Peran Hubungan Diplomatik Antara Indonesia Dan Filipina Dalam Pembebasan Wni Oleh Kelompok Teroris Abu Sayyaf Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia diciptakan hidup di dunia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial yang memberikan pengertian bahwa manusia memiliki kebutuhan dan
kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan
manusia yang lain.1 Hakekat manusia itu adalah sebagai kepribadian dan
masyarakat. Dua unsur eksistensi ini merupakan suatu kesatuan yang tidak
terpisahkan, sehingga apabila kita substitusikan kepada masyarakat internasional
maka negara dapat dikatakan sebagai kepribadian, sementara kumpulan dari
Negara-negara tersebut dapat dikatakan sebagai masyarakat internasional
(international society).2
Bermula dari konsep manusia sebagai makhluk sosial maka terjadilah
hubungan antar negara. Tidak ada satu negara di dunia ini yang dapat
membebaskan diri dari keterlibatannya dengan negara lain. Karena suatu negara
memiliki kepentingan di wilayah negara lain maka diciptakanlah suatu hubungan.
Dalam rangka menjalin hubungan antar bangsa untuk merintis kerjasama dan
persahabatan perlu dilakukan pertukaran missi diplomatik.
Hampir semua negara pada saat ini diwakili di wilayah negara-negara
asing oleh perutusan-perutusan diplomatik dan stafnya. Missi-missi diplomatik

tersebut sifatnya permanen, meskipun dalam kenyataan pejabat-pejabat yang
Galang Dea Alfarisi, “Manusia Sebagai Makhluk Sosial”, melalui http://galangalfaris.
blogspot.com/html , diakses tanggal 02 Januari 2017 Pukul 21.00 Wib.
2
Ibid.
1

1

Universitas Sumatera Utara

berdinas dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu. Sejalan dengan
perkembangan yang terjadi selama ratusan tahun, lembaga perwakilan diplomatik
telah menjadi sarana utama dengan mana melakukan hubungan antar negaranegara.3
Perwakilan diplomatik merupakan wakil resmi untuk mewakili negara
asalnya dalam melaksanakan hubungan diplomatik dengan negara penerima atau
suatu organisasi internasional. Perwakilan diplomatik di suatu negara ini di
kepalai oleh seorang duta dari suatu negara yang diangkat melalui surat
pengangkatan atau surat kepercayaan (letter of credentials). Dimulai sejak abad
ke-16 dan 17 dimana negara-negara di Eropa sudah mulai melakukan pertukaran

duta-duta besarnya secara permanen dan hal ini sudah dianggap umum pada saat
itu, hal mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik sudah dapat diterima
dalam praktik negara-negara. Pada abad ke-17 sudah dianggap sebagai suatu
kebiasan internasional. Selanjutnya pada pertengahan abad ke-18 aturan-aturan
kebiasaan hukum internasional mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik
telah mulai ditetapkan termasuk harta milik, gedung perwakilan, dan komunikasi
diplomat.4
Tugas perwakilan diplomatik secara umum adalah untuk mewakili
kepentingan negara pengirim di negara penerima dan menjadi penghubung antar
pemerintahan kedua negara. Berdasarkan pada Pasal 3 Konvensi Wina 1961,
tugas seorang perwakilan diplomatik meliputi:5

3

J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika Jakarta, 2000, hlm. 563
Roy Sanjaya, “Tugas Perwakilan Diplomatik”, melalui http://roysanjaya. blogspot. com
.html , diakses tanggal 02 Januari 2017 Pukul 21.00 Wib.
5
Ibid.
4


1

Universitas Sumatera Utara

1. Mewakili negara pengirim dinegara penerima (representasi).
2. Melindungi kepentingan negara pengirim dan kepentingan warga negaranya di

negara penerima dalam batas-batas yang diperkenankakn oleh hokum
internasional (proteksi).
3. Melakukan perudingan dengan pemerintah negara penerima (negoisasi).
4. Memperoleh kepastian dengan semua cara yang sah tentang keadaan dan

perkembangan negara penerima dan melaporkannya kepada negara pengirim.
5. Meningkatkan

hubungan

persahabatan


antara

dua

negara

serta

mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan
Dengan demikian jelaslah bahwa perwakilan diplomatik mempunyai
peranan yang besar dalam menjalin hubungan internasional dengan berbagai
negara. Hubungan Internasioal menjadi penting bagi suatu negara, karena di masa
sekarang diyakini bahwa tidak ada negara yang dapat berdiri sendiri. Dengan
adanya hubungan internasional, pencapaian tujuan negara akan lebih mudah
dilakukan dan perdamaian dunia lebih mudah diciptakan. Dengan demikian tak
satu bangsa pun di dunia ini dapat membebaskan diri dari keterlibatan dengan
bangsa dan negara lain.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hubungan dan kerja sama tersebut
timbul karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian
kekayaan alam dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia.6 Jadi, ada

saling ketergantungan dan membutuhkan antarbangsa. Ketergantungan terjadi

6

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Bandung, 1982,

hlm.62.

