Konsep Diri Perempuan Penari Striptis (Studi Deskriptif Konsep Diri Perempuan Penari Striptis di Kota Medan)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah
Pengaruh zaman yang memang tak terelakkan telah begitu kuat melanda
negara-negara Barat di mana keterbukaan dan kebebasan menjadi ciri sekaligus
aspirasi masyarakatnya. Seiring dengan arus deras globalisasi teknologi yang
menyeruak ke seluruh permukaan planet ini, maka perkembangan budaya
zaman itu terimbas ke mana mana dengan dampak yang sangat dahsyat.
Kalangan remaja atau anak baru gede (ABG), boleh di kata merupakan generasi
yang paling cepat menyerap dan menerapkan segala jenis produk perubahan
karena mereka adalah kelompok lapisan masyarakat yang paling terpengaruh
langsung oleh budaya populer.
Kita tak dapat menutup mata terhadap pergeseran nilai-nilai budaya
yang terus menerus terjadi akibat perubahan zaman. Pembangunan di satu sisi
menjanjikan perbaikan kondisi hidup, tapi di sisi lain ia juga meninggalkan
bahkan meningkatkan berbagai permasalahan negatif yang tidak kurang
seriusnya. Bahkan tidak jarang dampak destruktifnya lebih cepat menyebar,
lebih kuat dan lebih gawat dibandingkan daya konstruktifnya. Contoh yang
paling aktual adalah seks bebas di kota-kota besar tanah air seperti medan.
Hampir setiap hari kita membaca atau mendengar terungkapnya kasus

berkaitan dengan seks bebas. Itu baru yang terbongkar, belum terhitung berapa
lagi kasus yang tak sempat terungkap.Budaya populer mengangkat tentang
gender, seksualitas, seksisme, feminisme, konsumerisme, lembaga, kekuasaan,
pemberdayaan, eksploitasi dan hubungan antara laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat kontemporer. Hal itu tampak jelas dalam industri-industri
hiburan kelas bawah seperti club malam yang menyediakan penari striptis yang
mengarah kepada budaya populer dari seks positiv (Chaterin, 2007:8).
masuknya budaya modern seringkali menyisihkan nilai-nilai lokal yang
sudah dianut sejak lama dan menjadi ciri kebudayaan setempat (Agus
Susanto,2012:3). Seperti yang telah kita ketahui bahwa pada zaman dahulu
Indonesia masih menganggap bahwa tarian jaipong, gambyong, pendet adalah

1

2

tarian yang indah, namun lama kelamaan asumsi itu mulai ditinggalkan. Hal ini
dapat kita lihat dari semakin sedikitnya anak – anak bangsa kita yang tidak
dapat melakukan tarian tersebut.Perempuan, penari eksotis dan dunia malam
biasanya menjadi masalah bagi setiap orang yang mempunyai nilai moral lebih.

Lebih dalam artian mengikuti norma yang ada dan tidak melenceng pada jalur
yang sudah di tetapkan. Pandangan masyarakat terhadap industri striptis sangat
buruk, bagi masyarakat industri itu dapat mempengaruhi gaya hidup
masyarakat. Sering penari striptis dikaitkan dengan obat obatan berbahaya,
ketergantungan alkohol, organisasi kriminal dan tentunya pada kekerasan
seksual.
Tetapi semua persepsi diatas adalah steorotipe kepada penari striptis
yang sering di salahkan kepada mereka. Di satu sisi, penari striptis juga wanita.
Dalam hal ini sebagian wanita yang berada dalam industri striptis adalah
korban. Striptis adalah tarian, tetapi dalam bentuk yang di lebih lebihkan.
Bentuk yang di lebih lebihkan ini mempunyai ketertarikan yang jelas untuk
melihat cara kerja gender. Seperti Freud ( chaterin,2007:9 ) mempelajari saraf
karena sifat psikologi yang berlebihan mengizinkan dia untuk melihat lebih
mudah cara kerja pikiran dan dengan demikian dapat mengembangkan teori
dari psikologi manusia, begitu juga dengan tarian yang di lebih lebihkan dalam
arti kata lebih dari sekedar tarian.
Selain hal - hal yang telah disebutkan diatas ada beberapa hal lagi yaitu
salah satunya yaitu gaya hidup masyarakat kita sekarang. Hal ini diperkuat oleh
pernyataan yang mengatakan bahwa Kehidupan pribadi para penari erotis
cukup menarik untuk disimak. Mereka rata-rata berusia belia, antara 19 hingga

