MAKALAH BIOTEKNOLOGI dan id bab 3

MAKALAH BIOTEKNOLOGI
BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN
“TEKNIK KULTUR JARINGAN TUNAS PEPAYA DENGAN
MENGGUNAKAN
BEBERAPA KONSENTRASI IBA”

OLEH :
INTAN QAANITAH
AMANATUN NISA
KASTURI WAMEPA
LESI RATNA SARI
ARI SUGIARTO
Dosen Pembimbing

08041281419041
08041281419037
08041281419039
08041281419083
08041281419035
: Dra. Sri Pertiwi E M.Si


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017

Universitas Sriwijaya

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmatNya penulisan makalah Bioteknologi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Makalah
Bioteknologi ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kulaih bioteknologi
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Dra Sri Pertiwi E, M.Si selaku
dosen pengasuh yang telah mengarahkan selama mata kuliah Bioteknologi
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah Bioteknologi ini masih
banyak kekurangan dan beberapa kesalahan yang tidak disengaja, namun dalam
hal ini kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan laporan ini
secara cermat.
Oleh karena itu, mohon kiranya dapat dimaklumi selain itu juga kami mohon
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi
terciptanya hasil laporan yang maksimal.Demikian kata pengantar yang dapat
penulis sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.


Inderalaya, 2 Februari 2017

Penulis

Universitas Sriwijaya

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan dan perkembangan bioteknologi tidak dapat terlepas dari kemajuan
dan dukungan ilmu-ilmu dasar seperti: mikrobiologi, biokimia, biologi molekuler,
dan genetika. Kompetensi menguasai bioteknologi tersebut dapat tercapai
manakala pembinaan sumber daya manusia diorientasikan pada kompetensi
meneliti dan menerapkan metodemetode mutakhir bioteknologi. Kemampuan
menguasai dan mengaplikasikan metode-metode mutakhir bioteknologi (current
methods of biotecnology) seperti: kultur jaringan, rekayasa genetik, hibridoma,
kloning, dan polymerase chains reaction (PCR) secara prospektif telah mampu
menghasilkan produk-produk penemuan baru.
Kultur jaringan merupakan pengembangan dari teori sel, yaitu dengan

menumbuhkan sel atau sekumpulan sel (jaringan) pada medium yang
mengandung zat hara yang sesuai dengan kebutuhan sel atau jaringan tanaman.
Jaringan yang ditumbuhkan pada medium padat akan membentuk kalus, yaitu
massa atau kumpulan sel yang tidak beraturan. Kalus yang terbentuk dicacah
menjadi bagian kecil-kecil kemudian dipindahkan ke medium baru, dengan
susunan hara yang tepat supaya kalus dapat tumbuh menjadi tunas dan tanaman
baru yang sempurna.
Pepaya merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang memiliki rasa
manis, bergizi tinggi, dan mengandung serat tinggi sehingga baik untuk kesehatan
dan pencernaan. Pepaya termasuk jenis tanaman poligamus yang terdiri atas
tanaman jantan, hermaprodit, dan tanaman betina (Agnew 1968). Hasil
perkawinan antartanaman akan menghasilkan keturunan yang bersegregasi dengan
proporsi yang berbeda-beda.
Umumnya pepaya diperbanyak melalui biji. Namun, perbanyakan pepaya
melalui biji menghasilkan tanaman yang belum diketahui jenis kelaminnya. Jika
biji berasal dari varietas yang belum stabil secara genetis maka akan terjadi
segregasi yang cukup besar pada keturunannya karena pepaya termasuk tanaman
yang menyerbuk bebas.

Universitas Sriwijaya


Perbanyakan dengan menggunakan teknik kultur jaringan dapat menghasilkan
tanaman yang seragam. Drew (1986) menyatakan bahwa perbanyakan beberapa
genotipe papaya secara in vitro pernah dilakukan di Queensland. Faktor – faktor
yang memengaruhi inisiasi akar dan pertumbuhan kultur jaringan pepaya adalah
garam mineral, auksin, gula, suhu, dan cahaya. Pertumbuhan dan morfogenesis
tanaman secara kultur jaringan dikendalikan oleh keseimbangan dan interaksi zat
pengatur tumbuh (ZPT) dalam eksplan.
Auksin merupakan salah satu ZPT yang sering digunakan dalam kultur
jaringan tanaman dengan dimasukkan ke dalam media tumbuh. Peran fisiologis
auksin adalah mendorong pemanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan
xylem dan floem, serta pembentukan akar. Dalam kultur jaringan, auksin
diperlukan untuk pembentukan klorofil, pertumbuhan kalus, suspensi sel
morfogenesis akar dan tunas. Auksin sintetis terdiri atas indole 3 acetic acid
(IAA), indole 3 butyric acid (IBA), 1-naphthaleneacetic acid (NAA), dan
herbisida yang bersifat auksin (Wattimena, 1992).
Pembentukan akar dan tunas pada perbanyakan tanaman dipengaruhi oleh
rasio konsentrasi auksin dan sitokinin. Rasio konsentrasi auksin dan sitokinin
yang tinggi akan mendorong pembentukan akar, sedangkan rasio konsentrasi
sitokinin dan auksin yang tinggi akan memacu pembentukan tunas (Drew 1986,