Universitas Sumatera Utara

dipelbagai bidang kehidupan baik perdagangan, kebudayaan, ilmu pengetahuan,
keagamaan, sosial maupun olah raga.
Hubungan dan kerja sama internasional juga penting untuk : 7
1. Memelihara dan menciptakan hidup berdampingan secara damai dan adil
dengan bangsa lain.
2. Mencegah dan menyelesaikan konflik, perselisihan, permusuhan atau
persengketaan yang mengancam perdamaian dunia sebagai akibat adanya
kepentingan nasional yang berbeda di antara bangsa dan negara di dunia
3. Mengembangkan


cara

penyelesaian

masalah

secara

damai

melalui

perundingan dan diplomasi yang lazim ditempuh negara-negara beradab, cinta
damai dan berpegang kepada nilai-nilai etik dalam pergaulan antarbangsa.
4. Membangun solidaritas dan sikap saling menghormati antarbangsa.
5. Membantu bangsa lain yang terancam keberadaannya sebagai akibat
pelanggaran atas hak-hak kemerdekaan yang dimiliki.
6. Berpartisipasi dalam rangka ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
7. Menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, kelangsungan keberadaan

dan kehadirannya ditengah bangsa-bangsa lain.
Beberapa faktor yang ikut menentukan dalam proses hubungan
internasioanal, baik secara bilateral maupun multilateral antara lain adalah
kekuatan nasional, jumlah penduduk, sumber daya dan letak geografis. Suatu

7

Ibid, hlm.64

Universitas Sumatera Utara

negara dapat mengadakan hubungan internasional manakala kemerdekaan nya
telah diakui oleh negara lain, baik secara de facto, maupun de jure. Perlunya
kerjasama dalam bentuk hubungan internasional antara lain karena faktor-faktor
berikut: 8
1. Faktor internal, yaitu adanya kekhawatiran terancam kelangsungan hidupnya
baik melaui kudeta maupun intervensi dari negara lain.
2. Faktor eksternal, yaitu ketentuan hukum alam yang tidak dapat dipungkiri
bahwa suatu negara tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dan kerjasama
dengan negara lain.

Suatu negara dalam menjalankan hubungan internasional tentu pernah
mengalami permasalahan dan hambatan. Umumnya permasalahan tersebut akan
diselesaikan melalui jalur diplomatik dengan upaya-upaya diplomasi terlebih
dahulu. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan,
pembentukan dan implementasi kebijakan luar negeri. Diplomasi adalah
instrumen negara melalui perwakilan formal maupun tidak formal, serta aktoraktor lain yang mengartikulasikan, mengkoordinasikan dan mewujudkan
kepentingan yang lebih luas menggunakan korespondensi, pembicaraan rahasia,
pertukaran pandangan, lobi-lobi, kunjungan-kunjungan dan aktivitas lainnya.9
Diplomasi dipahami sebagai bagian yang vital dalam kehidupan negara
dan menjadi sarana utama dalam menangani masalah internasional demi
terwujudnya idealisme perdamaian dunia. Pemerintah melaksanakan diplomasi

8
9

Ibid, hlm.65.
Sumaryo Suryokusumo, Praktik Diplomasi, BP Iblam, Jakarta, 2004, hlm. 1

