaan manajemennya, sehingga dalam dunia usaha sering didengar istilah
The 6M’s of Management yang terdiri atas method, manpower, material, money,
market, and machinery. Dari keenam faktor tersebut yang menjadi penggerak utama
dalam proses peningkatan produktivitas dan keberhasilan dunia usaha adalah
karyawan (manpower).

Pada kenyataannya ada perusahaan yang memiliki hasil produksi yang belum
memenuhi target perusahaan tersebut atau dapat dikatakan memiliki produktivitas
yang cenderung rendah. Output yang dihasilkan tidak sebanding dengan input yang
ada. Di samping itu masih banyak perusahaan di Indonesia yang belum mendapat
sertifikasi ISO, yaitu suatu standardisasi internasional untuk seluruh komponen kerja
suatu perusahaan. Produktivitas kerja karyawan itu sendiri dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri, seperti
pendidikan, kualitas, keahlian, minat kerja, dan kemampuan individu maupun faktorfaktor di luar diri karyawan seperti gizi, kesehatan, sikap dan etika kerja, tingkat
penghasilan, jaminan sosial, kesempatan kerja, serta lingkungan kerja.
Faktor lingkungan tempat manusia bekerja biasa disebut sebagai faktor
lingkungan kerja yang berupa kondisi dimana karyawan bekerja. Kondisi kerja
adalah semua aspek fisik kerja (pencahayaan, ventilasi, kebisingan, tempat duduk
dan meja kerja, dan sebagainya), aspek psikologis kerja (persepsi karyawan
terhadap aspek fisik kerja, hubungan dengan atasan, teman sekerja, dan bawahan,
dan sebagainya), dan aspek peraturan kerja.
Manajemen perusahaan perlu meneliti lingkungan kerja guna memastikan
pengaruh relatif dari faktor-faktor fisik atas keluaran (output). Apabila sikap
manajemen perusahaan cukup tepat dalam membina motivasi pribadi tetapi hasil
kerja tidak memuaskan karena hambatan-hambatan lingkungan kerja, maka
perubahan lingkungan fisik perlu segera dilaksanakan. Hal ini menuntut adanya

penciptaan lingkungan kerja dan pengadaan sarana kerja yang dapat menjamin
keselamatan dan kesehatan para karyawan. Selain itu penciptaan lingkungan kerja

dan pengadaan sarana kerja tersebut seharusnya dapat membuat karyawan
nyaman dalam melakukan pekerjaannya.
Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja, yaitu kelelahan
fisik sebagai akibat jangka pendeknya dan kelelahan psikis sebagai akibat jangka
panjangnya. Kelelahan fisik dapat berupa sakit atau nyeri pada sistem kerangka dan
otot manusia, sedangkan kelelahan psikis dapat berupa rasa jemu atau bosan
terhadap pekerjaan yang dilakukan. Hal ini dikarenakan setiap manusia memiliki
keterbatasan, terutama yang berkaitan dengan aspek fisik dan psikologis. Kelelahan
kerja akan menurunkan kinerja dan keluaran dalam proses produksi dan menambah
tingkat kesalahan kerja.
Satu hal yang perlu mendapat perhatian dalam rangka meminimalkan
kelelahan kerja adalah ergonomi. Salah satu penelitian ergonomi mengenai
rancangan tempat duduk telah memanfaatkan teknik antropometris dan penilaian
subjektif terhadap rasa nyaman. Hasilnya telah membuahkan perumusan pedoman
untuk mengevaluasi sarana tempat duduk dari segi kebutuhan pada umumnya.
Sejauh dapat dipraktekkan, tempat duduk dan permukaan kerja yang dapat disetel
atau keduanya memberikan cara yang efektif untuk mengatasi perbedaan individu.

2. Dasar Teori
2.1 Produktivitas Kerja
Secara umum produktivitas kerja adalah ukuran kuantitas dan kualitas
tampilan kerja (work performance) yang dihasilkan dibandingkan dengan sumber
daya yang digunakan untuk menghasilkan tampilan kerja itu. Dengan perkataan lain,
produktivitas mencerminkan keberhasilan atau kegagalan dalam memproduksi
barang dan jasa dikaitkan dengan kuantitas, kualitas, dan penggunaan sumber daya
yang efisien.
Anoraga (1998, h.56-60) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja antara lain:
1. Pekerjaan yang menarik.
2. Upah yang baik.
3. Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan.
4. Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan.
5. Lingkungan kerja (penerangan, ketenangan, perangkat kerja, seperti tempat
duduk dan meja kerja, sirkulasi udara, dan sebagainya) yang baik.
6. Promosi dan pengembangan diri karyawan sejalan dengan perkembangan
perusahaan.
7. Keterlibatan karyawan dalam kegiatan-kegiatan organisasi.
8. Pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi.

