Manajemen perubahan dan budaya sekolah (8)

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Perubahan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Manajemen
perubahan adalah proses terus-menerus memperbaharui organisasi berkenaan
dengan arah, struktur, dan kemampuan untuk melayani kebutuhan yang selalu
berubah dari pasar, pelanggan dan para pekerja itu sendiri. Perubahan
organisasi adalah proses dimana organisasi bergerak dari keadaan saat ini
menuju kepada sebuah masa depan yang diinginkan untuk menaikan efektivitas
organisasi tersebut (Gareth Jones). Dari definisi tersebut terlihat jika perubahan
organisasi didasarkan pada adanya suatu keinginan adanya perubahan tersebut.
Semua organisasi merupakan bagian dari sistem sosial yang hidup di
tengah-tengah masyarakat. Masyarakat itu sendiri memiliki sifat dinamis, selalu
mengalami perubahan dan perkembangan. Karakteristik masyarakat seperti itu
menuntut organisasi untuk juga memiliki sifat dinamis. Tanpa dinamika yang
sejalan dengan dinamika masyarakat, organisasi tidak akansurvive apalagi
berkembang. Ini berarti bahwa perubahan dalam suatu organisasi merupakan
kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Secara terus menerus organisasi harus
menyesuaikan diri dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
Proses penyesuaian dengan lingkungan merupakan salah satu permasalahan
besar yang dihadapi organisasi modern.

Kecuali perubahan yang bertujuan menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungan, organisasi kadang-kadang menganggap perlu secara sengaja
melakukan perubahan guna meningkatkan keefektifan pencapaian tujuan yang
sudah ditetapkan. Karena sifat dan tujuan setiap organisasi berbeda satu sama
lain maka frekuensi dan kadar perubahan yang terjadinya pun tidak selalu sama.
Organisasi-organisasi tertentu lebih sering mengalami perubahan, sementara
organisasi lain relatif jarang melakukannya.
Dalam organisasi pemerintahan, suatu perubahan akan diciptakan oleh
pejabat yang memimpinnya. Hal ini dilakukan mulai dari pejabat RT sampai
dengan Presiden. Setiap pemimpin memiliki caranya sendiri dalam memimpin
1

organisasi tersebut, ada pemimpin yang hanya mengikuti arus kegiatan
pemerintahan, namun ada juga pemimpin yang memiliki pemikiran untuk sebuah
perubahan.
Organinasi

pemerintahan

harus


memprioritaskan

kebutuhan

warganya,dengan tetap berpegang pada pendirian seorang pemimpinnya untuk
menjadikan wilayahnya lebih baik.
Pada lingkungan pemerintah setingkat Kota, perubahan diciptakan
seorang Walikota. Fenomena yang terjadi sekarang ini banyak walikota yang
berlomba untuk menciptakan perubahan yang lebih baik bagi kotayang
dipimpinnya. Hal ini tentu baik untuk dilakukan, mengingat hal tersebut dapat
memicu pejabat lainnya untuk menciptakan suatu perubahan.
Perubahan terkadang tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang
diharapkan oleh pembuat perubahan. Setiap perubahan pasti memiliki pro dan
kontra, maka dari itu pembuat perubahan harus dapat memperkirakan dampak
akan perubahan tersebut.
Jika kita berikan pertanyaan kepada masyarakat mengenai “siapa walikota
yang hobi membuat taman?” sebagian besar masyarakat pasti akan menjawab
Ridwan kamil, seorang arsitek yang saat ini mendapat amanat dari warga Kota
Bandung sebagai walikota.

Walikota Kota Bandung, Ridwan Kamil, dinilai sebagai salah satu orang
yang identik dengan gerakan perubahan, namanya cukup tersorot oleh media
karena dapat menciptakan perubahan yang signifikan pada kota yang
dipimpinnya.
Ditengah maraknya kekaguman masyarakat mengenai sosok Ridwan
Kamil yang selalu menciptakan perubahan di Kota Bandung, pada awal semester
pertama saat masa jabatannya, Ridwan Kamil harus memberikan himbauan
kepada warganya tentang peraturan baru yang ditetapkan oleh Kepolisian
Daerah Jawa barat yaitu mengenai jam malam di Bandung.
Bandung dikenal sebagai salah satu kota pariwisata yang tidak pernah
tidur, pendapatannya banyak didapat dari kegiatan pariwisata termasuk juga
2

kegiatan wisata di malam hari. Semula kehidupan malam di bandung bisa
dinikmati hingga jam 3 dini hari namun, kini bandung hanya aktif sampai jam 12
malam saja.
Aturan jam malam yang diberlakukan Polda Jawa Barat adalah bahwa
semua tempat hiburan malam dan kegiatan lainnya harus berhenti pada pukul
00.00 WIB. Pemberlakuan itu diterapkan dengan alasan untuk menjaga
keamanan warga Bandung. Hal tersebut pada dasarnya bertentangan dengan

peraturan daerah Kota bandung yang menyebutkan bahwa kegiatan malam
dapat berlangsung hingga pukul 03.00 WIB.
Sebuah kebiasaan tidak mungkin bisa dirubah dengan cepat. Munculnya
peraturan ini memicu adanya konflik pada orang-orang yang pro dan kontra.
Banyak pihak yang merasa hal ini perlu dilakukan dengan alasan keamanan,
banyak juga pihak yang merasa dirugikan secara material karena jam kerja
mereka dibatasi.
Reaksi juga banyak muncul di media sosial. Besarnya kekuatan media
sosial membuat informasi ini cepat beredar sehingga menimbulkan reaksi yang
cepat, semakin banyak orang yang memiliki pendapatnya masing-masing, dan
melakukan tindakan yang berbeda untuk mempertegas pendapatnya. Semakin
banyak orang mendapatkan informasi tersebut, semakin banyak juga reaksi yg
menimbulkan konflik dari berbagai pihak.
Seperti yang disebutkan dalam artikel diatas, bahwa adanya aturan ini
juga menimbulkan korban pada pihak-pihak melawan aturan. Hal ini tentu sangat
disayangkan mengingat perubahan diciptakan untuk keinginan bersama.
Melihat dari fenomena diatas penulis ingin membahas lebih dalam
mengenai perubahan kebijakan jam malam di Kota Bandung. Dan tindakan apa
yang akan dilakukan oleh Walikota Kota Bandung dalam menanggapi hal ini.


3

2. Identifikasi Masalah
Sebuah perubahan dibentuk pastilah tidak dengan suatu alasan yang
asal-asalan,

terutama

dalam

manajemen

perubahan

organisasi

karena

perubahan organisasi melibatkan orang banyak. Perubahan peraturan jam
malam ini dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah Jawa Barat.

Aturan jam malam yang diberlakukan Polda Jawa Barat adalah bahwa
semua tempat hiburan malam dan kegiatan lainnya harus berhenti pada pukul
00.00 WIB. Pemberlakuan itu diterapkan dengan alasan untuk menjaga
keamanan warga Bandung. Pemberlakuan jam malam di kota Bandung
diberlakukann setelah terjadinya peristiwa pembacokan Kapolsek Astana Anyar
saat melerai perkelahian di tempat hiburan di Jalan Sudirman Bandung, pada
awal Januari 2014.
Melihat dari fenomena tersebut, maka indentifikasi masalah yang didapat
yaitu:
a. Bagaimana Manajemen Perubahan dalam Organisasi Pemerintahan yang
seharusnya
b. Apakah tindakan Perubahan Peraturan Jam Malam sudah sesuai dengan
Manajemen Perubahan dalam Organisasi Pemerintahan yang seharusnya

4

KERANGKA TEORI

1. Teori Manajemen Perubahan
Menurut


John Luwis Gillin dan John Philip Gillin “Perubahan sosial

adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara hidup yang telah
diterima karena adanya perubahan kondisi geografi, kebudayaan material,
komposisi penduduk, ideologi, maupun adanya difusi atau penemuan-penemuan
baru dalam masyarakat”.
Definisi lain menurut Holger Nauheimer (Nauheimer, 2007) manajemen
perubahan dapat digambarkan sebagai proses, alat dan teknik untuk mengatur
proses perubahan pada sisi orang untuk mencapai hasil yang diperlukan dan
untuk merealisasikan perubahan secara efektif melalui agen perubahan, tim dan
sistem yang lebih luas.

Dalam Kasali 2006 terdapat beberapa Teori mengenai Manajemen perubahan
yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

6.

Teori Force Field – Kurt Lewin, 1951
Teori Motivasi – Beckhard dan Harris, 1987
Teori Proses Perubahan Manajerial – Beer, 1990
Teori-teori Organizational Development dalam perubahan
Teori perubahan Alfa, Beta dan gama,
Teori Contigency dalam manajemen perubahan – Tannembaum dan

Schmidt, 1973
7. Teori manajemen kerjasama
8. Teori untuk menagatasi resistensi dalam perubahan
9. Model Accounting – Turnaround – Harlan D Plat
Menurut Kurt Lewin, perubahan terjadi karena munculnya tekanantekanan terhadap organisasi, individu, atau kelompok. Jadi, ia memfokuskan
pada pertanyaan “mengapa”, yaitu mengapa individu-individu, kelompok, atau
organisasi berubah. Dari situ ia mencari tahu bagaimana perubahan dapat
dikelola dan menghasilkan sesuatu. Ia berkesimpulan kekuatan tekanan (driving
forces) akan berhadapan dengan keengganan (resistant) untuk berubah. Dari itu
5


ia merumuskan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan,
yaitu :
1. unfreezing

: yaitu suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya
kebutuhan untuk berubah

2. changing

: langkah berupa tindakan, baik memperkuat “driving forces”,
maupun memperlemah “resistant”.

3. refreezing

: membawa organisasi dalam kembali pada keseimbangan

Teori Motivasi merumuskan bahwa perubahan akan terjadi kalau
terpenuhisyarat-syarat berikut: Manfaat-Biaya, manfaat yang diperoleh
lebih besar akibatadanya perubahan. Ketidakpuasan, adanya ketidakpuasan
yang kuat dari keadaan sekarang.

Teori motivasi menyadarkan perlunya melibatkan banyak orang untuk
mewujudkan perubahan yang kendali dipegang oleh pemimpin organisasi yang
berusaha untuk memperoleh dukungan, konsensus dan komitmen. Dalam
menjalankan misi perubahan, teori ini mengadopsi ilmu-ilmu seperti psikologi,
sosiologi dan Antropologi, sehingga seorang pemimpin memiliki peta psikologis
dan budaya organisasi berbasis karakter individu sehinnga dapat meminimalisir
stres dan konflik dalam perubahan.
Teori proses perubahan manajerial. Mengingat perubahan melibatkan
banyak orang dalam organisasi, konsep ini mengendapkan tugas general
manager untuk memperoleh dukungan dan komitmen dari anggota organisasi
dalam melakukan perubahan. Teori ini mengadopsi pula pentingnya upaya-upaya
mengurangi stress.
Teori perubahan alfa beta, dan gamma. Salah satu bentuk intervensi
dalam teori ini yaitu dilakukan dalam bentuk team building. Tetapi dalam studi
ternyata ditemukan tidak semua treatment itu menghasilkan perbaikan sikap
terhadap kelompok, inilah yang disebut beta. Perubahan berikut nya disebut
perubahan gamma, yaitu perubahan yang terjadi karena manusia/ kelompok
melihat adanya faktor atau variable lain yang lebih penting.
6


Disamping teori - teori tersebut, terdapat beberapa penjelasan teori
lainnya, teori inventionis dalam melakukan perubahan organisasi melalui
pengembangan organisasi (organization development), seperti teori interaksi
teknologi dan manusia, team building, dan teori contingency, serta teori-teori
mengatasi resistensi dalam perubahan yaitu komunikasi, partisipasi, fasilitasi,
negosiasi, manipulasi, dan paksaan.

2. Teori Organisasi pemerintahan
Instansi pemerintah atau organisasi pemerintah adalah sebutan kolektif
meliputi satuan kerja/satuan organisasi kementerian/departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, kesekretariatan lembaga tinggi negara, dan
instansi pemerintah lainnya, baik pusat maupun daerah, termasuk Badan Usaha
Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah.
Dalam pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja Daerah, Instansi
pemerintah adalah sebuah kolektif dari unit organisasi pemerintahan yang
menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
meliputi

Kementrian

Koordinator/Kementrian

Negara/Departemen/Lembaga

Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Provinsi, Pemko, Pemkab serta
lembaga-lembaga pemerintahan yang menjalankan fungsi pemerintahan dengan
menggunakan APBN dan/ APBD.
Menurut

Thoha

(2008:36),

organisasi

pemerintah

dibentuk

untuk

mencapai tujuan bersama, yaitu: melindungi kepentingan masyarakat, melayani
kebutuhan masyarakat, dan pada akhirnya tujuan yang paling utama adalah
mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat. Agar dapat mencapai
tujuan organisasi pemerintah tersebut, maka

organisasi pemerintah perlu

dikelola dengan efektif.
Organisasi publik dikatakan efektif apabila dalam realita pelaksanaannya
birokrasi dapat berfungsi melayani sesuai dengan kebutuhan msyarakat (client),
artinya tidak ada hambatan (sekat) yang terjadi dalam pelayanan tersebut, cepat
7

dan tepat dalam memberikan pelayanan, serta mampu memecahkan fenomena
yang menonjol akibat adanya perubahan sosial (faktor eksternal) yang sangat
cepat dan dari faktor internal. (Tangkilisan, 2005:65)
Dalam konteks organisasi publik, perubahan eksternal yang saat ini
direspon adalah tuntutan akan demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas
pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Untuk merespons tuntutan
tersebut maka organisasi pemerintah harus melakukan reformasi internal yang
menyangkut: penyesuaian visi dan misi, menyesuaikan struktur, dan kapasitas
SDM.
Sesuai dengan prinsip penataan organisasi, setelah visi dan misi
dirumuskan tugas berikutnya adalah membagi berbagai tugas untuk dapat
mencapai visi dan misi tersebut dalam unit-unit organisasi yang sudah ada
(Dinas, Badan, dan Kantor) sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI)
unit-unit organisasi tersebut.

8