Universitas Sumatera Utara


dengan tujuan mendapatkan dukungan bagi

terlaksananya kepentingan-

kepentingan nasional. Diplomasi adalah sebuah proses politik untuk memelihara
kebijakan luar negeri suatu negara dalam mempengaruhi sikap dan kebijakan
negara lainnya.10
Kegiatan diplomasi dapat dilakukan secara bilateral maupun multilateral.
Bilateral diplomasi berbasis state-to-state di mana masing-masing negara
menekankan pada efektifitas komunikasi diplomatik melalui perwakilan formal
kedua pihak. Multilateral diplomasi lebih melibatkan banyak pihak, termasuk
beberapa negara dan organisasi internasional. Pemerintah melaksanakan
diplomasi multilateral di mana kesepakatan internasional dibutuhkan dalam isuisu tertentu. Konsep ini mengandung pemahaman liberal yang menekankan pada
pentingnya perhatian khalayak akan keberlangsungan kekuasaan pemerintah.11
Alat utama dalam melaksanakan pekerjaan diplomasi adalah perundinganperundingan dan permusyawaratan-permusyawaratan. Perundingan-perundingan
ini ada yang dilahirkan atau dilaksanakan dengan mengadakan pertemuanpertemuan dan konferensi-konferensi dan ada pula yang dilakukan dengan
perantaraan surat atau pertukaran nota serta yang lainnya.
Menurut hukum internasional dan yang biasa diakui secara umum bahwa
hak untuk membuka hubungan diplomatik itu berasal dari pengakuan sebagai
suatu negara yang berdaulat. Dalam prakteknya, suatu negara memberikan

pengakuan terlebih dahulu dan kemudian membuka hubungan diplomatik. Suatu
negara membuka hubungan diplomatik dengan negara yang lain atas dasar
10
11

Ibid, hlm.2
Ibid, hlm.3

Universitas Sumatera Utara

persamaan hak dan kedaulatan. Para pihak saling mengirim wakilnya ke wilayah
negara yang lain. Selain mengirim wakilnya, juga dirundingkan hal-hal yang
merupakan kepentingan bersama untuk meningkatkan hubungan antar kedua
pihak, mencegah kesalahpahaman ataupun menghindari terjadinya sengketa.
Dengan

demikian

peran


diplomatik

dalam

menyelesaikan

suatu

permasalahan antar negara dengan cara diplomasi adalah suatu hal yang penting
dalam melindungi warga negaranya.

Contoh kasus pentingnya hubungan

diplomatik dalam penyelesaian warga negaranya adalah kasus penculikan warga
negara Indonesia oleh Abu Sayyaf di Filpina. Adanya hubungan kerjasama
tersebut memungkinkan Indonesia dapat membebaskan warga negaranya dengan
melalui upaya diplomatik dengan pemerintah Filipina.
Keberhasilan melalui jalur diplomasi itu tidak lepas dari sinergi yang baik
antara Kemenlu, BIN, dan TNI. Upaya diplomasi yang selama ini dilakukan telah
membuahkan hasil dan cara tersebut sebagai satu-satunya jalan keluar terbaik
yang bisa ditempuh pemerintah Indonesia.12
Secara konstitusi Indonesia tidak memiliki perjanjian dengan pemerintah
Filipina untuk bisa melakukan intervensi secara militer. Indonesia tidak bisa
masuk ke wilayah Filipina untuk membebaskan secara langsung WNI yang
disandera.

13

Penggunaan cara militer untuk membebaskan sandera rawan karena

bakal terjadi kontak senjata yang bisa mengakibatkan korban jiwa di pihak tentara
dan sandera.14

12

http://www.cnnindonesia.com/nasional//pembebasan-sandera-wni-bentuk-keberhasilandiplomasi-ri/ diakses tanggal 02 Januari 2017 Pukul 21.00 Wib.
13
Ibid
14
http://www.cnnindonesia.com/nasional//pembebasan-sandera-wni-bentuk-keberhasilandiplomasi-ri/ diakses tanggal 02 Januari 2017 Pukul 21.00 Wib

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut maka dipilih judul
skripsi ini tentang : "Peran Hubungan Diplomatik Antara Indonesia dan Filipina
dalam Pembebasan WNI Oleh Kelompok Teroris Abu Sayyaf Tahun 2016".
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang adalah:
1. Bagaimana hubungan diplomatik antara satu negara dengan negara lain
menurut hukum Internasional ?
2. Apa saja peran hubungan diplomatik dalam menyelesaikan suatu masalah
khususnya terorisme menurut hukum Internasional ?
3. Upaya apa yang dilakkukan Indonesia dalam memanfaatkan hubungan
diplomatik dengan Filipina sebagai cara untuk membebaskan WNI yang
disandera ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah :
a. Untuk mengetahui hubungan diplomatik antara satu negara dengan negara lain
menurut hukum Internasional.
b. Untuk mengetahui peran hubungan diplomatik dalam menyelesaikan suatu
masalah khususnya terorisme menurut hukum Internasional.
c. Untuk mengetahui upaya Indonesia dalam memanfaatkan hubungan
diplomatik dengan Filipina sebagai cara untuk membebaskan WNI yang
disandera.
2. Manfaat Penulisan