9. Kesetiaan pada pimpinan dalam diri karyawan.
10. Disiplin kerja yang keras.
Dalam mengukur produktivitas kerja, maka pekerjaan itu sendiri harus terlebih
dahulu dibedakan menurut jenisnya.
Meier (dalam As’ad, 1991, h.63) membagi pekerjaan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Pekerjaan produksi, di mana secara kuantitatif dapat dibuat suatu standar yang
objektif.
2. Pekerjaan non produksi, di mana penentuan sukses tidaknya seseorang di dalam
tugas biasanya didapat melalui human judgement atau pertimbangan yang subjektif.

Untuk jenis pekerjaan produksi, hasil produksi seseorang dapat langsung dihitung
dan mutunya dapat dinilai langsung melalui pengujian hasil. Sedang untuk jenis
pekerjaan non produksi, ada beberapa cara yang dapat ditempuh, yaitu penilaian
(rating) oleh atasan, penilaian oleh teman sekerja (peer rating) dan penilaian diri
sendiri (self rating) oleh karyawan.
2.2 Prinsip-prinsip Umum Desain Tempat Duduk yang Ideal

Secara fisiologis sikap atau posisi duduk yang keliru akan berakibat pada
kerusakan tulang belakang (punggung dipaksa melengkung), sakit leher, pinggang,
lutut, dan kaki. Sikap atau posisi duduk yang paling baik adalah sedikit lordosa

(bagian tulang belakang, tepatnya bagian kecil dari tulang belakang di atas pantat,
secara alami melengkung ke dalam atau mencekung) pada pinggang dan sedikit
mungkin kifosa (bagian tulang belakang melengkung ke luar atau mencembung)
pada punggung.
Untuk menunjang sikap atau posisi duduk yang baik, tempat duduk harus
dirancang sedemikian rupa sesuai kriteria dan ukuran-ukuran baku dengan
berpedoman pada ukuran-ukuran antropometris orang Indonesia dan juga
biomekanikanya.
Wickens (1992, h.438-441) mengemukakan prinsip-prinsip umum desain tempat
duduk antara lain:
1. Tempat duduk dapat menegakkan lordosa tulang belakang
2. Tekanan pada sendi dan beban statis dari otot-otot punggung dapat diminimalkan.
3. Postur yang tetap dapat dikurangi.
4. Tempat duduk dapat disesuaikan dengan mudah.
5. Ketinggian dan kemiringan tempat duduk yang sesuai.
6. Kedalaman dan lebar tempat duduk yang sesuai.
7. Perlu ada bantalan tempat duduk.
Sedangkan Singleton (1972, h.30) mengemukakan bahwa ada lima aspek postur
yang ideal dari posisi duduk, yaitu:
1. Aspek keseluruhan tubuh. Tempat duduk dan meja kerja memungkinkan ada

variasi kecil dari seluruh postur termasuk pergerakan dari bagian tubuh yang tidak
aktif.
2. Aspek kepala dan leher. Elemen display yang utama seharusnya memiliki
ketinggian tepat di depan mata agar kepala seimbang dengan bahu membentuk
garis pandang horizontal. Tempat duduk seharusnya dapat menyangga kepala dan
leher agar pergerakan kepala yang cepat dan sering dapat dicegah.
3. Aspek batang tubuh. Tempat duduk memiliki sandaran punggung yang cocok
dengan lokasi permukaan kerja agar pelengkungan tulang belakang yang berlebihan
sebagai usaha untuk menstabilkan otot dapat dikurangi, memudahkan bernafas, dan
mempertahankan stabilitas maksimum.
4. Aspek bagian atas tubuh (lengan). Kursi memiliki sandaran tangan agar lengan
atas seluruhnya vertikal dan lengan bawah horizontal.
5. Aspek bagian bawah tubuh (tungkai). Meliputi ukuran, ketinggian, dan kedalaman
tempat duduk yang dapat disesuaikan dan bila perlu ada sandaran kaki.