1988; Mondal et al. 1990; Reuveni et al. 1990).
Pembuatan kultur jaringan dilakukan dengan berbagai alat dan bahan seperti
Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), autoklaf, oven, timbangan analitik, kertas
lakmus, botol kultur, Erlenmeyer, gelas ukur, sendok kimia, gelas piala, cawan
petri, pinset, pisau bedah, lampu spiritus, hand sprayer, pipet, panci dan
sendoknya, kompor, rak dorong, serta rak kultur yang dilengkapi dengan lampu
fluoresen sebagai sumber cahaya.
Media yang digunakan adalah media dasar MS yang mengandung hara makro dan
mikro. Media dikelompokkan menjadi beberapa stok dengan kode sebagai
berikut: (A) nitratos (NH4NO3 41,25 g dan KNO3 47,5 g); (B) sulfates
(MgSO47H2O 9,25 g, ZnSO47H2O 0,2150 g, MnSO44H2O 0,5575 g,
CuSO45H2O 0,0006 g); (C) holidos (CaCl26H2O 11 g, KI 0,0208 g, CoCl26H2O
0,0006 g); (D) P-B-Mo (KH2PO4 4,25 g, H3BO3 0,155 g, NaMoO4H2O 0,0063

Universitas Sriwijaya

g); (E) Fe-EDTA (FeSO47H2O 0,6950 g, Na- EDTA 0,9325 g); (F) garam organic
(tiamin-HCl 0,0025 g, asam nikotinat 0,0125 g, piridoksin-HCl 0,0125 g, glisin
0,05 g); dan (G) mioinositol 2,5 g. Masingmasing bahan kimia ditimbang lalu
dilarutkan dalam 100 ml akuades steril. Seteah pembuatan stok, kemudian stok

diberi label. Beri zat pemadat 8g/l dan gula pasir 50g/l ditambah 800 ml akuades
steril masukkan dalam stok MS tambahkan IBA dengan perlakuan berbeda yakni
2 ppm, 4 ppm dan 8 ppm , lalu cukupkan dengan akuades. pH diukur sampai 5,8.
Masukkan dalam botol kultur masing – masing 33mL lalu tutup dan sterilisasi
dengan autoklaf.
Lakukan penanaman , biji papaya yang digunakan dikering anginkan
kemudian ambil embriony alakukan dalam LAFC dan rendam biji terlebih dahulu
dalam alkohol 70% selama 15 menit. Tanam embrio selama 1 bulan, setelah
berumur sebulan kecambah dipindahkan ke media, multiplikasi tahap pertama.
Kecambah dipotong pucuknya dan ditanam di media MS + BAP 0,5 ppm. Setelah
berumur satu bulan lakukan subkultur pada media yang sama untuk memperoleh
jumlah eksplan yang banyak. Pada tahap subkultur 4- 5 kecambah baru ditanam
media perlakuan. Tunas yang ditanam mempuyai daun 3-6 helai dan panjang
tunas lebih dari 2 cm.
Parameter yang diamati dan diukur meliputi, Persentase tumbuh akar, dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Persentase per satuan
percobaan tumbuh akar ¿

Jumlah ekspan berakar

x 100
jumlah eksplan yang dita nam

Panjang akar, diukur dari leher akar sampai ujung akar dengan menggunakan
kertas milimeter yang diletakkan di bawah cawan petri. Planlet dikeluarkan dari
botol dan diletakkan pada cawan petri, kemudian planlet diluruskan dengan
bantuan pinset untuk diukur akarnya. Pengamatan dilakukan di dalam LAFC.
Letak tumbuh akar dan kondisi kalus. Pertumbuhan akar diamati secara visual
dengan cara melihat tempat tumbuhnya akar, yaitu pada pangkal planlet atau leher
akar atau di permukaan kalus. Kondisi kalus diamati secara kualitatif berdasarkan
banyak atau sedikitnya kalus yang tumbuh, warna kalus, jenis kalus, dan tempat
tumbuhnya kalus pada pangkal batang atau akar. Kondisi tanaman, dengan

Universitas Sriwijaya

mengamati warna daun dan besar kecilnya batang dari planlet (kevigorannya)
secara visual dan kualitatif. Jumlah tunas besar, dihitung planlet yang panjangnya
lebih dari 0,5 cm, diukur dari ujung titik tumbuh sampai pangkal planlet. Jumlah
tunas kecil, dihitung planlet yang panjangnya kurang dari 0,5 cm, diukur dari
ujung titik tumbuh sampai pangkal planlet.

1.2 Tujuan Makalah
Untuk mengetahui pengaruh penambahan IBA pada teknik kultur jaringan
papaya dengan jumlah konsentrasi yang berbeda.
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh penambahan IBA pada kultur jaringan papaya dengan
konsentrasi yang berbeda?

Universitas Sriwijaya

BAB 2
ISI
Hasil dan Pembahasan
Penambahan beberapa konsentrasi IBA pada media kultur memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap kultur tunas pepaya. Pengaruh beberapa
konsentrasi IBA yang ditambahkan pada media kultur terhadap inisiasi akar dan
pertumbuhan akar tunas papaya.

Dari tabel tersebut dapat dilihat pengaruh konsentrasi IBA akan mempengaruhi
pengaruh akar pada tanaman papaya dengan mengguanakan media dasar MS
dengan penambahan IBA dari keterangan tersebut dapat diketahu makin banyak

konsentrasi IBA makin banyak jumlah kalus dan menghambat pertumbuhan
panjang akar.

Universitas Sriwijaya

Menurut Drew et al. (1993), penambahan IBA 2 ppm menghasilkan persentase
terbentuknya akar yang tinggi dan jumlah akar terbanyak bila dikombinasikan
dengan riboflavin. Persentase terbentuknya akar tertinggi dan akar terpanjang
diperoleh pada media MS yang ditambah IBA 2 ppm. Akar yang kecil dan pendek
muncul dari pangkal planlet, dan kalus yang tumbuh jumlahnya relatif sedikit atau
hampir tidak ada.
Perlakuan penambahan IBA 4 dan 8 ppm menghasilkan kalus yang remah
berwarna putih kemudian akar muncul dari atas kalus. Kondisi akar yang muncul
dari atas kalus dan kalus yang berukuran besar menyebabkan kualitas planlet yang
dihasilkan kurang baik. Apabila diaklimatisasi, biasanya kalus akan membusuk
dan menyebabkan tanaman mati. Jumlah akar yang dihasilkan pada perlakuan
penambahan IBA 4 dan 8 ppm lebih sedikit dan ukurannya lebih pendek. Menurut
Badriah et al. (1998), pada kultur gladiol, pemberian IBA konsentrasi tinggi akan
menghambat pemanjangan akar, sedangkan konsentrasi yang lebih rendah
menghasilkan akar yang lebih panjang.


Berbeda dengan tabel 2 yang memperlihatkan pengaruh konsentrasi IBA pada
jumlah tunas planlet tanaman papaya. Dapat dilihat jumlah tunas dipengaruhi oleh
jumlah konsentrasi IBA jika IBA sedikit yakni dengan konsentrasi 2ppm jumlah
tunas jauh berbeda dengan konsentrasi 4 dan 8 ppm namun tidak berpengaruh
pada tunas kecil.

Universitas Sriwijaya

Penambahan beberapa konsentrasi IBA pada media kultur berpengaruh
terhadap jumlah tunas pepaya. Tabel 2 menunjukkan bahwa penambahan IBA 2
ppm menghasilkan tunas besar yang lebih banyak (2-6 tunas), sedangkan tunas
kecil jumlahnya sedang. Tunas yang besar dan perakaran yang banyak
menandakan planlet berkualitas baik dan dapat diaklimatisasi. Penambahan IBA 4
ppm tidak meningkatkan jumlah tunas. Hal ini kemungkinan disebabkan unsur
hara dan ZPT yang ada dalam media digunakan untuk menghasilkan kalus.
Penambahan IBA 8 ppm menghasilkan tunas kecil dalam jumlah banyak, yaitu 611 tunas. Tunas yang berukuran kecil menyebabkan planlet tidak vigor dan belum
layak diaklimatisasi. Penampilan planlet yang dihasilkan dari tunas yang ditanam
pada media MS dengan penambahan IBA 2 ppm, 4 ppm, dan 8 ppm disajikan
pada Gambar 1.


Pada gambar 1 memperlihatkan bahwa kecambah papaya hasil dari tabel 1 dan 2
dapat dilihat yang dimaksud dengan bagian kalus yakni yang menghalangi

Universitas Sriwijaya

pertumbuhan akar jika tumbuh secara berlebihan akibat penamahan konsentrasi
IBA. Adanya kalus membuat kecambah papaya memiliki cabang akar yang
pendek dengan jumlah yang banyak. Planlet yang baik untuk diaklimatisasi yakni
yang memiliki tunas yang besar dan perakaran yang banyak pada konsentrasi
2ppm dapat dilihat digambar memiliki kondisi yang bagus sedang pada 4 ppm dan
8 ppm membuat tanaman tidak memiliki tunas yang besar namun tunas yang
kecil.

Universitas Sriwijaya

BAB 3
KESIMPULAN
Penambahan IBA 2 ppm pada media MS menghasilkan persentase tunas
berakar tertinggi (35%), jumlah tunas besar terbanyak (2-6 tunas), dan planlet
memiliki akar yang vigor. Penambahan IBA 4 dan 8 ppm pada media MS
menghasilkan kalus yang besar dan remah seperti kapas. Untuk keberhasilan
perbanyakan tunas pepaya secara kultur jaringan, hal utama yang harus
diperhatikan adalah konsistensi dalam menghasilkan persentase tunas berakar
yang tinggi dan akar harus berkualitas baik. Dengan kondisi seperti ini, bibit
memiliki vigor yang baik bila ditanam di lapangan. Jumlah konsentrasi IBA yang
baik pada konsentrasi 2 ppm jika jumlahnya berlebih akan menghambat
pemanjangan akar.

Universitas Sriwijaya