24 tahunan. Dan kalau diteliti betul wajah mereka rata-rata sebetulnya tidak
cantik-cantik betul, kalau tak boleh dibilang jelek. Adapun hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor penyebab pelaku terjun ke dunia striptis adalah
mayoritas karena pemenuhan kebutuhan ekonomi, sedangkan sisanya karena
pengaruh lingkungan atau teman pergaulan dan karena pemenuhan kepuasan
atau kesenangan semata. Jadi dapat kita simpulkan bahwa tari striptis muncul di
Indonesia karena gaya hidup masyarakat kita yang sudah seperti orang barat,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3

kebutuhan ekonomi yang mendesak, pengaruh lingkungan dan sebagainya
(Agus Susanto,2012:4)
Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang
dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut
dengan bangsa lain dalam (Kaelan dan Zubaidi, 2007:43). Setiap bangsa
mempunyai identitas sendiri-sendiri sesuai keunikan, sifat, ciri-ciri serta
karakter dari bangsa tersebut. Dimana Bangsa Indonesia sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai etika dan norma-norma yang berlaku di Indonesia, namun

sekarang ini banyak terjadi penyimpangan identitas nasional yang terjadi. Salah
satu contoh penyimpangan yang beredar luas adalah tarian striptis. Bahkan
sekarang tarian ini bukan hal yang tabu lagi. Banyak orang yang melakukan
tarian

ini

didepan

umum.

Mereka

tidak

malu-malu

lagi

umtuk


mempertontonkan tubuh bugilnya didepan umum.
Dimana peristiwa ini sangat melanggar dari norma-norma yang ada di
Indonesia. Norma hanya dianggap sebagai suatu aturan yang sudah tidak
berlaku lagi dan hanya sebagai formalitas saja. Jika dipandang dari segi aspek
hukum, tarian striptis ini melanggar dari pasal yang berlaku di Indonesia yaitu,
pasal 281 KUHP yang berisi tentang kegiatan atau praktek striptease adalah
suatu kejahatan yang merusak kesusilaan. Ini merupakan suatu bentuk
pelanggaran asusila yang terjadi di Indonesia (Agus Susanto,2012:5). Industri
striptis menarik perhatian peneliti untuk melihat lebih jelas tentang cara kerja
gender dalam sistem yang di transmisikan, dibentuk dan diselenggarakan.
Situasi seperti ini tentunya akan mempengaruhi konsep diri dari penari striptis,
dimana lingkungan dan pola asuh merupakan salah satu faktor pembentuk
konsep diri seseorang.
Konsep diri dapat dipahami sebagai kemampuan seseorang untuk
mengenali dirinya sendiri. Kemampuan ini sangat penting dibutuhkan oleh
setiap orang, karena tanpa disadari masalah masalah rumit yang terjadi pada
manusia seringkali dan bahkan hampir semua sebenarnya berasal dari individu
tersebut (Rini, 2002:18). Mereka tanpa sadar menciptakan mata rantai masalah
yang berakar dari permasalahan konsep diri atau kemampuan individu menilai

diri sendiri. Manusia mampu berfikir dan menilai yang macam macam terhadap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4