Tabel 1.1 Antropometri ukuran tubuh manusia

DIMENSI TUBUH

PRIA

5%

WANITA
X

95%

S.D

5%

X

95%

1.Tinggi
Tubuh 1.523
pada Posisi Tegak

1.632


1.732 61

1.464 1.563

1.662 60

2.Tinggi
Badan 809
pada Posisi Duduk

864

919

33

775

834


893

36

3.Tinggi Mata pada 694
Posisi Duduk

749

804

33

666

721

776


33

4.Tinngi Bahu pada 523
Posisi Duduk

572

621

30

501

550

599

30

5.Tinggi Siku pada 181

Posisi Duduk

231

282

31

175

229

283

33

6.Lebar Bahu

382

424

466

26

342

385

428

26

7.Lebar Pinggul

291

330

371

24

298

345

392

29

8.Panjang Tangan

161

176

191

9

153

168

183

9

Tabel 1.2 Antropometri pengguna kursi

(a)

(b)

(c)

(d)

S.D

Gambar 1.1 (a) Biomekanika Manusia dalam Posisi Berdiri. (b),(c),(d) Biomekanika
Manusia dalam Posisi Duduk
3. Pembahasan
3.1 Pengaruh Persepsi terhadap Tempat Duduk terhadap Produktivitas Kerja
Kelayakan dan tatanan suasana kerja serta perangkat kerja dapat
mempengaruhi kenyamanan dan produktivitas kerja. Hasil survey yang dilakukan
oleh Harris (dalam Evans, 1984, h.259) menunjukkan bahwa karyawan dan para
eksekutif merasa bahwa pengadaan sarana-sarana tambahan yang memadai
(seperti penerangan, temperatur, dan tempat duduk) mempengaruhi produktivitas
kerja. Sebagian besar karyawan merasa ketegangan tulang punggung tidak
berkaitan dengan pekerjaan tetapi berkaitan dengan tempat duduk yang tidak
nyaman.
Tempat duduk dan meja sebagai permukaan kerja mempunyai pengaruh
yang penting terhadap kondisi fisik seseorang dan menjadi sarana penunjang utama
dalam bekerja. Tempat duduk harus dapat memberikan kenyamanan bagi
pemakainya sehingga dapat mengurangi kelelahan orang yang duduk pada saat
orang tersebut bekerja (Sutanto, dkk., 1999, h.121).
Dalam satu hari kerja (kurang lebih 8 jam) karyawan menghabiskan 90
persen dari waktu kerjanya dalam posisi duduk berhadapan dengan meja. 10 Persen
sisa waktu tersebut dimanfaatkan untuk istirahat makan siang. Apabila tinggi, posisi
atau bentuk tempat duduk yang digunakan karyawan dalam bekerja tidak dirancang
sebagaimana mestinya maka akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman,
ketegangan otot yang luar biasa dan rasa letih selama jangka waktu bekerja
(Anastasi, 1993, h.329).
Schuler dan Jackson (1999, h.232) mengemukakan bahwa tempat duduk
yang tidak nyaman dapat menyebabkan cedera punggung para karyawan. Dalam
studi yang dilakukan di Eastman Kodak Company New York, ditemukan bahwa 35
persen dari pekerja yang duduk terus menerus selama bekerja, mengunjungi
departemen medis dengan keluhan sakit punggung selama periode 10 tahun.
Seseorang yang mengalami problem sakit punggung yang menetap ini tidak dapat
bertahan duduk selama lebih dari beberapa jam selama sehari kerja. Akibatnya
pekerja tersebut tidak dapat bekerja dengan baik dan produktivitas kerjanya
menurun (Bridger, 1995, h.59).
Ketinggian optimal untuk tempat duduk dan meja kerja secara positif mempengaruhi
keakuratan energi yang diperlukan untuk aktivitas-aktivitas psikomotorik, misalnya
mengetik. Jadi apabila ketinggian optimal untuk tempat duduk dan meja kerja telah
dipenuhi maka energi yang diperlukan untuk aktivitas-aktivitas psikomotorik tersebut
akan dapat digunakan semestinya dan tidak akan terbuang percuma sehingga hasil
kerja pun akan memuaskan dan produktivitas kerja meningkat.
Salah satu penelitian ergonomi mengenai rancangan tempat duduk telah
memanfaatkan teknik antropometris dan penilaian subjektif terhadap rasa nyaman.
Hasilnya telah membuahkan perumusan pedoman untuk mengevaluasi sarana
tempat duduk dari segi kebutuhan pada umumnya. Sejauh dapat dipraktekkan,
tempat duduk dan permukaan kerja yang dapat disetel atau keduaya memberikan
cara yang efektif untuk mengatasi perbedaan individu (Anastasi, 1993, h.329).
Menurut Pile (Kantowitz dan Sorkin, 1996, h.478) persepsi individu terhadap
tempat duduk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kenyamanan dalam
bekerja. Setiap individu memiliki pandangan yang berlainan terhadap tempat duduk,

karena adanya perbedaan individu masing-masing dalam menerima, menyeleksi
dan mengorganisasi dan menginterpretasikan tempat duduk. Perbedaan tersebut
dikarenakan perbedaan kelima indera. Tempat duduk menurut seseorang mungkin
keras, tetapi untuk orang lain tidak begitu keras.
Apabila karyawan merasakan bahwa tempat duduknya nyaman, maka
kelelahan kerja baik kelelahan fisik (berupa sakit atau nyeri pada sistem kerangka
otot manusia) maupun kelelahan psikis (berupa rasa jemu atau bosan terhadap
pekerjaan yang dilakukan) akan berkurang (Anoraga, 1998, h.110). Apabila
kelelahan kerja berkurang maka tidak akan banyak terjadi kesalahan kerja dan
penyakit akibat kerja. Kecepatan dan ketepatan kerja karyawan pun akan meningkat
sehingga kinerja dan keluaran dalam proses produksi akan meningkat atau dengan
kata lain produktivitas kerja para karyawan akan meningkat dan pada akhirnya dapat
meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi.
4. Kesimpulan
Apabila kelelahan kerja berkurang maka tidak akan banyak terjadi kesalahan
kerja dan penyakit akibat kerja. Kecepatan dan ketepatan kerja karyawan pun akan
meningkat sehingga kinerja dan keluaran dalam proses produksi akan meningkat
atau dengan kata lain produktivitas kerja para karyawan akan meningkat dan pada
akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi.
Daftar Pustaka
Anastasi, A. 1993. Bidang-bidang Psikologi Terapan. Alih bahasa : Aryatmi, dkk. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Anoraga, P. 1998. Psikologi Kerja. PT Rineka Cipta, Jakarta.
As’ad, M. 1991. Psikologi Industri. Liberty, Yogyakarta.
Asri, M.S.W.,& Suprihanto, J. 1986. Manajemen Perusahaan Pendekatan Operasional.
BPFE, Yogyakarta.
Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. Mc Graw Hill, Singapore.
Evans, G.W. 1984. Environmental Stress. Cambridge University Press, Cambridge.
Hendrojuwono, W. 1996. Mempersiapkan Manusia Produktif (Suatu Ulasan dan Gagasan).
Jurnal Psikologi Indonesia. No.1, 35-41.
Kantowitz, B.H.,& Sorkin, R.D.1996. Human Factors: Understanding People-System
Relationship. John Wiley & Sons,Inc, New York.
Kussriyanto, B. 1986. Meningkatkan Produktivitas Karyawan. PT Pustaka Binaman
Pressindo, Jakarta.
Ravianto, J. 1985. Produktivitas dan Mutu Kehidupan. Lembaga Sarana Informasi Usaha
dan Produktivitas, Jakarta.
Schuler, R.S., & Jackson, S.E. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia Menghadapi Abad
Ke-21. Alih bahasa: Abdul Rosyid dan Peter Romy Yosy Pasla. Erlangga, Jakarta.

Singleton, W.T. 1972. Introduction to Ergonomics. World Health Organization, Jeneva.
Sutanto, D.W, Hartanti, & Tjahjoanggoro, A.J. 1999. Hubungan Persepsi Terhadap Tempat
Duduk, Beban Kerja, dan Karakteristik Pekerjaan dengan Kelelahan Kerja. Anima. Vol. 14No.54, 115-138.
Wickens, C.D. 1992. Engineering Psychology and Human Performance. Harper Collins
Publishers, New York.
Santoso, Gempur. Ergonomi Manusia, peralatan dan Lingkungan. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher. 2004