Universitas Sumatera Utara

Seperti pada umumnya dalam setiap penulisan skripsi pasti ada manfaat
yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan dalam penulisannya. Manfaat
secara umum yang dapat diambil dalam penulisan skripsi ini terdiri dari manfaat
yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis.
a. Secara teoritis adalah untuk menambah pengetahuan dalam mempelajari
Hukum Internasional serta dapat bermanfaat untuk memperluas wawasan
mengenai peran hubungan diplomatik antara Indonesia dan Filipina dalam
pembebasan WNI oleh kelompok teroris Abu Sayyaf.
b. Secara praktis, penulisan ini diharapkan

dapat digunakan menjadi acuan

dalam kerangka berpikir bagi upaya dan solusi penyelesaian permasalahan
pembebasan WNI oleh kelompok teroris Abu Sayyaf berdasarkan hukum
internasional.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang
dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
penulisan skripsi terkait dengan judul : “Peran Hubungan Diplomatik Antara
Indonesia dan Filipina dalam Pembebasan WNI Oleh Kelompok Teroris Abu
Sayyaf Tahun 2016” belum pernah ditulis sebelumnya.
Dilihat dari keberadaannya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, karya tulis berjudul sama belum pernah ditulis sebelumnya.
Hanya saja, ada beberapa penelitian mengenai peran hubungan diplomatik Antara
tetapi permasalahannya berbeda yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Nerissa Arviana Lore dengan judul skripsi : Hubungan Diplomatik Palestina
Dengan Negara Lain Dalam Statusnya Sebagai Subjek Hukum Internasional.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah :
a. Bagaimana sebenarnya status Palestina sebagai suatu subjek hukum
internasional dalam perspektif hukum internasional ?
b. Bagaimana hubungan diplomatik yang dilakukan oleh Palestina dengan
Indonesia ?
2. Eric dengan judul skripsi : Hubungan Diplomatik Taiwan Dengan Negara
Lain Dalam Statusnya Sebagai Subjek Hukum Internasional. Permasalahan
dalam skripsi ini adalah :
a. Apa yang dimaksud dengan subjek Hukum Internasional ?
b. Bagaimana membentuk hubungan diplomatik antar negara dan hubungan
diplomatik Taiwan sebagai subjek Hukum Internasional ?
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini
merupakan hasil karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi
orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, refrensi dari
buku-buku, undang-undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu
internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas
keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka
1. Diplomasi
Suatu menjadi pendapat umum bahwa hakekat manusia itu adalah sebagai
kepribadian dan masyarakat. Dua unsur eksistensi ini merupakan suatu kesatuan

Universitas Sumatera Utara

yang tidak terpisahkan, sehingga apabila kita substitusikan kepada masyarakat
Internasional maka Negara dapat dikatakan sebagai kepribadian, sementara
kumpulan dari Negara-negara tersebut dapat dikatakan sebagai masyarakat
internasional (international society).15
Konsepsi di atas membawakan hubungan-hubungan dalam mana
kepentingan yang beraneka ragam saling menjalin secara berkelanjutan yang
semakin hari semakin meluas. Interpedansi antar mereka dalam memenuhi
kepentingan-kepentingan mereka sudah menjadi suatu keharusan. Dengan
perkataan lain, Negara-negara di dunia sekarang ini erat kaitannya satu sama lain,
sehingga apapun yang terjadi misalnya di bidang politik, ekonomi, dan sosial di
suatu bagian dunia pasti akan mempengaruhi bagian dunia lainnya.16
Sejak permulaan sejarah umat manusia, hubungan individu, kelompok,
dan antar bangsa sudah mengenal kaedah-kaedah yang mengatur dan menata
perilaku semestinya dalam hubungan itu sendiri. Kaedah-kaedah tersebut
ditujukan sebagai suatu keabsahan yuridis untuk mengatur perilaku negara-negara
didalam melakukan hubungan-hubungan di antara mereka. Inilah yang disebut
dengan hukum diplomatik. Dalam rangka mempererat hubungan antar bangsa
serta

kerjasama

dan

persahabatan

maka

negara-negara

mengirimkan

perwakilannya ke negara lain. Pengiriman perwakilan negara ke negara lain
dikenal dengan pertukaran misi diplomatik yang sudah dilakukan sejak dahulu.
Perwakilan diplomatik dianggap sebagai wakil dari negara yang diwakilinya dan

15

Mirza Buana, Hukum Internasional Teori dan Praktek, Nusamedia, Bandung, 2007,

16

Ibid

hlm.16

Universitas Sumatera Utara

kedudukannya dipersamakan dengan kedudukan seorang kepala negara pengirim
di negara penerima.17
Definisi diplomat yaitu sebagai orang yang melakukan diplomasi. Kata
diplomat berasal dari bahasa Yunani yaitu “diploma” yang artinya adalah “a letter
folded double” atau surat yang dilipat ganda, kemudian diterjemahkan sebagai
utusan negara yang mengemban tugas ganda. Sehingga dalam kaitannya dengan
hubungan antar negara, diplomat dapat dikatakan sebagai duta negara atau utusan
negara yang ditugaskan ke negara lain sebagai representatif atau untuk
merepresentasikan negara yang telah mengutusnya. Maka dalam menjalankan
fungsinya, seorang diplomat harus bekerja sesuai dengan aturan diplomatik yang
telah berkembang di kalangan negara-negara dunia.18
Definisi mengenai diplomasi sangatlah beragam. Para pakar memberi
definisi yang berbeda. Menurut Wikipedia Indonesia pengertian diplomasi adalah
“seni dan praktek bernegosiasi oleh seseorang yang biasanya mewakili sebuah
negara atau organisasi”. Kata diplomasi sendiri biasanya langsung terkait dengan
diplomasi Internasional yang biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya,
ekonomi, dan perdagangan. Biasanya, orang menganggap diplomasi sebagai cara
mendapatkan keuntungan dengan kata-kata yang halus.19
Menurut the Chamber's Twentieth Century Dictionary, diplomasi adalah
“the art of negotiation, especially of treaties between states; political skill”. (seni
17

Setyo Widagdo dan Hanig Nur Widhiyanti. Hukum Diplomatik dan Konsuler,
Bayumedia Publishing, Malang, 2008, hlm. 35
18
Syahmin AK, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis, Rajawali Pers,
Jakarta, 2008, hlm. 20
19
Edy Suryono, Hukum Diplomatik Kekebalan dan Keistimewaannya, Angkasa, Bandung,
1991, hlm. 34

Universitas Sumatera Utara

berunding, khususnya tentang perjanjian di antara negara-negara; keahlian
politik). Syahrimin mengatakan bahwa diplomasi, yang sangat erat dihubungkan
dengan hubungan antar negara sebagai : Seni mengedepankan kepentingan suatu
negara melalui negosiasi dengan cara-cara damai apabila mungkin, dalam
berhubungan dengan negara lain. Apabila cara-cara damai gagal untuk
memperoleh tujuan yang diinginkan, diplomasi mengizinkan penggunaan
ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuannya.20
2. Hubungan Diplomatik
Definisi hubungan diplomatik adalah salah satu cara yang dipergunakan
dalam hubungan internasional, dengan memakai metode diplomasi atau negosiasi.
Secara tradisional, fungsi perwakilan diplomatik atau agen diplomatik yang
dikirimkan ke negara asing merupakan penyambung lidah pemerintahnya dan
sebagai jalur komunikasi resmi antar negara pengirimnya dengan negara dimana
diplomat tersebut ditempatkan. Selain itu, diplomat tersebut memberikan laporanlaporan kepada pemerintahnya mengenai kondisi dan perkembangan situasi yang
terjadi di negara penerima, melindungi bangsanya yang berdiam di negara
penerima serta meningkatkan hubungan persahabatan antara negaranya dengan
negara penerima. Selanjutnya diplomat tersebut bertugas memupuk kerjasama
dalam bidang ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Sesuai dengan anjuran
dan ketentuan-ketentuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.21
Fungsi perwakilan diplomatik pada dasarnya hanya berhubungan dengan
persoalan politik, tetapi pada saat ini sulit bagi kita untuk memisahkan antara
20
21

Ibid, hlm. 21
Ibid, hlm. 35

Universitas Sumatera Utara

politik dengan aspek kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Oleh karena itulah
fungsi perwakilan diplomatik lama kelamaan juga berubah, bukan hanya
menyelenggarakan hubungan politik saja, tetapi sudah jauh masuk ke bidang
perdagangan, keuangan, perindustrian dan lain sebagainya, yang sebenarnya
merupakan wewenang konsuler.22
3. Hukum Internasional
J.G Starke menyatakan bahwa hukum internasional dapat didefenisikan
sebagai keseluruhan hukum-hukum yang untuk sebahagian besar terdiri dari
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara
merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara
umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum.23
Para sarjana banyak membahas tentang kedudukan hukum internasional
sebagai bagian dari ilmu hukum. Para sarjana tersebut ada yang berpendapat
bahwa hukum internasional tidak dapat digolongkan kedalam kelompok ilmu
hukum tetapi hanya sekedar moral internasional yang tidak mengikat secara
positif, dan ada sarjana yang menyatakan bahwa hukum internasional merupakan
hukum positif yang sudah terbukti menyelesaikan atau mengatur persoalanpersoalan dunia bahkan ada pendapat yang menyatakan hukum internasional
sebagai “world law” atau hukum dunia yang didalamnya ada jaringan, sistem
serta mekanisme dari suatu pemerintahan dunia yang mengatur pemerintahpemerintah dunia.24

22

M. Riza Sihbudi, Konflik dan Diplomasi, Eresco, Bandung, 1993, hlm 27
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.3
24
A. Masyhur Effendi, Tempat Hak-hak Asasi Manusia dalam Hukum
Internasional/Nasional, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 1
23

Universitas Sumatera Utara

Perbedaaan pendapat para sarjana ini disebabkan oleh cara pandang yang
berbeda dalam melihat kedudukan hukum internasional. Hukum internasional
selalu diasosiasikan dengan pemerintahan dalam arti nasional, sehingga ketiadaan
alat-alat atau sistem yang sama seperti negara akan menyebabkan hukum
internasional

selalu

dipandang

tidak

mempunyai

dasar

serta

selalu

diperdebatkan.25
Hukum internasional mengikat secara hukum. Kekuatan mengikat hukum
internasional

ditegaskan

dalam dalam Piagam Pembentukan

Organisasi

Perserikatan Bangsa-bangsa, yang dirumuskan di San Fransisco tahun 1945.
Piagam ini baik secara tegas maupun implisit didasarkan atas legalitas yang
sebenarnya dari hukum internasional. Hal ini juga secara tegas dinyatakan dalam
ketentuan-ketentuan Statuta Mahkamah Internasional yang dilampirkan pada
piagam, dimana fungsi Mahkamah dalam pasal 38 dinyatakan “ untuk
memutuskan sesuai dengan hukum internasional sengketa-sengketa demikian
yang diajukan kepadanya.” Salah satu manifestasi multipartit yang paling akhir
yang mendukung legalitas hukum internasional adalah Deklarasi Helsinki pada 1
Agustus 1975.26
Meskipun hukum internasional mengikat secara hukum, namun pada
faktanya hukum internasional adalah hukum yang lemah (weak law).27 Dalam
sistem hukum internasional tidak ada kekuasaan tertinggi yang dapat memaksakan
keputusan-keputusannya kepada negara-negara, tidak ada badan legislatif
internasional yang membuat ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat langsung
negara-negara anggota disamping tidak adanya angkatan bersenjata untuk
25

Ibid, hlm.2
J. G. Starke, Op. Cit. hlm. 22
27
Ibid, hlm.23
26

Universitas Sumatera Utara

melaksanakan sanksi-sanksi kepada negara-negara pelanggar hukum serta
keberadaan Mahkamah Internasional yang belum mempunyai yurisdiksi wajib
universal untuk menyelesaikan sengketa-sengketa hukum antar negara-negara.
Hukum internasional tidak memiliki badan legislatif internasional untuk
membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur secara langsung kehidupan
masyarakat internasional. Satu-satunya organisasi internasional yang kira-kira
melakukan fungsi legislatif adalah Majelis Umum PBB. Tetapi resolusi yang
dikeluarkannya tidak mengikat kecuali yang menyangkut kehidupan organisasi
internasional itu sendiri.28 Memang ada konferensi-konferensi internasional yang
diselenggarakan dalam kerangka PBB untuk membahas masalah-masalah tertentu,
tetapi tidak selalu merumuskan law-making treaties.29
Pasal 102 ayat (1) Piagam PBB menguraikan bahwa Hukum Organisasi
Internasional ialah cabang dari Hukum Internasional yang dipersatukan oleh
badan PBB30 dan yang semata-mata menyangkut organisasi internaisonal publik
serta terdiri dari perangkat-perangkat norma-norma hukum yang berhubungan
dengan organisasi internasional termasuk badan di bawah naungannya dan pejabat
sipil internasionalnya.
Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional
tidak dapat diragukan lagi, meskipun pada awalnya belum ada kepastian tentang
hal itu31 sehingga memberikan kewenangan baginya sebagaimana diatur hukum
internasional, misalnya membuat perjanjian. Seperti pendapat Mc Nair dalam
28

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, Alumni, Bandung, 2011, hlm. 2-3
29
Ibid. hlm.8
30
Pasal 102 ayat (1) Piagam PBB
31
Mochtar Kusumaatmadja, Op.Cit, hlm. 95.

Universitas Sumatera Utara

bukunya The Law of Traties tentang kewenangan organisasi internaisonal: If fully
sovereign state possesses a treaty power when acting alone, it is not surprising to
find the same power attribute to an international organization which they have
created from the members of which usually sovereign states.32
Hak dan kewajiban organisasi internasional tersebut adalah benar-benar
kewajiban sebagai organisasi internasional dan bukan hak dan kewajiban negaranegara yang menjadi anggota organisasi internasional tersebut secara individual.33
Dalam pembahasan isu internasional juga melibatkan sumber-sumber
hukum internasional sebagaimana termuat dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta
Mahkamah Internasional (International Court of Justice) yaitu:34
a. Perjanjian-perjanjian Internasional (International Conventions)
b. Hukum Kebiasaan Internasional (International Custom)
c. Prinsip umum hukum Internasional (The general principlesof Law Recognized
by Civilized Nations)
d. Putusan-putusan Pengadilan Internasional dan ajaran sarjana ahli (Subject to
the Provisions of Article of 59, Judicial Decisions and the teachings of the
most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for
the determination of rules of law.

32

Mc Nair, The Law Of Trreaties, The Claredon Press, Oxford, 1961, hlm.50
Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, UI Press,
Jakarta, 2004, hlm. 9
34
Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (Statute of The International Court of
Justice)
33

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian Article Agreement of International Monetary Fund
terhitung sebagai perjanjian internasional yang memiliki kekuatan sebagai sumber
hukum internasional.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan
yuridis normatif adalah pendekatan yang melakukkan analisa hukum atas
peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim. Dalam penulisan ini
pendekatan yuridis normatif digunakan untuk meneliti norma-norma hukum yang
berlaku yang mengatur tentang peran hubungan diplomatik antara Indonesia dan
Filipina dalam pembebasan WNI oleh kelompok teroris Abu Sayyaf sebagaimana
yang terdapat dalam perangkat hukum internasional maupun perjanjian
internasional.
Penelitian bersifat deskriptif yaitu menggambarkan peran hubungan
diplomatik antara Indonesia dan Filipina dalam pembebasan WNI oleh kelompok
teroris Abu Sayyaf kemudian dianalisis dan dibandingkan berdasarkan kenyataan
yang sedang berlangsung dan selanjutnya mencoba memberikan pemecahan
masalahnya.
2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer (primary research / authoritative records)35 yaitu bahanbahan hukum yang mengikat yang merupakan landasan utama yang digunakan

35

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2006, hlm.113

Universitas Sumatera Utara

dalam penelitian ini. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian
ini adalah dokumen berupa traktat atau perjanjian internasional sebagai
anggaran dasar dari organisasi ekonomi seperti :
1) Perjanjian-perjanjian Internasional (International Conventions)
2) Hukum Kebiasaan Internasional (International Custom)
3) Prinsip umum hukum Internasional (The general principlesof Law

Recognized by Civilized Nations)
b. Bahan hukum sekunder (secondary research/ not authoritative records)36
yaitu bahan hukum yang menunjang dan memberi penjelasan mengenai bahan
hukum primer seperti buku-buku, jurnal ilmiah dan pendapat para ahli hukum
internasional.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk
guna kejelasan dalam memahami bahan hukum primer dan sekunder37 berupa
kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik

yang digunakan dalam pengumpulan data

adalah

studi

kepustakaan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan landasan dalam menganalisa
data-data yang diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dipercaya maupun tidak
langsung (internet) yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi
ini.

36
37

Ibid, hlm.114.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2005, hlm.52

Universitas Sumatera Utara

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi
dokumen yakni meneliti dokumen-dokumen perjanjian internasional terkait.
Untuk memudahkan penelitian, dilakukan juga pengelompokkan data yang
relevan kemudian tahap penganalisisan untuk pembahasan permasalahan tersebut.
4. Analisis Data

Penelitian ini melakukan analisis data secara kualitatif. Pendekatan
kualitatif digunakan dengan mengutamakan kalimat-kalimat bukan angka seperti
halnya

pendekatan

kuantitatif.

Selain

itu

pendekatan

kualitatif

lebih

mengutamakan dalamnya data dibanding banyaknya data.
Penelitian ini memfokuskan peran hubungan diplomatik antara Indonesia
dan Filipina dalam pembebasan WNI oleh kelompok teroris Abu Sayyaf . Secara
keseluruhan penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan menjabarkan
secara mendalam konsep yang diperlukan dan kemudian diuraikan secara
komprehensif untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini serta penarikan
kesimpulan dengan pendekatan atau metode berikut: 38
a. Metode induktif
Proses yang berawal dari proposisi-proposisi khusus sebagai hasil pengamatan
dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat
empirik.

Data-data

yang

telah

diperoleh

selain

dibaca

ditafsirkan,

dibandingkan juga diteliti demi konfirmasi akan kebenarannya sebelum
dituangkan dalam skripsi.
b. Metode deduktif

38

Bambang Sunggono, Op.Cit, hlm.115.

Universitas Sumatera Utara

Proses yang bertolak dari proposisi umum yang telah diketahui dan diyakini
umum kebenarannya yang merupakan kebenaran ideal bersifat aksiomatik,
tidak perlu diragukan lagi dan berujung pada kesimpulan (pengetahuan baru)
yang bersifat khusus.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab dan setiap bab terdiri dari beberapa subbab yang akan mendukung keutuhan pembahasan setiap bab. Sistematikannya
adalah :
BAB I

: PENDAHULUAN.
Dalam Bab I ini dibahas mengenai latar belakang yang
menjelaskan alasan pemilihan judul penelitian yang kemudian akan
dilanjutkan dengan perumusan masalah dan diikuti dengan tujuan
penelitian serta manfaat dari penelitian. Bab ini juga membahas
mengenai

keaslian

penulisan,

tinjauan

kepustakaan

serta

metodelogi penelitian yang digunakan dan diakhiri dengan
sistematika penulisan.
BAB II

: TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN DIPLOMATIK
Dalam Bab ini berisi tentang : Sejarah Hubungan Diplomatik,
Pengertian, Tujuan dan Fungsi Hubungan Diplomatik, PeraturanPeaturan yang Mengatur Hubungan Diplomatik, Pembukaan
Hubungan Diplomatik dan Ruang Lingkupnya.

Universitas Sumatera Utara

BAB III

: PERAN

HUBUNGAN

MENYELESAIKAN

SUATU

DIPLOMATIK
MASALAH

DALAM
KHUSUSNYA

TERORISME MENURUT HUKUM INTERNASIONAL.
Dalam Bab ini berisi mengenai : Tinjauan Umum Terorisme,
Sejarah Terorisme, Pengertian Teroris dan Terorisme, Terorisme
dalam hukum Internasional dan Kaitannya dengan Hubungan
Diplomatik, Peran Hubungan Diplomatik Antar Negara dalam
Menyelesaikan Suatu Masalah, Hubungan Diplomatik Menurut
Konvensi Wina 1961, Terorisme dalam Konvensi-Konvensi
Internasional.
BAB IV

: UPAYA

INDONESIA

DALAM

MEMANFAATKAN

HUBUNGAN DIPLOMATIK DENGAN FILIPINA SEBAGAI
CARA UNTUK MEMBEBASKAN WNI YANG DISANDERA.
Dalam Bab ini berisi tentang : Diplomasi Sebagai Cara dalam
Penyelesaian Sengketa Masalah, Penggunaan Jalur Diplomasi oleh
Indonesia dengan Filipina dan Pihak Abu Sayyaf dalam
Membebaskan WNI, Diplomasi Sebagai Cara Untuk Meminta
Filipina Mengizinkan TNI Masuk ke Wilayah Filipina Untuk
Membebaskan WNI, Penggunaan Jalur Selain Jalur Diplomasi
dalam Membebaskan WNI yang Disandera oleh Pihak Abu
Sayyaf..
BAB V

: KESIMPULAN DAN SARAN

Universitas Sumatera Utara

Merupakan Bab penutup dari keseluruhan rangkaian bab-bab
sebelumnya yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan
uraian skripsi ini dan dilengkapi dengan saran-saran.

Universitas Sumatera Utara