dirinya sendiri maupun orang lain dan meyakini persepsinya yang belum tentu
obyektif, oleh sebab itu muncul permasalahan seperti inferioritas, kurang
percaya diri dan mengkr itik diri sendiri.
Konsep diri berkembang melalui hubungan dan interaksi dengan orang
lain, supaya orang mempunyai konsep diri yang positif maka seseorang tersebut
seharusnya memiliki lingkungan yang aman bagi perkembangan konsep
dirinya. Citra diri atau konsep diri yang positif akan mewarnai pola sikap, cara
pikir, corak penghayatan dan ragam perbuatan yang positif pula, demikian pula
sebaliknya. Citra diri yang negatif akan mewarnai pola sikap, cara pikir, corak
penghayatan dan ragam perbuatan yang positif pula. Berdasarkan pernyataan
tersebut, konsep diri pada seseorang khusunya pada hal ini adalah perempuan
penari striptis menjadi sangat penting untuk diperhatikan karena menurut
penulis, ketika perempuan penari striptis mempunyai konsep diri yang positif
maka pola pikir, sikap dan perbuatannya akan positif pula, namun ketika

perempuan penari striptis mempunyai konsep diri yang negatif maka pola pikir,
sikap dan perbuatan yang negatif akan lebih besar (Bastman 2005:43)
Pembentukan konsep diri adalah salah satu dari fungsi komunikasi
sosial. Manusia yang tidak akan pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya
tidak akan mungkin memiliki kesadaran bahwa dirinya adalah manusia. Aspekaspek konsep diri seperti jenis kelamin, agama suku, orientasi seksual, rupa
fisik merupakan unsur penting dalam pembentukan identitas sebagai manusia.
Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan
tentang kepribadian manusia (Mulyana, 2007 : 7). Menurut LaRossan dan
Reitzes dalam (West & Turner, 2009) pentingnya konsep diri memiliki dua
asumsi yaitu individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi
dengan orang lain dan konsep diri memberikan motif yang penting untuk
perilaku.
Asumsi individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan
orang lain menyatakan bahwa seseorang membangun perasaan akan diri tidak
selamanya melalui kontak dengan orang lain. Orang-orang tidak lahir dengan
konsep diri artinya seseorang belajar tentang dirinya melalui interaksi. Konsep
diri memberikan motif penting untuk perilaku. Pemikiran bahwa keyakinan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri mempengaruhi perilaku
adalah sebuah prinsip penting.
Mead dalam (West & Turner, 2009) berpendapat bahwa karena manusia
memiliki diri, mereka memiliki mekanisme untuk berinteraksi dengan dirinya
sendiri. Mekanisme ini digunakan untuk berinteraksi dengan dirinya sendiri.
Mekanisme ini digunakan untuk menuntun perilaku dan sikap. Mead melihat
diri sebagai sebuah proses, bukan struktur dalam (West & Turner, 2009 :
102).Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi
interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sesuai dengan konsep
dirinya. Keberhasilan komunikasi interpersonal banyak bergantung pada
kualitas konsep diri seseorang dan konsep diri yang positif lahir pola perilaku
komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi yang
lebih cermat dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain
menafsirkan seseorang dengan cermat pula. Komunikan yang mempunyai
konsep diri positif adalah orang-orang yang terbuka kepada orang lain
(Rakhmat, 1994 : 104)
Berdasarkan konteks masalah diatas peneliti tertarik untuk melakukan
konsep diri perempuan penari striptis. Lokasi penelitian ini dilakukan di

Medan. Club malam tempat perempuan penari striptis bekerja berada di Medan.
Adapun tempat penelitian nya adalah Enterence dan Marin lounge, Peneliti
melihat di setiap club malam terdapat perempuan penari striptis dan peneliti
ingin mengetahui bagaimana konsep diri dari perempuan penari striptis.

1.2 Fokus Maslah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus
masalah dalam penelitian ini adalah: “Konsep diri penari striptis di kota
Medan“

1.3.Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui alasan memilih menjadi perempuan penari striptis
2. Untuk mengetahui hambatan perempuan penari striptis
3. Untuk mengetahui konsep diri perempuan penari striptis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran secara umum kepada masyarakat untuk kemudian
mencari solusi dari masalah sosial tersebut.

2.

Secara akademis, penelitian ini diharapkan menambah atau
memperluas pengetahuan dan dapat bermanfaat khususnya
mahasiswa ilmu komunikasi dan umumnya bagi semua pihak
yang ingin mengetahui atau tertarik dengan hasil penelitian ini.

3.

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan
menambah pengetahuan dan wawasan peneliti maupun orang
lain.


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA